Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat terhadap Beras Padi (Oryza sativa) dan Beras Singkong (Manihot esculenta) sebagai Bahan Pangan Pokok (Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Bar
SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT TERHADAP BERAS PADI (Oryza sativa) DAN BERAS SINGKONG (Manihot esculenta)
SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK
(Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat)
Oleh:
SITI NURJANAHI34070101
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(2)
ABSTRACT
SITI NURJANAH. ATTITUDES AND CONSUMPTION BEHAVIOR OF RICE PADDY (Oryza sativa) AND RICE CASSAVA (Manihot esculenta) AS STAPLE FOOD (Adviced by Nurmala K. Panjaitan).
Indonesia has a high proportion of household, which have deficit food energy in every provinces, that is why diversification is needed, even become one of the main pillars in achieving the food security. However, in fact, Indonesian people are still depended on the rice paddy. Changing people's behavior in consuming the rice paddy is not easy, it is needed to learn first about how people's
attitudes towards staple’s food of the rice paddy and the non rice paddy. That is because the attitudes can influence behavior. This study investigated the attitude and consumption behavior of Cireundeu Village community between the rice paddy and rice cassava. Some people of Cireundeu village have been consumed
rice cassava as their staple food. Based on those case, people’s attitudes and
consumption behavior can be interesting to be used as the implementation learning of food security or food diversification in other areas. The method used in this study are quantitative and supported by qualitative data. Quantitative data collected by interviewing peoples with questionnaires. The results of this study indicated that the group of respondents that consume rice paddy tended to have a positive attitude towards the rice paddy and a neutral attitude towards rice cassava. While the group of respondents who consume rice cassava and the group of respondents who consume both staple food have a tendency to a neutral attitude to both. However, attitudes toward food staples did not correlate
consumption behavior, that’s meaning attitude did not determine the consumption behavior.
(3)
RINGKASAN
SITI NURJANAH. SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT TERHADAP BERAS PADI (Oryza sativa) DAN BERAS SINGKONG (Manihot esculenta) SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK (Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat). (dibawah bimbingan Nurmala K. Panjaitan).
Di Indonesia, jumlah proporsi rumahtangga yang defisit energi pangan pada setiap provinsi masih tinggi, sehingga diversifikasi sangatlah dibutuhkan bahkan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Tingkat produksi beras dari tahun ke tahun menurun, sedangkan tingkat konsumsi beras semakin meningkat seiring meningkatnya pertambahan penduduk. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencari alternatif bahan pangan pokok lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Umbi-umbian merupakan salah satu alternatif pengganti beras padi karena kandungan karbohidrat, protein, gizi, dan mineral kimia bermanfaat lainnya dari ubi kayu, jagung, sukun, dan ubi jalar tidak jauh berbeda dengan beras padi. Selain itu keberadaaan umbi-umbi ini pun mudah didapatkan di Indonesia.
Pada saat ini, kenyataannya adalah masyarakat Indonesia masih sangat tergantung pada beras padi. Merubah perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi beras padi tidaklah mudah, perlu dipelajari terlebih dahulu bagaimana sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok beras padi dan bahan pangan pokok non beras padi. Hal tersebut karena sikap sangat mempengaruhi perilaku seseorang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Selain itu juga menganalisis hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi masyarakat serta sikap dan karakteristik individu terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui metode survey, yang dilengkapi dengan wawancara untuk memperoleh informasi yang tidak dapat digali dari kuesioner.
(4)
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum tempat penelitian. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel silang dan Uji korelasi rank Spearman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap beras padi maupun beras singkong dapat dikatakan cenderung positif terutama pada kelompok masyarakat yang mengkonsumsi beras padi terhadap beras padi. Walaupun demikian pada kelompok masyarakat yang makan beras singkong ataupun campur beras singkong dan beras padi, bagi mereka beras padi maupun beras singkong dinilai sama baiknya. Namun dalam aspek kognitif, beras padi dinilai lebih positif daripada beras singkong. Dalam aspek afektif, masyarakat yang mengkonsumsi beras padi ternyata menilai beras singkong negatif, tetapi masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong menilai positif terhadap beras singkong maupun beras padi.
Tidak ada hubungan antara karakteristik dan sikap terhadap beras padi dan beras singkong. Namun semakin rendah tingkat sosial ekonomi ternyata semakin positif terhadap beras padi, namun tidak demikian terhadap beras singkong. Tingkat pendidikan tidak menunjukkan kecenderungan preferensi (pilihan) terhadap beras padi maupun beras singkong. Akan tetapi, meskipun tidak berhubungan nyata ternyata Nampak kecenderungan semakin muda masyarakat semakin kurang menilai beras singkong sebagai positif. Artinya, ada kecenderungan mereka (usia muda) kurang menyukai beras singkong dibandingkan yang usianya tua. Maka ada kemungkinan bahwa generasi mudalah yang akan mudah berubah pola makannya dari singkong ke padi.
