Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2014

(1)

KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM

KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun Oleh :

WAHYU MANGGALA PUTRA NIM :1110101000058

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/1435 H


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S-1) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan tindakan plagiarisme terhadap karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Mei 2014


(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Maret - April 2014

Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014

xxi + 138 Halaman + 7 Tabel + 6 Bagan + 1 Grafik + 11 Lampiran ABSTRAK

Jaminan kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dari tahun 1985 Indonesia sudah mengenal asuransi kesehatan untuk tenaga kerja, lalu berkembang menjadi PT ASKES (Persero) dan PT Jamsostek (Persero). Untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh, awal tahun 2014 pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional meluncurkan program yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun pada pelaksanaannya masih banyak terdapat kendala, terutama pada provider tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang belum maksimal memberikan pelayanan kesehatan. Masalah yang diteliti adalah gambaran implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional pada Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung oleh data primer berupa hasil wawancara mendalam serta data sekunder berupa telaah dokumen. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis konten. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga April 2014.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan belum maksimal dalam pelaksanaannya, terutama dalam hal pencairan klaim yang masih terlambat, nilai tarif pelayanan yang berbeda dengan paket INA-CBGs, teknologi informasi yang belum maksimal, serta SDM non-medis yang masih kurang mencukupi.

Untuk itu disarankan RSU Kota Tangerang Selatan agar meningkatan performa dalam penyelenggaraan JKN dalam hal pemberkasan klaim JKN dengan penjadwalan yang tepat, perhitungan proporsi SDM non-medis, serta peningkatan kapasitas manajemen rumah sakit agar semakin baik.

Kata Kunci: Implementasi, JKN, RSU Kota Tangerang Selatan Daftar Bacaan: 43 sumber (1981-2014)


(4)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH

SPECIALIZATION OF HEALTH CARE MANAGEMENT Undergraduate Thesis, March - April 2014

Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058

POLICY IMPLEMENTATION ANALYSIS OF NATIONAL HEALTH INSURANCE IN SOUTH TANGERANG CITY HOSPITAL 2014

xxi + 138 Pages + 7 Tables + 6 Frames + 1 Chart + 11 Appendixes ABSTRACT

Health insurance in Indonesia is not new, since 1985 Indonesia had known health insurance for workers, and develop into PT ASKES and PT Jamsostek. To reach better health guarantee and thorough, beginning in 2014 the Indonesian government through Act No. 40 of the National Social Security System launched a program known as the National Health Insurance (NHI). However, in practice there are still many obstacles, especially at an advanced level provider (Hospital) are not maximal provide health services. The problem is to describe policy implementation of the National Health Insurance in South Tangerang City Hospital.

This study used a qualitative approach, supported by the primary data in the form of in-depth interviews and secondary data such as document review. Using content analysis techniques, this study was conducted from March to April 2014.

The results showed that the implementation of NHI in South Tangerang City Hospital is not maximized in practice, such as in terms of disbursement claims are late, rate the value of different services with INA-CBGs package, yet information technology support, and medical human resources still insufficient.

It is recommended South Tangerang City Hospital in order to improve the performance of the organization in terms of filing NHI claim with proper scheduling, calculation proportion of non-medical human resources, and improving the management capacity of the hospital getting better.

Key Words: Implementation, NHI, South Tangerang City Hospital Reading List: 43 resources (1981-2014)


(5)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2014

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh:

WAHYU MANGGALA PUTRA NIM. 1110101000058

Jakarta, Mei 2014

Pembimbing I

Febrianti, M.Si

NIP. 19720221 200501 2 004

Pembimbing II

Riastuti Kusumawardani, MKM NIP. 1980516 200901 2 005


(6)

v

PANITIA SIDANG SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Mei 2014

___________________________________ Puput Oktamianti, SKM, MM

Penguji I

___________________________________ Ratri Ciptaningtyas, MHS


(7)

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Jakarta, 20 Mei 2014

Mengesahkan,

__________________________________________ Febrianti, M.Si

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

___________________________________________ Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


(8)

vii

CURRICULUM VITAE

Data Diri :

Nama : Wahyu Manggala Putra

Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 9 Mei 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 22 tahun

Agama : Islam

No. HP : +6285278196686

Alamat : Jl. Letjend. S. Parman No. 15 Pekanbaru, Riau 28132

E-mail : wahyumanggalaputra@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2010 - 2014

2. SMA Negeri 5 Pekanbaru : 2007 - 2010

3. SMP Negeri 13 Pekanbaru : 2004 - 2007

4. SD Negeri 003 Sail Pekanbaru : 1998 - 2004

5. TK Islam Agung An-Nur Pekanbaru : 1997 - 1998

Riwayat Organisasi :

1. Young On Top Campus Ambassador batch 4 periode 2013–2014.

2. Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia FOSMA165 Jadetabek periode 2013-2014.

3. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan periode 2012–2013.

4. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Program Studi Kesehatan Masyarakat periode 2011-2012.


(9)

viii

Sebuah persembahan sederhana untuk

Ibunda

Yulia Samrida

, Ayahanda

Naswardi Nasir

,

& kakek terbaik sepanjang masa Opa

Basir Mahyuddin

bila cinta merupakan pembuktian, barangkali tulisan ini adalah

bukti cinta yang terlalu biasa serta tak berharga apalagi sebanding

dengan berjuta cahaya yang mama, papa, dan opa hadirkan dalam hidupku.


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberikan berbagai nikmat kepada kita semua. Shalawat beserta salam tak lupa selalu tercurah kepada Nabi Muhammad yang telah memberikan umat manusia pencarahan menuju agama Allah, dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun

2014”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Febrianti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus Pembimbing I Skripsi yang selalu berusaha agar penulis segera menyelesaikan setiap tugas tepat pada waktunya. Terima kasih atas kesabaran, perhatian, serta waktu yang telah diberikan.

3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing II Skripsi yang telah memberikan bimbingan serta motivasi, terima kasih atas setiap kebaikan serta tuntunan yang telah diberikan.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sering melibatkan penulis dalam kegiatan di kampus dan luar kampus, pengalaman yang luar biasa bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan bapak dan ibu semua.


(11)

x

5. Pimpinan serta seluruh staff di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan, khususnya Ibu Kiki dan jajarannya, terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data. 6. Keluarga tercinta, khususnya Mama, Papa, dan Opa, tidak lupa adik-adikku

tersayang Ica, Dion, Vani, Egi, dan Tika. Terima kasih atas doa, perhatian, serta kasih sayang yang luar biasa.

7. Teman-teman Wisma Sakina, Azis, Iqbal, Luthfi, Munir, Nizar, Zaki. Terima kasih atas semangatnya.

8. Teman-teman MPK 2010, Anin, Bayti, Billa, Eno, Endah, Eliza, Fika, Fitria, Furin, Ilma, Isni, Mawar, Nia, Nina, Tata, dan Ucup. Terima kasih atas kebahagiaan dan kesedihan yang kita lewati bersama.

9. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 lainnya, Agung, Ana, Akbar, Alul, Alya, Angger, Asri, Ayu, Bayu, Bebe, Dani, Dika, Dian, Dewi, Dilah, Dini, Dita, Evi, Elfira, Fajriatin, Febri, Fitri, Fuad, Furi, Harun, Ifa, Ica, Ilham, Ilmy, Karlina, Kiki, Kotrun Nida, Luthfi, Mason, Miska, Mono, Nita, Prima, Putri, Randy, Randika, Reka, Richo,Rizka N., Rizka R., Sari, Siva, Sinta, Sofwatun Nida, Supri, Tika, Tuti, Vina, Wiwid, Yuni, Yuli, Zata, senang menjadi bagian dari kalian yang memiliki beragam karakter.

10.Teman-teman BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, khususnya Alif, Fikri, Ivo, Revi, Sinta, Sri Puji, Syahir, Vica, Yanti, Yusna, dll. Terima kasih atas pembelajaran bersama yang kita lakukan dalam organisasi ini.

11.Teman-teman ESQ dan NAML Foundation yang senantiasa memberikan semangat dan kebahagiaan, khususnya Kak Nina, Kak Reza, Kak Ismet, Billy, Ridho, Kak Ghazali, Kak Aida, Kak Meta, Kak Luluth, Kak Gicil, Kak Monic,


(12)

xi

Kak Dion, Kak Dani, Kak Niken, Kak Hendra, Kak Nyun, Kak Ibnu, Kak Romi, Kak Alfi, dan lainnya.

12.Mas Henry Pradipta, Mas Billy Boen, dan mentor lainnya serta teman-teman terbaik di Young On Top Campus Ambassador batch 4, terima kasih atas ilmu dan pengalaman berharganya selama dalam mentoring program. See you on top! 13.Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis tulis satu persatu yang

telah memberikan doa serta semangat kepada penulis, senang dapat mengenal dan menjadi bagian dari kalian.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga penulis sangat menerima setiap masukan dan saran yang diberikan untuk memperbaiki laporan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis serta pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 9 Mei 2014 Wahyu Manggala Putra


(13)

xii DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan i

Abstrak ii

Abstract iii

Lembar Persetujuan Pembimbing iv

Lembar Persetujuan Penguji v

Lembar Pengesahan Fakultas vi

Daftar Riwayat Hidup vii

Lembar Persembahan viii

Kata Pengantar ix

Daftar Isi xii

Daftar Tabel xvi

Daftar Grafik xvii

Daftar Bagan xviii

Daftar Singkatan xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 6

1.3 Pertanyaan Penelitian 6

1.4 Tujuan Penelitian 7

1.4.1 Tujuan Umum 7

1.4.2 Tujuan Khusus 7

1.5 Manfaat Penelitian 8

1.5.1 Manfaat Bagi RSU Kota Tangerang Selatan 8

1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 8

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain 8


(14)

xiii BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaminan Kesehatan Nasional 10

2.1.1 Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia 10

2.1.2 Jaminan Kesehatan 11

2.1.3 Program Jaminan Kesehatan Nasional 11

2.1.4 Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional 12

2.1.5 Kelembagaan 15

2.1.6 Mekanisme Penyelenggaraan 15

2.1.7 Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit 24 2.1.8 Peraturan Pendukung Jaminan Kesehatan Nasional 30

2.2 Implementasi Kebijakan 31

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle 33

2.2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn 35 2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan 37 2.3 Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program 44

2.3.1 Pengertian Program 44

2.3.2 Implementasi Program 46

2.4 Kerangka Teori 48

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir 50

3.2 Definisi Istilah 52

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian 54

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 54

4.3 Informan Penelitian 54

4.4 Instrumen Penelitian 55

4.5 Sumber Data 55

4.6 Metode Pengumpulan Data 56

4.7 Teknik Analisis Data 57


(15)

xiv

4.9 Triangulasi Data 58

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Informan Penelitian 60

5.2 Gambaran Umum RSU Kota Tangerang Selatan 61

5.2.1 Profil Singkat RSU Kota Tangerang Selatan 61

5.2.2 Visi dan Misi 62

5.2.3 Tujuan 63

5.2.4 Motto 63

5.2.5 Lokasi 63

5.2.6 Tugas dan Fungsi 63

5.2.7 Data Demografis Kota Tangerang Selatan 64

5.2.8 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan 64

5.2.9 SDM RSU Kota Tangerang Selatan 67

5.3 Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 68

5.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan 68

5.3.2 Sumber Daya 73

5.3.3 Karakteristik Organisasi Pelaksana 84

5.3.4 Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 90

5.3.5 Sikap Para Pelaksana 94

5.3.6 Lingkungan 96

5.4 Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit

Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN 97

5.4.1 Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan 98

5.4.2 Aspek Kepesertaan 101

5.4.3 Aspek Keuangan 102

5.4.4 Aspek Pelayanan Kesehatan 103

5.4.5 Aspek Manfaat dan Iuran 104


(16)

xv BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN

6.1 Keterbatan Penelitian 108

6.2. Pembahasan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 108 6.2.1 Pembahasan Ukuran dan Tujuan Kebijakan 109

6.2.2 Pembahasan Sumber Daya 113

6.2.3 Pembahasan Karakteristik Organisasi 121

6.2.4 Pembahasan Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 122

6.2.5 Pembahasan Sikap Para Pelaksana 126

6.2.6 Pembahasan Lingkungan 127

6.3 Pembahasan Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN 130

6.3.1 Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan 130

6.3.2 Aspek Kepesertaan 130

6.3.3 Aspek Keuangan 131

6.3.4 Aspek Pelayanan Kesehatan 132

6.3.5 Aspek Manfaat dan Iuran 133

6.3.6 Aspek Kelembagaan dan Organisasi 133

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan 135

7.2 Saran 136

7.2.1 RSU Kota Tangerang Selatan 136

7.2.2 BPJS Kesehatan 137

7.2.3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 137

7.2.4 Pemerintah Kota Tangerang Selatan 137

7.2.5 Peneliti Lain 138

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

2.1 Perbedaan Pendekatan Penelitian Implementasi dan Evaluasi menurut Parsons

(1995) 47

5.1 Informan Penelitian 60

5.2 Jumlah Pegawai RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 67 5.3 Tenaga Medis RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 73 5.4 Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSU Kota Tangeran Selatan tahun 2014 75 5.5 Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 89 5.6 Target Peserta Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan 101


(18)

xvii

DAFTAR BAGAN

2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle (1980) 35

2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975) 37

2.3 Kerangka Teori 49

3.1 Kerangka Pikir 51


(19)

xviii

DAFTAR GRAFIK

5.1 Trend Kunjungan Peserta JKN Januari-Februari tahun 2014 di RSU Kota


(20)

xix

DAFTAR SINGKATAN

APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara

ASTEK : Asuransi Tenaga Kerja

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional

BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CBGs : Case Based Groups

DJSN : Dewan Jaminan Sosial Nasional

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DUKM : Dana Upaya Kesehatan Masyarakat

