Visi dan Misi BAMUSI

BAB III AKTIVITAS BAITUL MUSLIMIN INDONESIA DALAM KANCAH POLITIK INDONESIA

A. Visi dan Misi BAMUSI

Ide membentuk sayap Islam di PDI Perjuangan diprakarsai oleh Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Partai ini, Taufiq Kiemas. Secara formal, gagasan ini diumumkan pada hari kedua Ramadhan 1427 H., usai acara buka puasa bersama di kediaman Megawati, Kebagusan, Jakarta Selatan. Pada acara tersebut, Dr. Din Syamsuddin tampil memberikan tausyiah. Hadir dalam acara itu antara lain Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung, Prof. Dr. Hamka Haq, Adang Ruchiyatna, Daryatmo Mardianto dan sejumlah tokoh PDI perjuangan lainnya. Setelah gagasan ini digulirkan, PDI Perjuangan kemudian membentuk tim formatur yang bertugas untuk menuntaskan berdirinya BAMUSI. Tim formatur terdiri atas tujuh orang, diketuai oleh Prof. Dr. Hamka Haq. Sementara para anggotanya adalah Arif Budimanta Sebayang, Irmadi Lubis, Said Abdullah, Zainun Ahmadi, Ahmad Baskara dan Nova Andika. Selanjutnya tim formatur dipandu oleh Taufiq Kiemas serta seorang tokoh non-Islam Sabam Sirait SH, melakukan konsultasi dan pendekatan kepada berbagai organisasi dan tokoh Islam dalam rangka mematangkan pembentukan BAMUSI. Konsultasi dilakukan oleh tim formatur dengan menghadap langsung para ketua umum organisasi Islam, di antaranya KH. Hasyim Muzadi PBNU, Asri Harahap KAHMI. Anjangsana serupa juga dilakukan kepada tokoh- tokoh Islam ternama, di antaranya KH. Said Aqil Siradj, Dr. Syafii Maarif dan Ir. Akbar Tanjung. Pada akhirnya, organisasi ini dideklarasikan pada 29 Maret 2007, dengan nama Baitul Muslimin Indonesia. Nama Baitul Muslimin Indonesia yang kini dipakai oleh organisasi ini hingga sekarang awalnya diusulkan kepada Taufik Kiemas setelah didiskusikan oleh H. Cholid Ghozali dengan H. Erwin Moeslimin Singajuru melalui konsultasi kepada Dr. Din Syamsudin Ketua Umum PP Muhammadiyah. Lambang organisasi ini menggambarkan silhouette dua kubah masjid di mana Bung Karno menjadi arsiteknya pada 1938 di Bengkulu. Lambang ini mengabadikan rasa cinta Bung Karno terhadap Islam. Sekaligus mencerminkan nuansa Islam pada organisasi ini. Dengan demikian, sebenarnya BAMUSI dibentuk dengan dua tujuan strategis, internal dan eksternal. Secara internal, harus digarisbawahi dulu bahwa BAMUSI adalah organisasi sayap PDI Perjuangan. Karena itu, tujuan organisasi ini harus melekat secara inheren sekaligus sejalan dengan tujuan PDI Perjuangan. Sebagai konsekuensi logisnya, ciri utama organisasi ini harus bertumpu kepada penghayatan terhadap wawasan kebangsaan, sense of nasionalism yang tinggi, berasas Pancasila, penghargaan terhadap pluralisme dan cinta kepada tanah air, yang ujungnya bermuara kepada utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam konteks ini, menjadi kewajiban BAMUSI untuk dapat memaknai asas-asas yang tersebut di atas, sesuai dengan cara pandang yang religius dan islami. Sejalan dengan kewajiban ini, BAMUSI dituntut untuk meningkatkan kualitas keislaman bagi semua pemeluk Islam di dalam tubuh PDI Perjuangan sehingga pada gilirannya partai ini harus dapat dicitrakan sebagai partai kebangsaan yang religius. Sedangkan tujuan eksternalnya, BAMUSI harus sejalan dengan tujuan PDI Perjuangan. Dalam konteks outward looking, semua tujuan utama BAMUSI sebagai sayap Islam PDI Perjuangan harus tercermin pada pelaksanaan tugas, kewajiban, gerakan-gerakan dan kiat-kiat yang semuanya bernuansa islami seiring dengan asas perjuangan PDI Perjuangan. Sebagai contoh, manakala PDI Perjuangan memandang bahwa memenangkan pemilu dan pilpres 2009 merupakan tujuan strategisnya, maka BAMUSI harus all out dalam mendukung kemenangan PDI Perjuangan itu. Dalam tingkat yang paling praktis, dengan tujuan eksternalnya ini Baitul Muslimin Indonesia harus dapat merangkul semua eksponen Islam yang selama ini berada di luar PDI Perjuangan untuk bersama-sama memberikan andil bagi kemenangan PDI Perjuangan. Mengapa membangun nasionalisme menjadi penting dilakukan oleh umat Islam di Indonesia? Di kalangan umat Islam dikenal qaul ulama bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman hubbul wathan minal iman. Berangkat dari motto ini, sejarah membuktikan bahwa di banyak negara berpenduduk Islam, jiwa patriotisme setiap insan Muslim berkobar membela negeri mereka dan pada gilirannya memberikan makna positif bagi tumbuhnya semangat kebangsaan. Dari sinilah kemudian terpancar wawasan kebangsaan yang dicita-citakan oleh kaum muslimin, tepatnya wawasan kebangsaan yang dipagari oleh kaidah-kaidah religius. Sejarah mencatat bahwa membendung sense of nationalism adalah pekerjaan yang tidak mudah dan kadang berujung pada kebanggaan diri berlebihan. Contoh