pemimpin yang betul-betul memberikan jalan keluar bagi rakyat yang dipimpinnya, terutama dalam rangka mengubah wajah kemiskinan dan kemelaratan menuju wajah
keadilan dan kesejahteraan.
68
E. Islam dan Kemiskinan
BAMUSI, organisasi sayap Islam PDIP memiliki kepekaan terhadap persoalan kemiskinan, bagi BAMUSI kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai
di mana-mana. Lantas begaimana Islam melihat masalah ini? Sebagai agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia, tentu pandangan Islam terhadap
kemiskinan bisa dijadikan pedoman terhadap kemiskinan bisa dijadikan pedoman dalam menentukan orientasi pembangunan. Islam mendefinisikan kemiskinan sebagai
kondisi di mana seseorang memiliki harta namun tidak mencukupi kebutuhannya atau orang yang tak punya harta, sekaligus tak punya penghasilan.
Dalam persepktif Islam, kemiskinan timbul karena berbagai sebab struktural. Pertama
, kemiskinan timbul karena manusia terhadap alam sehingga manusia itu sendiri yang kemudian merasakan dampaknya. Kedua, kemiskinan timbul karena
ketidakpedulian dan kekikiran kelompok kaya sehingga si miskin tidak mampu keluar dari lingkaran kemiskinan. Ketiga, kemiskinan timbul karena sebagian manusia
bersikap zalim, eksploitatif, dan menindas sebagian manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang tidak halal. Keempat, kemiskinan juga
timbul karena konsentrasi kekuatan politik, birokrasi, dan ekonomi di satu tangan. Agar kemiskinan tidak menjadi masalah akut, Islam memberikan resep untuk
menuntaskan kemiskinan seperti menciptakan kebijakan negara yang efektif
68
Helmi Hidayat. ed. Bunga Rampai Pemikiran Islam Kebangsaan. Jakarta: Baitul Muslimin Press, 2008. h. 27-38.
menuntaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja untuk membangkitkan gairah ekonomi masyarakat, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat
luas bagi masyarakat pro-poor growth. Untuk mencapai pro-poor growth, dapat dilalui dengan dua jalur utama, yaitu pelarangan riba dan mendorong kegiatan sektor
riil. Pelarangan riba secara efektif akan mengendalikan inflasi sehingga daya beli
masyarakat terjaga dan stabilitas perekonomian tercipta. Bersamaan dengan itu, Islam mengarahkan modal pada kegiatan ekonomi dan bisnis seperti mudharabah,
muzaraah, dan musaqat .
Dengan demikian, tercipta keselarasan antara sektor riil dan moneter sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara berkesinambungan. Untuk hal ini,
pemerintah Indonesia sudah menentukan posisi hukum bank-bank syariah sebagai perbankan nasional. Bank syariah sendiri dalam operasionalnya tidak memberlakukan
sistem bunga melainkan menggunakan sistem mudharabah atau bagi hasil. Sayang keberadaan bank model ini belum mendapat respon tinggi seperti
bank-bank konvesional lainnya. Pemerintah pun sebgai pemegang kendali kebijakan, rupanya enggan untuk menerapkan sistem ekonomi syariah yang dalam realitasnya
sangat imune terhadap kemungkinan krisis. Selain itu juga, Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak
pada kemiskinan rakyat banyak pro-poor budgeting. Dalam sejarah Islam, terdapat tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang
ketat, tata kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk kepentingan publik.
Untuk menciptakan pro-poor budgeting, dasar hukum harta negara itu sendiri diatur dalam Islam. Islam memandang bahwa keberadaan harta negara yang
merupakan harta publik. Karena posisinya yang sedemikian rupa, maka penggunaan anggaran negara juga harus diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat, terutama
masyarakat kelompok bawah. Dalam Islam juga diatur tentang kebijakan penyediaan pelayanan publik dasar
yang berpihak pada masyarakat luas sehingga infrasrukturnya memberi manfaat luas bagi masyarakat pro-poor infrastucture. Selain itu, Islam juga memberi aturan
tentang pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin.
69
Terdapat tiga instrumen utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak
70
, dan wakaf
.
71
F. Islam dan Fundamentalisme