Analisis Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Biskuit di PT XYZ

(1)

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU UTAMA BISKUIT DI PT XYZ

SKRIPSI

LIDWINA DIRGANTARA MP H34066071

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

RINGKASAN

LIDWINA DIRGANTARA MP. Analisis Sistem Pengendalian Persediaan

Bahan Baku Utama Biskuit di PT XYZ. Skripsi. Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI)

Industri biskuit bergerak dinamis seiring dengan kebutuhan masyarakat akan makanan ringan. PT XYZ adalah salah satu perusahaan yang memproduksi biskuit. Di perusahaan tersebut, ada dua jenis bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biskuit, yaitu bahan baku mentah (raw material) dan bahan baku kemasan (packaging material). Dinamika permintaan akan biskuit berdampak pula pada proses penyediaan bahan baku pembuatan biskuit. PT XYZ memiliki kendala dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terutama dikarenakan tren permintaan yang berubah-ubah. Atas masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi bahan baku kelas A di PT XYZ, (2) mengidentifikasi konsep-konsep persediaan yang dilakukan oleh PT XYZ, (3) mengidentifikasi kesenjangan antara rencana persediaan dengan realisasi, dan (4) menganalisis sistem pengendalian persediaan untuk menentukan cara terbaik dalam pengendalian persediaan.

Penelitian ini dilakukan di PT XYZ untuk produk biskuit yang memiliki peramalan permintaan paling banyak sepanjang 2011, yaitu biskuit OR. Lebih sempit lagi, penelitian ini dibatasi hanya pada pengendalian persediaan bahan baku yang menurut analisis ABC berada di kelas A dalam produksi biskuit OR. Dasar penentuan bahan baku kelas A karena, bahan baku kelas A membutuhkan pengawasan yang lebih mendalam mengingat kesalahan dalam pengendalian persediaan bahan baku di kelas A ini akan dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar. Berdasarkan hasil analisis ABC, bahan baku yang berada di kelas A adalah gula, bubuk cokelat dan tepung terigu.

Kesenjangan antara rencana produksi dengan realisasi produksi berkaitan erat dengan kesenjangan antara rencana pengadaan bahan baku dengan realisasi pengadaan bahan baku. Bias yang terjadi akibat perubahan permintaan produk yang menyebabkan realisasi produksi tidak sesuai dengan peramalan permintaan paling besar didapatkan dari produk OR Golden Vanilla yaitu sebesar 800 kg sedangkan yang terkecil yaitu pada produk OR DS sebesar 10 kg. Penalti berupa kerugian yang kemungkinan diterima oleh perusahaan akibat kesalahan tersebut paling besar disebabkan oleh kesalahan peramalan produk OR DD, yaitu senilai 840 kg dan paling kecil disebabkan oleh kesalahan peramalan produk OR DS senilai kurang dari 10 kg. Bias yang terjadi akibat Nilai kesalahan presentasi absolut rata-rata (Mean Absolute Percentage Error) yang terjadi akibat kesalahan peramalan permintaan paling tinggi pada produk OR Golden Chocolate sebesar 2.23 persen. Adapun kesalahan presentasi absolut rata-rata paling kecil pada produk OR Reg sebesar 0.01 persen.

Dalam persediaan bahan baku, nilai bias yang diperoleh akibat kesalahan peramalan kebutuhan bahan baku kelas A paling tinggi adalah sebesar minus 490 kg gula hal ini menyebabkan perusahaan tidak dapat memproduksi 81 kg biskuit.


(3)

menyebabkan penalti berupa kerugian yang kemungkinan akan diterima perusahaan senilai kurang dari 5 kg biskuit. Nilai minus pada nilai bias menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kekurangan bahan baku yang menyebabkan perusahaan mengalami gagal produksi sebesar nilai MSE. Nilai kesalahan presentasi absolut rata-rata (Mean Absolute Percentage Error) yang terjadi akibat kesalahan peramalan paling besar pada bahan baku gula dan tepung terigu sebesar 9 persen dan paling sedikit pada bahan baku bubuk cokelat sebesar 5 persen.

Bias tersebut terjadi tidak hanya dikarenakan faktor internal berupa perubahan jadwal produksi, tetapi juga dari faktor eksternal berupa gagal pasok oleh pemasok. Selama periode 2010, pengiriman bahan baku yang paling sesuai dengan rencana yaitu pada bahan baku tepung terigu. Sebanyak 88 persen dari jadwal penggunaan bahan baku terigu sesuai dengan rencana dan langsung dapat digunakan untuk produksi. Sedangkan 9 persen nya ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan. Selanjutnya yaitu bahan baku bubuk cokelat. Sebesar 70 persen dari pengiriman langsung dapat digunakan. Sedangkan pengiriman bahan baku kelas A yang paling sering menemui masalah adalah pada bahan baku gula. Hanya 46 persen dari keseluruhan pengiriman di tahun 2010 yang langsung dapat digunakan untuk proses produksi. Bahan baku yang paling sering ditolak karena quality issue yaitu gula sebesar 18 persen dan tepung sebesar 9 persen.

Berdasarkan hasil perhitungan total biaya yang dikeluarkan untuk persediaan bahan baku kelas A di PT XYZ dengan sistem EOQ klasik biaya total persediaan tepung terigu adalah sebesar Rp. 12.429.363,- per bulan. Biaya ini adalah yang paling tinggi bila dibandingkan dengan bahan baku gula sebesar Rp. 12.350.491,- dan bubuk cokelat sebesar Rp. 1.303.809,-. Berdasarkan sistem pengadaan bahan baku secara JIT dan VMI, perusahaan dapat melakukan penghematan sampai dengan Rp. 26.028.527,- yang berasal dari hilangnya biaya penyimpanan.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu (1) bahan baku yang masuk kedalam kelas A di PT XYZ adalah gula (sugar), tepung terigu (cookie and wheat flour) dan bubuk coklat (black cocoa powder high flavoured); (2) konsep pengadaan persediaan yang diterapkan di PT XYZ yaitu JIT; (3) terjadi kesenjangan antara rencana pengadaan bahan baku dan realisasinya di PT XYZ dengan bias berkisar antara 5 persen bubuk cokelat dan 9 persen untuk tepung terigu; (4) sistem pengendalian persediaan bahan baku yang paling efektif adalah dengan sistem VMI.

Sistem JIT yang saat ini diterapkan oleh PT XYZ tidak dapat dilakukan dalam optimalisasi pengendalian persediaan bahan baku. Hal tersebut dikarenakan oleh syarat-syarat penggunaan sistem JIT berupa (1) produk standar dengan sedikit varian; (2) produksi yang kontinu pada tingkat yang tetap; (3) pemasok yang handal; dan (4) kualitas persediaan yang konsisten dapat terpenuhi. Sistem pengadaan bahan baku secara VMI direkomendasikan untuk optimalisasi pengadaan bahan baku produksi di PT XYZ.


(4)

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAHAN BAKU UTAMA BISKUIT DI PT XYZ

LIDWINA DIRGANTARA MP H34066071

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Analisis Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Biskuit di PT XYZ

Nama : Lidwina Dirgantara Mulyono Putri

NIM : H34066071

Disetujui, Pembimbing

Ir. Popong Nurhayati, MM

NIP. 19670211 199203 2 002

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Biskuit di PT XYZ” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Lidwina Dirgantara MP H34066071


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 8 Juli 1985. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Joko Mulyono dan Ibu Manggarsari Chandrasiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 47 Bekasi pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 1 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 4 Magelang diselesaikan pada tahun 2003.

Penulis diterima pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi masuk IPB (USMI) pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Manajemen Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang maha Esa atas segala berkat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis

Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Biskuit di PT XYZ”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bahan Baku Kelas A di PT XYZ, mengidentifikasi konsep-konsep persediaan yang dilakukan oleh PT XYZ, mengidentifikasi kesenjangan antara rencana persediaan dengan realisasi untuk kemudian menganalisis sistem pengendalian persediaan untuk menentukan cara terbaik dalam pengendalian persediaan.

Bogor, Agustus 2011 Lidwina Dirgantara MP


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Eva Yolynda Aviny, SP, MM atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang juga telah diberikan kepada penulis selama penyusunan proposal skripsi.

3. Amzul Rifin, PhD dan Dra. Yusalina, MS, selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.

4. Mama, Papa, Adik-adik dan Oba Penta Oktiman untuk setiap dukungan moral, materiil dan doa yang diberikan

5. Bapak Zaenal Abidin, Indra Lesmana, Kaswadi, Martin Simanjuntak dan Rudi Supitna di Cikarang Plant atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan

6. Teman-teman Agribisnis Angkatan 1 Mayor Minor, Jhon Sembiring dan Nuning Masruri atas semangat dan diskusi selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Agustus 2011 Lidwina Dirgantara MP


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Gambaran Umum Biskuit dan Industri Biskuit ... 7

2.2 Sistem Persediaan dan Pengendalian Persediaan ... 8

2.3 Tinjauan Studi Terdahulu ... 11

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14

3.1.1 Prinsip Dasar Pengendalian Persediaan Barang ... 14

3.1.2 Klasifikasi Barang Persediaan ... 14

3.1.3 Akurasi Peramalan Permintaan Produk dan Perhitungan Forecast Error ... 15

3.1.4 Analisis ABC... 15

3.1.5 Biaya Pengelolaan Barang ... 15

3.1.6 Sistem Just In Time (JIT) ... 16

3.1.7 Sistem Material Requirement Planning (MRP) Teknik Economic Order Quantity (EOQ) ... 17

3.1.8 Sistem Vendor Managed Inventory (VMI) ... 18

3.1.9 Sistem Produksi Tarik dan Sistem Produksi Dorong ... 18

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 19

IV METODE PENELITIAN ... 21

4.1 Lokasi dan Waku Penelitian ... 21

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 21

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 21

4.3.1 Identifikasi Peramalan Permintaan Produk dan Error Forecasting 22

4.3.2 Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 23

4.3.3 Penentuan Bahan Baku Pokok ... 23

4.3.4 Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku ... 24

4.3.5 Analisis Nilai Bahan Baku ... 24

4.3.6 Analisis Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelas A .... 24

4.4 Definisi Operasional ... 25


(11)

