Sistem MRP Material Requirement Planning dengan Teknik

63 dalam kaitannya dengan proses penyimpanan barang. Biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh PT XYZ dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 . Komponen Biaya Penyimpanan per Bulan Bahan Baku Kelas A Di PT XYZ Periode Januari – Juni 2011 No Jenis Biaya Biaya Penyimpanan per bulan Rp 1 Opportunity Cost 1,043,740 2 Biaya Listrik dan pemeliharaan gudang 2,940,000 3 Upah tenaga kerja bagian gudang 12,508,020 4 Asuransi persediaan 860,412 Total Biaya Penyimpanan 17,352,172 Sumber: Departemen PPIC PT XYZ, 2011 Pada periode Januari sampai dengan Juni 2011, PT XYZ mengeluarkan biaya penyimpanan bahan baku per bulan sebesar Rp. 17.352.172,-. Biaya paling besar dialokasikan untuk upah tenaga kerja bagian gudang. Termasuk di dalamnya tenaga kerja harian yang dipekerjakan untuk membongkar barang. Setelah biaya upah tenaga kerja, selanjutnya pengeluaran untuk biaya listrik dan pemeliharaan gudang sebesar Rp. 3.000.000, dan yang paling kecil yaitu opportunity cost. Opportunity cost atau biasa disebut sebagai biaya bunga investasi adalah biaya yang terjadi karena kehilangan pendapatan berupa bunga bank yang seharusnya diperoleh tetapi akhirnya tidak diperoleh oleh perusahaan karena uang yang ada digunakan untuk persediaan bahan baku.

6.4.2. Sistem MRP Material Requirement Planning dengan Teknik

EOQ Economic Order Quantity Sistem MRP dengan teknik EOQ mensyaratkan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Permintaan bersifat pasti dan konstan 2. Persediaan bahan baku dapat dipenuhi saat itu juga Just in Time 3. Waktu pengiriman bahan baku delivery schedule bersifat konstan Ketiga asumsi dasar tersebut secara berkala ditinjau ulang oleh manajemen PT XYZ dimana, seringkali ditemukan kondisi yang tidak sesuai. Misalnya, saat bubuk cokelat sudah ada siap untuk dikeluarkan dari pelabuhan, ternyata tertahan di pabean karena satu dan lain hal. Oleh karena itu, proses masuknya bubuk cokelat ke pabrik terhambat. Contoh lain adalah terjadi perubahan dalam permintaan produk, walaupun jumlahnya sedikit, tetapi hal tersebut menunjukkan 64 bahwa permintaan akan biskuit OR di PT XYZ sifatnya tidak konstan melainkan berubah setiap waktu. Kondisi yang terjadi di PT XYZ saat ini adalah bahwa perusahaan mengupayakan untuk mengintegrasikan sistem EOQ dengan sistem JIT. Tujuan dilakukannya sistem JIT ini terutama adalah untuk mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan produktivitas total industri secara keseluruhan dengan cara menghilangkan on hand inventory. Kendala yang terjadi adalah, apabila ada perubahan rencana produksi secara mendadak, dan pemasok tidak memiliki cadangan bahan baku yang diperlukan, maka perusahaan akan mengalami keterlambatan pemenuhan produk jadi. Dampak biaya yang ditimbulkan dari penerapan sistem EOQ ini adalah bahwa pengelolaan bahan baku pada sistem EOQ masih dilakukan on site. Sementara kondisi aktual adalah PT XYZ tidak memiliki cukup ruangan untuk mengadakan persediaan on site. Hasil perhitungan total biaya persediaan bahan baku kelas A dengan metode EOQ klasik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 . Hasil Perhitungan Total Biaya Persediaan Bahan Baku Kelas A Dengan Model EOQ Klasik di PT XYZ Periode Januari – Juni 2011 Bahan Baku Biaya Total Persediaan Rupiah Persentase Tepung Terigu 12,429,363 48 Gula 12,350,491 47 Bubuk Cokelat 1,303,809 5 Total 26,083,663 100 Berdasarkan Tabel 10, biaya total persediaan tepung terigu menurut teknik perhitungan EOQ klasik adalah sebesar Rp. 12.429.363,- per bulan. Biaya ini adalah yang paling tinggi bila dibandingkan dengan bahan baku gula sebesar Rp. 12.350.491,- dan bubuk cokelat sebesar Rp. 1.303.809,-. Model EOQ kurang tepat dilakukan dalam pengelolaan persediaan bahan baku kelas A di PT XYZ, terutama karena asumsi yang dikemukakan di awal tidak terpenuhi. 1. Model EOQ mengasumsikan bahwa permintaan bersifat pasti dan konstan, sementara pada produksi biskuit OR, permintaannya tidak bersifat pasti. Sedangkan perusahaan tidak memiliki kebijakan untuk mengadakan persediaan produk jadi. 2. Waktu pengiriman bahan baku yang bersifat konstan juga seringkali tidak dapat dipenuhi oleh pemasok. Seperti dijelaskan pada Gambar 5, dimana 65 sepanjang tahun 2010 jadwal pengiriman bahan baku tidak 100 persen sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh PT XYZ baik dikarenakan faktor internal maupun eksternal.

6.4.3. Model Just In Time JIT dan Vendor Managed Inventory VMI