aktualnya dapat dilihat dari kisah runtuhnya Federasi Uni Soviet. Negeri ini terpecah menjadi 15 negara berbasis bangsa, masing-masing tiga negara berbasis bangsa Slav Rusia, Ukrania dan Bela RusRusia Putih, tiga negara Baltic Latvia, Lithunia dan Estonia enam negara berbasis bangsa Islam Azerbayan, Uzbekistan, Kazkhstan, Turkmenistan, Kyrghistan dan Tajikistan, satu negara berbasis bangsa Rumania Moldavia dan dua sisinya berbasis bangsa kuno Armenia dan Georgia. Contoh kontemporer lain adalah pecahnya negara federal Yugoslavia menjadi enam negara berbasis bangsa Serbia, Kroasia, Bosnia, Montenegro, Macedonia, dan Slovenia. Saat ini, negara Serbia sendiri masih diamuk ketegangan yang panas dengan akan lepasnya Kosovo berbasis mayoritas bangsa Albania. Sedangkan provinsi lain di belahan barat laut Serbia berbatasan dengan Hongaria masih ada Wojvodina yang sebagian penduduknya adalah etnis MagyarHongaria. Kalau negeri ini tidak dikelola secara hati-hati, emosi kebangsaan di provinsi ini juga akan meledak seperti yang terjadi di provinsi Kosovo. Pengalaman serupa juga pada negara bekas Cekoslovakia, yang sekarang terbelah menjadi dua negara berbasis bangsa, yakni negara Ceko dan negara Slovakia. Jika kasus-kasus di atas adalah contoh negara-negara yang pecah karena berbasis bangsa, di belahan dunia lain juga ada fenomena lain bahwa bangsa-bangsa yang semula bercerai-berai kemudian bersatu kembali. Bersatunya kembali Jerman Barat dengan Jerman Timur, misalnya, atau Vietnam Utara dengan Vietnam Selatan adalah contoh menarik dari fenomena itu. Dari berbagai contoh di atas, umat Islam sebagai mayoritas penduduk serta komponen penting di Indonesia harus dapat menangkap dan memberikan makna esensial terhadap semangat wawasan kebangsaan yang pada gilirannya akan bermuara pada tumbuhnya semangat nasionalisme yang tangguh. Karena itu, dalam lingkup PDI Perjuangan, sudah pada tempatnya bila Baitul Muslimin Indonesia dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memaknai semangat tersebut. Singkat kata, Baitul Muslimin Indonesia harus dapat memberikan makna yang bernuansa religius kepada asas-asas perjuangan bagi tumbuhnya nasionalisme di tanah air yang diusung oleh PDI Perjuangan. Di sisi lain, para aktivis dan fungsionaris Baitul Muslimin Indonesia juga tidak menghindar dari konstelasi para pendukung PDI Perjuangan yang pluralistik. Di sinilah kemudian fenomena kebhinekaan yang ada dalam bangsa dan di atas bumi Indonesia harus dilihat sebagai suatu keniscayaan, bahkan sebuah mozaik kebhinekaan yang indah. Dalam mozaik yang indah itu, peran umat Islam yang merupakan mayoritas di dalam konfigurasi kebangsaan di Indonesia harus terlihat jelas, dengan menceburkan diri ke dalam kancah kebhinekaan dan memberikan warna religius kepada konfigurasi tersebut. Dalam konteks ini, muncul esensi lain dari berdirinya BAMUSI, yakni hendaknya organisasi ini memberikan makna positif bagi heterogenitas dalam kebhinekaan yang ada dengan cara berkiprah dinamis dalam lingkungan pluralistik dan heterogen itu. Karenanya, kaum muslimin hendaknya tidak sampai larut menjadi objek proses pewarnaan, tapi justeru menjadi aktor aktif dan dinamis dalam memberikan warna religius kepada konfigurasi kebangsaan yang penuh warna-warni. Kini bagaimana seharusnya BAMUSI memandang Indonesia, yang diyakini sebagai sebuah entitas bangsa yang satu dan tidak terpisah-pisahkan? Dari sejarah dan pengalaman masa lalu, kita perlu menyimak pentingya tonggak-tonggak sejarah perjuangan di dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu tonggak sejarah yang sangat penting adalah berikrarnya pemuda- pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, saat digulirkannya sumpah pemuda. Peristiwa ini kemudian disusul dengan tonggak sejarah penting lainnya, yakni Proklamasi Kemerdekaan NKRI pada 17 Agustus 1945. dari semua peristiwa itu, kita meyakini bawa bangsa Indonesia adalah sebuah entitas yang utuh. Dalam konteks inilah, BAMUSI seharusnya memandang bahwa bangsa Indonesia secara keseluruhan memiliki sebuah negara kesatuan yang tidak dapat dicerai-beraikan oleh siapapun. Dengan cara pandang ini, BAMUSI sebagai bagian dari PDI Perjuangan bertekad akan selalu all-out dan bekerja tanpa reserve untuk menegakkan dan menjayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tetap dan terus-menerus menghargai pluralisme dan berada pada koridor yang religius dan islami. 39 PDIP akan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dengan mengetengahkan wacana yang mengedepankan kepentingan bangsa Indonesia. Karena Indonesia merupakan bangsa yang plural dan membutuhkan pemikiran yang serius agar tetap bisa menjaga keutuhan NKRI.

B. Aktivitas Keagamaan BAMUSI