Penentuan Kondisi Pengeringan Optimal Untuk Memenuhi Spesifikasi Mutu Biji Kopi Di PT. Pawani

(1)

PENENTUAN KONDISI PENGERINGAN OPTIMAL

UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI MUTU BIJI KOPI

DI PT. PAWANI

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

YOKO HENRIO PRAWIRO

NIM. 060403038

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 1


(2)

ABSTRAK

Perusahaan yang mengolah biji kopi, terutama dengan konsumen yang berasal dari luar negeri, perlu memperhatikan spesifikasi dari biji kopi hasil olahan yang akan diekspor. Pembeli dari luar negeri menginginkan biji kopi dengan mutu yang baik dan konsisten dari waktu ke waktu. Banyaknya produsen biji kopi lokal menyebabkan tingkat persaingan menjadi tinggi sehingga untuk mempertahankan permintaan produk, produsen harus senantiasa menjaga spesifikasi biji kopi yang akan diekspor.

Kualitas biji kopi ditentukan oleh beberapa hal. Pertama, biji kopi yang berukuran lebih besar dianggap lebih berkualitas. Kedua, biji kopi yang berbentuk utuh atau memiliki karakteristik tertentu dianggap memiliki kualitas yang lebih baik. Ketiga, biji kopi yang memiliki kadar air yang tepat dianggap lebih berkualitas. Kadar air sangat mempengaruhi kondisi biji kopi. Apabila memiliki kadar air yang tinggi, biji kopi akan mudah ditumbuhi jamur dan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga akan mempengaruhi rasa dan aroma dan juga dianggap tidak layak dikonsumsi. Apabila memiliki kadar air yang terlalu rendah, biji kopi akan bersifat keras sehingga menjadi mudah retak atau pecah dan kehilangan rasa dan aroma.

PT. Pawani belum memiliki pengaturan yang baku untuk kondisi pengeringannya. Maka untuk memenuhi spesifikasi mutu biji kopi, penelitian dilakukan pada proses pengeringannya agar dapat memberikan kadar air yang sesuai, yaitu antara 10% - 12%. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 2k dan central composite. Faktor-faktor yang diteliti yaitu lama pengeringan, tinggi tumpukan, dan frekuensi pengadukan. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu lama pengeringan sebesar 2 jam 18 menit, tinggi tumpukan sebesar 4,6 cm, dan frekuensi pengadukan sebesar 8 menit sekali. Berdasarkan perhitungan dengan model orde kedua, setting

tersebut diperkirakan akan memberikan kadar air rata-rata sebesar 12,3%, dibandingkan dengan kadar air rata-rata yang diperoleh dengansettingawal, yaitu sebesar 13,6%. Pengolahan data selain dengan cara manual juga dibantu dengan perangkat lunak statistik Minitab. Penggunaan perangkat lunak statistik tersebut membantu peneliti dalam mencocokkan hasil yang diperoleh dari cara manual dan mengantisipasi adanya kesalahan perhitungan manual.

Kata kunci: biji kopi, desain faktorial, central composite design, response surface,Minitab.


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

PT. Pawani adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan buah kopi menjadi biji kopi dengan berbagai jenis dan kualitas. Pabrik PT. Pawani berlokasi di Jalan Jemadi No. 24, Medan, Sumatera Utara, sedangkan kantor PT. Pawani berlokasi di Jalan Kolonel Sugiono No. 14-F, Medan, Sumatera Utara.

Ruang lingkup aktivitas perusahaan yaitu mengolah buah kopi dan mengekspor biji kopi. Proses produksi dan perpindahan bahan dilakukan secara manual oleh pekerja dan ada beberapa proses yang menggunakan mesin. Bahan baku yang digunakan perusahaan yaitu buah kopi yang berasal dari Mandailing dan Takengon. Produk biji kopi yang dihasilkan saat ini yaitu biji kopi jenis Arabica Grade-1,fancy select dangolden. Produksi kopi jenis Robusta dihentikan sementara karena tingginya biaya bahan baku dan rendahnya harga jual. Hasil produksi diekspor ke luar negeri, seperti Amerika Serikat dan Taiwan, melalui Pelabuhan Belawan.

Banyaknya persaingan dalam usaha ekspor biji kopi mendorong para pengekspor biji kopi untuk terus menyesuaikan dan mempertahankan spesifikasi biji kopi yang dihasilkan. Salah satu spesifikasi yang menentukan mutu biji kopi yaitu kadar air. Menurut dokumen Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-2907-2008 mengenai Biji Kopi yang diterbitkan oleh Badan Standardisasi


(4)

Nasional (BSN), spesifikasi persen kadar air maksimum biji kopi adalah sebesar 12,5%. Apabila kadar air lebih tinggi dari angka tersebut, biji kopi berpotensi ditumbuhi lumut dan mengalami fermentasi berlebihan sehingga menyebabkan rusaknya rasa dan aroma kopi serta berkurangnya daya tahan biji kopi. Pengujian kadar air ini dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah yang bergerak di bidang pemeriksaan, pengawasan, pengujian, dan pengkajian, seperti PT. Superintending Company of Indonesia (Persero) atau disingkat PT. Sucofindo. Biji kopi yang tidak memenuhi spesifikasi pengujian tidak dapat diekspor.

Untuk memenuhi spesifikasi kadar air biji kopi untuk ekspor, proses yang harus diperhatikan yaitu proses pengeringan biji kopi. Saat ini, perusahaan melakukan pengeringan dengan hanya berdasarkan perkiraan. Keadaan dan jangka waktu pengeringan ditentukan oleh insting dari kepala pabrik. Pengeringan dilakukan selama lebih kurang 2 jam dengan tumpukan biji kopi setebal satu telapak tangan atau lebih kurang 1,5 cm. Pengadukan dilakukan 4 kali setiap jam. Dengan kondisi pengeringan tersebut, rata-rata kadar air yang diperoleh dari eksperimen adalah sebesar 13,6%. Angka tersebut masih berada di atas spesifikasi maksimum, yaitu 12,5%.

Penentuan setting yang optimal pada proses pengeringan dapat dilakukan dengan Response Surface Methodology (RSM). RSM dapat digunakan untuk menentukan titik optimum pada setting kondisi proses agar hasil yang diperoleh lebih baik. Alasan menggunakan RSM yaitu jumlah eksperimen yang diperlukan tidak besar karena menggunakan desain central composite dengan replikasi yang minimal sehingga lebih efisien dari segi waktu dan biaya. Menurut Montgomery


(5)

(1991), RSM juga dapat mencari titik optimal baru dengan bergerak ke luar daerah penelitian apabila daerah penelitian kita belum memberikan hasil yang paling optimal. Hal ini berguna bagi perusahaan, karena kondisi pengeringan yang digunakan perusahaan saat ini masih didasarkan pada insting dan belum diketahui apakah sudah merupakan pengaturan yang optimal. Data yang dibutuhkan akan dikumpulkan dengan melakukan eksperimen. Faktor-faktor yang akan digunakan untuk eksperimen merupakan yang dapat dikendalikan (controllable). Dengan menggunakan RSM, data hasil eksperimen akan dianalisa untuk menentukan bagaimana variabel-variabel harus disesuaikan agar optimal dan mendapatkan perbaikan hasil. Setelah setting optimal diperoleh, biayanya akan dihitung dan dibandingkan dengan biaya darisettinglama.

Studi ini adalah sebuah penelitian dan perancangan setting yang tepat untuk proses pengeringan biji kopi dengan metode Response Surface agar kadar air biji kopi yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi untuk ekspor. Perbaikan spesifikasi produk ini diharapkan dapat menjaga minat pembeli luar negeri terhadap biji kopi yang diekspor PT. Pawani.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah yang dihadapi perusahaan yaitu belum adanya pengaturan yang baku untuk kondisi pengeringan biji kopi yang dilakukan perusahaan. Untuk memahami permasalahan dan solusinya, maka akan dicari kondisi yang optimal untuk faktor-faktor yang


(6)

mempengaruhi proses pengeringan dan dampaknya bagi perusahaan dari segi biaya.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum pelaksanaan penelitian di pabrik ini yaitu merancang sistem pengeringan biji kopi dengan mengatur kondisi yang optimal untuk tiap faktor yang berpengaruh agar memberikan kadar air biji kopi yang sesuai.

Tujuan khusus pelaksanaan penelitian di pabrik ini yaitu:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan dengan menggunakancause-and-effect diagram.

2. Menerapkan metode Response Surface untuk menentukan kondisi yang optimal untuk proses pengeringan biji kopi.

3. Menghitung biaya yang terjadi untuksettingyang lama dansettingyang baru. 1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian

Batasan-batasan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Produk yang diteliti yaitu biji kopi jenis Arabica.

2. Penelitian dilakukan di bagian pengeringan biji kopi.

3. Metode eksperimen yang digunakan yaitu metodeResponse Surface.

4. Variabel respon atau karakteristik yang digunakan adalah kadar air biji kopi. 5. Biaya yang dihitung adalah biaya yang dipengaruhi oleh perubahan faktor

yang diteliti.


(7)

Asumsi-asumsi yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas proses diabaikan karena tidak dapat dikendalikan.

2. Faktor-faktor yang diperhitungkan adalah faktor-faktor kuantitatif. 3. Kondisi bahan yang digunakan dari waktu ke waktu dianggap sama. 4. Suhu udara dan cuaca pada saat pelaksanaan eksperimen dianggap sama. 1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRAK


(8)

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup dan asumsi penelitian dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini berisi sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen serta proses produksi.

BAB III LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori-teori yang digunakan dalam pemecahan masalah.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Bab ini berisi analisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang diberikan kepada pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Pawani merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang pengolahan dan ekspor biji kopi. Pabrik biji kopi PT. Pawani didirikan di Jalan Jemadi Nomor 24/94, Medan, Sumatera Utara sejak Oktober 1979 oleh Bapak Hasan Tandi yang masih memimpin perusahaan hingga kini. Kantor PT. Pawani berada di Jalan Kolonel Sugiono Nomor 14-F, Medan, Sumatera Utara.