INA-CBGs : Indonesian Case Base Groups IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

JPSBK : Jaminan Pemeliharaan Sosial Bidang Kesehatan JPKM : Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Kabag : Kepala Bagian

Kasie : Kepala Seksi


(21)

xx

Kemenkes : Kementerian Kesehatan

NHI : National Health Insurance

Non-PBI : Bukan Penerima Bantuan Iuran

PBI : Penerima Bantuan Iuran

PDB : Pendapatan Daerah Bruto

Perpres : Peraturan Presiden

PHK : Pemutusan Hubungan Kerja

PMK/Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

PNS : Pegawai Negeri Sipil

PNS : Pegawai Negeri Sipil

POLRI : Polisi Republik Indonesia

PPJK : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan

PPK : Penyedia Pelayanan Kesehatan

PT. ASKES : PT. Asuransi Kesehatan

Pusdatin Kesehatan : Pusat Data dan Informasi Kesehatan

RS : Rumah Sakit

RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo

RSU : Rumah Sakit Umum

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SDM : Sumber Daya Manusia

SDM : Sumber Daya Manusia

SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional SOP : Standard Operational Procedure


(22)

xxi

TNI : Tentara Nasional Indonesia

UU : Undang-undang

WHO : World Health Organization


(23)

1 1.1. Latar Belakang

Jaminan Kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dahulu pada awalnya Indonesia memiliki asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil yang merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun 1934. Pada tahun 1985 dimulailah asuransi untuk tenaga kerja (ASTEK) sampai tahun 1987 dengan menggerakkan dana masyarakat melalui Dana Upaya Kesehatan Masyarakat atau lebih dikenal DUKM. (Djuhaeni, 2007)

Pada tahun 1992 diterbitkan tiga buah undang-undang yang berkaitan dengan asuransi yaitu UU No. 2 tentang Asuransi, UU No. 3 Tentang Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), serta UU No. 23 Tentang Kesehatan yang di dalamnya terkandung pasal 65 dan pasal 66 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). JPKM mengikuti pola managed care di Amerika dengan pembayaran prepaid berdasarkan kapitasi dan pelayanan yang bersifat komprehensif meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. (Djuhaeni, 2007)

Pada waktu itu hanya baru pelayanan kesehatan di puskesmas yang dicakup oleh pelayanan JPKM dengan dokter puskesmas sebagai gate keeper, dan mulai dikembangkan dokter keluarga yang diharapkan pada masa yang akan datang. Dari pengalaman JPKM hingga JPSBK (Jaminan Pemeliharaan Sosial Bidang Kesehatan), kendala utama pelaksanaan JPKM antara lain adalah SDM


(24)

(sumber daya manusia) badan penyelenggara baik kuantitas maupun kualitas, sedangkan ditinjau dari aspek permintaan masyarakat akan asuransi maupun faktor yang mempengaruhinya di Indonesia belum diketahui. (Djuhaeni, 2007)

Usaha ke arah penjaminan kesehatan yang lebih baik lagi sesungguhnya telah dirintis oleh pemerintah, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi dan terbagi-bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Masih banyak masyarakat yang seharusnya menerima jaminan belum merasakan manfaatnya. (Kemenkes, 2013)

Untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dimana Jaminan Kesehatan merupakan prioritas yang akan dikembangkan untuk mencapai kepesertaan Semesta. (PPJK, 2013)

Setelah program JKN diluncurkan pada tanggal 1 Januari 2014 pelaksanaan program ini dilapangan banyak terdapat kendala, dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada saat melakukan magang pada bagian tersebut membuktikan, permasalahan utama yang sering dilaporkan penyelenggara pelayanan kesehatan kepada pemerintah pusat adalah terkait pelayanan yang diberikan pada provider tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang


(25)

dirasakan tidak maksimal karena berbagai masalah, yang diantaranya: masalah alur pelayanan yang terbilang rumit, sistem pembiayaan kesehatan di Rumah Sakit yang menggunakan sistem Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) yang masih belum seutuhnya mendukung program, ketersediaan alat kesehatan dan obat yang belum mendukung, serta jumlah sumber daya manusia yang dirasa kurang sejak program JKN ini diluncurkan.

Implementasi Kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. (Mazmanian dan Paul Sabatier, 1983).

Berdasarkan paparan diatas, merujuk pada pelaksanaan implementasi program terdahulu yaitu Jamkesmas, Jamkesda ataupun program kesehatan dari pemerintah daerah, peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang dapat mengantar pada permasalahan yang sering muncul, sehingga diperoleh acuan yang semakin menguatkan untuk melakukan penelitin ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Tuhumury (2012) mengenai implementasi Jamkesda di Rumah Sakit Umum (RSU) Manokwari membuktikan bahwa implementasi Jamkesmas pada Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, kurangnya partisipasi masyarakat, ketidak terbukaan akses informasi, kurangnya sosialisasi tentang Program Jamkesmas, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).


(26)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahayu (2010) mengenai implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Rumah Sakit (Studi Kasus Di RSUD Dr. Soetomo) menunjukkan bahwa masih terdapat kendala dalam penyelenggaraan program Jamkesmas, yaitu tunggakan klaim yang dialami rumah sakit yang menyebabkan kerugian.

Selanjutnya penelitian Ardianty (2012) menunjukkan pelaksanaan Implementasi Program Jamkesda di Rumah Sakit PMI Bogor masih belum maksimal serta banyak kekurangan dari segi pelaksanaanya, seperti keterlambatan pengajuan klaim tagihan, tidak sesuainya nilai tarif INA-CBGs dengan nilai tarif rumah sakit, serta kurangnya komitmen rumah sakit dalam melaksanakan program.

Berdasarkan paparan beberapa penelitian diatas ternyata masih banyak terdapat proses penyelenggaraan program jaminan kesehatan di berbagai sektor terutama Rumah Sakit belum berjalan secara optimal dan tepat sasaran. Oleh sebab itu, untuk menggali permasalahan tersebut peneliti memilih Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian dengan beberapa pertimbangan yang didasari oleh fakta dokumen dan studi pendahuluan berupa observasi pada bulan Februari 2014:

1. Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di Provinsi Banten yaitu 1.361.000 penduduk. (PUSDATIN Kesehatan Banten 2013) 2. Melihat jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan yang memiliki urutan

ke-4 terbesar di Banten tersebut, pada kenyataannya Tangerang Selatan hanya memiliki 1 rumah sakit umum milik pemerintah yaitu RSU Kota Tangerang Selatan.


(27)

3. RSU Kota Tangerang Selatan merupakan satu-satunya rumah sakit milik pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas (25 puskesmas) di Tangerang Selatan untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjutan.

4. Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan, sejak diluncurkannya program Jaminan Kesehatan Nasional jumlah pasien di RSU Kota Tangerang Selatan mencapai 300 pasien setiap harinya yang terdiri dari 35% peserta JKN dan 65% Umum dan Jamkesda pada bulan Januari 2014, jumlah peserta JKN meningkat menjadi 38% pada bulan Februari (data rekapitulasi kunjungan RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014). Hal ini tentu saja terjadi karena animo masyarakat yang besar terhadap program JKN tersebut.

5. Keterbatasan SDM rumah sakit juga sangat terlihat jelas yang berpotensi menjadi masalah pada penyediaan layanan secara prima, terlihat jelas jumlah SDM administrasi yang hanya 2 orang untuk melayani jumlah pasien yang banyak pada saat program berlangsung,

Dari paparan informasi diatas peneliti melihat bahwa RSU Kota Tangerang Selatan memiliki potensi mengalami permasalahan dalam melayani peserta program Jaminan Kesehatan Nasional. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui penyelenggaraan dan permasalahan terkait implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014.


(28)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas, ditemukan ternyata begitu banyak masalah terkait pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional di daerah. Untuk melihat permasalahan tersebut di lapangan, peneliti memilih Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian karena merupakan kota dengan penduduk terbesar ke-4 di Provinsi Banten, serta semenjak diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan peserta JKN meningkat setiap harinya. Disamping hal tersebut, RSU Kota Tangerang Selatan merupakan rumah sakit pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh Puskesmas di Tangerang Selatan serta terdapat kendala dalam SDM non-medis. Berdasarkan hal-hal diatas menunjukkan adanya potensi permasalahan pada penyelenggaraan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sehingga dibutuhkan sebuah penelitian untuk mengetahuinya. Atas dasar itu, peneliti ingin mengetahui gambaran implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014?


(29)

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya regulasi pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

b. Diketahuinya sumber daya pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

c. Diketahuinya karakteristik pelaksana pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

d. Diketahuinya komunikasi antar pelaksana pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

e. Diketahuinya sikap/disposisi pelaksana pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

f. Diketahuinya faktor lingkungan pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.


(30)

g. Diketahuinya pelaksanaan pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional berdasar 6 aspek penyelenggaraan oleh Pemerintah Pusat.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Bagi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

1. Mendapatkan masukan untuk perbaikan dan kelanjutan dari implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

2. Sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya memperkuat argumen terhadap permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

1.5.2. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional.

1.5.3. Manfaat Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mempelajari tentang Analisis Implementasi Kebijakan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang


(31)

Selatan tahun 2014. Peneliti memilih RSU Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian dikarenakan merupakan Rumah Sakit Pemerintah di Kota Tangerang Selatan yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas di Tangerang Selatan untuk pelayanan tingkat lanjut program JKN, dan sejak diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan pasien meningkat yang menyebabkan banyak permasalahan terkait pelayanan kepada pasien. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan instrumen riset kepustakaan (library research) dan riset lapangan (field research) yang berupa telaah dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena ingin melihat proses serta permasalah yang terjadi pada impelementasi program JKN di lapangan secara lebih dalam. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga April 2014.


(32)

10 2. 1 Jaminan Kesehatan Nasional

2.1.1. Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia

Sulastomo (2002) maupun Thabrany (2002) dalam Djuhaeni (2007) berpendapat bahwa asuransi kesehatan sosial sangat dibutuhkan di Indonesia mengingat kesehatan adalah hak sedangkan situasi saat ini tidak semua masyarakat dapat akses terhadap pelayanan kesehatan yang penyebabnya antara lain ketiadaan biaya. Pengembangan asuransi kesehatan sosial perlu ditunjang dengan peningkatan sumber daya dari keempat komponen asuransi yaitu: a. Peserta; peningkatan premi

b. Badan penyelenggara; peningkatan manajemen c. PPK; peningkatan kualitas dan manajemen d. Badan pembina; peningkatan pengawasan.

Proses pembuatan undang-undang yang berkaitan dengan asuransi di luar Askes dan Jamsostek serta JPKM sebagai cikal bakal pelaksanaan asuransi kesehatan sosial agaknya akan mendukung pelaksanaan asuransi kesehatan nasional pada masa yang akan datang. Adanya kelas perawatan di rumah sakit dan pemberian jaminan sesuai golongan khususnya bagi pegawai negeri sipil menjadi suatu kendala


(33)

sekaligus tantangan yang perlu dicarikan solusinya dalam rangka keadilan bagi semua orang serta terciptanya solidaritas.

Dengan pemaparan diatas, saat ini Indonesia memiliki sebuah sistem jaminan kesehatan secara sosial dan ditujukan bukan hanya kepada masyarakat miskin, namun kepada seluruh rakyat, saat ini dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

2.1.2. Jaminan Kesehatan

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres No.12, 2013).

2.1.3. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat program JKN adalah suatu program pemerintah dan masyarakat (rakyat) dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. (Naskah Akademik SJSN, 2004).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua


(34)

penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

2.1.4. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional

1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip asuransi sosial yang diatur dalam UU No. 40 tahun 2004. Berikut prinsip-prinsip yang terdapat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional:

a. Prinsip kegotongroyongan

Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana


(35)

yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

c. Prinsip portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.


(36)

e. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

f. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial

Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

g. Prinsip ekuitas

Kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan (UU No. 40/2004 Pasal 17 ayat 1) dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (UU No. 40/2004 Pasal 17 ayat 4).

2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40/2004 Pasal 19 ayat 2). 3. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan

perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)


(37)

termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care). (UU No. 40/2004 Pasal 22 ayat 1 dan 2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26).

2.1.5. Kelembagaan

Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) yang mengurusi kegiatan terkait pelayanan jaminan kesehata nasional. Untuk pelaksanaan di lapangan BPJS Kesehatan akan menjadi badan pelaksana untuk program JKN ini. Sedangkan rumah sakit dan puskesmas sebagai provider (penyedia jasa) pelayanan.

2.1.6. Mekanisme Penyelenggaraan a. Kepesertaan

1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran (bukan penerima bantuan iuran) atau iurannya dibayar oleh pemerintah (penerima bantuan iuran) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1).

2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :

(1) Pekerja Penerima Upah a. Pegawai Negeri Sipil;


(38)

b. Anggota TNI; c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.

h. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

(2) Pekerja Bukan Penerima Upah

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan

penerima Upah.

c. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

(3) Bukan Pekerja a. Investor; b. Pemberi Kerja;

c. Penerima Pensiun, terdiri dari :

i. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

ii. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;


(39)

iii. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

iv. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun;

v. Penerima pensiun lain;

vi. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun.

d. Veteran;

e. Perintis Kemerdekaan;

f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;

g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.

4. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah (UU No. 40/2004 Pasal 21 ayat 1, 2, 3). Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat


(40)

dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan dari manfaat jaminan pensiun.

5. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mengizinkan warga negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40/2004 Pasal 1 angka 8).

6. Kepesertaan Penerim Bantuan Iuran (PBI) bagi masyarakat miskin dan tidak mampu untuk selanjutnya akan ditetapkan berdasarkan Keputusan Kementerian Sosial tentang penetapan Penerima Bantuan Iuran Kesehatan yang dilandasi atas dasar nama dan alamat tempat tinggal (by name by address), untuk saat ini jumlah peserta PBI didapatkan dari kepesertaan Jamkesmas tahun 2013 yang berjumlah 86,4 juta jiwa.

b. Pembiayaan 1. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). 2. Pembayar Iuran

Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.


(41)

Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.

Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

i. Sebesar Rp 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.


(42)

ii. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

iii. Sebesar Rp 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

c. Pelayanan

1. Jenis Pelayanan

Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.


(43)

2. Prosedur Pelayanan

Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. 3. Kompensasi Pelayanan

Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.

4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan

Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.

d. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan


(44)

manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat Akomodasi Rawat Inap jika dijabarkan sebagai berikut:

1. Ruang perawatan kelas III bagi:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan

b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.

2. Ruang Perawatan kelas II bagi:

a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;


(45)

d. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu setengah) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya;

e. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II;

3. Ruang Perawatan kelas I bagi:

a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;

b. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

d. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

e. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;

f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;


(46)

g. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah diatas 1,5 (satu setengah) sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan h. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta

bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.

2.1.7. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit A.Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada Program JKN

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan (Permenkes 71/2013 pasal 2).

Berikut peneliti akan fokus dalam menjabarkan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan berdasarkan Permenkes No. 71 tahun 2013. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan terdiri dari:

a. klinik utama atau yang setara; b. rumah sakit umum; dan c. rumah sakit khusus.


(47)

Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi (Permenkes 71/2013 pasal 20):

a. administrasi pelayanan;

b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis;

c. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;

d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

e. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;

f. rehabilitasi medis; g. pelayanan darah;

h. pelayanan kedokteran forensik klinik;

i. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan;

j. perawatan inap non intensif; dan k. perawatan inap di ruang intensif. B.Klasifikasi Rumah Sakit

Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum diantaranya:


(48)

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis (Permenkes 340, 2010).

2. Rumah Sakit Umum kelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis Dasar (Permenkes 340, 2010).

3. Rumah Sakit Umum kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Permenkes 340, 2010).

4. Rumah Sakit Umum kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Permenkes 340, 2010).

C.Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) di Rumah Sakit 1. Pengertian CBGs (Case Based Group)

Case Base Groups (CBGs) yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau


(49)

kasus-kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah sakit. (Centre for Casemix RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, 2014)

2. Pengertian INA-CBGs (Indonesian-Case Based Group) Berdasarkan informasi dari Center for Casemix RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang bagian Instalasi Rekam Medis menyatakan Sistem Casemix INA-CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis (George Palmer, Beth Reid). Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama.


(50)

3. Manfaat INA-CBGs

Manfaat yang dapat kita peroleh dari penerapan kebijakan program Casemix INA-CBGs secara umum berupa manfaat medis dan manfaat ekonomi. Dari segi medis, para klinisi dapat mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh pasien. Secara ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) kita jadi lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung dengan cermat dan teliti dalam penganggaranya.

a. Manfaat Bagi Pasien

i. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan

ii. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan.

iii. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.

iv. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien.


(51)

b. Manfaat Bagi Rumah Sakit

i. Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya.

ii. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan Rumah Sakit.

iii. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor QA dengan cara yang lebih objektif. iv. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja

yang lebih akurat.

v. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing klinisi.

vi. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran.

vii.Mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical Pathway.

c. Bagi Penyandang Dana Pemerintah

i. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan.

ii. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equitas terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau.


(52)

iii. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider/Pemerintah.

iv. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.

2.1.8. Peraturan Pendukung Program Jaminan Kesehatan Nasional Pemerintah sudah mulai mengeluarkan beberapa peraturan pendukung untuk memberikan payung hukum yang jelas terhadap pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional ini termasuk belum lama peraturan pengganti-pun telah dikeluarkan, berikut peraturannya:

a. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan ini mengatur pelaksanaan Jaminan Kesehatan di Indonesia pada tatanan operasional

b. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan ini lebih mengatur secara khusus pelayanan kesehatan pada tatanan pemerintah sebagai sasaran utama pada kepesertaan JKN.

c. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial. Peraturan ini berisikan panduan hukum dan legal aspect yang menaungi pelaporan program jaminan sosial dari BPJS kepada pemerintah.


(53)

d. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Pada peraturan ini mengatur lebih detil mengenai penahapan kepesertaan program jaminan sosial.

e. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan ini merupakan peraturan perubahan untuk peraturan jaminan kesehatan sebelumnya yang dibuat karena ada beberapa pasal yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

2. 2 Implementasi Kebijakan

2.2.1. Pengertian Implementasi

Implementasi sebagai suatu konsep tindak lanjut pelaksanaan kegiatan cukup menarik untuk dikaji oleh cabang cabang ilmu. Hal ini semakin mendorong perkembangan konsep implementasi itu sendiri, disamping itu juga menyadari bahwa dalam mempelajari implementasi sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan dalam upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan.

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (2004) dalam bukunya adalah:

“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out


(54)

(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”.

Sehingga menurut Webster dalam Wahab (2004), Implementasi adalah menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu untuk menimbulkan dampak terhadap sesuatu.

Definisi yang lain antara lain menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (1983) dalam buku Hill dan Hupe (2002) sebagaimana dikutip peneliti, bahwa:

“Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”

Menurut Syukur Abdullah (1988) dalam Novayanti (2013) bahwa pengertian dan unsur unsur pokok dalam proses implementasi sebagai berikut:

1. Proses implementasi ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah langkah yang strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran yang ditetapkan semula.


(55)

2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesungguhnya dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang dicapai “outcomes” unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung atau menghambat sasaran program.

3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak yaitu :

a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu faktor lingkungan (fisik, sosial, budaya, dan politik) akan mempengaruhi proses implementasi program program pembangunan pada umumnya.

b. Target group yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat program tersebut. c. Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.

d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawaasan implementasi tersebut.