5.3 Ketenagakerjaan ... 27

5.4 Jenis Produk ... 28

5.5 Bahan Baku Biskuit ... 28

5.6 Sistem Pengadaan dan Penanganan Persediaan Bahan Baku ... 30

5.7 Proses Produksi Biskuit ... 32

5.7.1 Pencampuran ... 34

5.7.2 Pembentukan ... 34

5.7.3 Pembakaran ... 34

5.7.4 Pendinginan ... 35

5.7.5 Pemberian Krim ... 35

5.7.6 Pendinginan ... 35

5.7.7 Pengemasan ... 35

5.7.8 Penyimpanan ... 35

5.8 Indikator Kinerja ... 36

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

6.1 Peramalan Penjualan dan Perencanaan Kapasitas Produksi ... 38

6.2 Analisis ABC ... 40

6.3 Rencana Pengadaan Bahan Baku Kelas A dan Realisasinya ... 43

6.4 Sistem Persediaan yang Optimal ... 49

6.4.1 Biaya – biaya persediaan ... 50

6.4.2 Sistem MRP (Material Requirement Planning) dengan Teknik EOQ (Economic Order Quantity) ... 51

6.4.3 Model Just In Time (JIT) dan Vendor Managed Inventory (VMI) . 53 6.4.4 Sistem Produksi Tarik dan Sistem Produksi Dorong ... 57

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

7.1 Kesimpulan ... 59

7.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Ekspor Biskuit Indonesia Tahun 2010 ... 1

2. Biaya Tenaga Kerja di PT XYZ Periode Januari – Juli 2010 ... 4

3. Pengendalian Persediaan Konvensional dengan JIT ... 17

4. Komposisi Tenaga kerja di PT XYZ ... 27

5. Pengelompokan Bahan Baku di PT XYZ ... 29

6. Peruntukkan Silo di PT XYZ ... 31

7. Penentuan Kelas ABC di PT XYZ Periode Produksi 2011 ... 41

8. Komponen Biaya Pemesanan per Pesanan Bahan Baku Kelas A di PT XYZ ... 50

9. Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Baku Kelas A Dengan Model EOQ Klasik di PT XYZ Periode Januari – Juni 2011 ... 52

10. Dampak Biaya Pada Pengadaan bahan Baku Kelas A di PT XYZ Dengan Sistem VMI dan JIT ... 53


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 20

2. Warehouse’s Rackingdi PT XYZ ... 31

3. Material yang sudah ditimbang untuk produksi ... 34

4. Proses Produksi Biskuit di PT XYZ ... 36


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perkiraan Volume Produksi Biskuit PT XYZ 2011 ... 63

2. Bill Of Materials (BOM) ... 65

3. Harga Bahan Baku Per Kilogram ... 68

4. Analisis ABC ... 71

5. Komponen Biaya Pemesanan Bahan Baku Kelas A di PT XYZ Periode Januari-Juni 2011 ... 72

6. Alur Proses Pengadaan Bahan Baku Kelas A di PT XYZ ... 73


(15)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Makanan ringan pada dasarnya adalah makanan dengan porsi sedikit. Secara tradisional, makanan ringan biasanya dibuat dari bahan-bahan yang umum tersedia dalam sebuah rumah tangga seperti tepung, telur dan gula. Salah satu jenis makanan ringan adalah biskuit. Biskuit adalah produk makanan ringan yang renyah yang dibuat dengan cara dipanggang. Konsumsi biskuit mulai di kenal di Eropa sejak abad ke 16. Kata biskuit ini berasal dari bahasa latin, yaitu bis dan

coctus yang artinya “dimasak dua kali” (cooked twice). Dengan semakin dikenalnya biskuit maka hal ini merangsang para pengusaha di Eropa dan Amerika untuk memproduksi biskuit secara masal atau besar-besaran.

Semakin berkembangnya industri biskuit menyebabkan tingkat pemenuhan kebutuhan akan biskuit semakin tinggi sampai ke benua Asia. Benua Asia dinilai berpotensi menjadi pemasok bahan baku dengan biaya produksi yang lebih murah. Hal ini membuat banyaknya industri dari negara Eropa dan Amerika mengembangkan sayap bisnisnya di Asia dan menjadikan Asia sebagai eksportir biskuit ke Eropa, Amerika bahkan sampai ke Timur Tengah. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa Asia adalah pengekspor biskuit yang potensial. Hal tersebut didukung dengan nilai ekspor biskuit Indonesia seperti data pada Tabel 1.

Tabel 1. Ekspor Biskuit Indonesia Tahun 2010

Bulan Nilai (USD) Berat (Kg)

Januari 11.595.867.120 43.728.031.425

Februari 11.166. 450.436 34.365.506.564

Maret 12.774.365.884 42.805.393.284

April 12.035.247.591 37.246.261.411

Mei 12.619.125.277 39.517.382.367

Juni 12.330.114.499 39.882.450.381

Juli 12.486.972.905 36.176.018.308

Agustus 13.726.521.968 39.589.239.893

Total 98.734.665.680 313.310.283.623


(16)

Tabel 1 menunjukkan bahwa ekspor biskuit Indonesia cukup dinamis. Dinamika ekspor tersebut menciptakan iklim industri yang bergerak di bidang produksi biskuit semakin bersaing ketat dalam merebut pangsa ekspor. Untuk memenuhi kebutuhan ekspor tersebut, perlu dibuat suatu standar dalam menyempurnakan proses produksi yang berkaitan erat dengan perkembangan teknologi, sumber daya manusia, dan produktifitas di setiap sektor.

Untuk menjawab tantangan tersebut beberapa industri biskuit banyak melakukan perubahan-perubahan atau inovasi demi tercapainya produk unggulan yang diinginkan. Salah satu hal yang menjadi krusial terkait dengan produktifitas dan efisiensi adalah sistem persediaan.

Industri melakukan beberapa tahapan dalam memproduksi biskuit. Tahap tersebut antara lain pembelian bahan baku, penjadwalan produksi, sesuai dengan permintaan pasar, proses pembuatan biskuit, sampai biskuit siap dipasarkan. Dari rangkaian sistem produksi tersebut, dapat dilihat bahwa persediaan merupakan titik awal dari pengendalian proses produksi yang efektif dan efisien.

Dalam suatu sistem produksi, salah satu biaya produksi yang paling tinggi diakibatkan oleh keberadaan persediaan. Persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut standar GWP (Good Warehousing Practice)

dan GMP (Good Manufacturing Practice).

Manajemen persediaan atau disebut juga inventory management atau pengendalian tingkat persediaan merupakan pengelolaan sejumlah bahan baku yang disimpan untuk memenuhi permintaan (Russel dan Taylor. 2005). Dalam pengendalian persediaan, terdapat beberapa fungsi, diantaranya:

1. Siklus persediaan (inventory control)

Siklus persediaan berkaitan dengan membeli atau menyediakan dalam jumlah lebih besar dari yang dibutuhkan. Alasannya karena faktor ekonomis, dengan jumlah yang besar akan mendapatkan diskon besar pula. Disamping itu hambatan-hambatan berupa faktor teknologi, transportasi, dan lain-lain.

2. Persediaan pengaman (safety stock)

Mencegah terhadap ketidaktentuan (uncertain) persediaan, artinya sebelum persediaan habis kita harus mempersiapkan sejumlah persediaan, jika di suatu


(17)

tersedia seketika itu. Karena ketika ada permintaan dari pelanggan sedangkan persediaan habis, maka akan timbul stock out cost yang mungkin tidak kecil, yaitu biaya pengganti atau biaya karena kehabisan barang.

Menyesuaikan permintaan pasar dengan jadwal pemenuhan kebutuhannya adalah suatu hal yang menantang. Salah satu cara untuk memenuhi tenggat waktu pemenuhan kebutuhan pasar adalah proses produksi yang berjalan lancar. Ketersediaan bahan baku merupakan syarat mutlak terlaksananya proses produksi. Pada PT XYZ, seperti pada umumnya Fast Moving Consumer Goods Company

lainnya, seringkali permintaan maupun perkiraan permintaan akan barang berubah. Sementara perusahaan kesulitan dalam mengatur produksi sesuai dengan permintaan pasar apabila bahan baku tidak tersedia.

PT XYZ sendiri adalah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi biskuit, dengan target utama pasar ekspor. PT XYZ memiliki produk andalan berupa biskuit cokelat dengan krim di tengahnya (sandwich). PT XYZ adalah salah satu entity dari perusahaan yang bergerak di industri snacktionery. Dikatakan sebagai snacktionery karena perusahaan ini bergerak di industri makanan ringan, permen dan cokelat. PT XYZ memiliki tujuh line produksi yang dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan pasar baik di pasar lokal dan ekspor.

Kontrol atas persediaan di PT XYZ sudah dikendalikan oleh sub divisi sendiri, yang berada dibawah departemen Customer Relation and Logistics. Bagian-bagian yang terlibat dengan proses pengadaan, penerimaan dan pengelolaan persediaan antara lain bagian Warehouse, Quality System, Logistic, PPIC (Production Planning and Inventory Control) dan Procurement.

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan lingkungan industri yang dinamis pada era global seperti sekarang ini menjadi pemicu bagi banyak organisasi perusahaan untuk menggali potensi yang dimiliki, serta mengidentifikasi faktor kunci sukses untuk unggul dalam persaingan yang semakin kompetitif. Teknologi yang juga berkembang pesat menjadi sebuah kekuatan untuk diterapkan dalam iklim persaingan. Usaha-usaha yang dilakukan pada akhirnya diarahkan untuk memberikan produk terbaik kepada konsumen.


(18)

Ketersediaan bahan baku sebagai syarat utama produksi barang selayaknya menjadi bagian yang cukup diprioritaskan dalam sebuah proses produksi. Namun, di PT XYZ masalah pengadaan persediaan bahan baku seringkali terlewatkan. Terutama dikarenakan perubahan production planning (yang sejalan dengan berubahnya demand), sehingga kebijaksanaan pengendalian persediaan bahan baku tidak diterapkan dengan efektif.