NV. Pawani pertama kali berdiri tahun 1964 di Jalan Singkat dengan ruang lingkup kegiatan pengolahan dan ekspor produk karet dan biji kopi. Kemudian pada tahun 1967, pabrik dipindahkan ke Jalan Wahidin untuk mendukung peningkatan kapasitas produksi. Pada saat itu, NV. Pawani masih mengolah dan mengekspor karet. Namun karena sulitnya memperoleh bahan baku karet, kegiatan pengolahan dan ekspor karet dihentikan dan kegiatan pabrik difokuskan pada biji kopi sejak tahun 1979. Pada saat itu juga, pemerintah melarang keberadaan industri di kawasan pemukiman Jalan Wahidin, sehingga pabrik harus dipindahkan ke Jalan Jemadi. Pada tahun 2006, NV. Pawani diganti menjadi PT. Pawani dengan izin usaha nomor 109/02.13/TDG/XI/2006.

Bahan baku yang digunakan dalam kegiatan produksi yaitu biji kopi yang biasanya dipasok dari Takengon dan Sidikalang. Hasil produksi diekspor ke luar negeri melalui pelabuhan Belawan dengan negara tujuan ekspor seperti Taiwan, Jepang, dan Amerika Serikat.


(10)

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Bidang usaha PT. Pawani yaitu pengolahan dan ekspor biji kopi. Pengolahan biji kopi secara garis besar meliputi penggilingan, pengeringan, pengayakan, penyortiran, dan pengemasan.

Pengolahan dilakukan pada biji kopi yang berkulit ari atau biji kopi yang masih bercangkang, tergantung pada pasokan yang ada. Biji kopi tersebut kemudian dijemur dengan bantuan sinar matahari agar kadar airnya mencapai sekitar 12% hingga 13%. Apabila masih bercangkang, biji kopi akan digiling agar cangkang dan kulit arinya terlepas. Selanjutnya biji kopi yang sudah cukup kering dan bersih akan diayak dengan menggunakan mesin ayak untuk memisahkan antara biji kopi yang berukuran besar dan kecil. Setelah terpisah berdasarkan ukuran, biji kopi akan disortir secara manual untuk dipisahkan antara biji kopi yang baik dengan yang rusak. Proses terakhir yaitu pengemasan biji kopi yang telah disortir dengan menggunakan karung goni.

Berdasarkan ukuran dan kualitas biji kopi yang diolah, produk yang dihasilkan yaitu biji kopi golden, fancy select, dan arabica A/grade I. Biji kopi

golden merupakan biji kopi arabika yang diproses mulai dari biji kopi yang bercangkang, sehingga kualitasnya terkendali dan lebih baik. Biji kopi fancy select merupakan biji kopi arabika dengan ukuran biji yang cukup besar (dengan panjang 8 mm atau lebih). Biji kopi arabica A/grade I merupakan biji kopi arabika dengan ukuran biji yang lebih kecil (dengan panjang kurang dari 8 mm).


(11)

2.3. Organisasi dan Manajemen

PT. Pawani masih memiliki struktur organisasi dan manajemen yang sederhana dengan pabrik dan kantor yang lokasinya terpisah. Operasional pabrik dipimpin oleh kepala pabrik, sedangkan operasional kantor diatur oleh direktur. 2.3.1. Struktur Organisasi

Secara keseluruhan, struktur organisasi di PT. Pawani membentuk hubungan lini fungsional. Struktur organisasi PT. Pawani dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Pawani

Hubungan lini dapat dijumpai antara direktur dengan para manajer di bawahnya, manajer dengan staf, dan kepala bagian dengan karyawan pabrik. Hubungan fungsional dapat dijumpai pada hubungan antara manajer keuangan, manajer pemasaran, dan kepala pabrik. Ketiga posisi tersebut masing-masing


(12)

menangani salah satu bagian atau fungsi pokok perusahaan dan juga saling berkoordinasi satu sama lain.

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Deskripsi jabatan untuk tiap personil di PT. Pawani secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Direktur

a. Merencanakan arah, strategi, dan kebijakan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Memimpin, mengarahkan, dan mengawasi pelaksanaan rencana perusahaan yang telah ditetapkan.

c. Mengkoordinasikan para manajer dan kepala bagian.

d. Menciptakan dan memelihara suasana perusahaan agar selalu kondusif. e. Bertanggung jawab penuh atas kondisi dan kinerja perusahaan.

2. Sekretaris

a. Melakukan urusan korespondensi perusahaan.

b. Menghadapi tamu perusahaan apabila Direktur sedang berhalangan. c. Membantu komunikasi antara Direktur dengan para manajer.. d. Menyusun jadwal

3. Manajer Pemasaran

a. Melakukan kegiatan pemasaran produk yang dihasilkan perusahaan. b. Menerima pesanan produk dari konsumen yang berada di luar negeri. c. Menetapkan harga jual produk untuk tiap pesanan.


(13)

d. Bertanggung jawab kepada Direktur. 4. Staf Pemasaran

a. Menangani segala administrasi yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran.

b. Menangani pesanan yang diterima dari korespondensi hingga pengiriman. c. Bertanggung jawab kepada Manajer Pemasaran.

5. Manajer Keuangan

a. Mengatur dan mengawasi lalu lintas keuangan di perusahaan. b. Bertanggung jawab atas pengeluaran dan penerimaan dana.

c. Mengawasi kegiatan pencatatan akuntansi dan perpajakan di perusahaan. d. Menyusun laporan aktivitas perusahaan setiap tahunnya untuk Direktur. e. Bertanggung jawab kepada Direktur.

6. Staf Keuangan

a. Menangani segala administrasi yang berhubungan dengan lalu lintas keuangan perusahaan.

b. Melakukan pencatatan akuntansi dan perhitungan pajak perusahaan. c. Bertanggung jawab kepada Manajer Keuangan.

7. Satpam

a. Menerima dan mencatat kedatangan tamu perusahaan. b. Bertanggung jawab atas keamanan kantor.

8. Kepala Pabrik

a. Mengatur segala kegiatan di pabrik, mulai dari penerimaan bahan, produksi, pengemasan, hingga pengiriman.


(14)

b. Mengatur pemakaian dan perawatan seluruh mesin dan peralatan yang ada di pabrik.

c. Menangani seluruh urusan yang berhubungan dengan karyawan pabrik, seperti penggajian, perekrutan, dan koordinasi.

d. Bertanggung jawab atas produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. e. Bertanggung jawab kepada Direktur.

9. Karyawan Pabrik

a. Melaksanakan seluruh kegiatan produksi di pabrik sesuai dengan instruksi dari kepala pabrik.

b. Bertanggung jawab atas kondisi peralatan dan kebersihan lingkungan kerja. c. Bertanggung jawab kepada Kepala Pabrik.

2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

Jumlah tenaga kerja di pabrik atau karyawan PT. Pawani yaitu sebanyak 42 orang, yang terdiri dari 28 orang wanita dan 14 orang pria, sedangkan jumlah tenaga kerja di kantor atau staf PT. Pawani yaitu sebanyak 7 orang. Perincian tenaga kerja beserta jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tenaga Kerja dan Jumlah Personil

Jabatan Pria Wanita Jumlah

Direktur 1 0 1

Sekretaris 0 1 1

Manajer Pemasaran 1 0 1


(15)

Tabel 2.1. Tenaga Kerja dan Jumlah Personil (Lanjutan)

Jabatan Pria Wanita Jumlah

Manajer Keuangan 1 0 1

Staf Keuangan 0 1 1

Satpam 1 0 1

Kepala Pabrik 1 0 1

Karyawan Pabrik 13 28 41

Total 19 30 49

Sumber: PT. Pawani (2011)

Jam kerja efektif di pabrik PT. Pawani adalah 40 jam per minggu dengan hari kerja dari Senin hingga Sabtu. Dalam satu hari kerja, waktu bekerja mulai dari pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB dengan waktu istirahat sebesar 1 jam mulai dari pukul 12.00 WIB hingga 13.00 WIB. Untuk hari Sabtu, waktu kerja berakhir pada pukul 14.00 WIB.

Jam kerja selain waktu reguler dihitung sebagai jam kerja lembur yang diterapkan apabila terdapat peningkatan permintaan biji kopi. Besarnya upah lembur disesuaikan dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Pabrik PT. Pawani memberlakukan sistem pencatatan absensi manual yang dilakukan oleh kepala pabrik. Pabrik belum menerapkan penggunaan sistem absensi elektronik untuk memudahkan pencatatan absensi.

Sistem pengupahan atau kompensasi untuk staf dan karyawan di PT. Pawani berupa gaji yang diberikan dengan jumlah tertentu pada setiap akhir


(16)

bulan. PT. Pawani juga memberikan uang makan dan menanggung biaya asuransi tenaga kerja untuk para pekerjanya.

Selain gaji, perusahaan juga memberikan upah lembur kepada karyawan yang bekerja di luar waktu kerja normal. Cara perhitungan upah lembur yaitu setiap pekerja mendapatkan Rp 6.000 untuk jam pertama, kemudian 2 x Rp 6.000 untuk jam kedua, dan seterusnya.

PT. Pawani juga memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada setiap karyawan sebesar satu bulan gaji. Karyawan yang berhak menerima THR adalah karyawan yang telah bekerja minimal satu tahun atau lebih. Karyawan juga diberikan izin cuti sebanyak 12 hari dalam setahun. Khusus untuk karyawan wanita diberikan tambahan cuti haid sebanyak dua hari setiap bulannya.

2.4. Proses Produksi

Proses produksi biji kopi di PT. Pawani secara garis besar terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pengeringan, penggilingan, pengayakan, penyortiran, dan pengemasan. Tahapan produksi tersebut agak berbeda tergantung pada jenis biji kopi yang akan diolah. Apabila masih bercangkang, biji kopi harus melewati proses penggilingan setelah selesai dikeringkan. Apabila biji kopi tidak bercangkang dan hanya berkulit ari, tidak diperlukan proses penggilingan. Dari biji kopi yang bercangkang tersebut akan dihasilkan jenis biji kopi golden, sedangkan dari yang tidak bercangkang akan dihasilkan jenis fancy select dan

arabica A/grade I.


(17)

Pengeringan Penggilingan

(khusus biji kopi bercangkang) Pengayakan

Penyortiran Pengemasan

Gambar 2.2. Blok Diagram Proses Pengolahan Biji Kopi 2.4.1. Bahan yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi jenis arabika yang berasal dari Takengon dan Sidikalang. Biji kopi yang diterima ada dua macam, yaitu biji kopi yang masih bercangkang dan biji kopi yang berkulit ari. Biji kopi yang masih bercangkang akan dibersihkan dari cangkang dan kulit ari, kemudian diolah menjadi biji kopi berjenis golden yang memiliki kualitas lebih baik, sedangkan biji kopi yang berkulit ari akan langsung diproses tanpa penggilingan dan menghasilkan biji kopi jenis fancy select dan arabica A/grade I, tergantung pada ukuran biji kopi.

Bahan tambahan yang digunakan untuk produk biji kopi ini yaitu bahan kemasan. Bahan kemasan yang digunakan adalah karung goni, benang pengikat goni, dan sablon merek. Karung goni yang digunakan yaitu karung untuk


(18)

mengemas bahan makanan yang dapat menampung 60 kg biji kopi setiap karungnya. Setiap karung goni yang kosong beratnya lebih kurang 1 kg. Benang pengikat yang digunakan adalah gulungan benang tali goni yang berwarna putih. Sablon merek terdiri dari cap sablon dan cat sablon berwarna merah dan biru. 2.4.2. Standar Mutu Bahan/Produk

Penanganan mutu biji kopi di PT. Pawani dipercayakan kepada kepala pabrik. Dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, kepala pabrik menentukan standar mutu bahan yang dibeli, cara penanganan dan proses produksi biji kopi, dan mutu produk yang dihasilkan.

Biji kopi yang dibeli dikemas dalam karung plastik dengan kapasitas 100 kg. Kadar air yang terkandung di dalam biji kopi tersebut tidak boleh lebih dari 15%. Apabila kadar air berada di atas angka tersebut, biji kopi yang dibeli lebih mudah rusak karena ditumbuhi jamur sehingga tidak dapat digunakan. Pengujian kadar air dilakukan dengan mengambil 100 g sampel dari tiap karung.

Biji kopi yang dihasilkan akan dikemas dalam karung goni berkapasitas 60 kg. Mutu biji kopi ditentukan oleh kadar airnya. Kadar air biji kopi yang baik yaitu sekitar 12%. Kadar air terendah yang dapat diterima yaitu 10%. Apabila kadar air di bawah 10%, biji kopi akan menjadi rapuh dan kering sehingga tidak dapat digunakan lagi. Apabila kadar air terlalu tinggi, biji kopi akan berpotensi ditumbuhi jamur pada saat pengiriman dan rasa kopi yang dihasilkan dari biji kopi tersebut akan lebih asam sehingga mutunya turun. Karena itu, proses pengeringan sangat berpengaruh terhadap mutu biji kopi yang dihasilkan.


(19)

Karung goni yang digunakan untuk pengemasan tidak boleh robek dan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Sablon merek juga harus diperhatikan agar merek yang tercetak pada goni jelas dan terang.

2.4.3. Uraian Proses

Tahapan proses pengolahan biji kopi di PT. Pawani yaitu: 1. Proses pengeringan

Biji kopi yang masih bercangkang atau yang berkulit ari dikeluarkan dari karung untuk dikeringkan. Pengeringan dilakukan di lapangan semen yang diberi sekat membentuk bak. Biji kopi yang berkadar air sekitar 15% akan dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari hingga mencapai kadar air sebesar 12%. Sinar matahari yang digunakan untuk pengeringan ini adalah sinar matahari pada saat siang hari sekitar pukul 10 hingga pukul 2 dengan cuaca cerah atau panas. Biji kopi disebar merata di lapangan semen hingga mencapai ketinggian tertentu. Ketinggian yang biasa digunakan antara 3-6 cm. Kemudian biji kopi dibiarkan di bawah sinar matahari sambil diaduk atau dibalik dengan menggunakan alat penggaruk setiap 15 menit atau setengah jam. Setiap beberapa saat, kepala pabrik akan melakukan pengecekan secara fisik atau dengan menggunakan alat pengukur kadar air untuk mengetahui apakah biji kopi yang dijemur telah cukup kering. Setelah pengeringan selesai, biji kopi akan dimasukkan kembali ke dalam karung plastik. Apabila cuaca akan hujan, pengeringan harus dihentikan. Biji kopi yang basah akan ditumbuhi jamur sehingga tidak dapat digunakan lagi.


(20)

2. Proses penggilingan

Proses ini hanya digunakan untuk biji kopi yang masih bercangkang. Biji kopi bercangkang yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam mesin giling untuk dipisahkan antara biji kopi dengan cangkang dan kulit arinya. Apabila biji kopi bercangkang belum cukup kering, cangkang dan kulit ari akan sulit terpisah dari biji sehingga hasil penggilingan tidak akan maksimal. Setelah digiling, biji kopi akan ditiup dengan alatblower yang terintegrasi pada mesin giling untuk dibersihkan dari sisa cangkang, kulit ari, dan debu penggilingan. Tenaga blower berasal dari kompresor. Dari biji kopi yang bercangkang ini akan dihasilkan jenis biji kopigolden.

3. Proses pengayakan

Pengayakan bertujuan untuk memisahkan biji kopi berdasarkan ukurannya. Biji kopi yang lebih besar (berukuran 8 mm atau lebih) akan digunakan untuk merek fancy select, sedangkan yang lebih kecil akan digunakan untuk merek

arabica A/grade I. 4. Proses penyortiran

Penyortiran dilakukan secara manual oleh pekerja. Penyortiran dilakukan pada biji kopi yang telah selesai diayak untuk dipisahkan antara biji kopi yang bagus atau utuh dengan biji kopi yang cacat atau rusak. Khusus untuk biji kopi yang berkulit ari, penyortiran juga memisahkan biji berdasarkan ukuran. Biji kopi yang berukuran lebih besar (berdiameter 8 mm atau lebih) akan digunakan untuk merek fancy select, sedangkan yang lebih kecil akan


(21)

digunakan untuk merek arabica A/grade I. Biji kopi yang cacat atau rusak akan dikumpulkan.

5. Proses pengemasan

Setelah penyortiran selesai, biji kopi akan dikemas di dalam karung goni. Karung goni akan disablon dengan merek terlebih dahulu sesuai dengan jenis biji kopi yang akan dikemas. Setelah biji kopi selesai diisikan dengan berat bersih 60 kg, karung goni akan ditutup atau disegel benang tali dengan menggunakan mesin jahit portabel.

2.4.4. Mesin dan Peralatan

Mesin-mesin yang digunakan PT. Pawani dalam mendukung kegiatan produksinya yaitu:

1. Mesin giling

Jumlah mesin giling yang digunakan di pabrik yaitu 1 unit. Mesin ini digunakan untuk menggiling biji kopi agar terpisah dari cangkang dan kulit arinya. Pada mesin ini juga terdapat alat blower yang berfungsi untuk membersihkan campuran biji kopi yang telah digiling dari sisa cangkang dan kulit ari, serta kotoran debu penggilingan. Blower tersebut dioperasikan dengan bantuan kompresor. Mesin ini merupakan rakitan tangan dan tidak bermerek.

2. Mesin ayak

Jumlah mesin ayak yang digunakan di pabrik yaitu 2 unit. Mesin ini digunakan untuk memisahkan biji kopi berdasarkan ukurannya. Serpihan biji


(22)

kopi yang rusak atau retak juga akan terpisah dari campuran. Mesin ini dirakit dengan tangan dan tidak bermerek.

3. Mesin jahit portabel

Jumlah mesin jahit portabel yang digunakan di pabrik yaitu 1 unit. Mesin ini digunakan untuk menyegel atau menutup karung goni yang telah diisi dengan biji kopi. Mesin jahit portabel yang digunakan yaitu Fischbein Portable Bag Closer yang dapat beroperasi pada tegangan 110 V atau 220 V dengan kecepatan 1800 jahitan per menit (setiap 10 cm terdapat 16 jahitan)..

Peralatan yang digunakan dalam kegiatan produksi yaitu: 1. Timbangan duduk mekanik

Jumlah timbangan yang digunakan di pabrik yaitu 2 buah. Fungsinya adalah untuk menimbang karung biji kopi yang baru dibeli dan menakar biji kopi yang akan dimasukkan ke dalam karung goni.

2. Batang penggaruk

Jumlah batang penggaruk yang digunakan di pabrik yaitu 2 buah. Alat ini berfungsi untuk mengaduk atau membalik biji kopi pada saat pengeringan agar prosesnya merata.

3. Meja sortir

Jumlah meja sortir yang digunakan di pabrik yaitu 40 buah. Meja ini juga dilengkapi dengan bangku. Fungsinya adalah sebagai tempat kerja untuk pekerja bagian penyortiran.


(23)

4. Sekop

Jumlah sekop yang digunakan di pabrik yaitu 4 buah. Fungsinya adalah untuk menyekop biji kopi ke dalam karung goni pada saat pengemasan dan ke dalam karung plastik setelah selesai dikeringkan.

5. Tampah

Jumlah tampah yang digunakan di pabrik yaitu 50 buah. Fungsinya adalah untuk membantu pekerja di bagian penyortiran untuk membawa dan menyortir biji kopi. Tampah ini terbuat dari bambu dengan permukaan berbentuk bulat berdiameter 60 cm.

6. Alattesterkadar air

Jumlah alattester kadar air yang digunakan di pabrik yaitu 1 buah. Fungsinya adalah untuk mengukur kadar air sejumlah biji kopi yang telah dikeringkan. Setiap pengukuran memerlukan 100 g sampel biji kopi. Merek alat ini yaitu Cera Tester. Selain biji kopi, alat ini juga dapat mengukur kadar air biji coklat, padi, dan kacang-kacangan.

2.4.5. Utilitas

Utilitas pabrik PT. Pawani yang digunakan untuk menunjang operasional yaitu:

1. Listrik

Pabrik menggunakan tenaga listrik dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan daya 2,2 kVA (220 V, 10 A) seperti yang digunakan pada rumah tangga. Listrik tersebut hanya digunakan untuk keperluan-keperluan dasar,


(24)

seperti penerangan, radio, CCTV, dan televisi. Untuk menjalankan mesin-mesin produksi, pabrik menggunakan tiga buah generator set (genset) diesel. Alasan pabrik menggunakan genset adalah karena listrik dari genset lebih stabil daripada listrik PLN. Spesifikasi genset diesel yang digunakan yaitu:

a. Merek : Yanmar

Seri/Model : YTG5S/S16F-180/A

Daya : 5 kW/kVA

Tegangan : 110 V/220 V

Arus : 45,45 A/22,73 A

Frekuensi : 50 Hz

b. Merek : Baifa

Seri/Model : BF-C125-60

Daya : 125 kW/kVA

Tegangan : 380 V

Arus : 328,95 A

Frekuensi : 60 Hz

c. Merek : Baifa

Seri/Model : BF-D142

Daya : 142 kW/kVA

Tegangan : 380 V

Arus : 373,69 A


(25)

2. Air bersih

Pabrik mendapat suplai air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air digunakan untuk kebutuhan sanitasi karyawan dan membersihkan peralatan kerja.