Studi ini menunjukkan bahwa frekuensi makan beras padi masih lebih tinggi daripada frekuensi makan beras singkong. Hanya sebagian masyarakat yang makan beras singkong secara teratur sebagai makanan pokok yang dimakan dengan lauk apa saja dan dihidangkan juga untuk tamu. Sebagian besar masyarakat lebih memilih makan beras padi dan menganggap beras singkong hanya sebagai selingan makan. Sikap terhadap beras padi dan beras singkong tidak berhubungan perilaku konsumsi kedua bahan pangan pokok tersebut. Masyarakat yang makan beras singkong bukan karena mereka menilai beras
(5)
singkong lebih baik daripada beras padi, tetapi lebih karena ketaatan mereka pada kepercayaan yang mereka anut (aliran kepercayaan terhadap Tuhan YME/Penghayat).
(6)
SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT TERHADAP BERAS PADI (Oryza sativa) DAN BERAS SINGKONG (Manihot esculenta)
SEBAGAI BAHAN PANGAN POKOK
(Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat)
Oleh: SITI NURJANAH
I34070101
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(7)
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Siti Nurjanah
NRP : I34070101
Judul : Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat terhadap Beras Padi (Oryza sativa) dan Beras Singkong (Manihot esculenta) sebagai Bahan Pangan Pokok (Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat).
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. DEA. NIP. 19591114 198811 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Lulus Ujian:
(8)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat terhadap Beras Padi (Oryza sativa) dan Beras Singkong (Manihot esculenta) Sebagai Bahan Pangan Pokok (Kasus Masyarakat Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat)” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Agustus 2011
Siti Nurjanah I34070101
(9)
RIWAYAT HIDUP
Siti Nurjanah, nama lengkap penulis yang biasa disapa dengan nama kecil enung ini dilahirkan pada tanggal 13 Juli 1989. Penulis lahir dan besar di Jakarta serta merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Sumarno dan Kasiyem yang bersuku Jawa. Sebelum mengenyam pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, penulis memulai pendidikan formal dari TK Islam Sahabat, dilanjutkan ke SDN Kebonpala 02 Pagi, SLTPN 49 Jakarta, dan SMAN 48 Jakarta. Penulis telah aktif berorganisasi sejak Sekolah Menegah Atas (SMA), yaitu menjadi Sekretaris Umum OSIS periode 2005-2006 serta pengurus ROHIS selama tiga tahun. Aktivitas organisasi penulis pun masih dilanjutkan saat memasuki dunia kampus.
Penulis menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2007 dan diterima dengan Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Sejak tingkat pertama, Penulis aktif dalam Lembaga Kemahasiswaan IPB yaitu sebagai anggota Komisi Sosial Politik Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB). Beralih dari lembaga legislatif menjadi lembaga eksekutif yaitu pada tingkat dua, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB sebagai anggota Kementrian Pendidikan 2008-2009. Pada tahun yang sama, penulis juga mengikuti Bina Desa Mitra Fakultas Ekologi Manusia (Samisaena). Aktivitas berorganisasi selanjutnya digeluti di Fakultas Ekologi Manusia, kembali dalam kelembagaan legislatif yaitu sebagai Ketua Komisi Internal Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (DPM FEMA) pada tahun 2009-2010. Saat ini (2011), penulis masih aktif berorganisasi di BEM KM IPB sebagai Sekretaris Umum. Selain itu pada tahun 2010, penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Sosiologi Umum.
(10)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan pertolongan-Nya dalam menyelesaikan Skripsi yang berjudul ” Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat terhadap Beras Padi (Oryza sativa) dan Beras Singkong (Manihot esculenta) sebagai Bahan Pangan Pokok” ini. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurah ke pangkuan Nabi Muhammad SAW.
Terselesaikannya skripsi ini tidaklah luput dari bantuan banyak pihak, sehingga penulis ingin mengucapkan terimakasih atas jasa dan bantuannya sejak memulai skripsi ini hingga akhirnya dapat terselesaikan. Ucapan terimakasih ini ingin penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS. DEA. sebagai dosen pembimbing skripsi yang selama ini telah memberikan saran, kritik, arahan, serta semangat agar tidak putus asa dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi. sebagai dosen penguji utama.