Biaya produksi barang termasuk didalamnya biaya tenaga kerja. Pengadaan persediaan bahan baku yang bermasalah akan menimbulkan pembengkakan biaya produksi. Salah satu komponen biaya produksi adalah biaya tenaga kerja. Di PT XYZ, rasio antara gaji pokok dengan lembur tenaga kerja setiap bulannya pada periode Januari sampai dengan Juli 2010 rata-rata mendekati 1. Artinya, jam kerja lembur tenaga kerja hampir sama besar dengan jam kerja normal.

Menurut Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, jam kerja normal pekerja adalah delapan jam sehari atau 132 jam sebulan. Dengan rasio gaji pokok dengan lembur yang mencapai satu, berarti jam kerja karyawaan hampir mencapai dua kali jam kerja normal. Pada Tabel 2, dapat dilihat biaya tenaga kerja langsung yang dikeluarkan oleh PT XYZ dalam pengadaan tenaga kerja.

Tabel 2. Biaya Tenaga Kerja di PT XYZ Periode Januari – Juli 2010

Bulan Komponen Biaya Tenaga Kerja Rasio

Gaji Pokok Lembur

Januari 1.025.279.641 1.007.333.479 0.98

Februari 1.166.951.314 1.155.735.436 0.99

Maret 1.086.536.148 1.052.240.956 0.97

April 1.025.071.264 979.204.519 0.96

Mei 926.054.570 973.623.657 1.05

Juni 718.154.451 472.300.432 0.66

Juli 1.090.198.416 1.124.258.027 1.03

Total 7.038.245.804 6.764.696.506


(19)

Setelah ditelusuri, pembengkakan biaya tenaga kerja karena adanya lembur, disebabkan oleh ketidak tersediaan atau keterlambatan dalam pengadaan bahan baku. Ketidak tersediaan maupun keterlambatan pengadaan bahan baku menyebabkan proses produksi tidak bisa berjalan dengan wajar. Waktu yang terbuang tersebut menyumbang tambahan biaya yang tidak sedikit. Tenaga kerja tetap berada di lokasi pabrik walaupun produksi tidak berjalan. Sementara, untuk memenuhi permintaan pasar, produk harus tetap tersedia. Sehingga, perusahaan terpaksa melemburkan tenaga kerjanya untuk dapat memenuhi kapasitas produksi yang diharapkan.

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Mengapa sering terjadi ketidak tersediaan bahan baku produksi pada saat dibutuhkan?

2. Bagaimana cara menghindari ketidak tersediaan bahan baku produksi tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi bahan baku biskuit utama di PT XYZ

2. Mengidentifikasi konsep – konsep pengadaan persediaan yang dilakukan oleh PT XYZ

3. Mengidentifikasi kesenjangan antara rencana persediaan dengan realisasi 4. Menganalisis sistem pengendalian persediaan untuk menentukan cara terbaik

dalam pengendalian persediaan

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk perumusan sistem pengendalian persediaan yang lebih baik.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT XYZ yang terletak di salah satu kawasan industri di Timur Jakarta. Pengamatan mengenai kegiatan pengendalian persediaan dilakukan pada tingkat manufaktur terutama pada sub divisi Logistik.


(20)

Penelitian ini dibatasi hanya pada pengendalian bahan baku mentah (raw material) yang berdasarkan klasifikasi ABC berada pada kelas A. Bahan baku kelas A di PT XYZ adalah bahan baku dengan volum penggunaan tinggi dengan nilai yang tinggi juga.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Biskuit dan Industri Biskuit

Biskuit merupakan salah satu jenis makanan yang populer di masyarakat karena selain disukai sebagai makanan ringan, biskuit juga merupakan bahan makanan yang cukup bergizi dan mempunyai masa simpan yang relatif lama. LPPOM-MUI mengkategorikan biskuit ke dalam kelompok produk makanan ringan, bakery dan bahan roti. Menurut Dirjen pengawas Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang terigu dan penambahan bahan makanan lain atau tanpa penambahan bahan tambahan yang diizinkan.

Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan (1992), biskuit dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:

1. Biskuit keras; yaitu jenis biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah

2. Crackers; yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih asin dan relatif renyah, serta bila patah penampang potongannya berlapis-lapis

3. Cookies; yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat

4. Wafer; yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga

Bahan baku biskuit dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Bahan baku utama, berupa tepung terigu dan gula

2. Bahan baku tambahan, berupa tepung jagung, tepung kentang, tepung beras, coklat susu, buah dan sayuran, telur, garam, minyak dan lemak nabati

3. Bahan penolong, berupa essence / flavor, bahan perasa, rempah-rempah dan


(22)

2.2. Sistem Persediaan dan Pengendalian Persediaan

Sistem persediaan menurut Assauri (1999) merupakan serangkaian kebijakan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan harus dibeli dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Persedian memiliki arti penting bagi perusahaan karena keberadaan persediaan yang cukup dapat memperlancar jalannya operasi suatu perusahaan.

Menurut Heizer dan Render (1999), persediaan merupakan semua sumberdaya yang disimpan untuk digunakan dan memberikan kepuasan baik pada kebutuhan sekarang maupun kebutuhan yang akan datang. Sedangkan Schroeder (1994) memberikan pengertian persediaan sebagai stock bahan baku yang digunakan untuk memudahkan produksi atau untuk memuaskan permintaan pelanggan.

Menurut Sumayang (2003), penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut :

a. Menghilangkan pengaruh ketidakpastian. Untuk menghadapi ketidak pastian maka pada sistem diterapkan persediaan darurat yang dinamakan safety stock. jika sumber dari ketidakpastian dapat dihilangkan maka jumlah persediaan maupun safety stock dapat dikurangi.

b. Memberi waktu luang untuk pengelolaan produksi dan pembelian. Terkadang lebih ekonomis memproduksi barang dalam proses atau barang jadi dalam jumlah besar atau dalam jumlah paket yang kemudian disimpan sebagai persediaan.

c. Untuk mengantisipasi perubahan pada demand dan supply. Persediaan disiapkan untuk menghadapi bila ada perkiraan perubahan harga dan persediaan bahan baku.

Alasan diberlakukannya persediaan oleh suatu perusahaan manufaktur menurut Assauri (1999) adalah karena :

a. Dibutuhkan waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses lain, yang disebut persediaan dalam proses dan pembelian.


(23)

b. Adanya alasan organisasi untuk memungkinkan satu unit atau bagian membuat jadwal operasinya secara bebas tidak tergantung dari yang lain.

Tujuan dilakukannya persediaan umumnya adalah untuk memenuhi kegiatan operasi yang tidak terputus dalam produksi barang jadi. Secara rinci, tujuan mengadakan persediaan antara lain:

1. Memenuhi kebutuhan normal 2. Memenuhi kebutuhan mendadak

3. Memungkinkan pembelian atas dasar jumlah ekonomis;

Menurut Assauri (1999), persediaan dapat dibedakan berdasarkan beberapa cara. Persediaan dapat dilihat dari posisi barang dalam urutan pengerjaan produk, yaitu :

1. Persediaan bahan baku (raw material stock) yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang-barang mana yang dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli pemasok atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.

2. Persediaan bagian produk yang dibeli (purchased parts atau component stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung dirakit dengan komponen lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. Jadi bentuk barang yang merupakan parts ini tidak mengalami perubahan dalam operasi.

3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang digunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.

4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process/progress stock) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi. Mungkin saja barang setengah jadi bagi suatu pabrik, merupakan barang


(24)

jadi bagi pabrik lain karena proses produksinya hanya memang sampai disitu saja.

5. Persediaan barang jadi (finished goods stock) yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain.

Biaya persediaan yang akan mempengaruhi besarnya jumlah persediaan menurut Handoko (1992), yaitu :

1. Biaya Penyimpanan (holding cost atau carrying cost). Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi

2. Biaya pemesanan (biaya pembelian). Setiap kali suatu bahan dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan (order cost atau procurement cost) 3. Biaya penyiapan (manufacturing). Bila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi

diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan, perusahaan akan menghadapi biaya-biaya penyiapan (setup cost) untuk memproduksi komponen tertentu 4. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan. Dari semua biaya-biaya yang

berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya kekurangan bahan (shortage cost) adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan

Tujuan dilakukannya pengendalian persediaan menurut Assauri (1999), adalah usaha untuk:

1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi

2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul akibat persediaan bahan baku tidak terlalu besar

3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena hal ini akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar.


(25)

2.3. Tinjauan Studi Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai analisis pengendalian persediaan terutama dilakukan karena pada umumnya perusahaan tidak melakukan perhitungan berdasarkan metode pengendalian bahan baku tertentu juga karena, perusahaan yang sudah menetapkan metode pengendalian persediaan, mengalami kendala terutama karena tidak sesuainya tingkat persediaan yang direncanakan dan tingkat persediaan di lapangan. Hal ini seperti ditemukan pada penelitian Pustakawati (2005) dengan judul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Produk Roti di Ajimas Bakery, Jakarta, penelitian Patmalasari (2005) dengan judul Kajian Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kecap Pada PT. Surabraja

Food Industry, Cirebon, Jawa Barat dan penelitian yang dilakukan Sitompul (2005) dengan judul Analisis Pengendalian Bahan Baku Roti di Bogor Permai Bakery. Model MRP dipilih pada tiga penelitian tersebut karena dapat menunjukkan teknik alternatif pengendalian persediaan bahan baku yang dapat dipilih oleh perusahaan.

Komoditas yang umumnya diteliti pada penelitian sebelumnya adalah bahan baku utama saja. Misalnya pada penelitian Patmalasari (2005), bahan baku yang dianalisis adalah kedelai hitam, gula merah dan garam. Pada penelitian Sitompul (2005), bahan baku yang diteliti adalah terigu, sedangkan pada penelitian Pustakawati (2005), bahan baku yang diteliti adalah tepung terigu, gula pasir, mentega putih dan margarin.