(26)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Response Surface Methodology

Response Surface Methodology (RSM), menurut Box (1987), merupakan teknik statistik untuk membangun suatu model empiris melalui desain eksperimen. Metodologi ini dapat mencari suatu reaksi yang berhubungan dengan variabeloutput sebagai respon dan variabelinput sebagai prediktor. RSM banyak digunakan dalam mengoptimalkan sejumlah unit industri, proses, dan sistem. Para peneliti menggunakan RSM sebagai cara untuk mencari fungsi yang tepat dalam memprediksi dan mengoptimalkan respon.

Variabel yang digunakan dalam desain eksperimen RSM tergantung pada bidang yang diteliti. Contohnya: respon atau variabel output di dalam penelitian bidang kimia dapat berupa transparansi plastik dengan satuan tertentu dan variabel

input yang mempengaruhi respon tersebut dapat berupa konsentrasi zat semprot dan posisi penyemprotan pada proses.

Desain eksperimen RSM membutuhkan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap proses. Identifikasi faktor dapat dilakukan dengan pengamatan dan dipilih faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap proses. Umumnya dipilih dua atau tiga buah faktor untuk digunakan dalam penelitian. Penerapan RSM yang paling efektif dan banyak digunakan adalah untuk menentukan kondisi

setting yang optimal pada proses demi memperoleh peningkatan pada output


(27)

Suatu eksperimen yang melibatkan k buah faktor antara lain: x1,x2, ..., xk

dengan k buah faktor tersebut merupakan variabel bebas, prediktor, atau variabel kontrol, dan menghasilkan respon y dengan y adalah suatu variabel terikat, variabel tak bebas, atau variabel respon. Semua variabel ini dapat diukur dan diketahui bahwa y merupakan respon dari x1, x2, ..., xk. Maka dapat dikatakan

bahwaymerupakan fungsi dari x1,x2, ...,xkdan secara umum ditulis dalam bentuk

persamaan:y = f(x1,x2, ...,xk). Fungsi ini disebutresponse surface.

RSM memiliki beberapa kegunaan, yaitu:

1. Menunjukkan bagaimana variabel respon y dipengaruhi oleh variabel bebas x

di dalam daerah tertentu yang ditinjau.

2. Menentukan pengaturan variabel bebas yang paling tepat untuk memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi respon yang diinginkan.

3. Mengeksploitasi jangkauan dari variabel bebas x untuk mendapatkan hasil respon maksimum dan menentukan sifat dari variabel tersebut.

Menurut Cochran dan Cox (1992), tahap-tahap perencanaan untuk memulai pelaksanaan RSM yaitu:

1. Tentukan model persamaan orde pertama berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan dengan eksperimen. Arah penelitian selanjutnya ditentukan dengan metodesteepest descent.

2. Setelah arah penelitian selanjutnya diperoleh, tentukan level faktor untuk pengumpulan data berikutnya.

3. Tentukan model persamaan orde kedua berdasarkan pengumpulan data eksperimen dengan level yang telah ditetapkan pada metodesteepest descent.


(28)

4. Tentukan titik optimal dari faktor-faktor yang diteliti.

Salah satu pertimbangan penting pada RSM adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang cocok dengan model yang akan dikembangkan. Jika faktor atau level yang dipilih dalam eksperimen tidak tepat, maka kemungkinan terjadinya ketidak cocokan model akan sangat besar dan menyebabkan penelitian menjadi bersifat bias.

RSM erat kaitannya dengan desain eksperimen, karena data yang dikumpulkan adalah melalui pelaksanaan eksperimen. MenurutBox(1987), alasan mengapa desain eksperimen sangat diperlukan yaitu:

1. Variabel input yang mempengaruhi respon seringkali merupakan salah satu variabel yang tidak akan diubah.

2. Hubungan antara variabel respon dengan berbagai variabel input mungkin dipengaruhi oleh variabel yang tidak tercatat. Hal tersebut dapat membangun korelasi yang salah.

3. Data historis sering mengandung celah mengandung informasi tambahan yang tidak penting.

3.2. Desain Eksperimen

Menurut Sudjana (1994), desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan dengan tiap langkah tindakan yang terdefinisikan sedemikian rupa sehingga informasi yang diperlukan untuk permasalahan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan. Dengan kata lain, desain eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu diambil sebelum eksperimen dilakukan agar data


(29)

yang diperlukan dapat diperoleh sehingga dapat dilakukan analisis objektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang dibahas. Tujuan dari desain eksperimen adalah untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi yang diperlukan dan bergunak dalam melakukan penelitian atas suatu persoalan.

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam desain eksperimen adalah: 1. Perlakuan

Perlakuan didefinisikan sebagai sekumpulan kondisi eksperimen yang akan digunakan terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup desain yang dipilih. Perlakuan dapat berbentuk tunggal atau kombinasi. Misalnya dalam rangka meneliti efek sejenis makanan terhadap berat sapi, maka perlakuan dapat berupa jenis sapi, jenis kelamin sapi, umur sapi, atau ukuran makanan yang diberikan (perlakuan tunggal). Efek perlakuan-perlakuan terhadap variabel respon (berat badan sapi) tadi mungkin terjadi dalam bentuk gabungan atau bentuk kombinasi beberapa perlakuan tunggal yang terjadi secara bersamaan (kombinasi perlakuan). 2. Unit eksperimen

Unit eksperimen merupakan unit yang dikenai perlakuan tunggal maupun kombinasi perlakuan dalam sebuah replikasi eksperimen dasar. Dalam percobaan penelitian efek makanan terhadap sapi pada contoh sebelumnya, sapi merupakan unit eksperimen.

3. Kekeliruan eksperimen

Kekeliruan eksperimen menyatakan kegagalan dari dua unit eksperimen identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Ini dapat terjadi karena kekeliruan sewaktu menjalankan eksperimen, kekeliruan pengamatan,


(30)

variasi bahan eksperimen, dan variasi antar unit eksperimen. Kekeliruan eksperimen sering diusahakan agar kecil, yaitu dengan jalan menggunakan bahan eksperimen yang homogen, melakukan eksperimen seteliti mungkin, dan menggunakan desain eksperimen yang lebih efisien.

Untuk memahami desain eksperimen perlu dimengerti prinsip-prinsip dasar yang lazim digunakan, yaitu:

1. Replikasi

Replikasi diartikan sebagai pengulangan eksperimen dasar. Dalam kenyataannya replikasi diperlukan karena beberapa hal, yaitu:

a. Memberikan tafsiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan panjang selang kepercayaan atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikan dari perbedaan-perbedaan yang diamati.

b. Menghasilkan tafsiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen. c. Memungkinkan untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek

rata-rata suatu faktor.

Jumlah replikasi dianggap telah cukup baik bila memenuhi persamaan berikut:

15 ) 1 )( 1

(tr 

Dengan:

t= jumlah perlakuan

r= jumlah replikasi 2. Pengacakan


(31)

Asumsi-asumsi tertentu perlu diambil dan dipenuhi agar pengujian yang dilakukan menjadi berlaku, salah satunya yaitu pengamatan-pengamatan berdistribusi secara independen.

3. Kontrol lokal

Kontrol lokal merupakan bagian dari keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya ini merupakan langkah-langkah yang berbentuk penyeimbangan, pemblokan, dan pengelompokkan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain. Pengelompokkan diartikan sebagai penempatan sekumpulan unit eksperimen homogen ke dalam kelompok-kelompok agar kelompok yang berbeda mendapatkan perlakuan yang berbeda.

3.3. Model Orde Pertama

Model orde pertama adalah persamaan polinomial dengan variabel berpangkat satu atau bersifat linear. Tahap awal dari RSM adalah menentukan model orde pertama. Persamaannya adalah:

i ix b x

b x b

y0 01 1...

Dengan:

y= respon

xi= prediktor

bi= koefisien prediktor

Tujuan dari pembuatan model orde pertama adalah sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Untuk


(32)

membangun model orde pertama, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan eksperimen.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde pertama, menurutCochrandanCox(1992), antara lain:

1. Menentukan terlebih dahulu desain eksperimen yang akan digunakan untuk melakukan percobaan.

2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde pertama.

Desain yang digunakan sebagai desain model orde pertama adalah desain 2k. Hal ini didasarkan jika level yang dipilih terlalu berdekatan, faktor memiliki kemungkinan untuk menunjukkan hasil yang tidak dianggap atau efek yang kecil pada eksperimen pertama dan level faktor akan bergerak sangat lambat dalam pergerakan steepest descent. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan.

Desain faktorial 2k adalah suatu desain eksperimen faktorial yang menyangkut k buah faktor dengan tiap taraf faktor hanya terdiri atas dua taraf faktor. Faktor adalah kondisi berbeda dalam eksperimen yang bisa diubah. Taraf faktor atau level adalah nilai-nilai atau klasifikasi dari suatu faktor.

Model ini dipilih karena peneliti percaya, namun tidak secara pasti, bahwa ada jarak tertentu dari optimum. Pada keadaan tersebut, ada kemungkinan bahwa karakteristik lokal yang utama dari permukaan adalah kemiringan dan permukaan


(33)

lokal kira-kira diperlihatkan oleh model pertama yang memiliki kemiringan b1

pada arahx1, kemiringanb2pada arahx2, dan seterusnya.

3.3.1. Penentuan Koefisien Model Orde Pertama

Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien prediktor b0, b1, , bn. Langkah-langkah

dalam penentuan koefisien prediktor yaitu:

1. Daftarkan nilai dari prediktorxiudan nilai responyuseperti di bawah ini.

X Y

x01 x11 xk1 y1

x02 x12 xk2 y2

. . . .

x0n x1n xkn yn

Susunan nilaixiudisebut matriks X dan susunan nilaiyudisebut vektor Y.

2. Buat persamaan normal dengan bentuk (ij) X X dan (iy) X Y. Susunan kuadrat (ij) disebut matriks X X dan kolom (iy) disebut vektor X Y.

(ij) = X'X (iy) = X'Y (00) (01) (0k) (0y) (10) (11) (1k) (1y)

. . . .

(k0) (k1) (kk) (ky) 3. Buat invers dari matriks X X menjadi bentukcij= (X X)-1

cij= (X'X)-1

C00 C01 C0k

C10 C11 C1k

. . .