2.2.2. Model Implementasi Kebijakan Grindle

Merille S. Grindle (1980) dalam Samodra Wibawa (1994) yang dikutip dari penelitian Sutirin (2006) menyatakan bahwa implementasi kebijakan sebagai keputusan politik dari para pembuat kebijakan yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan, Grindle mengungkapkan pada dasarnya implementasi kebijakan publik ditentukan oleh dua variabel yaitu veriabel konten dan variabel


(56)

konteks. Variabel konten apa yang ada dalam isi suatu kebijakan yang berpengaruh terhadap implementasi. Variabel konteks meliputi lingkungan dari kebijakan politik dan administrasi dengan kebijakan politik tersebut. Adapun yang menjadi ide dasar dari pemikiran tersebut adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individu dan biaya yang telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Tetapi ini tidak berjalan mulus, tergantung implementability dari program itu, yang dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya.

b. Isi kebijakan mencakup :

1. Kepentingan yang mempengaruhi 2. Manfaat yang akan dihasilkan 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. Siapa pelaksana program 6. Sumber daya yang dikerahkan b. Konteks kebijakan mencakup :

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2. Karakteristik lembaga penguasa


(57)

Bagan 2.1 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980)

Sumber: Samodera Wibawa, 1994

2.2.3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002) implementasi kebijakan merupakan:


(58)

Tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha usaha untuk mencapai perubahn perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan keputusan.

Menurut Van Meter dan Van Horn ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan kebijakan publik yakni: Pertama, kemungkinan implementasi yang efektif aka bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan. Kedua, faktor faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non realisasi tujuan tujuan program akan berbeda dari tipe kebijakan yang satu dangan tipe kebijakan yang lain. Suatu implementasi akan sangat berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan konsensus tujuan adalah tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan konsensus tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif akan sangat diragukan. Disamping itu kebijakan kebijakan perubahan besar/konsesnsus tinggi diharapkan akan diimplementasikan lebih efektif daripada kebijakan kebijakan yang mempunyai perubahan kecil dan konsensus rendah. Dengan demikian konsensus tujuan akan diharapkan pula mempunyai dampak yang besar pada proses


(59)

implementasi kebijakan daripada unsur perubahan. Dengan saran saran atau hipotesis-hipotesis seperti ini akan mengalihkan perhatian kepada penyelidikan terhadap faktor faktor atau faktor-faktor yang tercakup dalam proses implementasi menjadi sesuatu hal yang penting untuk dikaji.

Bagan 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Horn dan Van Metter (1975)

Sumber: Michael Hill and Peter L. Hupe (2002

2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan

Ada 6 faktor menurut Van Metter dan Van Horn (1975) dalam Novayanti (2013) yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:

Komunikasi antar organisasi pelaksana

Lingkungan: ekonomi, sosial,

dan politik Ukuran dan

Tujuan Kebijakan

Sumber Daya

Karakteristik organisasi

pelaksana Sikap para pelaksana

Prestasi kerja


(60)

1. Ukuran dan Tujuan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006).

2. Sumber Daya

Menurut Meter dan Horn (1975), keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang disyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan.

Tetapi diluar sumber daya manusia, sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya financial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang terjadi persoalan sulit untuk merealisasikan apa yuang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik tersebut, demikian halnya dengan sumber daya


(61)

waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

3. Karakteristik Organisasi Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi nonforrmal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilku dasar manusia maka dapat dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambran yang pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menetukan agen pelaksana maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan:


(1)

LAMPIRAN 5

Matrix Kategorisasi Hasil Wawancara

Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

Untuk Penyedia Jasa (Rumah Sakit)

No. Pertanyaan RS - 1 RS - 2 RS - 3

1 Ukuran dan Tujuan

a. Bagaimana menurut bapak/ibu sudah sesuaikah peraturan yang dibuat pemerintah? b. Siapa saja sasaran

program JKN ini?

c. Seberapa penting program ini menurut bapak/ibu?

Ada bukunya kita dapat. Kalau peraturan sih

maksud saya ya… udah bisa ya, maksudnya bisa buat kita pegangan lah, yang ini boleh, yang ini

gak boleh, prosedurnya bagaimana gitu. …pokoknya yang otomatis itu ASKES,

TNI/Polri, Jamkesmas, yang PBI itu, sama Jamsostek, tapi untuk yang PJK (Pemeliharaan Jaminan Kesehatan) aja. Trus, paling nanti, yang udah banyak sekarang ini BPJS Mandiri, jadi yang gak masuk Jamkesmas, TNI/Polri, Jamsostek ya itu masuknya disitu.

sangat penting ya, karena dari pemerintah untuk biar rakyat mudah berobatnya.

Sesuai

…ngikutin dari yang yang permenkes, perpres juga

ada. Ya kita ikut pemerintah aja.

… seluruh masyarakat Indonesia, karena kalau

BPJS itu sendiri punya visi semesta 2019 yang maksudnya seluruh masyarakat Indonesia sudah

menjadi peserta BPJS Kesehatan, …

kalau untuk masyarakat Indonesia sangat penting ya, ya gimana supaya bangsa ini bagus ya

masyarakatnya harus sehat ya.

sudah kan kita dapat sosialisasi tentang peraturan, saya yang hadir…

...seluruh masyarakat nanti di tahun 9, saat

ini hanya ASKES, Jamkesmas, Polri, TNI…

penting karena untuk menjamin kesehatan semua orang juga kan, jadi harus didukung… 2. Sumber Daya

a. Bagaimana dengan jumlah SDM untuk program JKN di RSU ini menurut bapak/ibu?

SDMnya, kalau dari segi pemberkasan kayanya

cukup, tapi kalau bagian entry data itu yang

kurang, entry data ke sistem.

Kalau dari intern RSnya sih saya kurang tau, karena kan beda tim ya, kalau kita BPJS sendiri,

kalau rumah sakit ya dia timnya sendiri.

kalau SDM di Jaminan, sudah banyak ya, mungkin

dokter kita yang shiftnya ganti, tapi tidak masalah


(2)

b. Sudah kompeten belum SDM yang melaksanakan program JKN menurut bapak/ibu?

c. Menurut bapak/ibu Sudah memadai belum sarana dan prasarana di RSU ini?

d. Sumber pendanaan dalam program JKN ini sudah

memadai belum

bapak/ibu?

Sudah biasa kan ngurusin Jamkesmas, mungkin sedikit lebih pusing aja kalau BPJS.

Rata-rata kerjanya baru, 5 orang baru 1 tahun, 1 orang udah 3 tahun, 1 lagi sama saya udah 4

tahun kerja di klaim ini.

Belum, penunjang yang kurang, penunjang medis. Kaya CT-Scan, terus Hemodialisa, kita pengen buka hemodialisa tapi belum, apa,, banyak pasien-pasien yang cuci darah, mereka

juga udah request…

…terus kaya patologi anatomi, kita belum ada,

pemeriksaan jaringan-jaringan…

…dari klaim ke BPJS aja.

Kita kan masih belum BLUD, tapi udah sendiri,

jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya

itu masih di subsidi Pemkot Tangsel.

Jadi masih disubsidi dana untuk obat-obatnya. juga Alkesnya….

Kita rata-rata verifikator masih baru, jadi kurang dari 1 bulan, kita juga di training dahulu, lalu ikutin

workshop BPJS…

Rata-rata kalau tim RS, sudah lebih ahli dan lama

kerjanya.