Penelitian Pustakawati (2005) menyebutkan beberapa permasalahan dalam kegiatan pengendalian bahan baku dimana perusahaan tidak melakukan perhitungan berdasarkan metode pengendalian bahan baku tertentu dalam hal penentuan jumlah bahan baku yang dipesan, sehingga sering terjadi pesanan bahan baku yang lebih besar daripada yang seharusnya. Hal ini berakibat pada tingginya biaya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Berpijak pada permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap sistem pengendalian bahan baku perusahaan dan menentukan teknik alternatif pengendalian persediaan bahan baku yang dapat dipilih oleh perusahaan. Model yang digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan bahan baku adalah Material Requirement Planning (MRP). Bahan baku yang dianalisis


(26)

yaitu terigu cakra, terigu segitiga, gula pasir, mentega putih dan margarin dengan pertimbangan bahan baku tersebut merupakan bahan baku utama.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa MRP teknik POQ menghasilkan biaya persediaan terendah jika dibandingkan dengan kebijakan perusahaan. Dengan metode POQ perusahaan dapat memesan bahan baku dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan produksi dengan biaya minimal.

Penelitian Sitompul (2005) bertujuan untuk (1) melakukan identifikasi terhadap sistem pengendalian persediaan bahan baku di Bogor Permai Bakery dan (2) mendapatkan model alternatif pengendalian persediaan bahan baku yang lebih efisien bagi perusahaan.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah

Material Requisition Planning (MRP) teknik Lot for Lot, teknik EOQ, teknik POQ dan teknik PPB. Berdasarkan perhitungan dengan metode MRP, diperoleh kesimpulan bahwa untuk keseluruhan bahan baku, penghematan terbesar didapatkan dengan menggunakan metode MRP teknik POQ sebesar 49,3% dan paling rendah dengan teknik POQ sebesar 17,1%.

Penelitian lain mengenai sistem pengendalian persediaan dilakukan oleh Johnson & Pyke (1999) terhadap studi kasus di Acer America. Pada mulanya,

Acer America memproduksi produk dengan konsep made to stock sampai mereka menyadari bahwa konsep tersebut membutuhkan biaya yang besar. Membuat

product recovery lebih sulit dibandingkan dengan consumables product. Mereka selalu harus membeli bahan baku baru dari waktu ke waktu untuk membuat produk yang akan distok tersebut.

Biaya yang dikeluarkan oleh Acer America otomatis menjadi lebih besar. Selain untuk biaya pembelian bahan baku yang parsiall juga biaya transportasi dan biaya penyimpanan dan pengelolaan barang. Sehingga pada tahun 1998, Acer America sudah beralih menggunakan sistem produksi tarik. Penerapannya secara umum adalah, pada saat ada permintaan dari konsumen, saat itu pula pabrik mulai memproduksi barang. Untuk pengadaan bahan baku produksinya, perusahaan menerapkan sistem VMI (Vendor Managed Inventory) dimana pemasok bahan baku melakukan persediaan sejumlah yang diperkirakan oleh perusahaan. Dengan


(27)

20 juta yang sebelumnya digunakan untuk biaya pengadaan dan pengelolaan persediaan baik barang jadi maupun bahan baku.

Penelitian lain mengenai sistem pengendalian persediaan dilakukan secara terintegrasi oleh Greenleaf dari Hannaford Bros. Co, Donelon dari Quaker Food & Beverages dan Jensen dari University of Southern Maine (2002). Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa diperlukan integrasi yang terpadu antara pemasok bahan baku (Hannaford Bros. Co) dengan perusahaan (Quaker Food & Beverages) untuk dapat menerapkan sistem VMI.

Dalam hal tersebut, Quaker Food & Beverages memberikan perkiraan pemakaian bahan baku yang volumenya stabil. Sehingga tidak ada kesulitan bagi pemasok untuk dapat melakukan pasokan dengan lancar kepada perusahaan. Demikian pula dengan perusahaan, tidak pernah kekurangan bahan baku produksi. Kendala yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah bahwa walaupun ada integrasi antara kedua perusahaan tersebut tetapi jaraknya masih terlihat jelas.

Hannaford Bros. Co hanya memasok satu jenis bahan baku saja, sementara potensi yang mereka miliki cukup tinggi. Padahal, kerjasama dengan Hannaford Bros. Co dapat dioptimalkan untuk memasok bukan hanya satu bahan baku. Saat

Hannaford Bros. Co mampu memenuhi pasokan untuk satu bahan baku tetapi pemasok bahan baku yang lain tidak dapat memenuhinya, Quaker Food & Beverages tetap tidak dapat melakukan produksi.

Penelitian ini menyarankan agar Quaker Food & Beverages menggunakan

Hannaford Bros. Co untuk menjadi pemasok tunggal untuk seluruh bahan baku produksi yang mereka miliki. Hal tersebut sesuai dengan salah satu cara untuk menerapkan sistem VMI yang optimal dimana semakin sedikit pemasok yang digunakan, semakin mempermudah perusahaan untuk melakukan pengawasan.


(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Teori dan konsep yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini adalah konsep klasifikasi sistem barang ABC, konsep-konsep pergudangan dan logistik, teori rencana kebutuhan barang (Material Requirement Planning), dan teori akuntansi persediaan.

3.1.1. Prinsip Dasar Pengendalian Persediaan Barang

Persediaan adalah bahan baku atau barang yang disimpan yang digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berupa bahan baku, bahan tambahan, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang. Tujuan mengadakan persediaan antara lain:

1. Memenuhi kebutuhan normal; 2. Memenuhi kebutuhan mendadak;

3. Memungkinkan pembelian atas dasar jumlah ekonomis.

Pengendalian persediaan adalah suatu usaha memonitor dan menentukan tingkat komposisi bahan baku yang optimal dalam menunjang kelancaran dan efektifitas serta efisiensi dalam kegiatan perusahaan. Jika diperinci lagi penyediaan barang adalah suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari bagian bahan baku dan barang hasil produksi, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien. Dalam pengertian tersebut, secara garis besar, tujuan dari dilakukannya pengendalian persediaan barang adalah:

1. Menjamin terpenuhinya kebutuhan operasional; 2. Membatasi nilai seluruh investasi;

3. Membatasi jenis dan jumlah material;

4. Memanfaatkan seoptimal mungkin material yang ada.

3.1.2. Klasifikasi Barang Persediaan

Dalam penelitian ini, barang persediaan yang akan dianalisis pengadaan persediaannya hanya bahan baku mentah yang merupakan komponen utama


(29)

dalam pembuatan biskuit OR. Lebih sempit lagi, bahan baku mentah tersebut hanya bahan baku yang terletak pada kelas A menurut analisis ABC.

3.1.3. Akurasi Peramalan Permintaan Produk dan Perhitungan Forecast

Error

Dalam peramalan permintaan produk, nilai yang diramalkan tidak selalu sama dengan realisasi produk yang diproduksi. Karena berbagai hal, mungkin saja terjadi pengurangan atau penambahan volum produk yang diproduksi. Dalam penelitian ini akan dihitung forecast error yang menunjukkan pebedaan antara peramalan permintaan produk dengan realisasi produksinya.

Empat perhitungan yang akan dilakukan adalah Average Error, Mean Square Error, Mean absolute Deviation of Forecast Error dan Mean Absolute Percentage Error. Keempatnya akan digunakan bukan hanya untuk menghitung bias antara peramalan produk jadi dengan realisasi produksinya tetapi juga peramalan pengadaan dan persediaan bahan baku kelas A beserta realisasi pengadaannya.

3.1.4. Analisis ABC

Analisis ABC atau disebut juga sebagai klasifikasi ABC membagi persediaan bahan baku kedalam tiga kelas berdasarkan prinsip 80-20. Dalam kaitannya dengan penyediaan dan pengendalian bahan baku, dikenal istilah analisis ABC. Analisis ABC menunjukkan bahwa 80 persen nilai persediaan bahan baku dihasilkan dari bahan baku yang jumlahnya hanya 20 persen saja. Teori 80/20 tersebut bukanlah sesuatu yang mutlak, tetapi bisa disesuaikan dengan kondisi persediaan yang terjadi.

3.1.5. Biaya Pengelolaan Barang

Biaya pengelolaan barang adalah semua biaya yang timbul atau dikeluarkan dalam seluruh kegiatan pengelolaan barang. Secara garis besar kegiatan pengelolaan barang tersebut meliputi hal-hal berikut ini:

1. Biaya penyimpanan

Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan bahan baku. Biaya yang termasuk kedalam biaya penyimpanan ini adalah biaya listrik (penerangan dan pendingin), biaya modal untuk pembelian bahan baku, biaya perhitungan


(30)

fisik dan konsiliasi laporan, biaya asuransi, biaya pajak, biaya pencurian, perusakan atau perampokan dan biaya penangan persediaan.

2. Biaya pemesanan

Yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses pembelian bahan baku. Yang termasuk kedalam biaya pemesanan ini adalah biaya pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, biaya telepon, biaya administrasi, pengeluaran surat menyurat, biaya pemeriksaan penerimaan,bea cukai, dan biaya hutang lancar. 3. Biaya persiapan

Yang dimaksud dengan biaya persiapan yaitu segala macam biaya yang dikeluarkan dalam rangka mempersiapkan kedatangan bahan baku. Biaya tersebut adalah biaya mesin-mesin yang menganggur, biaya persiapan tenaga kerja langsung dan biaya penjadwalan (scheduling)

4. Biaya kehabisan / kekurangan barang

Yang termasuk kedalam biaya kehabisan/kekurangan bahan baku antara lain biaya kehilangan penjualan, biaya pemesanan khusus, biaya ekspedisi, selisih harga beli, biaya terganggunya operasional dan tambahan pengeluaran yang dikarenakan kekurangan bahan baku tersebut.

3.1.6. Sistem Just in Time (JIT)

Sistem pengadaan persediaan Just in Time (JIT) atau persediaan tepat waktu adalah sistem pengadaan persediaan dimana bahan baku produksi didatangkan saat akan digunakan. Sistem JIT ini berbeda sekali dengan sistem konvensional dimana bahan baku disediakan dalam lot besar. Sistem konvensional itu menimbulkan tertumpuknya bahan baku yang tidak (belum) berguna, dalam jumlah yang tidak (belum) berguna, dan pada waktu yang tidak (belum) berguna. Sistem JIT mendorong komitmen hubungan jangka panjang dan lebih erat dengan sedikit pemasok. Penggunaan pemasok yang sedikit dalam sistem JIT memungkinkan perusahaan melakukan pengawasan secara lebih intensif terhadap bahan baku yang dipasok oleh pemasok tersebut.


