53
6.2. Analisis ABC
Analisis ABC membagi persediaan bahan baku kedalam tiga kelas berdasarkan jumlah pemakaian dan nilai rupiah kuantitatifnya. Tujuan membuat
analisis ABC adalah untuk membuat kebijakan pengadaan dan pengelolaan persediaan yang berpusat pada bahan baku di kelas A, yaitu persediaan bahan
baku dengan volum pemakaian dan nilai rupiah paling tinggi. PT XYZ seringkali menyebutkan masalah cost saving menjadi topik utama
dalam pengendalian persediaan bahan baku. Terutama untuk bahan baku yang memiliki nilai yang sangat tinggi. Selain cost saving, terbatasnya lokasi
penyimpanan juga menjadi kendala. Peningkatan produksi di PT XYZ tidak diimbangi dengan ekstensifikasi lokasi gudang. Baik gudang untuk bahan baku,
bahan pembungkus maupun produk jadi. Dalam kegiatan operasionalnya, PT XYZ mengandalkan pemasok untuk selalu siap memasok bahan baku yang
diperlukan. Pada kenyataannya, seringkali pemasok mengalami gagal pasok yang menyebabkan tertundanya proses produksi karena tidak ada bahan baku. Gagal
pasok ini disebabkan oleh tidak tersedianya bahan baku karena belum diproduksi dan juga karena perubahan jadwal yang mendadak yang tidak diperhitungkan oleh
pemasok. Menurut klasifikasi ABC, bahan baku kelas A adalah bahan baku dengan
jumlah penggunaan paling sedikit dengan nilai yang paling tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka pengelolaan persediaan atas bahan baku kelas A harus
dikontrol dengan ketat dalam rangka meminimalisir biaya persediaan dan biaya penyimpanan.
Tabel 7. Penentuan Kelas ABC di PT XYZ Periode Produksi 2011
No Bahan Baku
Penggunaan Per Tahun
Kg Biaya Rp Per
Tahun Persentasi
Volum pemakaian
per tahun Persentasi
Biaya per tahun
Kumulatif Persentasi
Volum pemakaian
Kumulatif Persentasi
Biaya Kelas
1 Sugar
10,895.34 93,263,051.27
34.35 30.59
34.35 30.59
A 2
Cookie Wafer Wheat Flour
10,961.78 60,289,806.87
34.56 19.78
68.91 50.37
A 3
Black Cocoa Powder High Flavored
1,116.67 59,353,073.24
3.52 19.47
72.43 69.83
A 4
Non Hydrogenated Shortening
3,186.12 38,233,493.89
10.04 12.54
82.47 82.37
B 5
Palm Olein 2,625.88
24,846,402.34 8.28
8.15 90.75
90.52 B
6 Ambeint Water
1,316.08 7,875,435.23
4.15 2.58
94.90 93.11
C 7
High Fructose Syrup 694.47
4,069,109.00 2.19
1.33 97.09
94.44 C
8 White Compound
167.95 3,862,809.88
0.53 1.27
97.62 95.71
C
54
9 Lecithin unbleached
72.85 2,406,121.73
0.23 0.79
97.85 96.50
C 10
Peanut Butter 68.59
1,962,591.65 0.22
0.64 98.07
97.14 C
11 Flavor 563534 A
3.56 1,525,230.72
0.01 0.50
98.08 97.64
C 12
Carmine Colour CC- 500-WS
2.29 1,484,258.50
0.01 0.49
98.08 98.13
C 13
Vanillin Crystal 6.12
1,142,325.31 0.02
0.37 98.10
98.50 C
14 Red Dutched Cocoa
Powder 15.97
713,381.42 0.05
0.23 98.15
98.74 C
15 Sodium Bicarbonate
186.75 680,300.35
0.59 0.22
98.74 98.96
C 16
Non Hydrogenated PO-P41 Liquid
55.98 503,844.77
0.18 0.17
98.92 99.13
C 17
Whey Powder 26.78
402,440.50 0.08
0.13 99.00
99.26 C
18 High Maltose Powder
30.19 326,049.98
0.10 0.11
99.10 99.37
C 19
Stw FLV F-6332 2.53
304,409.15 0.01
0.10 99.11
99.47 C
20 Flavor F-3628
2.13 268,168.90
0.01 0.09
99.11 99.55
C 21
