Kondisi Strategi Daerah Daya Saing Pariwisata Kota Bogor Dibandingkan Daerah Sekitar dan

Inovasi tersebut dapat terlihat dari tujuan wisata yang bukan hanya wisata alam tetapi juga wisata ilmiah, wisata kuliner, juga wisata belanja. Inovasi tercipta karena semakin majunya masyarakat dan semakin meningkatnya permintaan pelanggan lokal bahkan mancanegara, untuk itu, pariwisata kota Bogor mencoba menciptakan inovasi agar memenuhi permintaaan pelanggannya. Dengan inovasi- inovasi yang tercipta dijadikan daya tarik bagi para wisatawan agar terus mengunjungi pariwisata kota Bogor yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat kunjungan wisatawan. Dengan inovasi tersebut berarti kota Bogor cukup tanggap dalam melihat dan menginterpretasikan keinginan pelanggannya sehingga dapat memacu jumlah kunjungan wisatawan.

5.2.3 Kondisi Strategi Daerah

Faktor daya saing berikutnya adalah strategi daerah, faktor ini merupakan faktor yang ditunjang dari pemerintah daerah guna melengkapi sarana dan prasarana pariwisata kota Bogor. Strategi daerah perlu dilakukan karena akan mendorong industriperusahan untuk melakukan efisiensi, efektivitas, dan kualitas produk yang akan dihasilkan. Semakin baik strategi daerah yang dilakukan, maka industri pariwisata kota Bogor akan semakin mampu berdaya saing dengan pariwisata daerah lain di Jawa Barat. Komponen faktor ini terdiri dari variabel anggaran pemerintah untuk pariwisata dan kondisi infrastruktur berupa jalan baik. Tabel 5.11 Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Daerah Sekitarnya Tahun 2009 KabupatenKota Indeks Strategi Daerah Peringkat Kota Depok 45,78 7 Kota Bandung 44,77 8 Kabupaten Bogor 37,82 9 Kota Bekasi 34,63 11 Kota Sukabumi 31,76 13 Kota Bogor 29,70 15 Kabupaten Cianjur 24,88 19 Variabel kondisi jalan baik dan anggaran pemerintah menempatkan pariwisata Kota Bogor berada di peringkat 15 dengan nilai indeks strategi daerah 29,70 bahkan Kota Bogor berada di bawah Kota Sukabumi dengan selisih indeks daya saing sebesar 2,06 yang dapat dilhat pada Tabel 5.11. Untuk mengungguli kota Depok yang berada di posisi pertama cukup sulit karena selisih nilai indeks daya saingnya 16,08, padahal jika dilihat objek wisatanya, kota Depok masih jauh di bawah Bogor. Hal ini disebabkan karena infrastruktur kota Depok lebih baik, jalan dengan kondisi baik sepanjang 388,98 km dari total panjang jalan 472,57 km sehingga mempermudah mobilitas kegiatan pariwisata. Walaupun kota Bogor berada di peringkat 15, tetapi masih dapat bersaing dengan kota Bekasi dan kota Sukabumi karena selisih nilainya tidak begitu besar. Dengan melihat keadaan demikian, kota Bogor harus ekstra kerja keras dalam strategi daerah agar mampu berdaya saing dengan daerah sekitar dan diakui kepariwisataannya di tingkat nasional maupun internasional. Tabel 5.12 Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Jawa Barat Tahun 2009 KabupatenKota Indeks Strategi Daerah Peringkat Kota Cirebon 75,59 1 Kabupaten Ciamis 66,87 2 Kabupaten Kuningan 55,48 3 Kabupaten Indramayu 54,56 4 Kota Tasikmalaya 51,69 5 Kabupaten Bandung 50,00 6 Kota Depok 45,78 7 Kota Bandung 44,77 8 Kabupaten Bogor 37,82 9 Kota Cimahi 36,60 10 Kota Bekasi 34,63 11 Kabupaten Majalengka 32,16 12 Kota Sukabumi 31,76 13 Kabupaten Bandung Barat 31,69 14 Kota Bogor 29,70 15 Kabupaten Subang 28,10 16 Kabupaten Karawang 26,92 17 Kabupaten Garut 26,57 18 Kabupaten Cianjur 24,88 19 Kabupaten Tasikmalaya 24,79 20 