(31)

Tabel 3. Pengendalian Persediaan Konvensional dengan JIT

Konvensional JIT

Beberapa kerusakan dapat diterima Tanpa kerusakan adalah keharusan Lot besar dianggap efisien Lot ideal adalah satu (makin kecil

makin baik)

Produksi yang cepat dianggap efisien Produksi yang seimbang dianggap efisien

Persediaan dianggap pengaman Persediaan pengaman adalah pemborosan

Persediaan melancarkan produksi Persediaan sebetulnya tidak diharapkan Persediaan adalah asset Persediaan adalah beban

Antrean dianggap perlu Antrean harus dihilangkan Pemasok dianggap lawan Pemasok adalah mitra Pemasok banyak dianggap menjamin

keamanan

Pemasok sedikit memungkinkan pengawasan

Pemeliharaan karena rusak dianggap cukup

Pemeliharaan preventif dianggap penting

Waktu pemesanan panjang dianggap lebih baik

Waktu pemesanan pendek dianggap lebih baik

Waktu pemasangan telah ditentukan Waktu pemasangan harus nol Tenaga kerja perlu spesialisasi Tenaga kerja harus multifungsi Manajemen dengan paksaan Manajemen dengan konsensus

Sumber: Indrajit dan Djokopranoto (2003)

JIT memiliki syarat mutlak yang membatasi penggunaannya. Syarat JIT diantaranya adalah: (1) kondisi lingkungan yang stabil; (2) produk standar dengan sedikit varian; (3) produksi yang kontinu pada tingkat yang tetap; (4) otomatis, produksi menggunakan volume besar; (5) proses terpenuhi dengan sumberdaya yang cukup; (6) peralatan produksi yang handal; (7) persediaan minimum; (8) waktu tunggu yang pendek; (9) pemasok yang handal; (10) kualitas persediaan yang konsisten; (11) tenaga kerja fleksibel; (12) pelatihan dan penghargaan yang wajar dan adil bagi pekerja; dan (13) mampu mengatasi segala permasalahan.

3.1.7. Sistem Material Requirement Planning (MRP) Teknik Economic Order

Quantity (EOQ)

Pada teknik Economic Order Quantity (EOQ), besar pesanan yang dilakukan adalah sebesar EOQ-nya atau sebesar kelipatan dari EOQ tersebut (misalnya 2 x EOQ atau 3 x EOQ dan seterusnya). Besarnya EOQ dapat dihitung dengan rumus:

EOQ = √2SD


(32)

dimana: D = penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu; S = biaya pemesanan (persiapan pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan;

H = biaya penyimpanan per unit per periode

3.1.8. Sistem Vendor Managed Inventory (VMI)

Sebagai realisasi dari sistem supply chain management (SCM), dimana untuk meminimalkan proses transfer informasi yang tidak efisien, dilakukanlah sistem VMI. Sistem VMI ini memungkinkan pemasok bahan baku mengelola persediaan bahan baku untuk sebuah perusahaan secara mandiri. Keuntungan yang didapat bagi pemasok tersebut terutama bahwa mereka memiliki konsumen tetap untuk penjualan produk. Sementara keuntungan bagi perusahaan adalah bahwa mereka tidak perlu khawatir akan kekurangan pasokan bahan baku, selain itu, VMI juga memungkinkan perusahaan untuk menghemat biaya terutama biaya pengelolaan bahan baku produksi.

Bahan baku dalam sistem VMI tidak di kelola oleh perusahaan, tetapi langsung oleh pemasok. Perusahaan cukup memberikan peramalan kebutuhan bahan baku kepada pemasok beserta tanggal pengiriman yang diharapkan. Pemasok dapat memproduksi bahan baku tersebut dalam skala besar untuk menjaga persediaan.

3.1.9. Sistem Produksi Tarik dan Sistem Produksi Dorong

PT XYZ merupakan salah satu industri yang menerapkan sistem produksi tarik dimana proses produksi barang ditarik dari satu bagian oleh bagian lain yang berada di depannya. Dalam hal persediaan bahan baku, sistem produksi tarik menerapkan, bahan baku baru akan didatangkan saat akan digunakan untuk proses produksi. Lebih jauh lagi, proses produksi baru akan dilakukan saat ada permintaan dari bagian pemasaran.

Kebalikan dari sistem produksi tarik, sistem produksi dorong menerapkan proses pendorongan material dari satu bagian ke bagian lain. Pada PT XYZ, sistem produksi dorong berarti memproduksi barang untuk persediaan sehingga saat ada permintaan dari bagian pemasaran, barang yang diminta sudah tersedia dan siap kirim. Sejak penghilangan gudang barang jadi, sistem produksi demikian sudah tidak diterapkan lagi.


(33)

Usaha optimalisasi persediaan bahan baku di PT XYZ sudah dilakukan sejak berdirinya perusahaan ini. Namun, masalah terus saja muncul terutama berkaitan dengan keterbatasan lokasi penyimpanan (warehouse) dan biaya yang akan timbul dari pencadangan bahan baku. PT XYZ sendiri seringkali menemukan masalah berkaitan dengan ketidaktersediaan bahan baku. Selain karena beberapa bahan baku diimpor dari negara lain, dimana berpotensi mengalami kendala dalam pengiriman dan proses masuk nya barang.

Melihat deadline produksi yang begitu ketat, seringkali terjadi kekacauan dalam proses pengiriman dan penyediaan bahan baku di gudang. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku impor, seringkali perusahaan meminjam dulu dari entity

lain, yang terkadang spesifikasi bahan bakunya tidak sama persis dengan yang biasa digunakan.

Ketidaktersediaan bahan baku tersebut seringkali menimbulkan konflik internal. Produksi terpaksa berhenti saat bahan baku yang dibutuhkan tidak tersedia. Departemen Quality juga tidak dengan mudah meloloskan penggunaan bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Hal ini menyebabkan, timbulnya biaya yang lebih besar. Saat produksi berhenti, pekerja tidak melakukan kegiatan apa-apa yang berdampak pada peningkatan biaya tenaga kerja.

Sistem pengendalian persediaan bahan baku utama biskuit di PT XYZ pada mulanya dikelola sendiri oleh perusahaan. Namun, seiring dengan tuntutan produktifitas dan efisiensi, perusahaan kemudian melakukan berbagai macam cara untuk meminimalkan persediaan karena, persediaan dianggap sebagai biaya. Dalam satu tahun terakhir, perusahaan menerapkan sistem produksi tarik dimana produk baru akan diproduksi saat ada permintaan dari bagian penjualan. Sistem produksi tarik ini dianggap lebih efisien karena perusahaan tidak perlu mengadakan persediaan barang jadi.

Bahan baku yang akan diteliti disini, diklasifikasikan dengan menggunakan analisis ABC. Nilai yang digunakan adalah harga pemakaian barang tersebut pada satu satuan periode waktu. Dalam penelitian ini, periode waktu yang digunakan adalah satu tahun. Bahan baku yang berada di kelas A berarti bahan baku yang memiliki nilai barang cukup tinggi dengan jumlah yang sedikit. Persentase nilai barangnya mencapai 70 persen dengan pemakaian sampai


(34)

dengan 10persen. Bahan baku yang berada di kelas B adalah bahan baku yang persentase nilainya mencapai 20 persen dengan jumlah pemakaian mencapai 20 persen juga. Sedangkan bahan baku yang berada di kelas C adalah bahan baku yang jumlahnya banyak, persentasenya sampai dengan 70 persen dengan persentase nilai hanya 10 persen.

PT XYZ memiliki 19 varian rasa dari 4 produk dengan 64 SKU (Stock Keeping Unit). Dari 4 produk tersebut, yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah produk OR karena berdasarkan peramalan penjualan 2011, produk OR tersebut adalah produk dengan volum permintaan paling tinggi. Bahan baku yang diteliti yaitu hanya dibatasi pada bahan baku kelas A yang digunakan untuk memproduksi produk OR.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Sitem Pengadaan

Persediaan Bahan Baku Biskuit Utama di PT XYZ

Kesenjangan antara rencana tingkat inventory

dengan realisasi di PT XYZ

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Kondisi persediaan yang optimal Identifikasi semua bahan baku yang digunakan

untuk produksi biskuit XYZ

Klasifikasi barang menurut konsep ABC

Kebijakan Perusahaan Sistem produksi tarik Sistem produksi dorong

Perbandingan antar kondisi ideal dengan kebijakan perusahaan Sistem Pengendalian

Persediaan EOQ

Sistem Pengendalian Persediaan VMI dan JIT


(35)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT XYZ, sebuah perusahaan biskuit multinasional yang pabriknya terletak di sebuah kawasan industri di Timur Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan terlebih karena masalah seringkali terjadi dalam pengendalian persediaan bahan baku, selain itu pertimbangan bahwa perusahaan ini merupakan salah satu industri manufaktur biskuit yang memproduksi biskuit untuk pasar lokal dan ekspor dan menjadi pemegang market share nomor dua di Indonesia. Pengumpulan data dilaksanakan bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer, berupa bahan baku apa saja yang diperlukan untuk memproduksi biskuit, komposisi bahan baku, bill of materials (BOM), sales forecast, lead time pengiriman bahan baku dan MPS (Master Production Schedule). Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah kapasitas gudang dan proses pengadaan bahan baku yang diterapkan di perusahaan. Informasi tersebut diperoleh melalui wawancara terstruktur kepada manajemen PT XYZ dan hasil pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan seperti buku manajemen operasional, internet, Badan Pusat Statistika, perpustakaan IPB dan instansi lainnya yang dapat membantu untuk ketersediaan data.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Sistem pengadaaan bahan baku yang meliputi perencanaan dan pelaksanaannya akan dianalisis secara kualitatif dalam bentuk uraian. Dalam merumuskan suatu model pengendalian persediaan bahan baku, data ditabulasikan dan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Data kuantitatif tersebut akan di analisis berdasarkan kualifikasi ABC untuk kemudian dipilih bahan baku yang berada di kelas A. Selanjutnya, bahan baku Kelas A tersebut akan dihitung nilai kebutuhan nya. Setelah mengetahui jumlah yang dibutuhkan


(36)

dan kapan akan dibutuhkan, sistem MRP akan ditetapkan untuk bahan baku tersebut. Dalam sistem MRP, jadwal pengiriman barang sudah ditetapkan, sehingga sistm JIT juga ikut diterapkan sebagai sistem untuk memindahkan barang dari pemasok ke pabrik.