3. Ir. Dwi Sadono, MSi. sebagai dosen penguji wakil departemen SKPM 4. Ir. Fredian Tonny, MS. sebagai dosen penguji petik.
5. Keluarga tercinta, Mama, Bapak, Mas Ipin, Mba Mar, Uda Indra, Mba Itoh, Ninir, Kak Nina yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan moral maupun materil selama di IPB, serta keponakanku Keiza yang selalu membuatku bisa tertawa menghilangkan kepenatan kampus di setiap kali pulang ke rumah.
6. Hasan, Arina, Ary, Linda, Bengbeng, Wida, Lida, Iman, Rafli yang telah membantu dalam penelitian maupun saat penyusunan skripsi, juga sahabat-sahabat seperjuanganku lainnya di BEM KM Kabinet IPB Bersahabat yang selalu meyalurkan semangat dan persahabatannya. 7. Akira, Zessy, Risma, Nana, Ami, Nendy, dan sahabatku lainnya di KPM
yang selalu saling mengingatkan, dan saling sokong dalam menempuh aktivitas-aktivitas di KPM. Terima kasih atas kebersamaan.
8. Ratih, Nurina, Niken, Nia, Jalimas, Ana, Dini, Fitri, dan Icha yang setiap harinya membuat keceriaan dan “kegaduhan” di kost tercinta dan terima kasih atas bantuan-bantuannya.
(11)
9. Para dialektiker, d‟patz, kemdikers yang selalu bisa membuatku kembali bersemangat disetiap kali berkumpul dengan kalian.
10.Sahabat-sahabat SKPM 44 yang selalu ceria setiap kali bertemu dalam kelas maupun saat sedang dirundung tugas-tugas. Semoga kita semua sukses! Amin……..
11.Masyarakat Kampung Cireundeu yang telah banyak membantu memberikan informasi terkait penelitian ini.
12.Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, khususnya bagi pengembangan penerapan diversifikasi pangan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Masalah Penelitian ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Kegunaan Penelitian ... 5
BAB II. PENDEKATAN TEORITIS ... 7
2.1. Tinjauan Pustaka ... 7
2.1.1. Beras Padi ... 7
2.1.2. Singkong ... 8
2.1.3. Sikap ... 12
2.1.4. Perilaku Konsumsi Pangan ... 13
2.1.5. Hubungan Sikap terhadap Perilaku ... 15
2.2. Kerangka Pemikiran ... 16
2.3. Hipotesis... 18
2.4. Definisi Operasional ... 19
BAB III. PENDEKATAN LAPANGAN ... 23
3.1. Lokasi dan Waktu ... 23
3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 23
3.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 24
BAB IV. GAMBARAN LOKASI ... 25
4.1. Kondisi Geografis ... 25
4.2. Kondisi Penduduk ... 26
4.3. Kelembagaan Bahan Pangan Pokok ... 28
BAB V. SIKAP TERHADAP BAHAN PANGAN POKOK ... 32
5.1. Sikap terhadap Beras Padi ... 34
5.1.1. Komponen Kognitif terhadap Beras Padi ... 34
5.1.2. Komponen Afektif terhadap Beras Padi ... 39
(13)
5.2. Sikap terhadap Beras Singkong ... 43
5.2.1. Komponen Kognitif terhadap Beras Singkong... 43
5.2.2. Komponen Afektif terhadap Beras Singkong... 49
5.2.3. Iktisar ... 52
BAB VI. SIKAP BERDASARKAN KARAKTERISTIK ... 53
6.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ... 53
6.2. Karakteristik Usia ... 55
6.3. Karakteristik Pendidikan ... 57
6.4. Iktisar ... 58
BAB VII. PERILAKU KONSUMSI ... 59
7.1. Frekuensi Konsumsi ... 59
7.2. Cara Konsumsi Bahan Pangan Pokok ... 61
7.3. Iktisar ... 65
BAB VIII. HUBUNGAN SIKAP TERHADAP BAHAN PANGAN POKOK DAN PERILAKU KONSUMSI... 66
BAB IX. PENUTUP ... 70
8.1. Kesimpulan ... 70
8.2. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
(14)
DAFTAR TABEL
No. Halaman Tabel 1. Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan menurut
Kelompok Barang Makanan, Indonesia, 1999, 2002-2009 ... 2
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Singkong (per 100 gram bahan) ... 9
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan Pekerjaan ... 26
Tabel 4. Jumlah penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan Pendidikan ... 27
Tabel 5. Jumlah Penduduk Kampung Cireundeu berdasarkan Pekerjaan ... 27