Kalau untuk sarana pelayanan BPJS udah cukup

sih, dibawah ada pendaftaran dan disini juga udah ada computer lengkap, dan untuk verifikasi cukup

kok sarananya.

…untuk medisnya masih ada yang kurang ya,

karena rumah sakit ini juga masih tipe C, pelayanan polinya masih banyak kurang, jadi banyak pasien

disini masih ada di rujuk ke Fatmawati, RSCM… Klaim BPJS

…karena klaim yang baru belum di cairkan,

kesulitan mereka ya itu, karena uangnya mereka

kepakai dulu.

sudah …mbak kiki itu udah dari dia urus jaminan, sudah ahlinya.

kita masih tipe C, jadi ada beberapa penunjang mendis yang kurang, kaya CT-Scan…

kalau computer ada semua di tiap bidang, kita kan terhubung satu sama lain…

mungkin ruang tunggu kurang tertata saja... …kalau gak ada alatnya, kita rujuk ke RS rekanan…

…kalau JKN dari BPJS, kalau E-KTP dari Pemkot

ada juga subsidi dana alkes sama obat… sudah cukup ya, kita kan subsidi juga…

3. Karakteristik Agen Pelaksana

a. Apakah ada

peraturan/SOP yang mengatur tentang JKN tidak di RSU ini?

Ada.

Kaya kepesertaannya yang semakin luas, terus

eeeee, yaa untuk lebih berimbasnya kepada klaim ya, kaya ada yang satu episode penyakit, tapi kan kalau di rumah sakit itu mereka tetap ditangani kan sama kita, tapi mereka menyebutnya tetap satu episode si BPJSnya. Nah itu, jadi kita Rumah Sakit harus bisa ngomongnya-lah ke fungsional gimana nih, bahwa kalau penyakit ini sebenarnya Cuma satu

episode, jadi hanya satu dibayarkan. Paling itu.

Kalau SOP dari BPJSnya sendiri untuk rumah sakitnya sih belum ada ya, Cuma katanya kalau di RS sendiri sudah membuat SOP sendiri untuk pelaksanaan program. Jadi kita ikut aja dengan SOP

dari pihak rumah sakit buat.

sudah dibuat sama kiki, dia buat alur saya udah ACC…

sedang dibuat SOP pendiagnosaan kasus yang banyak periodenya, itu masalah di dokter gak


(3)

b. Ada kebijakan lain tidak terhadap kejadian rujukan?

…peraturan pemerintah daerah, ada berapa sih yang agak berbeda kaya adanya rujukan parsial sekarang, kan kalau yang dulu Jamkesmas itu kita bisa merujuk untuk penunjang aja yang bisa langsung, tapi kalau sekarang gak bisa, jadi kalau mau merujuk penunjang aja harus ACC dulu dari rumah sakit ini baru, dirumah sakit sana diterima, dan rumah sakit ini harus

membayar, tidak boleh pasien membayar. dulu tetap harus ke atas untuk validasi,

sekarang sudah saya pangkas, selesaiin semua

dibawah…

…udah bikin MOU dengan rumah sakit mana yang mau bekerjasama gitu, pokoknya nanti kita kirim pasien, diperiksa, paling kaya mereka ngeklaim juga, nih udah ada berapa pasien nih yang udah ditanganin sama mereka gitu, dari

sini ganti uang.

-

kita ada MOU dengan RS bagus-bagus di Jakarta

dan Tangsel, Sari Asih juga ada…

4. Komunikasi antar pelaksana

a. Bagaimana komunikasi RSU kepada BPJS?

b. Bagaimana koordinasi RSU ke Dinas Kesehatan?

Nah selama ini kita biasanya kalau ada apa-apa selalu nanya yaa, ke verifikator BPJS kan

mereka juga nanti ada channel kesana ke BPJS. …mereka kan punya PJnya tuh, kita ke dianya.

Jadi segala sesuatu nanya ke dianya gitu, masalah ini gimana, bisa atau gak, terus solusinya gimana, nanti mereka juga yang cariin solusinya. Yang penting komunikasinya jangan

putus.

Kita kan masih belum BLUD, tapi udah sendiri,

jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya itu masih di subsidi. Jadi koordinasinya ke

Pemkot.

…kita hanya berhubungan dengan tim

pemberkasan, jadi kita dari tim verifikasi… baru ditempatkan…biasanya lewat desti ya, dia verifikator disini,


(4)

c. Bagaimana sistem pelaporan dari RSU ke Kementerian atau BPJS?

d. Apakah BPJS melakukan monitoring evaluasi terhadap program JKN?

Kita gak hubungan ke Kemenkes lagi, gak kaya Jamkesmas…

…pelaporan klaim paling, langsung lewat

verifikator yang ditempatkan di RSU sama BPJS, setelah closing, tanda tangan, nanti mereka bawa, nanti tinggal tunggu dananya cair ke

rekening kita.

lewat laporan klaim, sama keluhan yang masuk

mungkin… pertiga bulan, ini kan masih 3 bulan, mungkin april ada sih, kayanya belum mulai deh, katanya sih

ini nanti dari BPJS akan lakukan evaluasi.

kurang tau juga.. harusnya iya…

biasanya lakuin juga, kemarin saya rapat ada

juga evaluasi dari Kementerian Kesehatan tapi

gak di semua RS… 5. Disposisi Pelaksana (Sikap)

a. Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap program JKN ini?

b. Bagaimana Penanganan Komplain JKN di RSU Kota Tangsel?

c. Lebih baik mana JKN dengan Jamkesmas?

…udah ada progress gitu, lebih.. maksudnya lebih apa ya.. udah lebih baik lah…

…dulu pas jamkesmas pernah telat bulan, nah

kalau sekarang mah bagus ya kata saya…

…kalau menurut saya ya. udah ada progress sedikit, mereka itu ditargetinnya…

…kalau menurut saya sendiri ya.. eeee… itu..

terlalu terburu-buru...

…biasanya langsung diselesaiin disitu aja, kan

ada kotak saran juga dibawah, kalau pasiennya gak bisa ditanganin dan kebetulan ada petugas

BPJSnya kita alihin ke petugas BPJSnya…

Lebih mudah yang sebelumnya…

mungkin karena baru juga ya, kan INA-CBGs ini pake diagnosa, jadi kita yang verif juga baru

terpapar…

Saya sih mendukung sekali, bagus programnya… Kalau dilihat dari cita-cita, targetnya gitu bagus sih sebenarnya, Cuma karena masih baru aja kan, jadi

kesannya masih berantakan…

…pasien biasanya kita arahin untuk komplain ke

BPJS Centernya atau biasanya dari BPJS Hotlinenya

sih, hotlinenya nelpon ke kita kalau ada masalah.... kalau di RS, pasiennya langsung ke bagian

administrasi BPJSnya di bawah itu, biasanya ntr ditanya masalahnya apa…

kalau mau nasional sih bagusan BPJS ya jelas kan

BPJS lebih terstruktur dan lembaganya besar.

JKN persyaratannya juga lebih ringan…

baik ya, programnya cukup mudah dan lebih jelas karena peraturannya sangat banyak.

saya rasa mendingan JKN, gak telat klaimnya, lebih cepat…

…biasanya pake kotak saran

…langsung dari orang verif, dia yang paham…

jelas JKN, ini lebih banyak UU sama Perpresnya…

6. Lingkungan (sosial, ekonomi, politik)


(5)

a. Sejauh mana pengaruh lingkungan dalam pelaksanaan program JKN?

b. Waktu pelaksanaan program ini kondusif tidak?

Mungkin karena mau pemilu kali, makanya ada JKN. Saya juga kurang ngerti....

Kalau untuk saat ini sih masih mendukung ya,

gak terlalu banyak keluhanlah, mungkin ada gitu, tapi gak sampe gimana-gimana…

…kalau saya rasa, kalau dilihat-lihat dari masyarakat animonya sih baik…

Kalau saya bilang terlalu terburu-buru, karena itu kan dari ASKES ke BPJS itu Cuma 1 tahun berubahnya, UU BPJS itu 2012, dan persiapannya Cuma dari tahun lalu kan, pasti kurang siap untuk itu, apalagi untuk menyeluruh ke seluruh Indonesia

itu masih kurang.

wah, bingung saya, tapi gak ngaruh juga kali ya,

tapi bisa jadi karena mau Pemilu ya…

Cukup baik ya, karena udah lama juga

persiapannya undang-undang juga wajibkan untuk ada JKN, jadi sesuai aja, Cuma mungkin

karena baru, banyak masalah… 7. Permasalahan

a. Permasalahan apa saja yang muncul ketika program ini berlangsung?

…ada masalahnya itu sistemnya, dari kan, dulu

kan namanya kalau di ASKES cetak SJP (surat jaminan pelayanan), sekarang namanya SEP (Surat Eligibilitas Pelayanan) kadang sistemnya error, suka gak connect, dari sistem yang aku bingung gini, yang urusin klaim kan orang BPJS sedangkan yang input INA-CBGsnya itu orang NCC, beda orang kan. Nah itu kadang gak sinkron soal itu, kan yang diagnose kan dokter, kita Cuma input aja, jadi kalau mau rubah

inputnya ya harus ke dokternya…

Nah terutama rawat jalan untuk pasien-pasien DM, nah kan harus dapat suntik Insulin kan satu insulin aja 200 ribu, sedangkan yang dibayarkan BPJS itu Cuma 160 ribu, belum dokter, belum yang lain kan. Ya mau gimana kita harus tetap

layani, gak boleh nolak.

…dulu kita ada ngaretnya dari Jamkesmasnya

ya, dulu pas jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah kalau sekarang mah bagus ya kata saya, februari aja udah mau closing, kalau dulu kan bulan ini aja nih bulan april, masih ngerjain

yang .

Kalau dari Rumah Sakit sendiri, banyak peserta

yang bawa kartu BPJS tapi kartunya gak aktif jadi gak bisa diproses, karena sistemnya BPJS juga yang belum support banget jadi banyak klaim tagihan yang belum dibayarkan, kalau dari orang BPJSnya sendiri yanga kurang orang juga, karena peserta kan membludak yang bagian pendaftaran kesulitan juga karena kurang orang, sedangkan bagian kepesertaannya itu Cuma sedikit, ada juga yang peserta yang sudah bayar premi, tapi kartunya belum diaktifkan seperti itu, belum lagi dari pasien ex-ASKES yang dahulu obatnya dicover sekarang enggak, banyak yang gak terima juga dulu dapet sekarang enggak. Karena sekarang sistemnya kan menyeluruh buat nasional dan sistem paket juga kan, bukan pembayaran fee for service gitu, jadi mau gak mau dimaksimalkan disitu. Masih banyak evaluasi sih sebenarnya, dari NCCnya juga dari codingnya masih ada masalah kaya biaya percodingnya terlalu murah, kalau BPJS sih operator aja ya, dia dapat suruhan dari atas langsung, kaya UU sama peraturan presiden. Kalau ada masalah dengan coding juga orang banyak complain ke BPJS, kenapa kok murah ini? Padahal

Masalah peserta yang sering ketolak karena gak ada rujukan, kartunya gak bisa diakses ke sistem, itu mereka harus balik lagi ke BPJS yang jauh. Trus, sistem BPJS klaimnya juga masih lama, memang tim kurang, namun kan SOP ada, jadi sesuaikan aja. Coding sering tuh, dokter complain ke saya bilang gak ada obatnya, trus gak sesuai, nanti kan saya yang ACC juga kalau udah di pemberkasan, maunya dari awal verif itu udah cek dulu, jadi verif diawal aja. Kasian pemberkasan


(6)

kan yang buat NCC kan, kita juga gak tau itu kan udah ada dari NCCnya begitu.

Kalau masalah di RS sendiri paling banyak kepesertaan kayanya deh. Itu kaya gitu tuh, dia bawa kartu tapi belum aktif kartunya, itu kan orang rumah sakit gak tau dia udah bayar apa belum, karena yang tau itu kan orang kepesertaan kantor pusat, jadi kadang-kadang ada pasien yang ngomel saya udah bayar kenapa belum aktif, seperti itu. Trus kalau dari klaim banyak masalah karena dari awal-awal januari sangat banyak masalah jadi numpuk di bulan-bulan ini, kaya klaim belum ditagihkan kepada BPJS, klaim yang januari belum cair, uang rumah sakit kepake juga untuk BPJS, ya

seperti itu. 8. Harapan

Apa harapan bapak/ibu dari program JKN ini kedepannya?

Tarifnya lebih besar. Lebih realistis. Terus ya..

verifnya lebih gampanglah. Soalnya kita coding dan entry sesuai yang tertulis ya, pasti dokter nulis udah ada pertimbangan, pun hasil penunjangnya seperti ini seperti ini memang pertimbangan dia ya. Kalau kita kan gak bisa merubah, kita kan Cuma sekedar ngumpulin aja

sama entry.

Kalau saya dari pihak BPJS, dari RS pengennya ya pemberkasannya aja yang sesuai dengan persyaratan untuk klaimnya, jadi ketika kita verif itu datanya sudah lengkap semuanya, kita tinggal menyortir klaim, apakah ini layak atau enggak, apakah salah diagnose atau enggak, dan sebagainya, itu aja sih dari BPJS saya ya sebagai

verifikator.

Programnya lebih baik lagi aja, jangan ada

verifikasi berkali-kali, kasian yang bagian pemberkasan harus ke dokter lagi, cari coding lagi, kan sistemnya juga bisa mendukung gitu, sosialisasi program juga kurang ke RS, jadi kita tau apa-apa dari verif BPJS, kan belum tau infonya