Selain sistem MRP dan JIT, satu sistem dalam pengadaan persediaan bahan baku yaitu sistem VMI. Sistem VMI dihitung dengan memberikan jadwal pemenuhan kebutuhan bahan baku kelas A kepada pemasok. Dalam penelitian ini, akan dianalisis biaya yang akan timbul sebagai ekses dari penggunaan sistem VMI bagi perusahaan.

Setelah diketahui biaya-biaya dalam sistem MRP, JIT serta VMI, data kemudian dibandingkan secara kualitatif dengan kebijakan perusahaan untuk menentukan sistem persediaan yang bagaimana yang lebih efektif dan efisien untuk diterapkan. Kebijakan perusahaan dalam pengadaan persediaan bahan baku ada dua macam, yaitu sistem produksi tarik dan sistem produksi dorong.

4.3.1. Identifikasi Peramalan Permintaan Produk dan Error Forecasting

Data peramalan permintaan produk didapat dari PT XYZ. Error forecasting dihitung bukan hanya untuk mengetahui perbedaan antara jumlah produk yang diramalkan dengan realisasi produksinya tetapi juga jumlah bahan baku yang diramalkan akan digunakan dengan realisasi pengadaannya. Cara menghitung forecast error yaitu sebagai berikut:

1. average error, untuk mengetahui rata-rata error dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut:

Ē = Σet

n

dimana, Ē = Average error, Σet = jumlah error yang dihasilkan, dan n =

jumlah bulan yang dihitung

2. Hitung jumlah Mean Square Error (MSE) atau rata-rata forecast error yang dikuadratkan. Digunakan untuk mengubah erorr negative menjadi positif sehingga tidak akan mengurangi jumlah error.

3. MAD atau Mean Absolute Deviation digunakan untuk mengetahui perbedaan absolut antara peramalan permintaan dengan realisasi.


(37)

4. MAPE atau Mean Absolute Percentage Errors, yaitu cara menghitung error

absolut dalam persen.

4.3.2. Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Identifikasi awal ini meliputi identifikasi proses produksi dalam perusahaan dan kebijakan-kebijakan dalam proses produksi. Di samping itu juga identifikasi manajemen persediaan bahan baku yang ada di perusahaan, meliputi jenis-jenis persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan, kebijakan-kebijakan dalam pengendalian persediaan bahan baku, cara perusahaan mengatur stok persediaan cara pembelian bahan baku ke pemasok, harga bahan baku, fasilitas penyimpanan bahan baku, dan cara pemeliharaan bahan baku yang tersedia.

Dalam tahap ini juga ditentukan jenis bahan baku yang diteliti berdasarkan bahan baku yang biasa digunakan perusahaan dan mempunyai harga relatif mahal. Kemudian ditentukan volum dan frekuensi pembelian tiap bahan baku per periode, dan waktu tunggu pengadaan bahan baku. Data-data tersebut diperoleh dari catatan historis perusahaan dan dengan wawancara langsung dengan pihak perusahaaan.

4.3.3. Penentuan Bahan Baku Pokok

Penentuan bahan baku dalam pembuatan biskuit dilakukan dengan memfokuskan pengendalian persediaan kepada bahan baku yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. PT XYZ menggunakan beberapa jenis bahan baku dalam proses produksinya. Penentuan bahan baku yang bernilai tinggi dilakukan dengan melakukan analisis ABC (pareto analysis). Seluruh bahan baku produksi biskuit OR di analisis, dan dihitung nilai dan kebutuhannya untuk kemudian di klasifikasikan kedalam kelas A, B atau C berdasarkan tabel klasifikasi nilai barang.

Langkah – langkah yang dilakukan untuk menentukan bahan baku pokok perusahaan adalah:

1. Menentukan tujuan melakukan analisis dan kriteria yang digunakan 2. Mengumpulkan data bahan baku yang akan dianalisis

3. Melakukan sortir berdasarkan nilai barang dalam satu periode dari yang paling besar ke yang paling kecil


(38)

5. Mengelompokkan bahan baku kedalam kelas A (bahan baku dengan nilai kumulatif sampai dengan 70%), B (bahan baku dengan nilai kumulatif sampai dengan 20%) dan C (bahan baku dengan nilai kumulatif sampai dengan 10%) sesuai dengan persentase nilai barang

6. Menganalisis kelas bahan baku dan menentukan sistem pengendalian persediaannya.

4.3.4. Penentuan Volum Pemakaian Bahan Baku

Volum pemakaian bahan baku merupakan faktor yang sangat penting dan akan banyak digunakan dalam analisa ini, sebab volum pemakaian bahan baku dapat menunjukkan besar permintaan akan bahan baku yang termasuk salah satu variabel penentu dalam kuantitas pesanan optimal. Volum pemakaian bahan baku didasarkan atas catatan perusahaan berupa peramalan penjualan. Dari Peramalan penjualan tersebut, dianalisis kebutuhan bahan baku dari produk yang volum penjualannya diperkirakan paling tinggi.

4.3.5. Analisis Nilai Bahan Baku

Nilai yang dimaksud dalam analisis nilai bahan baku ini hanya dibatasi pada nilai rupiah per periode bahan baku yang digunakan untuk memproduksi produk dengan volum penjualan paling tinggi. Hal ini digunakan saat melakukan analisis ABC. Nilai yang dihitung adalah nilai pemakaian dalam satu tahun.

4.3.6. Analisis Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelas A

Langkah selanjutnya dalam menemukan kondisi persediaan yang optimal yaitu melakukan analisis atas sistem pengendalian persediaan bahan baku kelas A di PT XYZ. Dalam analisis ini, akan terlihat bagaimana kondisi ideal pengendalian bahan baku kelas A dan bagaimana kebijakan perusahaan dalam pengendaliannya.

Dari perbandingan tersebut, dapat dilihat apakah sistem pengendaliannya sudah sesuai dengan kondisi ideal atau belum. Saat kondisinya belum ideal, berarti ada kesempatan bagi PT XYZ memperbaiki kebijakan pengendalian persediannya untuk mendapatkan kondisi persediaan yang optimal.


(39)

1. Bahan baku, yaitu bahan yang secara terintegrasi disusun menjadi bagian dari produk jadi berupa biskuit. Bahan baku yang diteliti adalah bahan baku yang berdasarkan analisis ABC berada di kelas A, yaitu bahan baku yang volum sedikit tetapi memiliki nilai rupiah yang besar.

2. Persediaan, yaitu sumberdaya yang diadakan untuk digunakan dalam proses produksi biskuit.

3. Biaya penyimpanan, yaitu biaya yang timbul karena adanya investasi persediaan, dan besarnya dipengaruhi oleh kuantitas persediaan yang dipegang. Untuk itu, biaya-biaya yang tidak berubah seiring dengan perubahan kuantitas persediaan tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan dihitung dalam satuan rupiah (Rp)

4. Waktu tunggu, yaitu tenggang waktu antara pemesanan bahan baku sampai bahan tersebut diterima oleh perusahaan. Waktu tunggu dihitung dalam satuan hari

5. Harga bahan baku, yaitu harga rata-rata bahan baku saat perusahaan membelinya dari pemasok dan harga bahan baku saat akan digunakan dalam proses produksi biskuit. Harga bahan baku dihitung dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg)


(40)

V. GAMBARAN UMUM PT XYZ

5.1. Profil Perusahaan

PT XYZ, Cikarang Plant merupakan sebuah industri makanan yang menjadi bagian dari XYZ Internasional. XYZ Internasional sendiri merupakan perusahaan multinasional yang berasal dari Amerika Serikat yang saat ini telah memiliki pabrik pengolahan di 47 negara dan telah memasarkan produknya ke 150 negara. PT XYZ menghasilkan berbagai jenis makanan dengan cita rasa dan penamaan yang disesuaikan dengan selera konsumen.

XYZ Internasional berpusat di Northfield, Illinois, Amerika Serikat. Perusahaan ini membagi daerah operasionalnya ke dalam lima bagian, yaitu: Amerika Utara, Amerika Latin, Asia Pasifik, Eropa dan Timur Tengah serta Afrika. XYZ Internasional merupakan perusahaan yang cukup besar. Pada tahun 2008, XYZ Internasional mempekerjakan sekitar 98.000 tenaga kerja dan mencatat pemasukan senilai USD 41,9 milyar.

PT XYZ Cikarang Plant memproduksi beberapa jenis produk, baik untuk pasar lokal maupun untuk pasar di luar negeri. Merek makanan yang paling terkenal di pasar lokal adalah biskuit OR dan biskuit RZ. Saat dilakukannya penelitian ini, operasional PT XYZ didukung oleh 989 tenaga kerja.

5.2. Lokasi dan Tata Letak

PT XYZ Cikarang Plant terletak di sebuah kawasan industri sekitar 35 km di Timur Jakarta. Bangunan pabrik seluas 20.878 m2 berdiri diatas tanah seluas 43.500 m2. Saat berlangsungnya penelitian, terdapat 4 line produksi yang beroperasi, yaitu Line 2, Line 4, Line 6 dan Line 7 serta dua line yang sedang dibangun (Line 3 dan Line 5).


(41)

5.3 Ketenagakerjaan

Pada Januari 2011, PT XYZ memiliki 989 tenaga kerja. Tenaga kerja di PT XYZ dibedakan menjadi dua jenis, yaitu blue collar (untuk tenaga kerja yang bekerja di tingkat operatif) dan white collar (untuk tenaga kerja yang bekerja di tingkat staff). Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Tenaga Kerja di PT XYZ

Jumlah (orang) Status Ketenagakerjaan

58 White Collar

300 Blue Collar Permanen

147 Blue Collar Direct Hire

484 Blue Collar Outsourcing

Sumber: PT XYZ, Maret 2011

Karyawan Blue Collar sejumlah 931 orang sebesar 93,02 persen berlatar pendidikan SMU. Sebagian besar ada di area produksi sejumlah 851 orang. Sisanya sebanyak 43 orang dipekerjakan di gudang, di bagian Central Maintenance & Reliability sebanyak 25 orang, dan di General Affairs sebanyak 12 orang.