(34)

4. Tentukan koefisien regresi atau prediktorbndengan rumus:

  k

j ji

n c iy

b

0 ( )

3.3.2. Uji Ketidak Sesuaian Model Orde Pertama

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang dikumpulkan, maka dilakukan uji ketidak sesuaian terhadap model orde pertama. Ketidak sesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang dibangun. Uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Cara perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perhitungan Uji Ketidak Sesuaian untuk Model Orde Pertama

Sumber Variasi df SS MS Fhit Ftabel

Model Linier k

k

i 1bi(iy) MSF MSF/MSE F (v1,v2) Efek Lengkung 1

C F C F C F n n y y n

n

)2 (

MSC MSC/ MSE F (v1,v2)

Error n k SSLOF+ SSPE MSE

Lack of Fit k+ 1

k

i 1ri yi yi 2 ^

)

( MSLOF MSLOF/MSPE F (v1,v2)

Pure Error n-2k-1

  2

1 )

(yu yi MSPE

Total Keterangan:

df =degree of freedom(derajat kebebasan) SS =Sum of Square(jumlah kuadrat)


(35)

MS =Mean Square(rata-rata kuadrat), merupakan perbandingan SS dengan df

k= jumlah variabel bebas

n= jumlah perlakuan (tanpa replikasi)

bi= koefisienbkei

iy= hasil perkalian X Y

ri= replikasi perlakuani

i

y = nilai fungsi perlakuani yi= respon perlakuani

yiu= respon perlakuan titik pusati

i

y = rata-rata respon di titik pusat

v1= df pembilang

v2= dferror

nF= jumlah perlakuan faktorial

nC= jumlah perlakuan titik pusat

F

y = rata-rata perlakuan faktorial

C

y = rata-rata perlakuan titik pusat

3.4. MetodeSteepest Descent

Metodesteepest descent pertama kali diusulkan olehBoxdan Wilsonpada tahun 1951 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Boxdan lainnya. Metodesteepest descentadalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan, yaitu x, dengan arah kemiringan negatif yang akan memberikan nilai maksimum lokal dari fungsi yang diminimisasi. Setiap faktor yang dilibatkan pada penelitian awal,


(36)

ketika penelitian berakhir, penafsiran polinomial terhadap fungsi respon permukaan disesuaikan terhadap hasil dan digunakan untuk menentukan arah eksperimen berikutnya. Apabila pendekatan ini digunakan untuk memaksimalkan suatu fungsi, maka dinamakan metode steepest ascent, sedangkan apabila digunakan untuk meminimumkan suatu fungsi, maka disebutsteepest descent.

Sebagaimana dalam pendekatan satu faktor, nilai maksimum ditemukan melalui berbagai seri eksperimen dan hasil yang diperoleh adalah melalui percobaan yang terdahulu ketika suatu percobaan telah selesai. Wilayah dari percobaan berikutnya diubah ke level yang lain. Level selanjutnya yang dipilih adalah level yang memberikan respon dengan hasil minimum.

Jika suatu titik pusat pada percobaan pertama ditetapkan pada titik awal (0, 0,.., 0), masalah terletak pada pergerakan selanjutnya dari titik asal dengan koordinat x menuju posisi P dengan koordinat (x 1, x2,..., x k), sehingga respon f(x 1, x 2,...,

x k) akan menjadi minimum.

Dalam kalkulus minimisasi nilai x 1melalui persamaan berikut:

i i xf x

Dalam hal ini f / xi adalah turunan parsial dari fungsi terhadap xi dengan

persamaan linier sebagai berikut: f(x) =b0x0 + b1x1 + ... +bnxn, dimana b0 adalah

nilai fungsi ketika fungsi berada pada titik asal danx0dengan ketetapan bernilai 1.

Dari fungsi linier diatas diperoleh bahwa:

i i b xf

 


(37)

proporsional terhadap bi. Perhitungan pergerakan titik level suatu percobaan pada

metodesteepest descentadalah:

f(x) =b0x0+b1x1+b2x2+b3x3

Dari persamaan linier diatas diperoleh nilai bi melalui turunan parsial sebagai

berikut: b1 = b1; b2 = b2; b3 = b3 dengan persamaan linier diperoleh dari desain

eksperimen dengan faktor dan level dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen Faktor x1 Faktor 1 (A) x2 Faktor 2 (B) x3 Faktor 3 (C)

Level -1 A

-1 -1 B-1 -1 C-1

+1 A+1 +1 B+1 +1 C+1

Perhitungan pergerakan steepest descent untuk persamaan fungsi diatas dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Perhitungan Pergerakan Level pada MetodeSteepest Descent

Keterangan x1 x2 x3

(1) Perubahan relatif pada unit desain (bi) b1 b2 b3 (2) Unitorigin (1 unit desain) (A+1-A-1)/2 (B+1-B-1)/2 (C+1-C-1)/2 (3) Perubahan relatif pada unitorigin (1)1* (2)1 (1)2* (2)2 (1)3* (2)3 (4) Perubahan pernpada variabeli( ) (3)1/ (3)1 (3)2/ (3)1 (3)3/ (3)1

PergerakanSteepest Descent Hasil

Percobaan

(5) Level awal (origin=o) (A+1-A-1)/2 (B+1-B-1)/2 (C+1-C-1)/2

(6) Level pergerakan (origin +n ) o1+n o2+n o3+n yn Tujuan dari penerapan metode steepest descent adalah untuk menentukan titik


(38)

percobaan berikutnya adalah berdasarkan hasil percobaan dengan level yang diperoleh dari pergerakansteepest descentdengan jumlah respon paling rendah. Penentuan leveloriginmenggunakan teknik interpolasi yaitu:

2 /

) (

1 ,1 

  

x x x i origim

i

; i= nilai faktori

3.5. Model Orde Kedua

Model orde kedua adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat dua atau berbentuk kuadrat. Bentuk umum dari model orde kedua untuk 3 variabel yaitu:

y=b0x0+b1x1+b2x2+b3x3+b11x12+b22x22+b33x32+b12x1x2+b13x1x3+b23x2x3

Dengan: y= respon

xi= prediktor

bi= koefisien prediktor

Tujuan dari pembuatan model orde kedua adalah untuk menentukan titik yang memberikan respon yang optimum. Alasan pembuatan model orde kedua dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumnya bertujuan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya sehingga wilayah optimum yang diperkirakan akan dieksplorasi lebih jauh dapat diperkirakan dengan model yang lebih kompleks.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde kedua yaitu:


(39)

2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan menggunakan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde kedua. Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen. Untuk menentukan koefisien regeresi pada model orde kedua, tiap variabel xi harus memiliki sekurang-kurangnya 3 level berbeda.

Hal ini mengindikasikan bahwa desain faktorial 3k dapat digunakan, dimana tiga level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi, ada kerugian dari penggunaan desain faktorial 3k yaitu dengan lebih dari 3 variabel x, percobaan menjadi sangat besar. Untuk alasan tersebut Box dan Wilson (1951) mengembangkan suatu desain yang dapat cocok dengan desain model orde kedua. Pengembangan desain eksperimen awal untuk membangun model orde kedua dinamakan Central Composite Design, dimana terdapat beberapa kombinasi perlakuan tambahan yang ditambahkan ke dalam desain eksperimen 2k.

Pertanyaan menarik yang sering ditanyakan adalah apakah model orde pertama cukup merepresentasikan fungsi respon dengan tidak adanya replikasi pada desain orde pertama sehingga tidak ada perkiraan terhadaperror. Mengenai hal ini pada asumsi bahwa model yang memadai disediakan oleh model orde kedua yang memberikan jawaban bahwa tidak ada alasan untuk meragukan representasi model orde pertama ketika pada uji ketidak sesuaian ternyata model orde kedua sesuai dengan fungsi respon sehingga model orde pertama dapat diterima telah merepresentasikan fungsi respon.


(40)

x x

x

x x

x

x1 x2

x3

o

Central composite design (CCD) adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari dua level yang diperbesar dengan titik-titik lebih lanjut yang memberikan efek kuadratik. Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2k ditambah dengan level tambahan yang terdiri dari center

points dan star points ( ). Total kombinasi level yang terdapat pada central composite designadalah 2k+ 2k+ 1, dimanakadalah jumlah faktor.

Center points yang dimaksud pada desain ini adalah level pada titik (0, 0, 0) dan

star points( ) adalah titik yang bergantung pada faktorial desain. Ilustrasi central composite designdapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Central Composite Design = Titik level desain 2k

x = Titik tambahan untukcentral composite design


(41)

=Star Points

Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain:

1. Titikcube, jumlah titik yaitu: 2kdan membentuk koordinat (±1, ±1, ±1). 2. Titik star, jumlah titik yaitu: 2kdan membentuk koordinat (± , 0, 0), (0, ± ,

0) dan (0, 0, ± ).

3. Titik center, jumlah titik yaitu: nc0 + ns0 dan membentuk koordinat (0, 0, 0).

nc0adalah jumlah blokcubedanns0adalah jumlah blokstar.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik center

yaitu:

1. Menghasilkan desain yang bagus untuk informasi fungsi. 2. Meminimasierror.

3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidak sesuaian model orde tiga. 4. Memberikan rangsangan terhadap desain yangrobust.

3.5.2. Rotatability

Sangat penting bagi sebuah model orde kedua dalam memberikan prediksi yang baik tentang ruang lingkup yang diteliti. Untuk itu, desain response surface

orde kedua harus bersifat rotatable. Ini artinya jangkauan titik-titik yang diteliti harus berjarak sama dari titik pusat desain agar seluruh simpangan dari respon yang diprediksi bersifat konstan.

Rotatability adalah sifat yang sangat menentukan pemilihan response surface. Karena tujuan dari RSM adalah optimisasi dan letak dari titik optimum tidak diketahui pada saat pelaksanaan eksperimen, sangat masuk akal untuk


(42)

menggunakan sebuah desain yang memberikan penaksiran dengan presisi yang sama untuk seluruh arah penelitian.

Sebuah CCD akan bersifatrotatabledengan pemilihan nilai . Nilai dari tergantung pada jumlah titik sudut pada desain faktorial. Dengan menggunakan rumus ( )1/4

F n

akan memberikan CCD yang rotatable dengan nF adalah jumlah titik sudut yang digunakan pada desain faktorial.

3.5.3. Penentuan Replikasi Titik Pusat

Menurut Montgomery (2009), sebuah CCD dengan k = 3 faktor memiliki jumlah percobaan sebanyak 14 + nC(biasanya 3 nC 5) dan merupakan sebuah desain yang sangat efisien dan sesuai dengan model orde kedua. Desain dengan replikasi percobaan titik pusat akan memberikan simpangan yang lebih stabil dari variabel respon yang diprediksi.

Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien b0, b1, ..., bi. Cara yang digunakan untuk menentukan

koefisien prediktor sama dengan cara yang digunakan sewaktu menentukan koefisien prediktor pada model orde pertama.

3.5.4. Uji Ketidak Sesuaian Model Orde Kedua

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidak sesuaian terhadap model orde kedua. Ketidak sesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah


(43)

dilakukan. Uji ketidak sesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Perhitungan Uji Ketidak Sesuaian untuk Model Orde Kedua

Sumber

Variasi df SS MS Fhit Ftabel

Model Orde

Pertama k

k

i 1bi(iy) MSF MSF/MSE F (v1,v2)

Model Orde

Kedua ( 2 1)

k

k

 

 

k

i bii iiy i jbij ijy G N y

b

1

2

0(0 ) ( ) ( ) / MSS MSS/ MSE F (v1,v2)

Error dfLOF+ dfPE SSLOF+ SSPE MSE

Lack of Fit

2 3) (

2

 k k

n SSTOTAL SSF SSS SSPE MSLOF MSLOF/ MSPE F (v1,v2)

Pure Error n1-1

(y1uy_i)2 MSPE

Total n1+n2- 1

 

N

u 1yu G N 2

2 /

Keterangan:

df =degree of freedom(derajat kebebasan)

SS =Sum of Square(jumlah kuadrat), menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan.

MS =Mean Square(rerata kuadrat), menyatakan perbandingan SS dengan df.

k = jumlah variabel independen ; N = jumlah perlakuan

n1 = jumlah perlakuan di titik pusat ; yiu = respon perlakuan titik pusat

n2 = jumlah perlakuan titikcube& titik ; = rata-rata respon di titik pusat

bi = koefisienbkei ; yu = respon perlakuan keu


(44)

G = jumlah hasil percobaan CCD ; v2 = dferror

Setelah uji ketidak sesuaian, dilakukan penentuan titik optimum dari model orde kedua. Penentuan titik optimum ataupun variabel prediktor adalah sebagai berikut:

y=b0x0+b1x1+b2x2+b3x3+b11x12+b22x22+b33x32+b12x1x2+b13x1x3+b23x2x3

 

1

xy b1+ 2b11x1+b12x2+b13x3= 0

 

2

xy b2+b12x1+ 2b22x2+b23x3= 0

 

3

xy b3+b13x1+b23x2+ 2b33x3= 0

Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut:

2b11 b12 b13 x1 -b1

b12 2b22 b23 x2 = -b2

b13 b23 2b33 x3 -b1

x1 2b11 b12 b13 -1 -b1

x2 = b12 2b22 b23 x -b2


(45)

3.6. Kopi

Kopi merupakan bahan minuman yang tidak saja terkenal di Indonesia, tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kopi, baik yang berbentuk bubuk maupun seduhan, memiliki aroma khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya.

Kegemaran minum kopi cepat meluas ke seluruh dunia setelah ditemukan cara-cara penggunaan dan pengolahan yang lebih sempurna, yaitu dengan menggunakan kopi yang sudah masak terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian bijinya disangrai lalu dijadikan bubuk sebagai bahan minuman.

Sebelum kopi dipergunakan sebagai bahan minuman, terlebih dahulu dilakukan proses roasting. Rasa kopi yang dihasilkan selama proses roasting

tergantung dari jenis kopi yang digunakan, cara pengolahan biji kopi, penyangraian, penggilingan, penyimpanan, dan metode penyeduhannya.

Cita rasa kopi akan ditentukan akhirnya oleh cara pengolahan di pabrik-pabrik. Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan di dalam biji kopi, disertai penyusutan bobot, pertambahan ukuran biji kopi, dan perubahan warna bijinya. Biji kopi setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia yang memberikan unsur cita rasa yang lezat.

3.6.1. Tanaman Kopi

Tanaman kopi termasuk di dalam familiRubiaceaedan terdiri dari banyak jenis, diantaranya Coffea arabica, Coffea robusta, dan Coffea liberica. Tanaman kopi robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m di


(46)

atas permukaan laut dengan suhu sekitar 20°C. Tanaman kopi arabika memerlukan daerah dengan ketinggian sekitar 1700 m di atas permukaan laut dengan suhu sekitar 10-16°C. Tanaman kopi liberika dapat tumbuh di dataran rendah.

Agar tanaman kopi tumbuh subur, diperlukan curah hujan sekitar 2000-3000 mm tiap tahun dan waktu musim kering sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan waktu pemetikan buah. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan setelah berumur 4-5 tahun, tergantung pada pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai umur 8 tahun dan dapat berbuah baik selama 15-18 tahun. Jika dipelihara dengan cukup baik, tanaman kopi dapat menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun.

3.6.2. Panen Kopi

Buah kopi yang sudah masak umumnya akan berwarna kuning kemerahan sampai merah tua. Ada pula buah yang belum cukup tua tapi telah terlihat berwarna kuning kemerahan pucat yang disebabkan oleh hama bubuk buah kopi. Buah kopi yang terserang bubuk ini ada yang sampai mengering di tangkai atau luruh ke tanah. Buah kopi yang kering tersebut dipetik dan yang luruh di lahan dipungut terpisah dari buah yang masak dan dinamakan pungutan lelesan . Pada akhir masa panen, dikenal panen rampasan atau rucutan yaitu memetik semua buah yang tertinggal di pohon sampai habis, termasuk yang masih muda. Petikan rampasan ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup hama bubuk buah. Pemetikan buah kopi dilakukan secara manual.


(47)

Untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik setelah betul-betul matang. Kopi memerlukan waktu dari kuncup bunga selama 8-11 bulan untuk robusta dan 6-8 bulan untuk arabika. Beberapa jenis kopi seperti kopi liberika dan kopi yang ditanam di daerah basah akan menghasilkan buah sepanjang tahun, sehingga pemanenan bisa dilakukan sepanjang tahun. Kopi jenis robusta dan kopi yang ditanam di daerah kering biasanya menghasilkan buah pada musim tertentu, sehingga pemanenan juga dilakukan secara musiman. Musim panen biasanya terjadi mulai bulan Oktober dan berakhir pada bulan April (untuk daerah Takengon dan Sidikalang).

3.6.3. Sifat Fisik dan Kimia Kopi

Buah kopi terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1. Lapisan kulit luar (exocarp)

2. Lapisan daging (mesocarp) 3. Lapisan kulit tanduk (endocarp)

Kulit luar terdiri dari satu lapisan yang tipis. Pada buah yang masih muda berwarna hijau tua, kemudian berangsur-angsur berubah menjadi hijau kuning, kuning, dan akhirnya menjadi merah sampai merah hitam apabila buah telah masak sekali. Dalam keadaan yang sudah masak, daging buah menjadi berlendir dan rasanya agak manis. Kulit bagian dalam cukup keras dan biasanya disebut kulit tanduk atau cangkang.

Buah kopi pada umumnya mengandung 2 butir biji, tetapi kadang-kadang hanya mengandung sebutir saja. Untuk yang pertama, biji-bijinya mempunyai


(48)

bidang cekung (perut biji) dan bidang cembung (punggung biji), sedangkan untuk yang kedua, biji kopi berbentuk bulat panjang (kopi jantan).

Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda tergantung jenis kopi, tanah tempat tumbuh, dan cara pengolahan kopi. Struktur kimia penting yang terdapat di dalam kopi adalah kafein dancaffeol. Kafein menstimulasi kerja saraf dan caffeol

memberikan rasa dan aroma yang baik.

Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih atau benang sutra yang panjang dan kusut. Kristal kafein yang mengikat satu molekul air dapat larut dalam air mendidih. Di dalam pelarut organik, pengkristalan dapat terjadi tanpa ikatan molekul air. Kafein mencair pada suhu 235-237°C dan akan menyublim pada suhu 1760°C di ruang terbuka. Kafein mengeluarkan bau yang wangi, mempunyai rasa yang sangat pahit, dan mengembang di dalam air. Kafein adalah suatu alkaloid turunan darimethyl xanthyne1, 3, 7trimethyl xanthyne.

Kopi yang telah disangrai tidak lagi mengandung tannin seperti sebelum disangrai. Gula pada biji kopi terdiri dari galaktosa, manosa, dan pentosa yang kadarnya 5% pada biji kopi kering dan 3% pada biji kopi yang telah disangrai. Beberapa vitamin dan mineral juga terdapat di dalam kopi. Perubahan komposisi sifat fisik dan kimia selama penyangraian terjadi akibat pemanasan kopi dengan suhu cukup tinggi.

3.6.4. Penyimpanan Biji Kopi

Biji kopi harus disimpan dalam keadaan kering dengan kadar air sekitar 12% dan kelembaban udara tidak lebih dari 74%. Dengan kondisi tersebut,


(49)

pertumbuhan jamur Aspergilus niger, A. oucharaceous, dan Rhizopus sp akan minimal. Di Indonesia, kopi yang sudah diklasifikasi mutunya disimpan di dalam karung goni dan dijahit zigzag dengan tali goni, selanjutnya akan disimpan di gudang penyimpanan.

Syarat gudang penyimpanan kopi yaitu: 1. Gudang mempunyai ventilasi yang cukup. 2. Suhu gudang optimum sekitar 20-25°C.

3. Gudang harus bersih, bebas dari hama penyakit serta bau asing. 4. Karung harus ditumpuk di lantai yang diberi alas kayu setinggi 10 cm.


(50)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan dengan langkah-langkah pengerjaan seperti yang digambarkan pada Gambar 4.1.


(51)

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di pabrik PT. Pawani yang berlokasi di Jalan Jemadi No. 24, Medan, Sumatera Utara dan di kantor PT. Pawani yang berlokasi di Jalan Kolonel Sugiono No. 14-F, Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama periode Desember 2010 hingga Januari 2011.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi pengeringan biji kopi dengansettingoptimal pada setiap faktor yang diteliti berdasarkan hasil eksperimen sehingga kadar air biji kopi yang diperoleh lebih rendah.