Kota Banjar 24,32 21 Kabupaten Purwakarta 23,44 22 Kabupaten Cirebon 21,53 23 Kabupaten Sumedang 17,48 24 Kabupaten Sukabumi 13,04 25 Kabupaten Bekasi 5,60 26 Hasil perhitungan indeks komponen strategi daerah menunjukkkan daya saing pariwisata dalam hal strategi daerah berada di peringkat 15 dari 26 kabupatenkota di Jawa Barat dengan nilai indeks sebesar 29,70. Hal ini menandakan daya saing pariwisata kota Bogor belum begitu tinggi pada faktor strategi daerah. Kondisi faktor strategi daerah kota Bogor memang tidak begitu menunjang pariwisata. Hal ini dapat dilihat dari panjang jalan dengan kondisi baik sepanjang 220,78 km dari total jalan 749,22 km di kota Bogor Bogor dalam angka 2010. Selain itu, sistem drainase di kota Bogor tidak berfungsi dengan baik. Pada saat hujan, beberapa ruas jalan tergenang air sehingga berdampak pada kerusakan badan jalan. Seharusnya jika kondisi jalan yang baik itu lebih panjang dan sistem drainase dan sirkulasinya baik, kegiatan pariwisata akan berjalan lebih lancar. Hal ini akan memengaruhi kegiatan pariwisata karena infrastruktur jalan merupakan salah satu prasarana para wisatawan untuk dapat mencapai tempat tujuan wisatanya, jalan juga sangat penting untuk memperlancar kegiatan mobilitas manusia dari satu daerah ke daerah lainnya dan juga berguna untuk perekonomian di suatu daerah. Dengan infrastruktur yang baik bukan saja terjadi efisiensi biaya tetapi juga optimalisasi sumber daya lebih maksimal. Dalam hal anggaran, pemerintah daerah kota Bogor hanya menyediakan anggaran sebesar Rp. 4.090 juta dari total belanja sebesar Rp. 818.430 juta pada tahun 2009, bahkan pada tahun 2007 dan 2008 tidak ada anggaran untuk pariwisata Departemen Keuangan, 2011. Anggaran ini tidak begiu besar, padahal cukup banyak potensi pariwisata yang bisa dijadikan tujuan wisata kota Bogor di masa depan. Rendahnya kualitas infrastruktur dan kecilnya anggaran pemerintah untuk pariwisata kota Bogor disebabkan rendahnya pelayanan pemerintah untuk bidang pariwisata karena pemerintah lebih berupaya keras untuk memenuhi kebutuhan di bidang pendidikan yaitu sebesar Rp. 267.034 juta sehingga terjadi ketimpangan proporsi belanja pemerintah daerah. Selain itu, menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, promosi kegiatan pariwisata masih belum berjalan efektif karena promosi yang dilakukan hanya didukung secara sepihak tanpa ada dukungan dari masyarakat yang kurang menjaga dan mengembangkan potensi wisata Kota Bogor itu sendiri. Pemerintah telah melakukan upaya promosi dengan program-program seperti pameran pariwisata dengan memunculkan berbagai potensi khas daerahnya, yaitu potensi wisata, makanan, produk kerajinan, dan cindera mata serta daya tarik lainnya. Walaupun dalam infrastruktur, anggaran pariwisata, dan promosi masih lemah, tetapi tidak ada hambatan dari pemerintah dalam pengembangan bisnis pariwisata. Salah satunya dengan dihapuskannya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 9 Tahun 2004 tentang retribusi izin usaha kepariwisataan. Perda ini diganti dengan Perda Nomor 14 Tahun 2007 yaitu tentang pencabutan Perda Nomor 9 Tahun 2004. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah Kota Bogor memberikan kemudahan kepada para pelaku bisnis untuk mengembangkan kegiatan bisnis pariwisatanya sehingga pelaku-pelaku bisnis tersebut dapat bersaing secara sehat dengan tidak memonopoli bisnis pariwisata Kota Bogor.

5.2.4 Industri Pendukung dan Terkait