Hari kerja normal yang diberlakukan di PT XYZ adalah lima hari kerja

mulai dari hari Senin sampai dengan hari Jum’at. Jumlah jam kerja per hari

sebanyak delapan jam, atau 132 jam kerja per bulan. Kelebihan jam kerja, untuk level Blue Collar diperhitungkan sebagai jam kerja lembur.

PT XYZ sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan dan melibatkan karyawan dalam berbagai kegiatan melalui program Employee Engagement. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan meningkatkan keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi (work life balance). Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka employee engagement program antara lain:

1. Krolympics (pertandingan olahraga, yang diadaptasi dari olimpiade, diikuti oleh seluruh entitas)

2. Penyediaan sarana bermusik dan berolahraga oleh perusahaan, yang dimanfaatkan oleh karyawan PT XYZ secara bergantian


(42)

3. Penyediaan Ruang Asi, beserta dengan sofa dan kulkas untuk menyimpan ASI

4. Kegiatan nonton bersama, untuk beberapa pertandingan olahraga

5. Birthday celebration, setiap bulan, untuk seluruh karyawan yang berulang tahun di bulan tersebut.

5.4. Jenis Produk

Produk yang diproduksi di pabrik ini termasuk kue, biskuit, biskuit

sandwich, flute wafer, wire cut cookie, dan crumb. Produk unggulannya adalah biskuit sandwich OR, biskuit sandwich RZ dan CA!. Pengadaan bahan baku dan pengendalian persediaannya didasarkan pada peramalan penjualan produk. Produk yang dihasilkan PT XYZ adalah biskuit OR, RZ, CA! dan OS. Keempat jenis produk tersebut diproduksi dengan berbagai kemasan dan varian rasa yang disebut dengan SKU (Stock Keeping Unit).

Pada Lampiran 7 ditampilkan 64 SKU yang dimiliki oleh PT XYZ. Untuk menyederhanakan perhitungan bahan baku, yang diambil hanya biskuit yang dibagi per varian rasa. Ada 19 varian rasa yang diproduksi, yaitu (1) OR Reg; (2) OR Stw; (3) OR DD; (4) OR DS; (5) OR Star; (6) OR Golden Vanilla; (7) OR

Golden Chocolate; (8) OR Mildly Sweet; (9) OR Blueberry; (10) OR Chocolate; (11) RZ Chocolate; (12) RZ Lemon; (13) RZ Peanut; (14) RZ Cheese; (15) RZ

Vanilla; (16) RZ Crackers; (17) OS Chocolate; (18) OS Lemon; dan (19) CA!.

5.5. Bahan Baku Biskuit

Bahan baku yang digunakan oleh PT XYZ dalam pembuatan biskuit OR adalah tepung terigu (wheat flour), bubuk cokelat (black cocoa powder), dan gula yang sudah dihaluskan (icing sugar). Sedangkan bahan baku tambahannya adalah sodium bikarbonat, garam, vanili, sirup fruktosa, amonium bikarbonat, minyak sayur, air, lecithin, dan perasa (flavor).

Umumnya bahan baku dibeli dari beberapa pemasok. Untuk tepung terigu misalnya, dibeli dari tiga pemasok dengan harga yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya gagal pasok oleh satu pemasok, sehingga ketika salah satu pemasok tidak dapat memenuhi kebutuhan tepung, perusahaan dapat membeli dari pemasok yang lain. Perbedaan harga oleh


(43)

biaya transportasi yang ditanggung pemasok jadi berbeda antara pemasok yang satu dengan yang lainnya.

Terdapat 31 jenis bahan baku yang digunakan dalam memproduksi biskuit OR. Bahan baku tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pengelompokkan bahan baku di PT XYZ dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengelompokan bahan baku di PT XYZ

No Kelompok Jenis Bahan Baku

1 Bahan baku utama Tepung terigu, bubuk cokelat, gula

2 Bahan baku tambahan

minyak sayur, air, sirup fruktosa, cokelat putih, shortening, whey powder, tepung jagung, garam

3 Bahan baku penolong

lecithin, sodium bicarbonate, maltose, maltodextrine, ammonium bicarbonate, dextrose monohydrate, asam sitrat, pewarna perasa.

Sumber: PT XYZ, 2011

Ketiga kelompok bahan baku tersebut memiliki karakteristiknya masing-masing. Setiap bahan baku yang digunakan oleh PT XYZ memiliki standar global khusus yang selalu di awasi penggunanya. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas produk dan untuk menghindari kemungkinan adanya cacat produk. Apabila ada pergantian pemasok atau pergantian bahan baku, sebelumnya dilakukan dulu beberapa tes untuk memastikan bahwa perubahan tersebut tidak akan merubah kualitas produk jadi. Bahan baku diminta contohnya dari pemasok, untuk kemudian dilakukan tes adonan.

Beberapa jenis bahan baku, terutama bahan baku utama dan bahan baku yang berada di Kelas A, dipasok dari beberapa distributor. Walaupun berasal dari beberapa distributor yang berbeda, tetapi karakteristiknya tetap sama karena diambil dari produsen yang sama.

Dengan karakteristik yang berbeda, bahan baku tersebut juga ditempatkan di lokasi yang berbeda. PT XYZ memiliki 3 jenis ruang penyimpanan yaitu

ambient room, cool room, dan cold room atau lebih sering disebut dengan chiller.


(44)

Pengendalian persediaan bahan baku dimaksudkan untuk menghindari timbulnya kekurangan atau ketidak tersediaan bahan baku produksi saat dibutuhkan. Departemen yang bertangung jawab dalam hal persediaan bahan baku yaitu Departemen PPIC (Production Planning and Inventory Control) melalui sub divisi Gudang. Gudang PT XYZ dibagi menjadi dua bagian, yaitu gudang bahan baku (raw material incoming) dan gudang packaging material.

Bahan baku dikeluarkan dari gudang dengan sistem FEFO (First Expired First Out), dimana bahan baku yang masa pakainya lebih cepat harus menjadi bahan baku yang pertama kali keluar. Untuk itu, Semua bahan baku diurutkan berdasarkan masa pakainya. Penggunaan sistem FEFO berhubungan erat dengan kebijakan pembelian bahan baku yang diterapkan perusahaan. Perusahaan membeli persediaan bahan baku dari beberapa pemasok yang berbeda. Dengan demikian, masa pakainya juga tidak sama.

Gudang penyimpanan persediaan bahan baku terdiri dari empat bagian sesuai dengan peruntukannya sebagai berikut:

1. Cold Storage (Chiller), adalah ruangan dengan suhu 100 C – 180 C. 2. Cool Storage, adalah ruangan dengan suhu 180 C – 280 C.

3. Ambient Room, adalah ruangan dengan suhu 280 C – 340 C.

4. Silo, adalah tabung besar tempat menyimpan terigu, minyak, dan bahan baku bersifat cair lainnya.

Berdasarkan ke empat bagian ruang penyimpanan tersebut, cool storage

dan ambient room menggunakan rak untuk meletakkan bahan baku. Sistem penyimpanan di rak (racking system) diatur sedemikian rupa dengan label dan petunjuk yang jelas, termasuk informasi masa pakai dan informasi kandungan bahan baku tersebut yang dapat menyebabkan alergi. Karena menggunakan pencatatan barang secara FEFO, maka rak pun diatur agar mempermudah arus bahan baku yang masuk dan yang keluar sesuai dengan masa pakai yang paling cepat. Bahan baku dengan masa pakai paling lama diletakkan di rak paling atas, semakin ke bawah, masa pakainya semakin singkat.


(45)

Gambar 2.Warehouse’s Racking di PT XYZ tahun 2011 Sumber: PT XYZ, 2011

Silo adalah tabung besar yang digunakan untuk menyimpan bahan baku bersifat cair dan tepung. PT XYZ memiliki sembilan tank silo dengan

peruntukkan seperti dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Peruntukkan Silo di PT XYZ

Jumlah tank

(buah) Bahan baku yang disimpan Kapasitas (ton)

1 Tepung terigu 60

2 Tepung terigu 30

1 Fruktosa 12

1 Liquid shortening 22

4 Minyak sayur 22

Sumber: PT XYZ, 2011

Selain silo, PT XYZ juga menggunakan water tank untuk menyimpan air yang akan digunakan untuk proses produksi. Water tank ini sudah dilengkapi dengan pengatur suhu. Tujuannya adalah untuk memungkinkan bagian produksi mengatur suhu air yang dibutuhkan dalam proses pembuatan biskuit.

Cold storage atau disebut juga chiller adalah ruang penyimpanan untuk bahan baku yang mudah rusak. Bahan baku yang disimpan di chiller antara lain

beta carotene, carmine colour, menthol dan tartaric acid. Model penyimpanan di

chiller berbeda dengan di cool storage dan ambient room. Chiller berbentuk kotak seperti kontainer besar yang dilengkapi dengan freezer. Chiller yang dimiliki oleh PT XYZ berjumlah satu buah dengan kapasitas 17 palet ukuran 1,2 X 1 m2.

Pencatatan pengadaan dan pengendalian persediaan menggunakan perangkat lunak SAP yang digunakan juga untuk mengawasi jumlah bahan baku


(46)

yang keluar dan masuk gudang. Selain itu, catatan mengenai persediaan awal, jumlah bahan baku yang keluar dan masuk, dan persediaan akhir yang ada di gudang juga disimpan dalam SAP. Perhitungan atas persediaan bahan baku tersebut dilakukan setiap bulan. Pencatatan ini selain berguna untuk mengontrol persediaan bahan baku, juga digunakan untuk mengetahui biaya penyimpanan bahan baku setiap periodenya.

Biaya persediaan bahan baku yang timbul dalam penyediaan bahan baku di PT XYZ adalah biaya penyimpanan, biaya pemesanan, biaya persiapan dan biaya kehabisan/kekurangan barang (material shortage). Tetapi, yang diperhitungkan dalam penelitian ini hanya biaya penyimpanan dan biaya pemesanan.

