Latar Belakang Masalah Islam dan PDIP : studi terhadap aktivitas politik dan pandangan keagamaan baitul muslim Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Munculnya gagasan untuk membentuk Baitul Muslimin Indonesia BAMUSI di tubuh PDIP merupakan langkah strategis yang penuh dengan pertimbangan matang yang digulirkan oleh para elite PDIP, mengingat partai ini adalah partai nasionalis, yang pada awal berdirinya menghilangkan kesan dan pernak-pernih serta warna yang berbau agama. Gagasan ini muncul dikarenakan geliat keagamaan Islam di tubuh PDIP bertambah dan meningkat terutama setelah munculnya stigmatisasi bahwa PDIP merupakan partai yang melekat dengan Islam abangan. Keberadaan Islam abangan di PDIP menjadi pecut dan pukulan tersendiri untuk merubah haluan, pola dan sistem politiknya, sehingga keberadaan organisasi baru BAMUSI yang merupakan sayap kanan PDIP, yang bernuansa islami ini niscaya untuk dibentuk dan dibangun. BAMUSI merupakan terobosan baru bagi PDIP untuk mengembalikan stigmatisasi negatif yang diarahkan kepada PDIP selama ini. BAMUSI akan hadir untuk membangun citra baik terhadap PDIP yang selama ini hanya mendengungkan dan mengusung nasionalisme untuk penyatuan bangsa dalam bingkai NKRI. Islam seakan dinafikan dan tidak dijadikan ruh dalam sebuah perjuangan, melupakan agama Islam sebagai salah satu kekuatan dan penggerak mesin dalam pembangunan Indonesia. BAMUSI dengan konsep ajaran dasarnya dalam Islam, akan melakukan gerakan terhadap pemahaman keislaman yang rahmatan lil alamin bagi bangsa. 1 Memahami Islam sebagai agama yang penuh 1 Wawancara Hamka Haq, BAMUSI Memperjuangkan Islam Yang Substansial, Majalah Bulanan Baitul Muslimin, Keberagamaan, Kebangsaan Kebhinekaan, No. 02 Agustus 2008. h.23. dengan ajaran kemanusian dan kasih sayang untuk kepentingan bersama sebagai anak bangsa yang mencitai tanah airnya. Dalam konstelasi politik Indonesia peran agama menjadi penting ketika dihadapkan pada realitas dinamika politik Indonesia. Isu agama berperan penting dalam menentukan suara ketika ajang pemilu tiba. Agama menjadi isu empuk bagi yang berkepentingan. Peran agama sebenarnya memberikan ruang pembebasan terhadap ruang politik yang luas dengan tetap mengindahkan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Agama seharusnya dimerdekakan dari negara, sebab manakala agama dipakai dalam pemerintah atau dalam politik, maka agama hanya akan menjadi alat politik saja bagi yang berkepentingan. Urusan dunia hendaknya dipisahkan dari urusan spiritual sehingga agama menempati satu singgasana yang maha kuat dalam kalbunya yang percaya. 2 Agama tidak lagi menjadi pedang tajam yang siap menjatuhkan lawan politiknya. Tetapi agama seharusnya menjadi lokomotif pembangunan dalam satu bingkai yaitu Bhineka Tunggal Ika. Ini yang terjadi di Indonesia. Tidak berlebihan jika agama disebut sebagai fenomena abadi yang bersifat kompleks. Ia telah hadir sejak awal keberadaan manusia dan tetap bertahan hingga zaman sekarang. Dengan begitu seakan-akan agama tidak mengenal perubahan zaman, kerena berbagai peristiwa sosial yang dialami manusia tidak sampai menghilangkan eksistensinya. Agama bagaimanapun akan selalu berperan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. 3 Manuver isu agama dalam politik tidak akan pernah berhenti selama kedewasaan dan pendidikan berpolitik masyarakat masih kurang dan minim sekali 2 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jakarta: Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1965, h. 404. 