Tabel 6. Jumlah Responden dan Persentase pada Setiap Kelompok berdasaran Sikap terhadap Bahan Pangan Pokok ... 32
Tabel 7. Jumlah Responden dan Persentase pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Kognitif tentang Beras Padi ... 34
Tabel 8. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Kognitif terhadap Beras Padi ... 38
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Afektif tentang Beras Padi ... 40
Tabel 10. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Afektif terhadap Beras Padi ... 42
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Kognitif tentang Beras Singkong... 44
Tabel 12. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Kognitif terhadap Beras Singkong ... 48
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden pada Setiap Kelompok berdasarkan Komponen Afektif tentang Beras Singkong... 49
Tabel 14. Jumlah Skor Rata-Rata Pada Setiap Pernyataan Komponen Afektif terhadap Beras Singkong ... 51
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga di Kampung Cireunde ... 53
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Usia di Kampung Cireundeu ... 56
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Pendidikan di Kampung Cireundeu ... 57
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Frekuensi Konsumsi Beras Padi dan Beras Singkong di Kampung Cireundeu ... 59
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Cara Konsumsi Beras Padi di Kampung Cireundeu ... 62
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Cara Konsumsi Beras Padi di Kampung Cireundeu ... 64
(15)
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
Lampiran 1. Peta Lokasi ... 77
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian ... 78
Lampiran 3. Hasil Olah Data ... 79
Lampiran 4. Hasil Uji Korelasi ... 82
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian ... 85
Lampiran 6. Data Responden ... 92
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1995 tentang Pangan dan PP nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata serta terjangkau (BBKP 2003). Martianto dan Ariani (2004) menunjukkan bahwa jumlah proporsi rumahtangga yang defisit energi pangan di setiap provinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal itu, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Diversifikasi pangan adalah penganekaragaman jenis pangan untuk meningkatkan mutu gizi makanan rakyat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Tujuan diversifikasi konsumsi pangan dalam penerapannya lebih ditekankan sebagai usaha untuk menurunkan tingkat konsumsi beras karena hingga saat ini beras masih dianggap sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia (Martianto 2005). Tingkat produksi beras dari tahun ke tahun menurun, seperti yang dikemukakan oleh Chairil (2011) bahwa pada Tahun 2010 berdasarkan Angka Ramalan III (ARAM III) yang diterbitkan BPS, produksi padi diperkirakan mencapai 65.98 juta ton atau naik 2.46 persen dibanding tahun 2009. Kenaikan produksi Tahun 2010 ini jauh di bawah tingkat kenaikan produksi berturut-turut dalam tiga tahun sebelumnya, sehingga tidak mengimbangi kebutuhan beras Indonesia saat ini. Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia sangat tinggi yakni mencapai 139 kg per kapita per tahun, sedangkan negara-negara Asia lainnya tidak lebih dari 100 kg per kapita per tahun. Dengan demikian, total permintaan beras Indonesia menjadi sangat besar mengingat jumlah penduduknya lebih dari 230 juta jiwa. Selain itu, daya beli masyarakat Indonesia pun menurun. Maka diversifikasi pangan sangat diperlukan untuk menurunkan ketergantungan
(18)
masyarakat pada beras. Pada Tabel 1 disajikan persentase pengeluaran rata-rata per kapita masyarakat Indonesia menurut kelompok barang makanan .
Tabel 1. Persentase Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan menurut Kelompok Barang Makanan, Indonesia, 1999, 2002-2009
Kelompok Barang Makanan
1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Padi-padian 16,78 12,47 10,36 9,44 8,54 11,37 10,15 9,57 8,86
Umbi-umbian 0,78 0,64 0,65 0,76 0,58 0,59 0,56 0,53 0,51
Ikan 5,58 5,17 5,37 5,06 4,66 4,72 3,91 3,96 4,29
Daging 2,29 2,86 2,90 2,85 2,44 1,85 1,95 1,84 1,89
Telur dan susu 2,91 3,28 3,04 3,05 3,12 2,96 2,97 3,12 3,27
Sayur-sayuran 6,23 4,73 4,80 4,33 4,05 4,42 3,87 4,02 3,91
Kacang- kacangan 2,33 2,02 1,90 1,75 1,70 1,63 1,47 1,55 1,57
Buah-buahan 2,07 2,84 2,97 2,61 2,16 2,10 2,56 2,27 2,05
Minyak dan lemak 3,04 2,25 2,23 2,31 1,93 1,97 1,69 2,16 1,96
Bahan minuman 3,12 2,71 2,52 2,48 2,23 2,50 2,21 2,13 2,02
Bumbu-bumbuan 1,65 1,55 1,46 1,43 1,33 1,37 1,10 1,12 1,08
Konsumsi lainnya 1,29 1,37 1,24 1,23 1,34 1,27 1,34 1,39 1,33
Makanan jadi 9,48 9,70 9,81 10,28 11,44 10,29 10,48 11,44 12,63
Minuman beralkohol 0,05 0,08 0,08 0,08 0 0 0 0 0
Tembakau dan sirih 5,33 6,80 7,56 6,89 6,18 5,97 4,97 5,08 5,26
Jumlah makanan 62,94 58,47 56,89 54,59 51,37 53,01 49,24 50,17 50,62
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, Modul Konsumsi 1999, 2002 dan 2005 (2003, 2004 dan 2006 (2003, 2004 dan 2006 hanya mencakup panel 10.000 rumahtangga, sedangkan 2007, 2008 dan 2009 mencakup panel 68.800 rumahtangga)
Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa pengeluaran untuk makanan kelompok padi-padian merupakan pengeluaran tertinggi bahkan persentasenya sangat jauh dibandingkan dengan pengeluaran kelompok makanan lainnya. Umbi-umbian berada pada persentase yang paling rendah. Palimbong (2010) mengatakan bahwa pada dasarnya kandungan karbohidrat, protein, gizi, dan mineral kimia bermanfaat lainnya dari ubi kayu, jagung, sukun dan ubi jalar tidak jauh berbeda dengan beras padi, bahkan khususnya ubi kayu bukan hanya umbinya akan tetapi daunnya juga mempunyai manfaat yang sangat baik sebagai
(19)
sayuran. Oleh karena itu, umbi-umbian sebenarnya dapat menggantikan atau mengurangi ketergantungan masyarakat dari mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok.
Pada saat ini, kenyataannya adalah masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada beras padi. Merubah perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi beras padi tidaklah mudah, perlu dipelajari terlebih dahulu bagaimana sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok beras padi dan bahan pangan pokok non beras padi. Hal tersebut karena sikap sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Sarwono dalam Sianturi (2007), pada sikap yang positif cenderung tindakannya adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan pada objek tersebut, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tersebut. Jika sikap masyarakat tehadap suatu bahan pangan negatif, akan cenderung sulit untuk mengharapkan masyarakat memiliki perilaku mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Jadi dapat diduga bahwa diversifikasi pangan belum optimal dilakukan masyarakat salah satunya disebabkan karena adanya sikap yang negatif terhadap bahan pangan pengganti beras padi.
Di tengah kondisi yang telah dijabarkan di atas maka menjadi hal yang sangat menarik jika ternyata ada suatu daerah yang telah berhasil tidak lagi bergantung pada beras padi. Kampung Cireundeu, di Kota Cimahi merupakan salah satu kampung yang sebagian masyarakatnya turun-temurun telah menjadikan beras singkong sebagai bahan pangan pokoknya. Dengan demikian, perlu dipelajari bagaimana kondisi kampung tersebut terutama sikap masyarakatnya untuk dijadikan contoh atau pertimbangan dalam penerapan diversifikasi pangan di daerah lain. Pada penelitian ini akan dikaji bagaimana sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi yang selama ini dianggap sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya dan beras singkong yang menjadi bahan pangan pokok sebagian masyarakat Kampung Cireundeu.
(20)
1.2. Masalah Penelitian
Program diversifikasi pangan telah diluncurkan sejak tahun 1974 dan disempurnakan dengan Inpres 20/1979, namun hingga saat ini belum terlaksana dengan efektif. Masyarakat Indonesia masih bergantung pada beras padi sebagai bahan pangan pokok. Sementara itu pada tahun 2011, Bulog kesulitan untuk memenuhi target untuk dapat menyerap 3,5 juta ton beras, sedangkan stok yang tersedia saat ini baru 1,5 juta ton (Munjin 2011). Kebutuhan akan pangan karbohidrat yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk akan sulit terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi padi. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya sumber daya terutama ketersedian lahan sehingga diperlukan bahan pangan lain yang dapat menggantikan beras baik dari segi gizi, kepraktisan, dan ketersediaannya untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Hasil studi Harya dalam Ariani (2003) menjelaskan bahwa belum optimalnya diversifikasi pangan salah satunya yaitu karena terdapat faktor psikologis yang sangat mempengaruhi. Faktor-faktor psikologis tersebut yaitu budaya makan nasi yang sudah sulit diubah, merasa belum makan jika belum makan nasi, perasaan gengsi karena beras menjadi indikator kesejahteraan masyarakat, dan rasa nasi yang cocok di lidah masyarakat Indonesia. Mengingat faktor-faktor psikologis tersebut alangkah tepat jika kita mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok non-beras padi. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah masyarakat dapat menganggap bahan pangan non-beras padi tersebut sebagai bahan pangan pokok yang nantinya memungkinkan akan menggantikan beras padi atau setidaknya mengurangi tingkat konsumsi beras padi. Bahan pangan non-beras padi yang akan diteliti pada penelitian ini adalah beras singkong. Sikap masyarakat terhadap bahan pangan pengganti tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsi mereka. Perilaku konsumsi ini dilihat dari apakah mereka mengkonsumsi bahan pangan tersebut atau tidak dan juga apakah menganggapnya sebagai bahan pangan pokok.
Pada penelitian ini, sebagian masyarakat pada lokasi yang diteliti telah menganggap beras singkong sebagai bahan pangan pokok mereka. Kasus ini menjadi menarik untuk diteliti untuk mengetahui mengapa dan bagaimana mereka
(21)
dapat menganggap beras singkong sebagai bahan pangan pokok untuk dijadikan pembelajaran penerapan diversifikasi di daerah lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini ingin menjawab :
1. Bagaimanakah sikap masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok?
2. Bagaimanakah hubungan antara sikap dan karakteristik individu (status sosial ekonomi, usia, dan pendidikan) terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok?
3. Bagaimanakah perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok?
4. Bagaimana hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi sikap masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok.
2. Menganalisis hubungan antara sikap dan karakteristik individu (status sosial ekonomi, usia, dan pendidikan) terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok.
3. Mengidentifikasi perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok.
4. Menganalisis hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat berguna sebagai informasi awal untuk dapat memahami permasalahan di lapangan dalam mensosialisasikan diversifikasi pangan, yaitu dengan mengambil pembelajaran dari daerah yang tidak bergantung pada beras padi terutama dalam hal sikap dan perilaku konsumsinya. Selain itu,
(22)
penelitian ini dapat menjadi awal untuk riset-riset lebih lanjut yang lebih mendalam tentang penelitian sejenis dan masalah pengembangan diversifikasi pangan.
(23)
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Beras Padi
Beras Padi1 (Oryza Sativa) adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan 'lemma' (bagian yang menutupi). Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam makanan dan kue-kue yang utamanya berasal dari ketan, termasuk pula untuk dijadikan tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras kencur dan param. Minuman yang populer dari olahan beras adalah arak dan air tajin. Pada bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan beras (lapisan aleuron), yang memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung bekatul (rice bran). Bagian embrio juga diolah menjadi suplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras. Beras juga dijadikan sebagai salah satu sumber pangan bebas gluten dalam bentuk berondong untuk diet.
Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Status ini merupakan kehormatan dan kebanggaan negara di tingkat dunia, namun yang menjadi masalah adalah seberapa besar kebanggaan tingkat negara ini menjadi kebanggaan di tingkat petani. Hal tersebut karena pada kenyataannya hingga tahun 2001 sekitar 70 persen petani padi (termasuk petani kecil dan buruh tani) termasuk golongan masyarakat miskin (Suryana dalam Tarigan 2003).
Swasembada beras kini benar-benar telah membuat masyarakat Indonesia sangat bergantung dalam mengkonsumsi beras. Beras telah membudaya sehingga sulit untuk mengalihkan ke bahan pangan lainnya, sedangkan ketersediaan beras mulai tidak mencukupi. Oleh karena jenis makanan pokok keluarga merupakan bentuk konkrit dari sebuah budaya maka proses perubahannya hanya bisa berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Ada indikasi bahwa beras
1
(24)
dikonstruksikan sebagai makanan yang enak dan melambangkan status sosial yang lebih baik. Ini bisa dilihat pada masyarakat pedesaan di Jawa, yang mengkonsumsi gaplek atau jagung jika dan hanya jika ketersediaan beras terbatas (tidak tersedia di wilayah atau rumahtangga tidak mampu membelinya). Hal yang sama terjadi di Maluku, hampir tidak ditemukan rumahtangga yang mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok. Sarapan pagi dengan papeda menjadi momen yang langka, padahal agroekosistem yang memungkinkan untuk ditanami padi sangat terbatas (Tarigan 2003).
2.1.2. Singkong
Singkong2 (Manihot esculenta) yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga
Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.
