Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
G. Dasar –dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil.
Jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka diperoleh batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan hukum
yang mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun
jika dilihat dalam perspektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang
masing-masing unsurnya berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum perbankan. Unsur sistem hukum
perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum norma, asas-asas hukum, dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum
tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam atau di luarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih overlapping di
antara unsur-unsur yuridis tersebut. Kalau terjadi konflik mengenai persoalan perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem
hukum perbankan itu sendiri. Dalam membicarakan mengenai dasar hukum pemberian Kredit Usaha
Kecil maka ada beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian
Kredit Usaha Kecil adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian Kredit Usaha Kecil tidak dapat melepaskan diri
dari aspek hukum perikatanperjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit. Disamping itu, dalam pemberian Kredit Usaha Kecil ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan
hukum perbankan yaitu UU No. 7 Tahun 1992, UU N0. 7 Tahun 1992 dan perubahannya yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam
mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992 disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain
memberikan kredit. Dasar hukum selanjutnya adalah SE BI No. 261UKK1993 perihal Kredit
Usaha Kecil dan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam Undang-undang
yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata. Namun demikian, menurut Prof. R. Subekti SH, menyatakan bahwa kata
persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama
19.
Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan
persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian
20
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.”
.
Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan
istilah persetujuan yang berbunyi :
19
R. Subekti, Hukum perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 1
20
Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, Hal. 89
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – Undang bagi mereka yang
membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal
1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat 2 dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena
alasan-alasan yang oleh Undang – Undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik.
Beberapa ketentuan yang penting dalam hukum perjanjian, dan hal inilah yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu:
1. Berlaku sebagai Undang – Undang
Berlaku sebagai Undang – Undang berarti ketentuan – ketentuan itulah yang mengatur hubungan mereka. Isi perjanjian ini dapat ditentukan sendiri dan
atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat yaitu mengikat para pihak yang membuatnya.
Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinayatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala
halsesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang – Undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak
terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan Undang Undang.
Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehadapan hakim maka dalam mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan
perundang-undangan, kebiasaan dan kepatutan.
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008.
USU Repository © 2009
2. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak
Sesuai dengan asas konsensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubah kembali
persetujuan harus ada ijin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang –
Undang yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata. 3.
Pelaksanaan dengan itikad baik Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan
perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan.
Yang dimaksud baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma -
norma kepatutan dan norma kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan itikad baik disini adalah ukuran objektif, perjanjian itu harus berjalan di atas jalur benar.
Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan oleh bank. Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya
adalah perjanjian konsensuil perjanjian riil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat konsensuil apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja,
sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata
Risky Adelia Budianty : Hubungan Hukum Antara Penjamin Dengan Pihak Pemberi Kredit Kepada Usaha Kecil Menengah Di Kota Medan Studi PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk Medan, 2008.