3 Bahtiar Effendy Hendro Prasetyo, ed., Radikalisme Agama Jakarta: PPIM IAIN, 1998, h. vii. terhadap pengetahuan tentang seharusnya bagaimana berperan aktif dalam pemilihan umum. Karena bagaimanapun isu agama sangatlah riskan dan berpengaruh terhadap kedewasaan berpolitik. Sebuah tantangan besar bagi PDIP, mengingat ia adalah partai besar yang pada pemilu 2004 menjadi partai pemenang dan sebagian besar pemilihnya adalah kaum Islam. Melihat fenomena ini tentunya PDIP menilik kilas dan lebih serius lagi bahwa kepentingan Islam seharusnya diwadahi dan dimediasi dalam bentuk yang lebih formal dan lebih memperhatikan serta memberikan sumbangsih kepada kepentingan Islam. Dengan tentunya tetap pada prinsip nasionalisme. Karena nasionalis bukan berarti tidak islamis dan islamis bukan berarti tidak nasionalis. Saatnya PDIP menjadi partai yang mengusung kepentingan bersama dalam satu komitmen memajukan Indonesia baik itu dari kalangan Islam dan nasioanalis. Karena partai politik ke depan yang akan menjadi pelabuhan bagi masyarakat Indonesia bukanlah partai yang mengatasnamakan kepentingan tertentu, melainkan untuk kepentingan bersama dan tujuan bersama membangun kebangsaan yang kuat dan berpijak kepada satu bangunan di bawah bendera keutuhan NKRI. Yang terjadi sekarang perubahan itu muncul pada diri PDIP yang tertuang dalam sayap Islam-nya yaitu BAMUSI. Para petinggi PDIP berkeinginan untuk tetap menjunjung NKRI dan menyelamatkan keutuhan Indonesia dangan pendekatan agama. Mengingat para founding father Indonesia telah bersusah payah dalam penyatuan bangsa yang tentunya berbeda ras, suku dan agama. Seharusnya bangsa berkaca pada mereka para pendiri Indonesia dalam segala tindakannya dan tidak seenaknya. Akan tetapi ada yang lebih penting dari semuanya, yaitu menjaga kebersamaan dan menguatkan tali toleransi antar sesama bangsa yang plural. Bagi PDIP pendirian BAMUSI merupakan keharusan, karena ini realitanya yang mau tidak mau harus dihadapi. BAMUSI menepis anggapan bahwa partai di Indonesia sekarang bukan partai pada masa ORLA atau ORBA yang masih kental dengan karakter politik aliran. Sekarang, partai aliran bukanlah partai yang akan diminati mengingat kedewasaan berpolitik sekarang mulai terbangun akibat dari banyaknya bangsa Indonesia yang terdidik. Dikotomi politik masih sangat kentara dan terasa di Indonesia antara Islamisme dan Nasionalisme. PDIP yang dalam hal ini secara asas adalah nasionalisme mencoba untuk tampil lebih religius yang kemudian melahirkan pemikiran tentang pembentukan BAMUSI yang merupakan sayap kanan Islam, yang nantinya akan berkiprah secara real akan dirasakan oleh masyarakat Islam. PDIP bukan berarti partai Islam, akan tetapi menganut konsep nasionalisme kerakyatan yang tentunya berhadapan dengan rakyat yang memiliki keberagaman budaya dan agama. 4 PDIP, selama ini dikenal dengan tempat bercokolnya orang-orang abangan yang anti dengan Islam. Penuh dengan orang-orang preman dan perusuh pada setiap akan mengadakan kampanye politik. Tetapi kemudian seiring bergulirnya waktu dan dalam proses demokrasi, kini PDIP menjadi partai yang berbeda dan membangun kesadaran serta merubah pandangan negatif masyarakat yang sudah lama dicitrakan, dengan membentuk organisasi masyarakat yaitu, BAMUSI yang akan berperan sebagai lembaga yang nantinya akan merubah pencitraan itu menuju lebih baik, bahwa PDIP sekarang berbeda dengan PDIP kemarin. PDIP sekarang konsern 4 Budiman Sujatmiko, Tak Ubah Prinsip PDIP, artikel diakses pada 6 Pebruari 2009 dari http:pdi-perjuangan.blogspot.com200702budiman-sudjatmiko-tentang-baitul.html terhadap persoalan keislaman karena memang realitas masyarakat Indonesia mayoritas Islam. Upaya terbentuknya BAMUSI bukan hanya menepis isu negatif saja yang diarahkan kepada PDIP. Akan tetapi karena hal penting bahwa kalangan petinggi PDIP mulai untuk berbenah, membangun semangat baru dan mulai bergairah untuk lebih memahami tentang Islam, karena selama ini tudingan sebagai Islam abangan begitu melekat pada diri tubuh PDIP ini. 5 Niat baik ini merupakan langkah maju bagi PDIP untuk tetap eksis dan berperan lebih jauh di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas Islam. Realitas masyarakat Indonesia tentunya menjadi bahan renungan bagi PDIP yang kemudian menggagas organisasi sayap Islam BAMUSI yang bagi Megawati merupakan bentukan sayap Islam dalam partai, yang natinya akan berfungsi bersama- sama dalam menyiarkan Islam yang lebih toleran, inklusif dan tidak menggunakan kekerasan setiap melakukan aksinya dan BAMUSI juga akan menjalin hubungan yang kuat dan selalu bekerjasama dengan ormas-ormas Islam moderat seperti NU dan Muhammadiyah. 