WHO, sarana teknologi informasi dan komunikasi sangat berpengaruh pada ketersediaan, kualitas, penyebaran dan penggunan data kesehatan WHO, 2008.
Namun dalam hal perawatan sarana dalam pengelolaan sistem informasi gizi di tingkat puskesmas maupun Dinas Kesehatan, belum tersedia dana maupun
tenaga untuk melakukan perawatan sarana. Sutabri dalam bukunya mengatakan bahwa salah satu fungsi utama sumber daya manusia dalam pengelolaan sistem
informasi adalah untuk melakukan pemliharaan, perubahan dan perbaikan atas program yang ada. Dari segi biaya, di tingkat puskesmas, perawatan masih
menggunakan biaya operasional. Menurut Sutabri, biaya dalam pengelolaan sistem informasi dapat terbagi menjadi biaya perangkat keras, biaya analisis,
perancanganan dan pelaksanaan sistem, biaya untuk tempat dan faktor lingkungan, biaya perubahan dan biaya operasi Sutabri, 2005
6.4 Proses Sistem Informasi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
6.4.1. Indikator
Hasil penelitian menunjukan bahwa indikator nasional pembinaan gizi sudah diidentifikasi hingga tingkat posyandu. Indikator pembinaan gizi yang
dilaporkan melalui sistem informasi gizi meliputi penimbangan balita, balita gizi buruk mendapat perawatan, balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin
A, bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, ibu hamil mendapat 90 tablet Fe dan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium.
Indikator tersebut mengacu pada Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014 dimana rencana tersebut juga mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN bidang kesehatan 2010-2014. Dalam RPJMN, ditetapkan sasaran untuk menurunkan
prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 15 dan menurunkan
prevalensi balita pendek menjadi setinggi-tingginya 32 Kementerian Kesehatan, 2010. Hal tersebut sudah sesuai dengan pernyataan WHO yang
menyatakan bahwa indikator harus sesuai dan berkaitan dengarn rencana strategis di suatu Negara WHO, 2008. Namun, berdasarkan review
pelaksanaan surveilans gizi yang diselenggarakan oleh Kemenetrian Kesehatan RI, Permasalahan yang masih terjadi pada indikator adalah tidak
samanya indikator dengan format laporan yang ada di tingkat puskesmas LB3 Dinas Kesehatan Bogor, 2013. Kondisi tersebut menyebabkan
adanya data yang kosong pada SIGIZI karena data yang diminta tidak tersedia di tingkat KabupatenKota.
Indikator tersebut juga sudah mengacu pada indikator satu, MDG’s . Indikator MDG’s pertama yaitu menurunkan proporsi penduduk kelaparan
yang berkaitan dengan pengukuran status gizi balita, penggunaan garam beriodium, dan pemberian vitamin A. Indikator keempat yaitu menurunkan
angka kematian anak yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif. Indikator lima yaitu meningkatkan kesehatan ibu yang berkaitan dengan
pemberian tablet Fe Riskesdas, 2010. Pelaporan pada sistem informasi gizi masih mengalami permasalahan.
Hasil penelitian menunjukan permasalahan terdapat pada bidan desa yang merekap semua data dari posyandu. Di Kota Tangearang Selatan, masih
terdapat puskesmas yang membina dua kelurahan sehingga beban kerja bidan desa masih dirasakan berat. Penelitian yang dilakukan oleh Wawan
menyebutkan bahwa beban kerja memiliki hubungan positif terhadap kinerja bidan desa di kabupaten Tasikmalaya Wawan, 2007. Selain beban kerja,
untuk meningkatkan kinerja juga dibutuhkan sistem penghargaan yang
terstruktur jelas dan didasarkan pada kompetensi, masa kerja dan pendidikan Royani, 2010
6.4.2. Sumber Data