4.3. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap biji kopi yang telah dikeringkan di bagian pengeringan menggunakan sinar matahari dengan kondisi-kondisi tertentu. Biji kopi akan diperiksa kadar airnya setelah dikeringkan.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Variabel tak bebas (parameter yang diukur)

Variabel tak bebas adalah variabel yang perubahannya tergantung pada variabel lain. Variabel yang akan diukur yaitu persen kadar air biji kopi. 2. Variabel bebas (faktor-faktor)


(52)

Variabel bebas adalah variabel yang perubahannya tidak tergantung pada variabel lain dan dapat diatur nilainya. Faktor-faktor yang akan diteliti merupakan variabel bebas dan mempengaruhi variabel tak bebas yang telah ditentukan.

4.5. Pengumpulan Data

Data primer yang akan dikumpulkan yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengeringan dan besarnya kadar air yang diperoleh dari hasil eksperimen. Data tersebut akan dikumpulkan dengan pengamatan dan pengukuran langsung. Pengukuran kadar air menggunakan alat pengukur kadar air Cera Tester.

Data sekunder yang akan dikumpulkan yaitu spesifikasi biji kopi yang diproduksi perusahaan, proses produksi, biaya-biaya serta besarnya level yang akan digunakan untuk setiap faktor pada eksperimen. Data tersebut akan dikumpulkan dengan cara wawancara.

4.6. Pengolahan Data

Pendekatan RSM dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Identifikasi faktor-faktor penelitian.

Pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi proses pengeringan biji kopi, kemudian digambarkan ke dalam cause-and-effect diagram. Faktor-faktor


(53)

yang dianggap berpengaruh dan dapat dikendalikan (controllable) akan dipilih untuk penelitian.

2. Tentukan model orde pertama.

Dengan menggunakan data yang diperoleh dari eksperimen faktorial 2k, koefisien dari model orde pertama ditentukan dengan pendekatan matriks. 3. Uji ketidak sesuaian (lack of fit) model orde pertama.

Uji ketidak sesuaian terhadap model orde pertama dilakukan sebagai dasar untuk melangkah ke arah wilayah titik optimum faktor. Uji ini bertujuan melihat kesesuaian model yang dibangun terhadap data hasil eksperimen. 4. Lakukan metodesteepest descent.

Metode ini adalah suatu prosedur pergerakan nilai fungsi ke arah yang mendekati hasil optimal untuk menentukan titik penelitian awal untuk model orde kedua.

5. Tentukan model orde kedua.

Nilai faktor yang telah diperoleh pada metode steepest descent akan digunakan pada eksperimen dengan menggunakan desain central composite. Hasil eksperimen digunakan untuk menentukan model orde kedua dengan pendekatan matriks.

6. Uji ketidak sesuaian (lack of fit) model orde kedua.

Uji ketidak sesuaian terhadap model orde kedua dilakukan sebagai dasar untuk menentukan titik optimum faktor. Uji ini bertujuan melihat kesesuaian model yang dibangun terhadap data hasil eksperimen.


(54)

8. Pembuatan desain, pengolahan data, dan penggambaran grafik dengan menggunakan perangkat lunak statistikMinitab16.

9. Perhitungan dan perbandingan biaya.

Biaya kondisi pengeringan yang optimal akan dihitung dan dibandingkan dengan biaya kondisi pengeringan saat ini. Biaya yang dihitung adalah biaya yang dipengaruhi oleh faktor-faktor penelitian.

4.7. Analisa Pemecahan Masalah

Hasil yang telah diperoleh dari pengolahan data akan dianalisis untuk memberikan penjelasan mengenai perhitungan titik optimal proses serta memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi pengeringan yang tepat untuk memperoleh hasil pengeringan yang lebih baik. Biaya yang telah dihitung juga akan dibahas untuk memberikan gambaran mengenai perbedaan antara kondisi awal dengan kondisi optimal.

4.8. Kerangka Konseptual

Ruang lingkup yang ditinjau dan diteliti dengan metode response surface


(55)

(56)

(57)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan yaitu faktor-faktor yang diteliti, level untuk tiap faktor, dan variabel respon yang berupa kadar air rata-rata dari biji kopi yang telah dikeringkan.

5.1.1. Penentuan Faktor Penelitian

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan diamati dan digambarkan ke dalam cause-and-effect diagram. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi dalam beberapa unsur, yaitu faktor lingkungan, faktor manusia, faktor material, faktor metode, dan faktor pengukuran. Cause-and-effect diagram dapat dilihat pada Gambar 5.1.


(58)

Faktor-faktor yang akan digunakan untuk penelitian ini merupakan faktor yang dapat diukur (kuantitatif) dan dapat dikendalikan (controllable). Sesuai dengan desain faktorial 23yang menghendaki tiga buah faktor, faktor-faktor yang

dipilih untuk penelitian ini yaitu: 1. Lama pengeringan.

Faktor ini merupakan lamanya biji kopi dijemur di bawah sinar matahari dalam kondisi cuaca cukup cerah. Apabila pengeringan dilakukan terlalu lama, kadar air biji kopi dapat menjadi terlalu rendah dan menjadi keras, sedangkan apabila pengeringan dilakukan terlalu singkat, kadar air biji kopi tidak cukup rendah dan berpotensi rusak ketika disimpan. Simbol variabel untuk faktor lama pengeringan yaitux1. Satuan yang digunakan yaitu jam.

2. Tinggi tumpukan.

Tinggi atau tebalnya tumpukan biji kopi menentukan jumlah biji kopi yang dapat dikeringkan pada setiap periode waktu tertentu. Apabila tumpukan terlalu tebal, kadar air biji kopi setelah pengeringan bisa jadi masih tinggi. Simbol variabel untuk faktor tinggi tumpukan yaitux2.Satuan yang digunakan yaitu cm.

3. Frekuensi pengadukan.

Pengadukan dilakukan untuk membalik dan meratakan tumpukan biji kopi. Tujuannya adalah untuk memastikan pengeringan berlangsung merata untuk seluruh kopi yang dikeringkan. Simbol variabel untuk faktor frekuensi pengadukan yaitux3. Satuan yang digunakan yaitu kali/jam.


(59)

5.1.2. Penentuan Level untuk Tiap Faktor

Desain eksperimen yang digunakan adalah desain faktorial 23. Untuk

setiap faktor digunakan dua buah level, yaitu level rendah yang dilambangkan dengan angka -1 dan level tinggi yang dilambangkan dengan angka 1. Untuk awal penelitian, level yang menjadi titik pusat penelitian harus ditentukan terlebih dahulu. Level ini dilambangkan dengan angka 0. Untuk nilai level ini, digunakan

setting yang biasanya digunakan di bagian pengeringan oleh pabrik. Setting

tersebut yaitu lama pengeringan sebesar 2 jam, tinggi tumpukan sebesar 1,5 cm, frekuensi pengadukan sebesar 4 kali per jam.

Tabel 5.1. Faktor dan Level yang Digunakan

Faktor -1 0 1

Lama pengeringan (x1) 1,5 jam 2 jam 2,5 jam

Tinggi tumpukan (x2) 1 cm 1,5 cm 2 cm

Frekuensi pengadukan (x3) 3 kali/jam 4 kali/jam 5 kali/jam

5.1.3. Pengukuran Variabel Respon

Eksperimen pengeringan ini menggunakan 100 kg biji kopi untuk setiap replikasi. Sampel yang digunakan untuk pengukuran yaitu sebanyak 100 g dari setiap 100 kg biji kopi yang telah dikeringkan. Sampel tersebut akan diukur kadar air rata-ratanya dengan alat pengukur kadar air Cera Tester. Kadar air dinyatakan dalam satuan persen (%).


(60)

x3

x2

x1 Titik pusat(0,0,0)

(-1,1,-1) (1,1,-1)

(1,1,1) (-1,1,1)

(-1,-1,1) (1,-1,1)

(1,-1,-1) (-1,-1,-1)

Gambar 5.2. Desain Faktorial 2kuntuk Model Orde Pertama

Eksperimen orde pertama ini menggunakan desain faktorial 2k. Jumlah penelitian yang diperlukan untuk penentuan model orde pertama yaitu sebanyak 11 perlakuan, dengan 8 perlakuan berasal dari titik sudut kubus dan 3 perlakuan berada pada titik pusat. Ilustrasi desain model orde pertama dapat dilihat pada Gambar 5.2. Hasil eksperimen pengeringan biji kopi yang akan digunakan untuk penentuan model orde pertama dapat dilihat pada Tabel 5.2. x0adalah variabel

prediktor untuk konstantab0yang selalu bernilai 1.

Tabel 5.2. Pengukuran Kadar Air Rata-rata Eksperimen Orde Pertama

Perlakuan x0 x1 x2 x3 y(%)

1 1 -1 -1 -1 14,5

2 1 1 -1 -1 14,2

3 1 -1 1 -1 14,0

4 1 1 1 -1 14,2

5 1 -1 -1 1 14,3


(61)

Tabel 5.2. Pengukuran Kadar Air Rata-rata Eksperimen Orde Pertama (Lanjutan)

Perlakuan x0 x1 x2 x3 y(%)

7 1 -1 1 1 13,8

8 1 1 1 1 14,0

9 1 0 0 0 13,6

10 1 0 0 0 13,2

11 1 0 0 0 14,1

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Penentuan Koefisienb0,b1,b2, danb3

Persamaan umum untuk model orde pertama yaitu:

y=b0x0+b1x1+b2x2+b3x3

Untuk menentukan model persamaan orde pertama, koefisien persamaan dapat ditentukan dengan pendekatan matriks.

Langkah-langkah penentuan koefisien persamaan orde pertama yaitu: 1. Daftarkan nilai dari variabel-variabel prediktor ke dalam matriks X dan


(62)

X Y

1 -1 -1 -1 14,5

1 1 -1 -1 14,2

1 -1 1 -1 14,0

1 1 1 -1 14,2

1 -1 -1 1 14,3

1 1 -1 1 14,1

1 -1 1 1 13,8

1 1 1 1 14,0

1 0 0 0 13,6

1 0 0 0 13,2

1 0 0 0 14,1

2. Buat persamaan dengan bentuk X X (ij) dan X Y (iy). Gunakan metode perkalian matriks. X adalah transpose dari matriks X.