6 Karena bagi Megawati ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah memiliki basis yang kuat sehingga BAMUSI yang merupakan ormas Islam baru bentukan PDIP ini menjadi niscaya untuk membangun hubungan dan silaturrahim yang kuat. Karakter politik yang dipraktikkan di Indonesia yang masih mengandalkan kekuatan agama dalam menentukan pilihan politiknya membuat posisi para elite Islam mudah diorientasikan ke dalam politik kekuasaan dengan iming-iming posisi politik 5 Bentuk Baitul Muslimin, PDIP lamar Tokoh NU, atikel diakses pada 9 Pebruari 2009 dari http:www.gp-ansor.orgberitabentuk-baitul-muslimin-pdip-lamar-tokoh-nu.html 6 Antara News, Megawati Lantik Pengurus Baitul Muslimin PDIP, artikel diakses pada 6 Pebruari 2009 dari http:74.125.47.132search?q=cache:DNscCQLfkzMJ:www.antara.co.idarc strategis, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif dengan bergelimang harta kekayaan. Tidak heran jika PDIP sadar betul bahwa untuk memenangkan Pemilu 2009, mau tidak mau, harus mendekati ormas Islam secara intensif. Maka lahirlah BAMUSI sebagai perpanjangan tangan PDIP untuk meraup suara kelompok Islam. Dalam dinamika perpolitikan PDIP konsep nasionalisme sangatlah mengakar dan tidak akan mengubah haluan konsepnya dalam berpolitik. PDIP tetap menjadi partai nasionalis dan tetap mengusung Pancasila sebagai asasnya dalam bernegara. PDIP dengan lahirnya BAMUSI tidak akan merubah haluannya sebagai partai yang berbasis agama. 7 Manuver politik yang dilakukan PDIP untuk merangkul dua organisasi massa ormas Islam terbesar; NU dan Muhammadiyah tentu saja memiliki arah yang jelas untuk mempersiapkan Pemilu 2009. PDIP ingin memaksimalkan kekuatan politik umat Islam melalui dua ormas Islam terbesar di Indonesia. Dalam asumsinya jika NU dan Muhammadiyah berhasil didekati, maka mayoritas umat Islam akan memilih kandidat dari PDIP 8 Bagi umat dan kelompok Islam sendiri, hadirnya BAMUSI juga masih menjadi pertanyaan, benarkah nantinya lembaga itu benar-benar bisa menampung aspirasi umat Islam? Ini adalah pertanyaan besarnya yang kemudian harus ditelaah secara mendalam bagi umat Islam. Bisa jadi dari sebagian kelompok politik Islam melihat ini sebagai intrik politik dan akal-akalan semata demi mendulang suara dari umat Islam. 9 7 Tempo Interaktif, Pramono Anung: PDIP Tak Akan Berbasis Agama, artikel diakses pada 6 Pebruari 2009 dari http:www.tempointeraktif.comhgnasional20061110brk,20061110- 87428,id.html 8 Khamami Zada,Baitul Muslimin dan Ormas, artikel diakses pada 9 Pebruari 2009 dari http:khamamizada.multiply.comjournalitem36 9 Ardi Winangun,Baitul Muslimin, antara Harapan dan Kenyataan, artikel diakses pada 9 Pebruari 2009 dari http:www.suarakarya-online.comnews.html?id=164250 PDIP, partai yang identik sebagai wadah asprirasi kaum abangan ini tampak sedang berusaha mencitrakan dirinya sebagai saluran politik yang siap menampung aspirasi kaum santri, dan menepis jauh-jauh stigma nasionalis-sekularistik, dengan mendeklarasikan sebuah organisasi sayap politik baru, bernama Baitul Muslimin Indonesia BAMUSI. 10 Penulis menganggap ini isu penting mengingat problematika perpolitikan di Indonesia sangat fenomenal dan penuh intrik untuk bisa bermain dan menjadi pemenang dalam pemilu. Pemilu 2009 ini merupakan ajang dimana partai-partai politik memulai dengan pendekatan berbeda mengingat masyarakat Indoensia sekarang sudah bisa membaca dinamika politik atau partai-partai yang siap bertarung dan akan berlaga di pentas Pemilu 2009. PDIP, khususnya BAMUSI menjadi kajian menarik bagi penulis untuk mengetahui sejauh mana perhelatan dan dinamikanya dalam berperan sebagai lembaga sayap kanan Islam yang ada dalam tubuh PDIP. Apakah ini memang menjadi naungan yang real akan dirasakan dan dinikmati oleh kaum Islam atau hanya menjadi lipstik belaka untuk meraup massa Islam. Karena massa Islam bagaimanapun menjadi suara penentu untuk pendulangan suara yang signifikan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah