Gambaran Sistem Informasi Gizi Di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013

(1)

GAMBARAN SISTEM INFORMASI GIZI DI SUKU DINAS

KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

TAHUN 2013

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

SKRIPSI

OLEH :

Anindyajati Tyas Nareshwarie NIM: 108101000037

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H / 2013 M


(2)

(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI

Skripsi, Mei 2013

Anindyajati Tyas Nareshwarie, NIM: 108101000037

Gambaran Sistem Informasi Gizi Di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013

xix + 130 halaman, 24 tabel, 4 bagan, 1 grafik, 3 gambar, 8 lampiran. ABSTRAK

Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan angka rata-rata nasional gizi kurang dan buruk sebesar 18,4% pada tahun 2007, (Kemenkes, 2007) dan sebesar 17,9% pada tahun 2010 (Kemenkes,2010). Pemerintah diharuskan membuat program khusus untuk menanggulangi kasus kurang gizi. Dalam menanggulangi permasalahan gizi masyarakat yang ada, Pemerintah memerlukan informasi yang tepat yaitu melalui sistem informasi gizi. Namun, saat ini persentase pelaporan informasi gizi melalui sistem informasi gizi masih dibawah target. Persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebesar 13,08% yang seharusnya dapat mencapai 100%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan instrument Health Metrics Network (WHO, 2008) yaitu dengan melakukan skoring terhadap komponen sistem informasi gizi di Suku Dinas kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa beberapa komponen sistem informasi gizi masih belum memadai terutama dalam hal sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi serta diseminasi dan penggunaan informasi. Komponen yang sudah memadai hanya indikator. Masalah yang dihadapi antara lain tidak tersedianya kebijakan berisi kerangka kerja untuk sistem informasi gizi, penyebaran sarana berupa ICT yang belum merata atau koneksi internet di Puskesmas, kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan di posyandu, masih adanya keterlambatan dalam pelaporan, dan indikator yang belum konsisten dan format pelaporan yang berubah-ubah sehingga belum user-friendly bagi tenaga pelaksana. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan, kepastian indikator yang harus dilaporkan melalui sistem informasi gizi serta perlu ditambahkan kegiatan sosialisasi mengenai pentingnya kegiatan posyandu agar pelaksanaan sistem informasi gizi menjadi lebih baik. Selain itu, informasi yang dibutuhkan dapat dijadikan acuan untuk melakukan intervensi peningkatan kualitas gizi masyarakat baik di tingkat daerah maupun nasional.

Kata kunci: Informasi Gizi, Pelaporan. Daftar bacaan : 17 (1991-2012)


(4)

iii Skripsi, May 2013

Anindyajati Tyas Nareshwarie, NIM: 108101000037

Description of Nutrition Information System in Health Sub-department South Jakarta Administration 2013

xix+ 130 page, 24 table, 4 draw, 1 graph, 3 picture, 8 attachment. ABSTRACT

Riskesdas data showed the average number of national malnutrition about 18,4% in 2007 (Kemenkes, 2007) and 17,9% in 2010 (Kemenkes,2010). The Government was required to make special program to handle some cases malnutrition. In overcoming the nutritional problem, the Government requires the right information through a system that nutritional information. However, for this moment the percentage of nutritional information report by the nutritional information system is still missing the target. Health Sub-department South Jakarta Administration’s percentage report is about 13,08% where it should reach 100%.

This study aims to describe the implementation and the problems experienced in the implementation of nutrition information system in Health Sub-department South Jakarta Administration in 2013. The research method used is a qualitative method based on approximation theory Health Metrics Network (HMN) is to do the scoring of the components of nutrition information system in Health Sub-department South Jakarta Administration.

From the research, there are several not adequate components of the nutrition information system especially in terms of resources, data sources, data management, information product and information dissemination and use of information. Components that are already adequate only indicator. Problems encountered include the unavailability of the policy containing the framework for nutrition information system, deployment of ICT facilities or internet connection in Puskesmas such as uneven, lack of community participation to follow the Posyandu activities, there is still a delay in reporting, and inconsistencies of indicators and the reporting format is fickle cause yet user-friendly for implementer. Therefore, policies are needed, the consistency of indicators that should be reported through the nutrition information system and need addition for socialization activities about the importance of Posyandu’s activities for better implementation of nutrition information system. Furthermore, the information needed can be used as reference to intervene in improving the quality of public nutrition both at the regional and national levels.

Keyword: Nutrition Information, Reporting Reference: 17 (1991-2012)


(5)

(6)

(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama lengkap : Anindyajati Tyas Nareshwarie Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Mei 1990

Alamat : Taman Asri Jalan Gaga 1A Blok E12 No. 7B

Larangan - Tangerang

Telepon : 0813-18722945

021-7316280

Email : nareshwarie@gmail.com

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Status pernikahan : Belum menikah Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat pendidikan

1996 – 2002 : SD Negeri Larangan 01, Ciledug. 2002 – 2005 : SMP Islam Al-Azhar 03, Bintaro.

2005 – 2008 : SMA Islam Al-Azhar 03 Pusat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

2008 – sekarang : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

vii

- Paduan suara SMP Islam Al-Azhar 03 Bintaro. - Tari saman SMA Islam Al-Azhar 03 Pusat Jakarta.

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Saya yang bersangkutan,


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Berkat dan Rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis, berupa nikmat kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan segala urusan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut mereka dalam kebajikan hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kesehatan masyarakat. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Amarno. Y. Wiyono dan Ibu Primastuti Laksitarini, Orang tua penulis atas kasih sayang yang tidak terhingga yang telah mendidik dan membesarkan penulis hingga saat ini, mengajarkan begitu banyak hal kepada penulis tentang arti syukur, cinta dan pengorbanan.

2. Prof.Dr.dr.H.M.K.Tadjudin,Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Febrianti, M.si. Selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

ix

ilmu pengetahuan dalam penyusunan laporan skripsi ini.

5. Staff gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Puskesmas Jagakarsa, dan Puskesmas Tebet serta kader dari Puskesmas Jagakarsa dan Tebet sebagai informan dalam penelitian ini.

6. Eyang, kakak, dan keluarga, untuk semangat dan motivasinya supaya aku dapat menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi keluarga.

7. Sahabat dan orang-orang terdekat penulis, yang selalu menyemangati dan mendoakan untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Kesehatan Masyarakat ‘08 (Stoopelth) yang senantiasa menyemangati penulis selama penyusunan skripsi.

9. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, Juni 2013


(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan ... 6

1.4.1 Tujuan Umum ... 6

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan ... 7

1.5.2 Bagi Suku Dinas Kesehatan ... 7

1.5.3 Bagi Peneliti Lain ... 8

1.5.4 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 8

1.6 Ruang Lingkup ... 8


(12)

xi

2.1.2Tujuan Sistem Informasi Gizi ... 12

2.1.3Komponen Sistem Informasi Gizi ... 13

2.2 Surveilans Gizi ... 18

2.2.1Pengertian Surveilans Gizi ... 18

2.2.2Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi ... 18

2.2.3Manfaat Surveilans Gizi ... 18

2.2.4Tujuan Surveilans Gizi ... 18

2.2.5Ruang Lingkup Surveilans Gizi ... 20

2.2.6Kegiatan Surveilans Gizi ... 20

2.2.7Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat ... 26

2.2.8Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi ... 29

2.3 Sistem Informasi Kesehatan... 29

2.3.1Tujuan Sistem Informasi Kesehatan ... 30

2.3.2Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan ... 31

2.3.3Identifikasi Kebutuhan Informasi ... 32

2.4 Health Metrics Network/ HMN... 33

2.5 Kerangka Teori ... 52

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ... 54

3.1 Kerangka Pikir ... 54

3.2 Definisi Istilah ... 56

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 59

4.1 Metode Penelitian ... 59

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59

4.3 Informan Penelitian ... 59

4.4 Instrumen Penelitian ... 60

4.5 Sumber Data ... 61


(13)

xii

4.7 Validasi Data ... 62

4.8 Pengolahan Data ... 64

4.9 Penyajian Data ... 65

4.10 Analisis Data ... 65

BAB V HASIL ... 66

5.1 Gambaran Umum Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan... 66

5.1.1Visi dan Misi ... 66

5.1.2Keadaan Umum Wilayah ... 67

5.1.3Kependudukan ... 69

5.1.4Struktur Organisasi ... 69

5.1.5Gambaran Umum Seksi Kesehatan Masyarakat Sudinkes Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 71

5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian ... 72

5.3 Ruang lingkup Sistem informasi Gizi ... 73

5.4 Hasil penelitian ... 76

5.4.1Gambaran Sumber Daya Sistem Informasi Gizi ... 76

5.4.2Gambaran Indikator Sistem Informasi Gizi ... 84

5.4.3Gambaran Sumber Data Sistem Informasi Gizi ... 86

5.4.4Gambaran Manajemen Data Sistem Informasi Gizi ... 90

5.4.5Gambaran Produk Sistem Informasi Gizi ... 94

5.4.6Gambaran Diseminasi dan Penggunaan Informasi ... 99

5.4.7Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 103

BAB VI PEMBAHASAN ... 106

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 106

6.2 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi ... 106

6.3 Sumber Daya Sistem Informasi Gizi ... 107

6.4 Indikator Sistem Informasi Gizi ... 110

6.5 Sumber Data Sistem Informasi Gizi ... 112


(14)

xiii

6.9 Sistem Informasi Gizi Berdasarkan Skoring HMN ... 119

6.10 Masalah dan Alternatif Solusi Sistem Informasi Gizi ... 122

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 125

7.1 Simpulan ... 125

7.2 Saran ... 127

7.2.1Bagi Kementerian Kesehatan ... 127

7.2.2Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ... 127

7.2.3Bagi Peneliti Selanjutnya ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 129 LAMPIRAN


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

2.1 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi

35

2.2 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana

36

2.3 Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana

37

2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional 40 2.5 Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional 42 2.6 Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan

Nasional

43

2.7 Penilaian Produk Sistem Informasi Kesehatan Nasional : Kualitas Data

46

2.8 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan dan Analisis

49

2.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi

50

2.10 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas, Alokasi Sumber Daya

51

4.1 Triangulasi Sumber 63

4.2 Triangulasi Metode 64

5.1 Penilaian Sumber Daya : Kebijakan dan Koordinasi 76 5.2 Penilaian Sumber Daya : Dana dan Tenaga Pelaksana 79

5.3 Penilaian Sumber Daya: Sarana 82


(16)

xv

5.7 Penilaian Produk Informasi : Kualitas Data 95

5.8 Diseminasi dan Penggunaan Informasi: Kebutuhan and Analisis

99

5.9 Penilaian Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Advokasi, implementasi dan Aksi

101

5.10 Diseminasi dan Penggunaan Infomasi: Perencanaan, Pengaturan Prioritas,Alokasi Sumber Daya

102

5.11 Penilaian komponen sistem informasi gizi 104


(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

Nomor Halaman

2.1 Kerangka Teori 53

3.1 Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi 55

5.1 Struktur Organisasi Sudinkes Kota Jakarta Selatan 70


(18)

xvii

Nomor Halaman


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 5.1

Kegiatan Surveilans Gizi

Contoh Pencapaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Bulanan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2012

21 71

5.2 Grafik data SKDN wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2011


(20)

xix Nomor

1 Surat Ijin Penelitian

2 Lembar Persetujuan Responden

3 Pedoman Wawancara untuk Staf Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 4 Pedoman Wawancara untuk TPG

5 Pedoman Wawancara untuk Kader 6 Pedoman Observasi

7 Pedoman Telaah Dokumen


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, dan sosial serta harapan berumur panjang.

Salah satu indikator pencapaian pembangunan kesehatan adalah status gizi anak usia bawah lima tahun (balita). Kurang gizi pada anak dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan menghambat perkembangan kognitif, meningkatkan resiko kematian, dan mempengaruhi status kesehatan pada usia remaja dan dewasa. Gizi yang cukup dan baik merupakan dasar dari pembangunan kesehatan dan kelangsungan hidup generasi sekarang dan yang akan datang (Kemenkes, 2011).

Gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan, yang dapat memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut.


(22)

Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya (Yayuk Farida,dkk, 2004).

Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, angka rata-rata nasional kurang gizi sebesar 18,4% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13% (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2010, angka rata-rata nasional kurang gizi sebesar 17,9% yang terdiri dari gizi buruk sebesar 4,9% dan gizi kurang sebesar 13% (Depkes RI,2010). Dilihat dari data tersebut, terjadi penurunan pada gizi buruk walaupun penurunan tersebut tidak besar. Berdasarkan RPJMN tahun 2010-2014 target angka rata-rata nasional kurang gizi yaitu setinggi-tingginya 15%, data riskesdas menunjukkan bahwa angka kejadian kurang gizi masih belum mancapai target.

Masih adanya kasus kurang gizi di setiap tahunnya mengharuskan pemerintah untuk membuat program untuk menanggulanginya. Dalam menanggulangi permasalahan gizi masyarakat yang ada, diperlukan informasi yang tepat. Salah satu upaya untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai permasalahan gizi yang ada ialah melalui sistem pelaporan berbasis website atau sistem informasi gizi (Kemenkes, 2011).

Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Depkes, 2012). Sistem informasi gizi merupakan subsistem dari surveilans gizi sebagai fasilitas dalam kegiatan pelaporan hasil surveilans gizi. Dalam sistem informasi gizi terdapat


(23)

3

beberapa data cakupan indikator, antara lain data penimbangan balita di posyandu (D/S), data kasus gizi buruk, dan data cakupan tablet Fe pada ibu hamil. Informasi yang didapatkan dari sistem informasi gizi berguna sebagai pemantauan kinerja gizi.

Pada tingkat nasional yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem informasi gizi yaitu Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang bertugas dalam rekapitulasi data laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yang berasal dari daerah. Untuk saat ini kontribusi pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi masih belum optimal, sebagian besar daerah belum memanfaatkan website sistem informasi gizi secara maksimal sebagai fasilitas dalam pelaporan pembinaan gizi masyarakat untuk dilaporkan ke tingkat nasional.

Pada tingkat daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas ini adalah Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Secara teknis pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah yaitu dilaksanakan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Pemerintah daerah sebagaimana tugas dan fungsinya tersebut memiliki peran yang penting dalam sistem informasi gizi tingkat daerah. Pada tingkat provinsi pelaporan mengenai pemantauan status gizi dilaporkan ke tingkat pusat, sedangkan pada tingkat kabupaten/kota pelaporan mengenai pemantauan status gizi dapat dilaporkan melalui dinas kesehatan provinsi atau dapat langsung dilaporkan ke tingkat pusat.


(24)

Alur pelaporan kegiatan pembinaan gizi masyarakat dimulai dari tingkat posyandu yang melakukan kegiatan pelayanan kesehatan bagi balita, kemudian dilaporkan ke tingkat puskesmas untuk selanjutnya dilaporkan ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota. Dari alur pelaporan tersebut dapat diketahui bahwa sumber data untuk pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi berasal dari posyandu dan puskesmas. Berdasarkan data dari Ditjen Bina Gizi dan KIA pada tahun 2010, jumlah posyandu yang tersebar di wilayah Indonesia terdapat 266.827 posyandu dan jumlah puskesmas sebanyak 9.005 puskesmas. Sedangkan jumlah balita yang ada di Indonesia sebanyak 21.805.008 balita (Pusdatin Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaporan ini melibatkan banyak pihak mulai dari tingkat posyandu dan puskesmas, sehingga kontribusi dari tingkat posyandu maupun puskesmas sebagai sumber data sangat penting dalam kegiatan pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi.

Berdasarkan data riskesdas tahun 2007, di Provinsi DKI Jakarta prevalensi gizi buruk sebesar 2,9% dan prevalensi gizi kurang sebesar 10%. Dibandingkan dengan data di Tahun 2010, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang mengalami penurunan yaitu prevalensi gizi buruk sebesar 2,6% dan prevalensi gizi kurang sebesar 8,7%. Untuk daerah Kota Jakarta Selatan, berdasarkan data riskesdas tahun 2007,prevalensi gizi buruk dan gizi kurang sebesar 8,3%. Berdasarkan data dalam website sistem informasi gizi, persentase pelaporan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebesar 13,08%. Persentase tersebut masih jauh dari target nasional yang seharusnya 100% dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi (Depkes,


(25)

5

2012) sehingga informasi mengenai pembinaan gizi masyarakat yang telah dilaksanakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan masih kurang. Hal tersebut dapat menghambat pemantauan status gizi secara nasional dan dapat mempengaruhi pemerintah dalam perancangan program untuk menanggulangi masalah gizi.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Hal ini karena pentingnya pelaporan dari tingkat daerah untuk mendapatkan informasi mengenai permasalahan gizi yang ada untuk dilaporkan ke tingkat pusat sehingga peneliti akan melakukan penelitian tentang

Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan data pada bulan Januari–Juni tahun 2012, persentase pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi yang dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan masih jauh dari target yaitu sebesar 13,08% sedangkan target yang ditetapkan sebesar 100%. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.


(26)

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013?

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran pelaksanaan dan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya ruang lingkup sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran sumber daya sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

3. Diketahuinya gambaran indikator sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

4. Diketahuinya gambaran sumber data sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

5. Diketahuinya gambaran manajemen data sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.


(27)

7

6. Diketahuinya gambaran produk informasi sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013. 7. Diketahuinya gambaran diseminasi dan penggunaan informasi sistem

informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

8. Diketahuinya gambaran sistem informasi gizi dengan skoring berdasarkan HMN (Health Metrics Network) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

9. Diketahuinya masalah dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

10.Diketahuinya alternatif solusi dalam sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2013.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Kementerian Kesehatan

Mendapatkan informasi mengenai kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi di tingkat kabupaten/kota.

1.5.2 Bagi Suku Dinas Kesehatan

1. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi.

2. Mendapatkan masukan dan solusi untuk menangani kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem informasi gizi.


(28)

1.5.3 Bagi Peneliti Lain

Sebagai media pembelajaran dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai sistem informasi gizi.

1.5.4 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Dapat memberikan masukan dan menjadi referensi bagi mahasiswa mengenai sistem informasi gizi.

1.6Ruang Lingkup

Penelitian ini berjudul Gambaran Sistem Informasi Gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2013. Bertujuan mengetahui pelaksanaan sistem informasi gizi di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran ruang lingkup, indikator, sumber daya, sumber data, manajemen data, produk informasi, diseminasi serta penggunaan informasi dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi yang terdapat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan instrument Health Metrics Network (WHO,2008). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan pada bulan Januari – Februari 2013.


(29)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sistem Informasi Gizi

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Gizi

Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan secara online melalui website sigizi dimana merupakan bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan (Kemenkes, 2012). Terdapat beberapa laporan yang ada di sistem informasi gizi yaitu berupa laporan bulanan dan semesteran. Laporan ini berisi 6 indikator cakupan program pembinaan gizi masyarakat dari 8 indikator cakupan program yang telah ditetapkan, yaitu diantaranya :

1. Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat

Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat badan sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi anak. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan jantung, TB dan HIV/AIDS sehingga bila tidak dirawat sesuai standar memiliki risiko kematian sangat tinggi.

Perawatan gizi buruk dilaksanakan melalui prosedur rawat inap dan rawat jalan. Bagi anak-anak gizi buruk yang disertai komplikasi penyakit dapat


(30)

dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader.

2. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S)

Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 fungsi utama, yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak (misalnya imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dll) untuk meningkatkan kesehatan anak.

3. Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan lain kecuali obat, vitamin dan mineral. Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kematian bayi sebesar 13% dan dapat menurunkan balita pendek.

4. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium 5. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A

Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada balita setiap 6 bulan terbukti menurunkan kejadian kurang Vitamin A pada anak, menurunkan


(31)

11

morbiditas dan mortalitas. Distribusi kapsul Vitamin A dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dan Agustus.

6. Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet

Tablet Fe (Tablet Tambah Darah) merupakan suplementasi gizi mikro khususnya zat besi dan folat yang diberikan kepada ibu hamil sebanyak 90 tablet untuk mencegah kejadian anemia gizi besi selama kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet Fe di Indonesia dapat menurunkan kematian neonatal sekitar 20%. Pemberian tablet Fe merupakan salah satu komponen standar pelayanan neonatal.

Sedangkan dua cakupan lainnya yaitu :

1. Cakupan kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi

Tujuan penyelenggaraan surveilans gizi adalah membantu pengelolaan program pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kota melalui penyediaan informasi yang cepat dan akurat. Kegiatan surveilans meliputi pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan khususnya indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh, dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten dan kota, provinsi dan pusat.


(32)

Pelaporan secara online melalui website sigizi adalah bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan.

2. Cakupan penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana

Dalam rangka mengantisipasi kejadian luar biasa yang berdampak pada status gizi dan kesehatan masyarakat, Direktorat Bina Gizi setiap tahun menyediakan MP-ASI buffer stock dalam bentuk biskuit.

MP_ASI buffer stock khususnya diberikan pada balita umur 6-24 bulan yang terkena bencana (situasi darurat) dan situasi khusus (daerah-daerah rawan gizi) dalam rangka mencegah terjadinya gizi kurang/buruk.

Untuk laporan bulanan, berisi 3 indikator cakupan program yaitu terdiri dari cakupan perawatan balita gizi buruk, cakupan pemantauan pertumbuhan (D/S) dan cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

2.1.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi

Terdapat beberapa tujuan dari sistem informasi gizi (Kemenkes, 2011), yaitu: 1. Menjalin kesinambungan informasi dan pelaporan tentang pelaksanaan

kinerja pembinaan gizi masyarakat antara daerah dan pusat.

2. Menyediakan informasi dan pelaporan hasil pelaksanaan kinerja pembinaan gizi masyarakat bagi para pengambil keputusan secara cepat dan mudah sebagai bahan evaluasi dan perencanaan lebih lanjut.


(33)

13

3. Menyediakan data dan informasi kinerja pembinaan gizi secara berkala, bulanan maupun tahunan yang dapat dijadikan acuan untuk pemantauan dan evaluasi berkala serta tindak lanjutnya.

4. Meningkatkan kinerja pelaksana dan penanggungjawab pengelola program gizi di daerah melalui perbandingan gambaran informasi antar wilayah propinsi maupun kabupaten/kota.

2.1.3 Komponen Sistem Informasi Gizi (Kemenkes, 2012) 1. Input

a. Data

Data yang dikumpulkan yaitu berupa laporan pembinaan gizi masyarakat Dinas Kabupaten/Kota yang berasal dari puskesmas dimana data tersebut pelaporannya bersifat rutin dalam periode bulanan maupun semesteran yang terdiri dari data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. Data yang dikumpulkan sesuai dengan formulir pengisian yang terdiri dari formulir 1 (F1) dan formulir 6 (F6) yang berasal dari puskesmas kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Tenaga Pelaksana

Tenaga pelaksana sistem informasi gizi yang ada di tingkat daerah kabupaten/kota yaitu dilakukan oleh petugas pelaporan program


(34)

perbaikan gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang telah terlatih dalam melakukan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi.

c. Dana

Anggaran dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi tedapat dalam anggaran kegiatan suveilans yang berasal dari tingkat pusat berupa dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Dekon. Sedangkan untuk dana yang berasal dari daerah sendiri yaitu berupa APBD dalam pemenuhan sarana penunjang dalam pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi.

d. Sarana

Sarana yang terkait dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yaitu diantaranya berupa juknis panduan operasional sistem pelaporan gizi, juknis surveilans gizi dan formulir pelaporan. Selain itu adanya perangkat pendukung sistem informasi gizi diantaranya komputer dan perangkat komunikasi lainnya seperti jaringan internet.

2. Proses

a. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data yang dilakukan di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota yaitu dengan mengumpulkan data yang berasal dari


(35)

15

seluruh puskesmas yang berada di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota tersebut. Data yang berasal dari puskesmas yaitu berupa laporan dalam bentuk formulir isian data bulanan (F1) sistem informasi gizi berbasis jaringan. Pengumpulan F1 dari puskesmas dilakukan tiap bulan, setiap tanggal 5-10 laporan sudah diberikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan.

b. Pengolahan dan Analisis Data

Data indikator pembinaan gizi berasal dari puskesmas, dimana data tersebut berisi kinerja pembinaan gizi berdasarkan formulir 1 dan formulir 6 kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dari Dinas Kabupaten/Kota melaporkan melalui sistem informasi gizi sebagai kegiatan pelaporan kepada tingkat pusat. Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data yang ada kemudian dilakukan pengolahan dan penyajian untuk memudahkan dalam proses analisis dan interpretasi data. Data yang telah diolah disajikan ke dalam bentuk tabel yang tampil pada halaman website sistem informasi gizi.

Dalam hal ini kegiatan analisis data dilakukan dengan membandingkan antara target cakupan program dengan standar yang telah ditetapkan, misalnya cakupan program suplementasi vitamin A yang ditargetkan mencapai seratus persen.


(36)

3. Output

a. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat

Laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yaitu data cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat bulanan yang disajikan dalam bentuk tabel. Indikator pembinaan gizi berupa: cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A, dan data cakupan ASI eksklusif.

Penilaian output dari sistem informasi gizi dapat dilihat berdasarkan dari kelengkapan, ketepatan waktu, aksessibilitas dan keakuratan data.

a) Kelengkapan data yaitu data yang ada tersedia sesuai dengan kebutuhan dan standar yang ada pada petunjuk teknis surveilans gizi. Data yang diperlukan untuk pemantauan status gizi dan kinerja pembinaan gizi masyarakat adalah data data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium.

b) Ketepatan waktu yaitu data yang ada tersedia tepat pada waktunya. Untuk data sistem informasi gizi ini terbagi menjadi dua, yaitu data bulanan berupa dan data semesteran yang


(37)

17

berguna untuk mengetahui kinerja pembinaan gizi masyarakat yang telah dilaksanakan. Data bulanan terdiri dari data data cakupan penimbangan posyandu, kasus balita gizi buruk, dan cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dimana untuk tingkat puskesmas pelaporannya ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota dilakukan setiap tanggal 10, untuk tingkat dinas kesehatan ke pusat dilaporkan pada pertengahan bulan. Sedangkan untuk data semesteran terdiri dari cakupan ASI eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium.

c) Aksessibilitas yaitu kemampuan untuk mengakses website sistem informasi gizi dalam memperoleh informasi mengenai cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat. Informasi yang diperoleh melalui website sistem informasi gizi seharusnya dapat diperoleh lebih mudah dan cepat serta dapat dilihat oleh seluruh masyarakat.

d) Keakuratan data yaitu data yang dihasilkan merupakan hasil dari pengukuran yang sesuai dengan definisi operasional yang telah ditetapkan yaitu terdapat dalam ptunjuk teknis surveilan gizi.


(38)

2.2Surveilans gizi (Kemenkes, 2012) 2.2.1 Pengertian Surveilans Gizi

Surveilans gizi yaitu suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kemenkes, 2012).

2.2.2 Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi

1 Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu 2 Ada proses analisis atau kajian data

3 Tersedianya informasi yang sistematis dan terus-menerus

4 Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan 5 Ada tindak lanjut sebagai respon perkembangan informasi

2.2.3 Manfaat Surveilans Gizi

Kegiatan surveilans gizi bermanfaat untuk memberikan informasi pencapaian kinerja dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan, baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Selain itu kegiatan surveilans gizi juga bermanfaat untuk mengevaluasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat.

2.2.4 Tujuan Surveilans Gizi


(39)

19

Terselenggaranya kegiatan surveilans gizi untuk memberikan gambaran perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratu dan berkelanjutan dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan.

2) Tujuan Khusus Surveilans Gizi

a. Tersedianya informasi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan mengenai perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi:

1) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan; 2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya; 3) Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif; 4) Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium; 5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A; 6) Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet Fe;

7) Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi;

8) Persentase penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana. b. Tersedianya informasi indikator gizi lainnya secara berkala jika

diperlukan, seperti:

1) Prevalensi balita gizi kurang berdasarkan antropometri; 2) Prevalensi status gizi anak usia sekolah, remaja dan dewasa;

3) Prevalensi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur ( WUS) dan ibu hamil;


(40)

4) Prevalensi anemia gizi besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah gizi mikro lainnya; 5) Tingkat konsumsi zat gizi makro (energi dan protein) dan mikro

(defisiensi zat besi, defisiensi iodium);

6) Data pendistribusian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT);

7) Data terkait lainnya yang diperlukan.

2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Gizi

Ruang lingkup surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan data dari laporan rutin atau survei khusus, pengolahan dan diseminasi hasilnya yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan cepat, perumusan kebijakan, perencanaan kegiatan dan evaluasi hasil kegiatan. Dalam petunjuk pelaksanaan ini ruang lingkup kegiatan surveilans gizi mencakup pencapaian indikator kinerja kegiatan pembinaan gizi masyarakat dan data terkait lainnya di seluruh kabupaten/kota dan provinsi.

2.2.6 Kegiatan Surveilans Gizi

Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Informasi dari surveilans gizi dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk perencanaan program


(41)

21

jangka pendek, menengah maupun jangka panjang serta untuk perumusan kebijakan, seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 2.1. Kegiatan Surveilans Gizi

Sumber: Jahari, Abas Basuni. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), 2006 dalam Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi (Kemenkes, 2012)

Penjelasan kegiatan surveilans yang tercantum dalam gambar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari berbagai kegiatan surveilans gizi sebagi sumber informasi, yaitu:

a. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian ASI Eksklusif.


(42)

b. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan, seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) risiko Kurang Energi Kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi lainnya.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka petugas Dinkes Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau kunjungan langsung ke puskesmas.

2. Pengolahan Data dan Penyajian Informasi

Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta, atau bentuk penyajian informasi lainnya

3. Diseminasi Informasi

Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans gizi kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi informasi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik, sosialisasi atau advokasi. Umpan balik merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada pemangku kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program maupun lintas sektor. Sosialisasi merupakan penyajian hasil surveilans


(43)

23

gizi dalam forum koordinasi atau forum-forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan harapan memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan.

4. Pemanfaatan Hasil Surveilans Gizi

Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh. Tindak lanjut atau respon dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Contoh tindak lanjut atau respon yang perlu dilakukan terhadap pencapaian indikator adalah sebagai berikut:

1. Jika hasil analisis menunjukkan peningkatan kasus gizi buruk, respon yang perlu dilakukan adalah:

a. Melakukan konfirmasi laporan kasus gizi buruk

b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit untuk pelaksanaan tatalaksana gizi buruk.

c. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan surveilans gizi.

d. Memberikan PMT pemulihan untuk balita gizi buruk rawat jalan dan paska rawat inap.

e. Melakukan pemantauan kasus yang lebih intensif pada daerah dengan risiko tinggi terjadinya kasus gizi buruk.


(44)

f. Melakukan penyelidikan kasus bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.

2. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan rendah, respon yang dilakukan adalah:

a. Meningkatkan promosi dan advokasi tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP ASI).

b. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan konseling ASI.

c. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan motivator ASI yang telah dilatih.

3. Jika hasil analisis menunjukan masih banyak ditemukan rumah tangga yang belum mengonsumsi garam beriodium, respon yang dilakukan adalah:

a. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/Kota untuk melakukan operasi pasar garam beriodium.

b. Melakukan promosi/kampanye peningkatan penggunaan garam beriodium.

4. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan distribusi vitamin A rendah maka respon yang harus dilakukan adalah:

a. Bila ketersediaan kapsul vitamin A di puskesmas tidak mencukupi maka perlu mengirim kapsul vitamin A ke puskesmas.


(45)

25

b. Bila kapsul vitamin A masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan sweeping.

c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 5. Jika hasil analisis menunjukan cakupan distribusi TTD (Fe3) rendah, respon yang dilakukan adalah meminta Puskesmas agar lebih aktif mendistribusikan TTD pada ibu hamil, dengan beberapa alternatif: a. Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan di desa tidak

mencukupi maka perlu mengirim TTD ke puskesmas.

b. Bila TTD masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya kegiatan Ante Natal Care (ANC).

c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 6. Jika hasil analisis menunjukan D/S rendah dan atau cenderung menurun, respon yang perlu dilakukan adalah pembinaan kepada puskesmas untuk:

a. Melakukan koordinasi dengan Camat dan PKK tingkat kecamatan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu.

b. Memanfaatkan kegiatan pada forum-forum yang ada di desa, yang bertujuan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu. c. Melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di posyandu. 5. Pelaporan dan Umpan Balik serta Koordinasi


(46)

2.2.7 Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat (Kemenkes, 2012)

Untuk memperoleh informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksananan surveilans gizi akan memberikan indikasi perubahan pencapaian indikator kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Berikut ini merupakan definisi operasional indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat:

A. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat.

Rumus :

B. Balita Yang Ditimbang Berat Badannya

Persentase balita yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita) adalah jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%.


(47)

27

C. Bayi 0-6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif

Persentase bayi umur 0–6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah jumlah bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral, berdasarkan recall 24 jam dibagi jumlah seluruh bayi umur 0 – 6 bulan yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/KMS di wilayah tertentu dikali 100%.

Rumus:

D. Rumah Tangga Mengonsumsi Garam Beriodium

Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah jumlah desa/kelurahan dengan garam baik dibagi jumlah seluruh desa/kelurahan yang diperiksa di satu wilayah tertentu dikali 100%. Rumus:


(48)

E. Balita 6-59 Bulan Mendapat Kapsul Vitamin A

Persentase balita mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah bayi 6-11 bulan ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul vitamin A pada periode 6 (enam) bulan dibagi jumlah seluruh balita 6-59 bulan yang ada di satu wilayah kabupaten/kota dalam periode 6 (enam) bulan yang didistribusikan setiap Februari dan Agustus dikali 100% Rumus:

F. Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau Tablet Fe Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah jumlah ibu hamil yang mendapat 90 TTD atau tablet Fe dibagi jumlah seluruh ibu hamil yang ada di satu wilayah tertentu dikali 100%.


(49)

29

Perhitungan dengan rumus di atas dilakukan untuk menghitung cakupan dalam satu tahun

2.2.8 Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dijelaskan bahwa surveilans merupakan subsistem dari Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Surveilans mempunyai fungsi strategis sebagai intelijen penyakit dan masalah-masalah kesehatan yang mampu berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi untuk mewujudkan Indonesia Sehat dalam rangka ketahanan nasional.

Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (WHO, 2004). Komponen kunci dalam sistem informasi kesehatan adalah surveilans dimana surveilans memiliki fokus utama untuk menemukan masalah dan menyediakan tindakan yang berbasis waktu. Adanya kebutuhan dalam informasi dan tindakan yang tepat waktu memaksakan adanya persyaratan tambahan pada sistem informasi kesehatan (WHO, 2008).

2.3Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi


(50)

operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan (Sutabri, 2005).

Sistem informasi kesehatan adalah suatu tatanan yang proses pengalihbentukan data menjadi informasi menghasilkan informasi kesehatan bagi keperluan pengambilan keputusan sehingga dapat dilakukan berbagai bentuk tindakan pembangunan kesehatan. Informasi yang dihasilkan bagi pembangunan kesehatan meliputi juga untuk keperluan pelayanan kesehatan (Siregar, 1992).

Menurut WHO (2000) sistem informasi kesehatan mengintegrasikan pengumpulan data, pengolahan, pelaporan, dan penggunaan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan manajemen layanan kesehatan yang efektif dan efisien di semua tingkat pelayanan kesehatan.

2.3.1 Tujuan Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi kesehatan bertujuan memberikan informasi yang akurat, tepat waktu dan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan untuk (Depkes, 2007) :

1. pengambilan keputusan diseluruh tingkat administrasi dalam rangka perencanaan, penggerakkan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian

2. mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui isyarat dini dan upaya penanggulangannya


(51)

31

3. meningkatkan peran masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri

4. meningkatkan penggunaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan

2.3.2 Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan Upaya pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) harus dimulai dengan kegiatan penilaian secara menyeluruh kondisi sistem kesehatan yang ada serta kebutuhan terhadap pengembangan ke depan. Assessment tersebut akan determinan teknis SIK yang meliputi (Depkes, 2007) :

1. input data : yang mencakup keakuratan dan kelengkapan pencatatan dan pengumpulan data

2. analisis, pengiriman dan pelaporan data : meliputi efisiensi, kelengkapan dan mutunya di semua tingkatan

3. penggunaan informasi : meliputi pengambilan keputusan dan tindakan yang diambil berkaitan dengan kebijakan di tingkat unit pelayanan perorangan/masyarakat, program maupun pengambil kebijakan tingkat tinggi

4. sumber daya sistem informasi : meliputi ketersediaan, kecukupan dan penggunaan sumber daya esensial, anggaran, staff yang terdidik dan terampil, fasilitas untuk penyimpanan data, peralatan untuk komunikasi data, penyimpanan, analisis, dan penyiapan dokumen (fax,komputer,printer, dll)


(52)

2.3.3 Identifikasi Kebutuhan Informasi

Terdapat tahapan dalam mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan yaitu sebagai berikut (WHO,2000) :

1. Melakukan analisis fungsional pada setiap tingkat manajemen sistem pelayanan kesehatan yaitu mendefinisikan kebutuhan informasi dimulai dengan analisis fungsi dari tingkat manajemen yang berbeda dari sistem kesehatan. Analisis fungsional ini harus fokus pada prioritas masalah kesehatan, strategi dan tujuan nasional, pelayanan dasar dan manajemen, sumber daya kesehatan untuk melaksanakan pelayanan, dan proses manajemen yang dibutuhkan untuk merencanakan, memantau, dan mengendalikan layanan dan sumber daya baik yang meliputi perawatan individu maupun pusat kesehatan masyarakat. 2. Identifikasi informasi yang dibutuhkan dan pilih indikator yang layak.

Setelah prioritas pelayanan dan sumber daya diketahui dapat memungkinkan untuk mengidentifikasi informasi yang relevan untuk memonitor fungsi dari sistem. Informasi yang dibutuhkan menjadi dasar dalam penentuan indikator. Dalam pemilihan indikator dilakukan dengan melihat validitas, spesifisitas dan sensitivitasnya; sumber daya yang dibutuhkan untuk pengumpulan data; dan keputusan yang dihasilkan dari indikator tersebut relevan.

Informasi yang dibutuhkan pada tiap tingkatan manajemen kesehatan (tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota) memiliki manfaat yang bervariasi. Pada tingkat pusat informasi dibutuhkan untuk formulasi kebijakan dan rencana


(53)

33

strategi. Pada tingkat regional atau provinsi, kebutuhan informasi diarahkan untuk mendukung dalam perencanaan jangka menengah. Sedangkan pada tingkat daerah atau kabupaten/kota informasi dibutuhkan untuk kebutuhan operasional dalam mengukur fungsi sistem kesehatan kabupaten/kota.

2.4 Health Metrics Network/ HMN (WHO, 2008)

HMN menggunakan kekuatan dari sebuah jaringan global untuk mengkoordinasi dan penyelarasan dari mitra di seluruh kerangka yang harmonis untuk mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan negara. Bagian dari kerangka HMN ini menggambarkan enam komponen sistem informasi kesehatan dan standar yang dibutuhkan untuk masing-masing sistem informasi kesehatan. Terdapat nilai yang jelas dalam mendefinisikan apa itu sistem informasi kesehatan dan bagaimana komponennya saling terkait satu sama lain untuk menghasilkan informasi yang lebih baik untuk keputusan yang lebih baik dan kesehatan yang lebih baik.

Selain enam komponen, sistem informasi kesehatan dapat dibagi lagi menjadi input, proses, dan output. Input mengacu pada sumber daya, proses mengacu tentang bagaimana indikator dan sumber data yang dipilih dan data yang dikumpulkan dan dikelola, sedangkan output menjelaskan mengenai penyebaran, produksi dan penggunaan informasi yang dihasilkan.

Enam komponen dari sistem informasi kesehatan serta penilaian komponen tersebut adalah sebagai berikut:


(54)

Terdiri dari peraturan legistatif dan kerangka kerja perencanaan yang diperlukan untuk memastikan informasi kesehatan yang berfungsi penuh, dan sumber daya yang merupakan prasyarat untuk suatu sistem untuk menjadi fungsional.

Sumber daya juga melibatkan personil, pembiayaan, dukungan logistik, informasi dan teknologi komunikasi (ICT) serta mekanisme koordinasi di dalam dan antar enam komponen.

a.) Kebijakan dan Koordinasi

Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan tergantung bagaimana lembaga-lembaga dan unit fungsi dan berinteraksi. Hukum dan peraturan dalam kesehatan sangat penting karena mereka memungkinkan mekanisme untuk ditetapkan untuk memastikan ketersediaan data. Adanya kerangka hukum dan kebijakan yang konsisten dengan standar internasional, dapat menentukan parameter etis untuk pengumpulan data, dan penyebaran informasi dan menggunakan. Kerangka kebijakan kesehatan informasi harus mengidentifikasi pelaku utama dan koordinasi mekanisme, memastikan link ke program pemantauan, dan mengidentifikasi mekanisme akuntabilitas.


(55)

35

Tabel 2.1–Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi

Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki regulasi yang up-to-data berisi kerangka kerja untuk sistem informasi kesehatan

Undang-undang yang mencakup semua aspek ada dan ditegakkan

Undang-undang yang meliputi beberapa aspek yang ada dan ditegakkan Undang-undang ada tapi belum dilaksanaka n tidak ada perundang-undangan tersebut 2 Ada kegiatan rutin untuk

pemantauan kinerja sistem informasi kesehatan dari berbagai subsistem

Ya, itu ada dan digunakan secara teratur

Ya, tapi jarang digunakan Ya, tetapi tidak pernah digunakan Tidak

3 Terdapat kebijakan resmi untuk melakukan pertemuan di tingkat daerah dan kecamatan untuk meninjau informasi dan mengambil tindakan berdasarkan informasi

Ya, kebijakan yang ada dan sedang dilaksanakan

Kebijakan ada, tapi rapat yang tidak biasa Kebijakan keluar, tetapi belum diimpleme ntasikan Tidak ada kebijakan

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

b.) Dana dan Tenaga Pelaksana

Perbaikan sistem informasi kesehatan Nasional tidak dapat dicapai kecuali perhatian diberikan kepada pelatihan, penyebaran, remunerasi dan karir pengembangan sumber daya manusia di semua tingkat. Pada tingkat nasional, terampil epidemiologi, statistik dan ahli kependudukan yang diperlukan untuk mengawasi kualitas data dan standar untuk koleksi, dan untuk memastikan sesuai analisis dan penggunaan informasi. Pada tingkat perifer, staf informasi kesehatan harus bertanggung jawab untuk pengumpulan data, pelaporan dan analisis.


(56)

Tabel 2.2– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana

Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Ada sebuah unit fungsional, yang

bertanggung jawab untuk administrasi sistem informasi kesehatan, manajemen, analisis, diseminasi dan

penggunaan informasi di tingkat daerah

Unit pusat yang fungsional dengan sumber daya memadai

Unit pusat yang fungsional tetapi tidak memiliki sumber daya yang memadai Unit fungsional pusat telah sangat terbatas kapasitas Tidak ada fungsi pusat unit administratif di kementerian kesehatan

2 Aktivitas kapasitasi tenaga telah terjadi selama setahun untuk staf fasilitas kesehatan (pengumpulan data, penilaian diri, analisis dan presentasi) Kapasitas cukup telah terjadi sebagai bagian dari rencana pengembangan sumber daya manusia Cukup kapasitas, tetapi sebagian besar bergantung pada dukungan eksternal (misalnya, donor) dan masukan Kapasitas terbatas bangunan Tidak

3 Ada anggaran tertentu dalam anggaran nasional untuk berbagai sektor untuk memberikan secara memadai untuk berfungsi nya untuk semua sumber data yang relevan dalam pelayanan kesehatan

Ya, ada item tertentu garis anggaran - anggaran nasional untuk menyediakan secara memadai untuk berfungsi nya untuk semua sumber data yang relevan

Nasional item baris anggaran - nya terbatas tetapi memungkinkan untuk fungsi yang memadai dari semua sumber data yang relevan Nasional item baris anggaran - nya terbatas dan tidak memungki nkan untuk berfungsi yang memadai dari semua relevan sumber data Tidak ada, nasional budget-line item dan fungsi yang paling relevan sumber data tidak memadai

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)


(57)

37

c.) Sarana

Kebutuhan infrastruktur nasional seperti pensil dan kertas, web-terhubung, ICT. Pada tingkat paling dasar pencatatan, ada kebutuhan untuk menyimpan, file dan mengambil catatan. Namun, ICT memiliki potensi untuk meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan penggunaan data yang berhubungan dengan kesehatan. Sementara teknologi informasi dapat meningkatkan jumlah dan kualitas data yang dikumpulkan, teknologi komunikasi dapat meningkatkan ketepatan waktu, analisis dan penggunaan informasi.

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk merekam pelayanan kesehatan tersedia Ya, formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang selalu tersedia untuk merekam informasi yang diperlukan Kadang-kadang ada perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain tapi ini tidak mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan Ada stock-Out perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan pelayanan Kesehatan tidak mampu memenuhi persyaratan pelaporan karena kurangnya rekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain 2 Formulir, kertas,

pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk melaporkan pelayanan kesehatan tersedia Ya, formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang selalu tersedia untuk merekam informasi yang diperlukan Kadang-kadang ada stock-Out perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain tapi ini tidak mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan Ada stock-Out perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan pelayanan Kesehatan tidak mampu memenuhi persyaratan pelaporan karena kurangnya rekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)


(58)

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana (lanjutan)

Item Sangat Memadai

Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

3 Tersedianya komputer di kantor-kantor yang relevan di nasional, regional / provinsi dan distrik

Ya, semua di kabupaten, tingkat nasional / regional dan provinsi memiliki komputer untuk tujuan ini

Beberapa kantor kabupaten yang relevan dan sebagian besar kantor-kantor nasional dan regional / provinsi memiliki komputer untuk tujuan ini Beberapa kantor regional provinsi yang relevan dan mayoritas suara Nasional memiliki komputer untuk tujuan ini Tidak, hanya relevan kantor Nasional memiliki komputer untuk tujuan ini

4 Peralatan ICT (telpon, koneksi internet dan e-mail) tersedia di tingkat nasional, regional

provinsi dan kabupaten

Ya, ICT infra-struktur dasar ada di tempat di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Infrastruktur ICT dasar ada di tempat di tingkat nasional; lebih dari 50% di tingkat regional provinsi; tapi kurang dari 50% di tingkat Kabupaten

Infrastruktur ICT dasar ada di tempat di tingkat nasional; tapi kurang dari 50% pada regional / tingkat propinsi dan Kabupaten

Infrastruktur ICT dasar adalah di tempat hanya pada tingkat nasional

5 Dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT tersedia di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Ya, ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT di tingkat nasional; lebih dari 50% tingkat regional / provinsi; tapi kurang dari 50% di tingkat Kabupaten

Ada dukungan untuk

pemeliharaan peralatan ICT di tingkat nasional; tapi kurang dari 50% pada regional / tingkat propinsi dan Kabupaten Ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT hanya di tingkat nasional

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)


(59)

39

2. Indikator

Satu set inti dari indikator dan sasaran yang terkait untuk tiga domain informasi kesehatan berupa determinan kesehatan, sistem kesehatan, dan status kesehatan adalah dasar untuk rencana dan strategi sistem informasi kesehatan. Indikator harus mencakup faktor-faktor penentu kesehatan, input sistem kesehatan, keluaran dan hasil, dan status kesehatan. Indikator kesehatan harus valid, dapat dipercaya, spesifik, sensitive dan layak/terjangkau dalam pengukuran. Selain itu juga harus relevan dan berguna untuk pengambilan keputusan di tingkat pengumpulan data, atau dimana kebutuhan yang jelas ada untuk data di tingkat yang lebih tinggi.

Indikator sangat penting untuk memperkuat sistem informasi kesehatan dan dapat dipandang sebagai tulang punggung dari sistem, menyediakan paket informasi minimum yang diperlukan untuk mendukung fungsi sistem kesehatan.

Data diperlukan untuk berbagai kebutuhan, termasuk informasi untuk meningkatkan penyediaan layanan kepada klien individu, statistik untuk perencanaan dan pengelolaan Layanan Kesehatan, dan pengukuran untuk memformulasikan dan penilaian kebijakan kesehatan.


(60)

Tabel 2.4 Penilaian Indikator Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Indikator inti minimum Nasional telah diidentifikasi untuk nasional dan tingkat subnasional, meliputi semua kategori indikator kesehatan Ya, minimum inti indikator diidentifikasi di tingkat nasional dan subnasional dan menutupi semua kategori Minimum inti indikator diidentifikasi di tingkat nasional dan subnasional tetapi mereka tidak mencakup semua kategori

Proses dimulai - diskusi sedang dilakukan untuk mengidentifikasi indikator penting Proses tidak dimulai – tidak ada indikator minimum maupun kumpulan data diidentifikasi 2 Indikator yang untuk

mengukur kesehatan mengacu pada indikator MDG’s (Millenium Development Goals) Ya, Semua sesuai kesehatan yang berhubungan dengan MDG indikator yang termasuk dalam set minimum inti indikator

Tidak semua, tapi setidaknya 50% dari kesehatan - berhubungan dengan MDG indikator yang termasuk dalam set minimum inti indikator

Setidaknya satu tapi kurang dari 50% sesuai MDG indikator yang termasuk dalam set minimum inti indikator

Tak satu pun dari kesehatan yang berhubungan dengan MDG indikator yang termasuk dalam set minimum inti indikator 3 Pelaporan indikator

terjadi secara teratur

Pelaporan secara teratur (misalnya, tahunan atau 2x setahun)

Pelaporan tidak teratur dan tidak lengkap

pelaporan sangat terbatas

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

3. Sumber data

Sumber data dibagi menjadi dua kategori utama yaitu data berbasis populasi (sensus, pencatatan sipil, dan survey populasi) dan data berbasis lembaga (catatan individu, catatan layanan dan catatan sumber daya). Satu set dasar standar untuk setiap sumber dan elemen strategis dalam mencapai standar ini yaitu data sistem informasi kesehatan biasanya dihasilkan baik secara langsung dari populasi atau dari operasi kesehatan dan lembaga lainnya, selain


(61)

41

itu untuk data yang berbasis lembaga menghasilkan data sebagai akibat dari administrasi dan kegiatan operasional.

Kegiatan ini tidak terbatas pada sektor kesehatan, termasuk pula catatan polisi (seperti laporan kecelakaan atau kematian kekerasan), pekerjaan laporan (seperti workrelated cedera), dan makanan dan catatan pertanian (seperti tingkat produksi pangan dan distribusi). Perlu dicatat bahwa sejumlah pendekatan pengumpulan data dan sumber lainnya ada yang tidak cocok dengan salah satu kategori diatas, tetapi dapat memberikan informasi penting yang mungkin tidak tersedia di tempat lain. Dalam hal ini termasuk survey kesehatan, penelitian, dan informasi yang dihasilkan oleh organisasi berbasis masyarakat.

Sistem informasi kesehatan Nasional harus menggambarkan seperangkat sumber data. Dalam banyak kasus, pengukuran indikator yang sama dengan data dari berbagai sumber dapat berkontribusi untuk informasi berkualitas lebih baik sambil mempertahankan efisiensi. Dalam kasus lain, itu lebih efisien untuk menghindari duplikasi. Pilihan optimal akan tergantung pada berbagai faktor termasuk epidemiologi, karakteristik tertentu dari instrumen pengukuran, biaya dan kapasitas pertimbangan, dan kebutuhan program.

Pemilihan sumber data juga harus didasarkan pada penilaian kelayakan, periodisitas, efektivitas biaya dan keberlanjutan. Periodisitas pengukuran tergantung pada kemungkinan kecepatan perubahan indikator dan biaya. Menentukan item mana informasi yang paling tepat dihasilkan melalui kesehatan rutin informasi sistem (dan yang memerlukan survei khusus), harus menjadi pusat rencana strategis sistem informasi kesehatan nasional.


(62)

Tabel 2.5 – Penilaian Sumber Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Item Sangat

Memadai Memadai

Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Terdapat surveilans yang representatif dalam mengukur persentase penduduk yang relevan mengenai pelayanan kesehatan ibu dan anak (misalnya, keluarga berencana, antenatal care, persalinan, imunisasi)

Ya Tidak

2 Terdapat surveilans yang representatif dalam perkiraan mengenai kematian balita.

Ya Tidak

3 Terdapat

pengelompokkan data berupa usia dan jenis kelamin

3 2 1 Tidak ada

4 Ada pertemuan dan rencana tahunan untuk mengkoordinasikan waktu, variabel yang diukur yang mengukur indikator kesehatan Ya, koordinasi mekanisme dan rencana berkoordinasi semua perwakilan survei nasional Kelompok koordinasi dan rencana jangka panjang berkoordinasi 75% dari perwakilan survei nasional rumah tangga Rencana ada tapi tidak lengkap dan/ atau koordinasi kelompok tidak dapat secara efektif berkoordinasi survey Tidak koordinasi kelompok dan tidak ada rencana jangka panjang

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

4. Manajemen data

Manajemen data adalah satu set prosedur untuk pengumpulan, Penyimpanan, jaminan kualitas dan aliran, pengolahan dan analisis data. Negara-negara harus memiliki penyimpan data (sebaiknya elektronik) terpusat yang menyatukan semua informasi untuk sistem informasi kesehatan nasional dan


(63)

43

dibuat tersedia untuk semua , idealnya melalui Internet. Ketersediaan penyimpan data seperti yang memfasilitasi referensi silang data di antara program-program, mempromosikan kepatuhan terhadap standar definisi dan metode, dan membantu mengurangi pengumpulan data berlebihan dan tumpang tindih.

Ini juga menyediakan sebuah forum untuk memeriksa dan memahami data inkonsistensi dan untuk memfasilitasi rekonsiliasi data yang dilaporkan melalui sistem yang berbeda. Didefinisikannya persyaratan yang spesifik untuk priodisitas dan ketepatan waktu seperti dalam kasus surveilans penyakit.

Tabel 2.6– Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi

kurang memadai Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Ada seperangkat prosedur tertulis untuk pengelolaan data termasuk pengumpulan data, penyimpanan, pembersihan, kontrol kualitas, analisis dan presentasi untuk audiens target, dan ini

dilaksanakan di seluruh Negara

ya,satu set prosedur tertulis ada,

termasuk semua langkah

dalam pengelolaan data dan ini diimplementasikan di seluruh negara

ya, satu set prosedur tertulis ada, namunini hanya sebagian diimplementa sikan

ya, satu set tertulis Data-manajemen prosedur ada, namun ini tidak diimplement asikan Tidak ada prosedur tertulis

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)


(64)

Tabel 2.6– Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional (lanjutan)

Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

2 Unit sistem informasi kesehatan di tingkat nasional menjalankan data yang terintegrasi yang berisi data dari seluruh populasidan sumber data dan memiliki utilitas yang user-friendly yaitu pelaporandapat diakses kepada khalayak berbagai pengguna

Ya, ada sebuah gudang data dengan ramah pengguna pelaporan utilitas dapat diakses untuk semua relevan pemerintah dan mitra lainnya Ya, ada sebuah gudang data di tingkat nasional tetapi memiliki utilitas pelaporan yang terbatas Ya, ada sebuah gudang data di tingkat nasional tetapi tidak memiliki utilitas pelaporan Tidak ada gudang data nasional

3 Pada tingkat subnasional, ada gudang data yang setara dengan Nasional dan memiliki utilitas pelaporan yang dapat diakses untuk berbagai pengguna

Ya, ada gudang data pada tingkat subnasional dengan utilitas pelaporan yang dapat diakses oleh pengguna di semua

tingkatan,termasuk pengguna di tingkat Kabupaten Ya, ada gudang data tingkat nasional tetapi memiliki sebuah utilitas pelaporan yang terbatas ya, ada gudang data di tingkat subnasional tetapi tidak memiliki utilitas pelaporan Tidak ada gudang data tingkat subnasional

4 Terdapat kamus yang menyediakan definisi yang komprehensif tentang data. Definisi ini meliputi informasi di bidang-bidang berikut: (1) penggunaan data dalam indikator; (2)

spesifikasi metode pengumpulan yang

digunakan; (3) periodisitas

Ya, ada sebuah kamus metadata yang menyediakan definisi dalam semua 6 bidang

ya, adakamus metadata tetapi hanya menyediakan definisi dalam3-5 daerah ya, ada kamus metadata tetapi hanya menyediak an definisi dalam1-2 daerah Tidak ada kamus metadata

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)


(65)

45

Tabel 2.6– Penilaian Manajemen Data Sistem Informasi Kesehatan Nasional (lanjutan)

Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

5 Kode pengenal unik tersedia untuk unit geografis administrasi (misalnya, wilayah provinsi, distrik atau kotamadya) untuk memfasilitasi penggabungan dari beberapa database dari sumber yang berbeda

Kode identifikasi unik yang digunakan dalam database yang berbeda atau tabel relasional lengkap tersedia untuk menggabungkan mereka

Kode pengenal yang digunakan dalam basis data yang berbeda dan pekerjaan diperlukan untuk menyelaraskan ini di seluruh database atau untuk membuat tabel relasional untuk memungkinkan penggabungan Kode pengenal tersedia, tetapi tidak cocok antara database yang berbeda Tidak tersedia

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

5. Produk informasi

Sistem informasi kesehatan Nasional harus bertujuan untuk memiliki data yang akurat dan dapat diandalkan untuk memilih indikator inti. Kebanyakan indikator diperkirakan berdasarkan sumber data empiris. Untuk memastikan kualitas data, berbagai kebijakan dan proses diperlukan. Salah satu dari keseluruhan prinsip adalah untuk mengurangi jumlah informasi yang diperlukan untuk sebuah kumpulan data minimum. Ini akan mengurangi beban pendataan dan harus memperbaiki kualitas pengumpulan data. Ketika komunikasi elektronik fasilitas tersedia, data bisa masuk di desentralisasi daerah untuk menyediakan langsung melaporkannya kepada semua tingkat.

Data harus diubah menjadi informasi yang akan menjadi bukti dasar dan pengetahuan untuk membentuk tindakan kesehatan. Sistem informasi kesehatan


(66)

yang kuat dapat memastikan bahwa data yang memenuhi standar tinggi kehandalan, transparansi dan kelengkapan. Hal ini penting untuk menilai sumber data dan statistik teknik dan metode estimasi yang digunakan untuk menghasilkan indikator.

Tabel 2.7 – Penilaian Produk Sistem Informasi Kesehatan Nasional : Kualitas Data

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Secara sistematis ditinjau pada setiap tingkat untuk kelengkapan dan

konsistensi dan inkonsistensi diselidiki dan dikoreksi. Untuk menghitung cakupan, dapat diandalkan perkiraan populasi yang tersedia Ya. Statistik administratif yang lengkap (>90%) dan kualitas kontrol yang baik Statistik bersifat administratif dievaluasi untuk kelengkapan dan konsistensi; Ada sedikit evaluasi kelengkapan atau konsistensi administratif statistik, mereka diserahkan oleh kurang dari 90% dari fasilitas yang relevan atau proyeksi populasi tidak tersedia Persentase pengiriman dihadiri oleh seorang ahli profesional kesehatan yang tidak dapat diperkirakan dari statistik administratif

2 Dilaporkan setiap bulan Ya tidak

3 Beberapa kali diukur dalam 10 tahun terakhir

3 atau lebih 2 1 Tidak sama sekali 4 Data cakupan yang

paling baru menjadi dasar perkiraan Data dari setidaknya 90% dari pengiriman diawasi secara profesional dan lengkap (> 90%) pendaftaran kelahiran Perwakilan sampel rumah tangga secara nasional Penelitian lokal; pelaporan tidak lengkap profesional diawasi pengiriman dengan keterbatasan evaluasi atau tidak ada kelengkapan

Tidak ada

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)


(67)

47

Tabel 2.7 – Penilaian Produk Sistem Informasi Kesehatan Nasional : Kualitas Data (lanjutan)

Item Sangat Memadai Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

5 Estimasi data dipisahkan oleh: (1) karakteristik demografis(misalnya, usia); (2) status sosial ekonomi (misalnya, pendapatan, pekerjaan, pendidikan); dan (3) wilayah (misalnya, urban/rural, utama geografis atau wilayah administratif)

Disagregasi tersedia untuk semua elemen

Disagregasi tersedia untuk 2 elemen

disagregasi tersedia untuk 1 elemen

disagrega si tidak mungkin

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

6. Diseminasi dan penggunaan informasi

Meskipun data merupakan bahan baku sistem informasi kesehatan Nasional, mereka memiliki nilai intrinsik. Hanya setelah data disusun, dikelola dan dianalisis mereka menghasilkan informasi. Informasi adalah nilai yang jauh lebih besar, terutama ketika terintegrasi dengan informasi lainnya dan dievaluasi dalam hal masalah yang dihadapi sistem kesehatan. Pada tahap ini, informasi menjadi bukti yang dapat digunakan oleh para pengambil keputusan yang mengubah pemahaman mereka tentang isu-isu kesehatan.

Ini adalah proses transformasi bukti ke pengetahuan, dan sekali diterapkan dapat mengakibatkan keputusan yang secara langsung akan berdampak pada kesehatan dan kesehatan ekuitas. Dampak yang sebenarnya pada kesehatan kemudian dapat dipantau oleh sistem informasi kesehatan Nasional dengan


(68)

mengukur perubahan dalam indikator kesehatan. Ini adalah bagaimana HMN visualisasi memungkinkan budaya berulang-ulang dan berbasis bukti pengambilan keputusan dibangun di sistem informasi kesehatan Nasional yang komprehensif.

Untuk berfungsinya sistem informasi kesehatan, berbagai kebijakan, administrasi, organisasi dan keuangan harus tersedia. Dukungan legislative dan peraturan diperlukan untuk memungkinkan kerahasiaan, keamanan, kepemilikan dan berbagai data. Investasi dari sumber-sumber domestik dan internasional diperlukan untuk memperkuat ICT, dan menyediakan sumber daya manusia untuk menjalankan sistem ini.

Keahlian dan kepemimpinan di tingkat nasional dan tingkat subnasional juga harus disediakan untuk memungkinkan pemantauan kualitas dan penggunaan data. Harus ada infrastruktur dan kebijakan untuk mentransfer informasi antara produsen dan pengguna baik di dalam maupun di luar sistem kesehatan. Sumber daya nasional dan kapasitas yang terbatas dapat mempengaruhi seberapa jauh Negara dapat menerapkan standar, dan bagaimana hal tersebut dapat tercapai. Di Negara-negara dimana standar saat ini tidak ada, mereka cenderung berkembang dari waktu ke waktu sebagai Negara yang beradaptasi dalam menggunakan dan belajar dari kerangka HMN.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)