Tanaman „rakyat‟ ini dapat dikatakan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, bukan hanya umbinya yang memiliki rasa yang khas, namun daun singkong pun bisa menjadi sayuran yang sangat nikmat. Sebagai pangan, umbi singkong diminati hampir di semua wilayah di tanah air. Umbi singkong juga dikenal sebagai makanan pokok di daerah tertentu. Tren produksi singkong mengalami peningkatan dalam satu dekade terakhir ini. Data yang dirilis oleh Kementerian Pertanian menunjukkan produksi singkong pada Tahun 2000 sebesar 16,1 juta ton naik menjadi 19,4 juta ton pada Tahun 2004 dan terus meningkat menjadi 22 juta ton pada Tahun 2009. Kenaikan tersebut disebabkan oleh membaiknya produktivitas tanaman singkong di sejumlah sentra produksi seperti Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat (Hasniawati 2010).
Dari data UNIDO, sejak tahun 1982, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil manihot terbesar ke-3 (13.300 juta ton) setelah Brasil (24.554 juta ton), kemudian Thailand (13.500 juta ton), serta disusul oleh negara-negara seperti Nigeria (11.000 juta ton), India (6.500 juta ton), dan sebagainya, dari total produk dunia sebesar 122.134 juta ton per tahun. Meskipun dari hasil kebun per hektar
2
(25)
(ha), Indonesia masih rendah, yaitu 9,4 ton, jika dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton), Thailand (13,30 ton), Cina (13,06 ton), Brasil (10,95 ton). Akan tetapi lahan yang tersedia untuk budi daya singkong cukup luas, terutama dalam bentuk lahan di dataran rendah serta lahan di dataran tinggi berdekatan dengan kawasan hutan (Suriawiria 2008).
Ditinjau dari nilai gizinya, singkong memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Pada Tabel 2 disajikan data kandungan gizi singkong.
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Singkong (per 100 gram bahan)
No Zat Gizi Kadar Gizi
1 Energi 146 kal
2 Karbohidrat 34,7 g
3 Protein 1,2 g
4 Lemak 0,3 g
5 Zat besi 0,7 mg
6 Kalsium 33 mg
7 Fosfor 40 mg
8 Vitamin C 30 mg
9 Vitamin B 0,06 mg
10 Air 62,50 g
Sumber : Daftar Kandungan Zat Gizi Bahan Makanan, Jurusan GMSK , IPB 2010
Beberapa daerah telah memanfaatkan singkong sebagai bahan baku makanan pokok, seperti di Bangka Belitung membuat beras Aruk berbahan baku singkong, di Kampung Cirendeu, Kecamatan Cimahi Selatan mengolah beras singkong (rasi), dan Suku Dayak Tegalan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur mengolah singkong menjadi eloi sebagai makanan pokok. Menu makan Eloi dihidangkan dan dikonsumsi rata-rata masyarakat tersebut minimal 2 kali dalam sehari.
Berdasarkan data-data yang telah dijabarkan sebelumnya baik mengenai manfaat, gizi, dan kelebihan singkong maka dapat dikatakan bahwa singkong memiliki potensi sebagai pengganti beras padi. Terlebih lagi, kini telah ada beras yang berasal dari singkong. Teknologi pembuatan beras singkong secara
(26)
tradisional hampir sama untuk semua wilayah, baik dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan atau dari Filipina (Anwar 2004).
Berikut adalah cara pembuatan beras singkong :
1. Singkong direndam beberapa hari,
2. kemudian dicuci sampai bersih untuk menghilangkan bau dan kotoran,
3. Selanjutnya dibuat tepung dan dikeringkan.
4. Untuk membuat butiran seperti beras tepung dipercikkan air kemudian dikukus dan dikeringkan.
5. Pengeringan biasanya dilakukan di panas matahari.
6. Beras singkong ini dapat disimpan cukup lama apabila pengeringan cukup sempurna atau kadar airnya cukup rendah.
Selain itu, sejalan dengan berkembangnya teknologi, telah ada teknologi yang digunakan dalam pembuatan beras singkong semi instan yaitu teknologi pembuatan beras instan atau nasi instan dengan sedikit modifikasi. Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam pembuatan beras singkong semi instan, yaitu perendaman, pengukusan, dan pengeringan. Perendaman dan pengukusan ditujukan agar terjadi gelatinasi dan pengembangan granula pati. Pati yang mengalami gelatinasi setelah dikeringkan mulekulnya dapat lebih mudah menyerap air kembali dalam jumlah besar karena perendaman dengan larutan soda kue atau dengan larutan perendaman metafosfat menjadikan tekstur produk semi instan lebih poros. Struktur pati yang poros setelah pengeringan memudahkan air untuk meresap ke dalam beras-singkong semi instan pada waktu rehidrasi. Sifat inilah yang digunakan dalam pembuatan pangan instan. Diharapkan dengan menggunakan teknologi semi instan ini tidak menjadikan beras singkong inferior lagi (Anwar 2004).
