Pengertian Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit.

Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT

A. Pengertian Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit.

Istilah hukum Jaminan berasal dari terjemahan zakerhei destelling atau security of law. Dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang Lembaga Hipotek dan Jaminan lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal 20 samapi dengan 30 Juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik Jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan. Defenisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan. Menurut Sri Soedewi Sofwan, mengemukakan bahwa Hukum Jaminan adalah : ” Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda – benda yang dibelinya sebagai jaminan. Pengaturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga – lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.” Menurut J.Satrio mengartikan Hukum Jaminan adalah ” Peraturan hukum mengatur jamin yang menjaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.” Definisi yang terakhir ini difokuskan pada pengaturan pada hak – hak kreditur 57 Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 semata – mata, tetapi tidak memperhatikan hak – hak kreditur. Padahal subjek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur semata – mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan. Dari berbagai kelemahan defenisi tersebut maka ketiga defenisi di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan. Menurut penulis, bahwa Hukum Jaminan adalah: ”Keseluruhan dari kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum anatar pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.” 22 Dengan diberikannya pengertian ”jaminan pemberian kredit” sama dengan ”keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”, maka arti dari ”jaminan pemberian kredit” itu telah bergeser, sehingga tidak sesuai dengan pengertiannya yang lazim dikenal selama ini. Jaminan pemberian kredit : ”keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.” Dalam pengertian yang selama ini sudah menajdi milik dunia perbankan dan milik masyarakat umum bahwa ”jaminan pemberian kredit” selalu berarti ”alternatif terakhir dari sumber pelunasan kredit dalam hal kredit tidak dapat dilunasi oleh nasabah debitur dari kegiatan usahanya karena kegiatan usahanya itu mengalami kesulitan untuk menghasilkan uang”. 23 22 H.Salim HS,Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Rajawali PERS, Jakarta, Hal.5 23 Rachmadi Usman,Aspek – Aspek Hukum Perbankan di Indonesia,PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, Hal. 282 Jaminan identik sekali dengan kredit, atau dapat diberikan suatu pengertian Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 atau apabila seseorang membutuhkan kredit maka itu berarti ia harus memiliki jaminan. Kewajiban debitur untuk melunasi hutangnya adalah debitur telah menikmati kredit, dan yang mendapatkan fasilitas kredit karena dianggap orang yang sanggup untuk melunasi hutang-hutangnya pada waktu yang ditentukan, oleh karena itu Bank memberi persyaratan bahwa ia tidak akan memperoleh fasilitas kredit kepada debitur yang tidak menyediakan jaminan. Pemberian fasilitas kredit juga memperhatikan faktor-faktor yang memungkinkan kepentingan kebutuhan masyarakat sehingga dengan pemberian kredit debitur khususnya mendapat keuntungan. Dalam praktek perbankan di Indonesia, pemberian kredit umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh pemohonan kredit, sehingga pemohonan kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank. Persyaratan bagi pemohon kredit untuk menyediakan jaminan ini dapat menghambat pengembangan usaha pemohonan kredit karena pengusaha kecil yang modal usahanya sangat terbatas tidak memiliki harta kekayaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan kreditnya. Oleh karena itu pemerintah mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit tanda adanya keharusan pemohon kredit untuk memberikan jaminannya, tetapi pada umumnya perbankan tidak memberikan kredit tanpa adanya jaminan. Undang – Undang pokok perbankan yang lama Nomor 14 Tahun 1967 Pasal 24 ayat 1 memang menegaskan bahwa Bank Umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan kepada siapapun. Berpedoman pada Undang – Undang ini jelas pemberian kredit harus disertai jaminan baik jaminan materiil atau in-materiil. Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 Dalam perkembangannya untuk membantu masyarakat memperoleh modal dengan mudah yang diharapkan mampu meningkatkan pembangunan nasional khususnya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi maka Pemerintah telah mengubah Undang – Undang pokok Perbankan dengan Undang – Undang yang baru Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998. Undang – Undang yang baru ini tidak lagi mensyaratkan bahwa pemberian kredit harus diikuti dengan kewajiban pemohon kredit menyediakan jaminan materiil atau in-materiil . 24 Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur – unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas – asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. 24 Sutarno, Aspek – aspek Hukum Perkreditan pada Bank, PT ALFABETA Bandung, 2005, Hal 140 Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan atau maupun dalam pihak ketiga dalam jaminan pemberian kredit. Selain apa yang telah dikemukakan diatas, bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus pula memperhatikan hasil analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL bagi perusahaan yang berskala besar danatau berisiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan. Menurut Ketentuan Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 2369KEPDIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan Jaminan adalah ” Suatu keyakinan bank atau kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”. Dalam pemberian kredit terkait sekali perlunya suatu jaminan dalam arti sebagaimana diuraikan di atas, yaitu keyakinan bahwa debitur akan sanggup untuk melunasi kreditnya. Di pihak bank untuk mendapatkan keyakinan dari seorang debitur bahwa debiturnya akan dapat melunasi pinjamannya, akan didapatkan apabila pihak bank telah meneliti dan menganalisis debitur tersebut, baik yang menyangkut kepribadiannya maupun segi – segi kegiatan usaha dan agunannya, juga segi – segi lainnya. Hal – hal yang berkaitan dengan debitur yang dapat menggambarkan bahwa debitur tersebut sebagai debitur yang bankable dapat dilihat dari beberapa segi. Praktik perbankan dalam mendapatkan keyakinan bahwa debiturnya mempunyai klasifikasi bankable setelah melalui penganalisisan dan penelitian . Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 Bahwa jaminan yang baik untuk pemberian kredit atau ideal menurut R.Subekti, dalam bukunya jaminan – jaminan untuk pemberian kredit adalah Jaminan yang memenuhi persyaratan : 1. Yang dapat secara mudah mebantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukan. 2. Yang tidak melemahkan potensi kekuatan si pencari kredit untuk melakukan meneruskan usahanya. 3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima pengambil kredit. Selain Jaminan yang bersifat kebendaan zakelijk seperti hak tanggunganhipotik, fiducia dan gadai, ada juga jaminan yang bersifat perorangan persoonlijk. Dalam praktek perbankan khususnya dalam memberikan kredit, biasanya dipersyaratkan adanya jaminan perorangan atau borgtocht. Borgtocht atau jaminan perorangan pada umumnya merupakan jaminan tambahan mengingat jaminan pokok dari pemberian kredit adalah proyek yang dibiayai dengan kredit itu yang berupa jaminan kebendaan. Dalam praktek biasanya yang menjadi Borg atau penjamin adalah orang – orang atau perusahaan yang ada hubungan kepentingan di bidang bisnis antara debitur dengan Borg atau penjamin hutang tersebut. Misal Debitur PT Argo Mulya maka yang menjadi penjamin adalah para pengurus perusahaan tersebut yaitu komisaris atau Direktur atau salah satu pemegang saham mayoritas perusahaan. Orang – orang yang menjadi penjamin itu ada hubungan kepentingan Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 di bidang bisnis ekonomi dengan debiturnya PT Argo Mulya, jarang sekali terjadi seorang Penjamin tidak mempunyai hubungan atau kepentingan dengan debiturnya. Tujuannya adanya Penjamin adalah untuk menjamin agar hutang yang telah diberikan kreditur kepada debitur dapat terjamin pengembaliannya. Borgtocht diatur dalam KUHPerdata Buku II Bab XVII pasal 1820 sampai Pasal 1850. Borgtocht berasal dari bahasa belanda yang dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan penanggungan atau penjaminan. Dalam bahasa Belanda orangnya disebut Borg, dalam bahasa Indonesia dinamalan Penanggungan atau penjamin. Ahli Hukum R.Subekti, dalam bukunya Aneka Perjanjian menggunakan istilah penanggungan utang. Orangnya yang menanggung disebut Penanggung. Dalam tulisan ini penulis menggunakan istilah Penjamin dan Orangnya disebut Penjamin Karena defenisi Borgtocht pada pasal 1820 KUHPerdata intinya adalah menjamin pelunasan utang seorang debitur. Borgtocht atau penjamin adalah perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang kreditur mengikatkan diri untuk memenuhi perjanjian si berutang debitur manakala orang ini sendiri debitur tidak memenuhi wanprestasi. Dengan demikian pengertian atau defenisi yang diberikan pasal 1820 KUHPerdata. Untuk memudahkan pengertian Borgtocht tersebut. Jaminan dalam bentuk Jaminan perorangan Borgtocht yang diatur dalam KUHPerdata mempunyai sifat – sifat sebagai berikut : a. Jaminan Borgtocht mempunyai sifat accessoir b. Borgtocht tergolong Jaminan Perorangan c. Borgtocht tidak memberikan hak preferent diutamakan Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008. USU Repository © 2009 d. Besarnya Penjamin tidak melebihi atau syarat – syarat yang lebih berat perikatan pokok. e. Penjamin memiliki hak – hak istimewa dan tangkisan – tangkisan. f. Kewajiban penjamin bersifat Subsider g. Perjanjian Borgtocht bersifat tegas, tidak dipersangkalan h. Penjamin beralih kepada ahli waris. 25 Jaminan kebendaan mempunyai ciri – ciri ” kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda – benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan .

B. Jenis – Jenis Jaminan dalam Pemberian Kredit

Dokumen yang terkait

Kedudukan Penjamin Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Medan)

0 18 86

Kedudukan Penjamin Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Medan)

0 0 7

Kedudukan Penjamin Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Medan)

0 0 1

Kedudukan Penjamin Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Medan)

0 0 16

Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Pada Usaha Kecil Menengah Di Kota Pematangsiantar (Studi PT. Bank Sumut Cabang Pematangsiantar)

0 0 8

Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Pada Usaha Kecil Menengah Di Kota Pematangsiantar (Studi PT. Bank Sumut Cabang Pematangsiantar)

0 0 1

Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Pada Usaha Kecil Menengah Di Kota Pematangsiantar (Studi PT. Bank Sumut Cabang Pematangsiantar) Chapter III V

0 0 33

Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Pada Usaha Kecil Menengah Di Kota Pematangsiantar (Studi PT. Bank Sumut Cabang Pematangsiantar)

0 0 2

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA USAHA KECIL A. Pengertian Kredit Secara Umum - Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Pada Usaha Kecil Menengah Di Kota Pematangsiantar (Studi PT. Bank Sumut Ca

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Pada Usaha Kecil Menengah Di Kota Pematangsiantar (Studi PT. Bank Sumut Cabang Pematangsiantar)

0 0 14