Stw Powder 0.70
230,554.20 0.00
0.08 99.12
99.63 C
22 Maltodextrine
20.28 229,997.94
0.06 0.08
99.18 99.70
C 23
Corn Starch Maizena 42.03
211,632.81 0.13
0.07 99.31
99.77 C
24 Ammonium
Bicarbonate 46.62
202,017.88 0.15
0.07 99.46
99.84 C
25 Dough salt
142.18 194,070.19
0.45 0.06
99.91 99.90
C 26
Dextrose Monohydrate
24.43 117,302.89
0.08 0.04
99.98 99.94
C 27
Flavor F-6542 0.71
54,272.28 0.00
0.02 99.99
99.96 C
28 Citric Acid
3.71 51,687.55
0.01 0.02
100.00 99.98
C 29
Vanilla Flavor F- 6826
0.22 39,567.11
0.00 0.01
100.00 99.99
C 30
Lake Blilliant Blue FCF C.I No 42090:2
0.05 17,083.54
0.00 0.01
100.00 100.00
C 31
Butter Flavor R0928406
0.11 13,846.50
0.00 0.00
100.00 100.00
C Jumlah
31,719.07 304,874,337.58
100 100
55 Tabel 7 merupakan hasil analisis ABC atas bahan baku, dimana penentuan
tersebut didasarkan pada penggunaan bahan baku yang paling banyak dalam proses produksi dan mengeluarkan biaya dalam jumlah yang tinggi. Bahan baku
yang termasuk kedalam kategori penting dengan persentasi kumulatif biaya yang digunakan mencapai 70 persen agar mendapatkan perhatian lebih dalam
pengendalian persediaannya. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7, bahan baku yang berada di kelas A yaitu gula, tepung terigu dan bubuk cokelat yang secara
berurutan memiliki persentase biaya kumulatif sebesar 30,59 persen, 50,37 persen dan 69,83 persen. Di kelas B, setelah bubuk cokelat adalah shortening dengan
presentase kumulatif biaya sebesar 82,37 persen. Di kelas C, menggenapi presentase biaya sampai dengan 100 persen yaitu pewarna berupa lake brilliant
blue dan perasa berupa butter flavor dengan jumlah penggunaan per tahun sebesar 0,05 ton dan 0,11 ton.
Dalam produksi biskuit OR, ada 31 jenis bahan baku yang harus diperhitungkan untuk persediaannya. Namun dalam penelitian ini yang dianalisis
yaitu bahan baku yang memiliki volum paling besar dengan biaya yang paling besar untuk menekan persediaan dalam jumlah yang terlalu besar. Hal ini
bertentangan dengan teori, yang mengatakan bahwa bahan baku dengan volum paling sedikit justru berada pada kelas A. Dalam teori analisis ABC disebutkan
bahwa sekitar 80 persen dari nilai total persediaan bahan baku dipresentasikan oleh 20 persen persediaan bahan baku.
Pada kenyataannya di PT XYZ, bahan baku yang berada di kelas A, justru merupakan bahan baku yang baik nilai total persediaan dan nilai total
penggunaannya paling besar. Bahan baku gula memiliki nilai total penggunan sebesar 34,35 persen, selanjutnya bahan baku dengan total kumulatif penggunaan
sebesar 68,91 persen yaitu tepung terigu. Bahan baku bubuk cokelat menggenapkan volum total penggunaan bahan baku sebesar 72,43 persen.
Hal tersebut terjadi karena pada dasarnya, bahan baku utama dalam pembuatan biskuit di PT XYZ memang hanya pada bahan baku kelas A, dan
bahan baku lain hanya bahan baku tambahan yang tidak berkontribusi banyak terhadap bentuk biskuit jadi. Bahan baku lain, sebagai bahan baku tambahan
hanya digunakan untuk memberikan cita rasa tertentu dalam biskuit.
56
6.3. Rencana Pengadaan Bahan Baku Kelas A dan Realisasinya