5.7 Proses Produksi Biskuit

Sebelum memproduksi biskuit, hal pertama yang dilakukan yaitu menghitung peramalan penjualan. PT XYZ dibagi kedalam dua divisi besar,

operational yang melakukan produksi dan commercial yang menjual produk. Peramalan penjualan baik lokal maupun ekspor dilakukan oleh divisi commercial

untuk kemudian dikomunikasikan kepada divisi operational. Peramalan penjualan tersebut diolah kembali oleh departemen PPIC (Production Planning and Inventory Control) untuk kemudian dibuatkan jadwal produksi (MPS – Master Production Schedule).

Setelah MPS dibuat, barulah departemen PPIC mendistribusikan tugas. Mulai dari persediaan bahan baku, menyetel mesin, menyediakan tenaga kerja sampai dengan memproses biskuit. Hal pertama yang dilakukan yaitu menyediakan bahan baku. Bahan baku yang digunakan untuk produksi biskuit di PT XYZ dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Bahan baku utama, berupa bubuk cokelat dan gula

2. Bahan baku tambahan, berupa sirup fruktosa, minyak sayur, shortening, tepung terigu

3. Bahan penolong, berupa butter flavor, vanilla flavor, whey powder, dough salt, ammonium bicarbonate, sodium bicarbonate, air, vanillin crystal, lecithin.


(1)

saat akan dibutuhkan, melalui sistem VMI, dua hal berikut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi PT XYZ dan pemasok:

1. Departemen PPIC sebaiknya membuat tren yang berisi, SKU yang mana saja yang volumnya tetap selama tenggang waktu tertentu. Untuk SKU tersebut, kemudian dihitung keperluan gula dan tepungnya beserta rencana produksinya. Nilai kebutuhan tersebutlah yang kemudian diberikan kepada pemasok untuk diproduksi dan diatur persediannya di gudang mereka.

2. PT XYZ dapat menyarankan kepada pemasok untuk memproduksi dalam jumlah yang sekaligus besar. Produksi besar dalam satu lot tersebut dapat mempersingkat proses incoming inspection oleh departemen quality. Kendala yang sekiranya akan dihadapi oleh pemasok adalah, apabila bahan baku tersebut tidak lolos dalam first class inspection, maka seluruh produk yang sudah diproduksi banyak dalam satu lot tersebut akan direject. Untuk mengatasinya, bisa saja pemasok memberikan contoh produk yang diproduksi dalam satu lot tersebut kepada PT XYZ, saat bagian quality sudah mengkonfirmasi bahwa lot tersebut lolos inspeksi, baru kemudian proses produksi dilanjutkan.

Sistem JIT yang saat ini diterapkan oleh PT XYZ tidak dapat dilakukan dalam optimalisasi pengendalian persediaan bahan baku. Hal tersebut dikarenakan oleh syarat-syarat penggunaan sistem JIT berdasarkan konsep tidak dapat terpenuhi. Syarat tersebut yaitu:

1. Produk standar dengan sedikit varian

Produk biskuit OR yang dihasilkan oleh PT XYZ memiliki banyak varian yang otomatis akan menimbulkan banyak jenis bahan baku yang digunakan. 2. Produksi yang kontinu pada tingkat yang tetap

Produksi biskuit OR di PT XYZ berlangsung secara kontinu tetapi volumnya berubah-ubah setiap bulannya tergantung pada permintaan akan produk tersebut.

3. Pemasok yang handal

Pemasok yang dimiliki oleh PT XYZ, berdasarkan hasil tren pengiriman bahan baku di tahun 2010 belum mampu untuk mengakomodir total kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi dengan tepat.


(2)

4. Kualitas persediaan yang konsisten

Kualitas persediaan bahan baku belum konsisten terutama dalam hal quality issue.

Selain menerapkan sistem VMI dalam pengadaan persediaan bahan baku produksi, PT XYZ juga sudah harus mempertimbangkan penggunaan lebih dari satu pemasok dalam pengadaan bahan baku kelas A. Hal ini dilakukan untuk dapat meminimalisir risiko yang mungkin timbul akibat salah satu pemasok tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi. Selama produsen bahan baku tersebut masih sama, kemungkinan terjadinya perbedaan spesifikasi bahan baku tidak akan terlalu besar. Pada dasarnya, produsen mungkin saja memiliki beberapa distributor produk yang bisa dijadikan pemasok oleh PT XYZ.

Hal terakhir yang bisa dilakukan oleh PT XYZ adalah melakukan ekstensifikasi gudang persediaan bahan baku. Dengan sumberdaya lokasi yang lebih besar, rotasi dan pergerakan bahan baku akan lebih baik. Ketersediaan bahan baku pun akan lebih optimal. Yang menjadi pertimbangan PT XYZ belum memperbesar lokasi penyimpanan bahan bakunya terutama adalah cost saving. Dengan gudang yang lebih besar, tentu akan membutuhkan man power yang lebih banyak dan biaya penanganan bahan baku yang lebih besar pula.

6.4.4. Sistem Produksi Tarik dan Sistem Produksi Dorong

Sistem produksi konvensional belakangan ini sudah mulai beralih kepada sistem produksi yang lebih modern dimana dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi. Pada sistem produksi dorong, sebuah industri akan memindahkan material dari satu bagian ke bagian lainnya dan membuat produk dengan cara mendorong material tersebut sepanjang proses sampai dengan menjadi barang jadi. Akan sulit menghentikan sebuah proses produksi dorong karena satu bagian akan selalu mendorong bagian di depannya untuk terus berproses. Sistem produksi seperti ini disebut akan menghasilkan industri yang memproduksi barang untuk cadangan (made to stock).

Berbeda dengan sistem produksi dorong, sistem produksi tarik lebih menekankan kepada pengambilan material produksi sesuai dengan permintaan. Bekerja dengan sistem produksi tarik akan menyebabkan satu bagian menarik ke belakang material yang dibutuhkan untuk melakukan proses di bagian tersebut.


(3)

Dalam sistem produksi tarik, suatu bagian tidak akan mengeluarkan material sebelum bagian di depannya meminta. Sistem produksi seperti ini akan menghasilkan industri yang memproduksi barang sesuai pesanan (made to order). PT XYZ baru saja menerapkan kebijakan sistem produksi tarik. Hal ini jelas terlihat saat pabrik PT XYZ tidak lagi memiliki gudang penyimpanan produk jadi. Semua produk yang selesai diproses langsung dibawa ke distributor PT XYZ. Hal ini tentu berkaitan dengan sistem pengadaan bahan baku yang artinya juga menarik kebelakang. Maksudnya adalah bahwa bahan baku yang diperlukan baru akan didatangkan saat akan digunakan dalam proses produksi. Dari pemaparan sistem produksi tarik dan sistem produksi dorong diatas, sistem pengadaan persediaan bahan baku secara VMI layak diterapkan untuk mengakomodir kebutuhan bahan baku perusahaan.


(4)

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Analisis Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Biskuit di PT XYZ, sebagai berikut. 1. Bahan baku yang berdasarkan analisis ABC masuk kedalam kelas A di PT

XYZ adalah gula (sugar), tepung terigu (cookie & wafer wheat flour) dan bubuk cokelat (black cocoa powder high flavoured).

2. Konsep persediaan yang dilakukan oleh PT XYZ adalah Just In Time, dimana bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi di datangkan saat diperlukan dalam rangka efisiensi biaya penyimpanan bahan baku.

3. Terjadi kesenjangan antara rencana pengadaan persediaan bahan baku kelas A dengan realisasinya dengan bias berkisar antara 5 persen untuk bubuk cokelat sampai dengan 9 persen untuk tepung terigu yang disebabkan oleh perubahan planning produksi yang mendadak terutama perubahan volum produksi. 4. Sistem pengendalian bahan baku yang paling efektif dalam pengendalian

persediaan bahan baku kelas A di PT XYZ salah satunya adalah menggunakan sistem VMI (Vendor Managed Inventory) dimana perusahaan melakukan perjanjian dengan pemasok tertentu untuk menyediakan bahan baku sesuai dengan planning produksi yang disusun.

7. 2 Saran

Berdasarkan hasil analisis ABC terhadap penggunaan bahan baku produksi biskuit di PT XYZ, sistem VMI (Vendor Managed Inventory) merupakan sistem yang paling optimal dalam pengendalian bahan baku kelas A. Mempertimbangan sifat bahan baku tersebut yang voluminous sementara lokasi gudang penyimpanan bahan baku yang dimiliki PT XYZ terbatas. Untuk dapat memenuhi kebutuhan semua pihak baik internal maupun eksternal, PT XYZ perlu melakukan analisis baik oleh departemen penjualan maupun departemen PPIC mengenai tren SKU apa saja yang volumnya cenderung tetap, sehingga dapat mempermudah pemasok dalam pengadaan persediaan terhadap bahan baku tesebut.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi. Edisi Pertama. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Tabel Ekspor Biskuit Indonesia 2010. http://www.bps.go.id/exim.php. [7 Desember 2010]

Buffa, ES dan Sarin, R. K. 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Edisi 8. Jilid 1. Binarupa Aksara. Jakarta.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan.1992. Syarat Baku Mutu Biskuit Standar Biskuit Indonesia. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta. Lembaran Negara Republik Indonesia.2003. Undang – Undang Negara Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta. Handoko, H. 1984. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 1. BPFE.

Yogyakarta.

Heizer J dan Render B. 2004. Principles of Operations Management. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Indrajit RE dan Djokopranoto R. 2003. Manajemen Persediaan. Jakarta: Grasindo Lambert DM dan Stock JR. 1992. Strategic Logistic Management. Florida: Richard D.

Irwin, Inc.

Patmalasari, Irma. 2005. Kajian Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kecap Pada PT. Surabraja Food Industry, Cirebon, Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pustakawati, Nenden. 2005. Kajian Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Produk Roti di Ajimas Bakery, Jakarta [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Russell SR dan Taylor III BW. 2003. Operations Management Fourth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Sitompul, FRS. 2005. Analisis Pengendalian Bahan Baku di Bogor Permai Bakery [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

SNI (Standar Nasional Indonesia). 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Sumayang, L. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Salemba Empat. Jakarta.

The Tuck School of Business. 1999. Supply Chain Management. Hannover: Darthmouth College.


(6)

University of Southern Maine. 2002. Supply Chain Management: An Investigation of Collaboration in the Grocery Industry. Southern Maine: University of Southern Maine.