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

X' = -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 0 0 0

-1 -1 1 1 -1 -1 1 1 0 0 0

-1 -1 -1 -1 1 1 1 1 0 0 0

11 0 0 0 154

X X = 0 8 0 0 X Y = -0,1

0 0 8 0 -1,1

0 0 0 8 -0,7

3. Buat invers dari matriks X X menjadi bentuk (X X)-1. Metode yang akan


(63)

X'X I

11 0 0 0 1 0 0 0 dibagi 11

0 8 0 0 0 1 0 0 dibagi 8

0 0 8 0 0 0 1 0 dibagi 8

0 0 0 8 0 0 0 1 dibagi 8

I (X'X)-1

1 0 0 0 0,091 0 0 0

0 1 0 0 0 0,125 0 0

0 0 1 0 0 0 0,125 0

0 0 0 1 0 0 0 0,125

Maka invers dari matriks X X yaitu:

0,091 0 0 0

(X X)-1= 0 0,125 0 0

0 0 0,125 0

0 0 0 0,125

4. Tentukan koefisien regresi bn. Perhitungan dilakukan dengan mengalikan

matriks (X X)-1dengan matriks X Y.

(X X)-1 X Y

b0 0,091 0 0 0 154 14,1375

b1 = 0 0,125 0 0 x -0,1 = -0,0125

b2 0 0 0,125 0 -1,1 -0,1375


(64)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari langkah-langkah di atas, persamaan model orde pertama yang terbentuk yaitu:

y= 14,1375 0,0125x1 0,1375x2 0,0875x3

5.2.2. Uji Ketidak Sesuaian Model Orde Pertama

Uji ketidak sesuaian merupakan cara untuk melihat kesesuaian model orde pertama yang diperoleh terhadap data hasil eksperimen. Langkah-langkah perhitungannya yaitu:

1. Perhitungan derajat kebebasan (degree of freedom= df) Model linear orde pertama memiliki df =k= 3.

Efek lengkungan memiliki df = 1.

Lack of fitmemiliki df =k+ 1 = 3 + 1 = 4.

Pure errormemiliki df =n 2k 1 = 9 2(3) 1 = 2.

Errormemiliki df =n k= 9 3 = 6.

2. Perhitungan jumlah kuadrat (sum of square= SS) Perhitungan SS untuk model linear yaitu: SSF=

k

i 1bi(iy) = (-0,0125 x -0,1) + (-0,1375 x -1,1) + (-0,0875 x -0,7) = 0,21375

Perhitungan SS untuk efek lengkung yaitu: SSC=

C F

C F C F

n n y y n

n

)2 (

= [ (8) (3) (14,1375 13,6333)2] / (8 + 3)


(1)

Untuk uji lack of fit, diperoleh bahwa hipotesis awal diterima. Hipotesis awal tersebut yaitu model yang dibuat tidak memiliki ketidak sesuaian terhadap nilai variabel respon yang diperoleh. Ini berarti bahwa hasil estimasi yang diperoleh dengan menggunakan persamaan orde kedua ini tidak akan memberikan perbedaan yang signifikan dengan hasil eksperimen yang sebenarnya.

6.5. Analisis Titik Optimum Faktor

Berdasarkan persamaan orde kedua yang diperoleh, dapat ditentukan nilai optimum untuk masing-masing variabel. Metode yang digunakan yaitu metode diferensial untuk mendapatkan persamaan matriks dan metode invers matriks dengan bantuanMicrosoft Excel.

Nilai optimum variabel-variabel yang diperoleh yaitu x1 = 0,122, x2 =

0,142, danx3= -0,306. Nilai-nilai tersebut masih berupa nilai kode skala dan akan

diterjemahkan menjadi nilai level yang sebenarnya melalui metode interpolasi. Dari hasil interpolasi, diperoleh pengeringan optimal selama 2,3 jam atau 2 jam 18 menit, tumpukan optimal setinggi 4,6 cm, dan frekuensi pengadukan 7,5 kali setiap jam atau 8 menit sekali.

Dengan memasukkan nilai optimum variabel-variabel yang masih berupa kode skala ke dalam persamaan orde kedua yang telah dibuat, dapat diperoleh perkiraan nilai kadar air yang akan diberikan oleh proses pengeringan dengan setting optimal yang diperoleh. Besarnya perkiraan kadar air yang diperoleh dari perhitungan tersebut yaitu 12,3 %.


(2)

6.6. Analisis PenggunaanMinitab16

Pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak statistik Minitab memberikan hasil yang sesuai dengan hasil yang diperoleh dari pengolahan data secara manual. Penggunaan Minitab akan memudahkan pengolahan data yang diperlukan pada penelitian ini, baik untuk merancang desain eksperimen, menghitung ANOVA (Analysis of Variance), hingga menggambarkan grafik contour dan surface. Selain Minitab, terdapat beberapa perangkat lunak statistik lainnya yang dapat digunakan untuk pengolahan data eksperimen, seperti Design-Expertdan JMP.

Dari pengolahan data dengan Minitab 16, diperoleh persamaan orde pertama dan orde kedua yang dapat digunakan untuk nilai x1, x2, dan x3 yang

berbentuk nilai sebenarnya (uncoded units). Persamaan orde pertama yaitu: y= 14,95 0,025x1 0,275x2 0,0875x3

Dan persamaan orde kedua yaitu:

y= -33,5945 + 3,08903x1+ 10,7410x2+ 7,74478x3 2,62779x12 1,21358x22

0,568560x32 0,25x1x2+ 1,375x1x3+ 0,125x2x3

Dari gambarsurface graphdancontour graphyang dibuat denganMinitab, dapat dilihat bentuk dan nilai daerah dari response surface yang dihasilkan dari interaksi setiap dua variabel, yaitu Lama Pengeringan vs Tinggi Tumpukan, Lama Pengeringan vs Frekuensi Pengadukan, dan Tinggi Tumpukan vs Frekuensi Pengadukan. Kode warna dari setiap daerah yang tergambar pada contour graph menunjukkan jangkauan nilai perolehan kadar air yang berbeda-beda.


(3)

6.7. Analisis Perhitungan Biaya

Dari perhitungan biaya yang dilakukan, diperoleh biaya tenaga kerja untuk kondisi awal adalah sebesar Rp 4.359.225/minggu dan untuk kondisi optimal adalah sebesar Rp 5.013.108/minggu. Dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja untuk kondisi optimal lebih tinggi daripada untuk kondisi awal. Hal ini disebabkan karena untuk memperoleh kadar air yang lebih rendah diperlukan waktu pengeringan yang lebih lama sehingga memerlukan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi pula.

Volume produksi untuk kondisi awal adalah sebanyak 2000 kg/hari atau senilai Rp 30.000.000/hari, sedangkan untuk kondisi optimal adalah sebanyak 6134 kg/hari atau senilai Rp 92.010.000/hari. Dengan tumpukan pada saat pengeringan yang lebih tebal, volume biji kopi yang dapat dikeringkan pada saat yang sama akan meningkat. Hal ini sama dengan meningkatkan kapasitas proses pengeringan.

Pengeringan dengan kondisi optimal akan menimbulkan biaya tenaga kerja sebesar Rp 5.013.108 per minggu dibandingkan dengan kondisi awal sebesar Rp 4.359.225 per minggu. Kapasitas pengeringan akan meningkat menjadi 6134 kg per hari dari 2000 kg per hari. Meskipun menimbulkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi, kondisi optimal dapat meningkatkan volume produksi pada proses pengeringan sehingga kapasitas pengeringan akan meningkat. Kondisi optimal juga memberikan kadar air yang lebih rendah sehingga lebih sesuai dengan spesifikasi.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, kesimpulan yang dapat diambil yaitu:

1. Proses pengeringan merupakan proses yang paling penting dalam menentukan kualitas biji kopi, karena daya tahan, rasa, dan aroma biji kopi yang dihasilkan sangat tergantung pada kadar airnya.

2. Faktor-faktor yang cukup penting dan dapat diatur di dalam penelitian ini yaitu lama pengeringan biji kopi, tinggi tumpukan biji kopi, dan frekuensi pengadukan biji kopi.

3. Kadar air yang diinginkan dalam proses pengeringan biji kopi adalah sekitar 12%, tidak lebih dari 13%, dan tidak kurang dari 10%.

4. Setting lama yang digunakan pada proses pengeringan biji kopi, yaitu dengan pengeringan selama 2 jam, tumpukan setinggi 1,5 cm, dan pengadukan sebanyak 5 kali tiap jam, berdasarkan hasil eksperimen memberikan kadar air biji kopi rata-rata sebesar 13,6%.

5. Metode pengolahan data eksperimen Response Surface Methodology yang telah dilakukan memberikan setting optimal yang baru untuk proses pengeringan biji kopi, yaitu lama pengeringan 2 jam 18 menit, tumpukan biji kopi setinggi 4,6 cm, dan frekuensi pengadukan setiap 8 menit sekali.


(5)

6. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan orde kedua, perkiraan kadar air yang akan diperoleh dari setting optimal tersebut yaitu sebesar 12,3%.

7. Penggunaan perangkat lunak statistik, seperti Minitab, sangat memudahkan desain dan pengolahan data eksperimen. Hasil yang diperoleh juga cukup sesuai dengan pengolahan data secara manual, bahkan lebih rinci dan dapat digunakan sebagai perbandingan, apabila terdapat kesalahan di dalam pengerjaan manual.

8. Meskipun akan menimbulkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi, kondisi optimal dapat meningkatkan volume produksi pada proses pengeringan sehingga kapasitas pengeringan akan meningkat. Kondisi optimal juga memberikan kadar air yang lebih rendah sehingga lebih sesuai dengan spesifikasi.

7.2. Saran

Setelah melakukan penelitian, saran-saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Perusahaan sebaiknya mulai menggunakan metode-metode ilmiah untuk

membantu pengukuran kinerja dan pengaturan proses produksinya daripada hanya bergantung pada cara-cara tradisional dan insting dari para karyawan. 2. Perusahaan sebaiknya mulai menggunakan mesin pengering biji kopi untuk

mendukung proses apabila terdapat terlalu banyak bahan yang harus diproses. 3. Desain dan pengolahan data eksperimen sebaiknya didukung oleh penggunaan


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Box, G. E. P., Empirical Model-building and Response Surfaces, John Wiley & Sons, Inc, New York, 1987.

Bradley, N., The Response Surface Methodology, Department of Mathematical Sciences, Indiana University of South Bend, Indiana, 2007.

Cochran, W. G. dan G. M. Cox, Experimental Design, John Wiley & Sons, New York, 1957.

Juran, J. M.,Quality Control Handbook, McGraw Hill, Inc, New York, 1974. Montgomery, D. C., Design and Analysis of Experiments, John Wiley & Sons,

Pte. Ltd, Singapore, 2009.

Park, S. H. et. al., Optimal Central Composite Designs for Fitting Second Order Response Surface Regression Models, Department of Statistics, Seoul National University, Seoul, 2006.