Berikut adalah proses pembuatan beras singkong semi instan (Anwar 2004) :
1. Pembersihan kulit dan pemotongan secara melintang singkong segar dengan ukuran panjang 2 cm.
2. Direndam dalam air perendam pertama (1) dengan menggunakan larutan soda kue 2 persen (NaHCO3) atau dapat juga menggunakan campuran dua pelarut,
(27)
yaitu perendam ke dua (2) dengan larutan perendam soda kue 2 persen (NaHCO3) dan larutan metafosfat 0.1 persen (Na24) masing-masing selama enam jam. Cuci bersih sampai bahan kimia perendam habis, dan selanjutnya potong dengan ukuran 0,2 cm x 2 cm (seukuran beras).
3. Tahap selanjutnya dikukus selama lima menit, ditiriskan dan dikeringkan dengan pengering buatan seperti oven. Setelah kering, disimpan dalam toples atau kantong plastik yang digunakan untuk makanan dan beras-singkong semi instan siap digunakan.
Teknologi terpadu dan sederhana ini akan lebih mudah dan cepat diserap oleh masyarakat dalam perbaikan mutu produk makanan tradisional. Selain sederhana, teknologi pembuatan beras singkong semi instan lebih higienis dan lebih cepat serta mutu produk lebih baik. Teknologi proses beras singkong semi instan ini menggunakan dua cara perendaman, yaitu perendaman dengan menggunakan larutan soda kue dan perendaman campuran larutan soda kue dengan larutan meta fosfat. Penggunaan larutan perendam soda kue lebih mudah dan praktis karena soda kue sudah sangat biasa digunakan di rumahtangga sehingga penerimaan dapat lebih baik. Porositas beras singkong semi instan sangat baik dan juga waktu pemasakan atau pengukusan cukup cepat, yaitu selama lima menit. Adapun penggunaan larutan perendam yang kedua, yaitu campuran pelarut soda kue dengan larutan metafosfat menghasilkan tekstur sedikit lebih baik dan porosita yang juga sedikit lebih baik. Waktu pemasakan juga lebih pendek.
Penyajian beras singkong semi-instan dalam bentuk yang sudah matang ditujukan sebagai makanan pokok dan sebagai makanan selingan. Untuk makanan selingan lebih diutamakan rasa yang manis, sedangkan untuk makanan pokok tidak. Untuk membuat beras singkong siap untuk dikonsumsi perlu dilakukan pengukusan kembali setelah direndam beberapa menit. Keuntungan dilakukan pengukusan ini adalah dapat menambahkan beberapa rasa atau aroma sehingga lebih bervariasi dan beragam. Sebelum dikukus sebaiknya beras singkong semi instan direndam dalam air beberapa menit, lalu dilakukan pemasakan atau pengukusan. Sewaktu mengukus dapat ditambahkan daun pandan atau aroma pandan, vanili dan aroma lainnya sesuai dengan selera sehingga menambah cita
(28)
rasa produk, baik untuk digunakan sebagai makanan pokok atau sebagai makanan selingan karena aroma pandan dan vanili sangat familiar bagi masyarakat dan dapat diterima.
Sebagai makanan pokok, beras singkong semi instan dapat digunakan sebagai simulasi pengganti beras atau nasi. Sewaktu mengukus dapat ditambahkan satu sendok makan santan kelapa kental sehingga nasi singkong yang terbentuk lebih gurih. Nasi singkong semi instan ini dapat dimakan bersama lauk yang biasa digunakan sebagai makanan pendamping nasi. Cara mengonsumsinya juga sama seperti mengonsumsi beras nasi seperti yang dilakukan sehari-hari (Anwar 2004).
2.1.3. Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek (orang atau barang), jasa, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah dalam Prayifto 2010). Robbins (2001) mendefinisikan sikap sebagai pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai suatu objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Rakmat (2001) menjabarkan sikap sebagai kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sifat.
Menurut Sarwono yang dikutip oleh Sianturi (2007) mendefinisikan sikap seseorang terhadap suatu objek merupakan manifestasi dari konstelasi tiga komponen sikap yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap objek sikap . Sikap mempunyai ciri khas yaitu mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda), juga mengandung penilaian setuju-tidak setuju atau suka-tidak suka. Perbedaan terletak pada proses selanjutnya dan penerapan konsep tentang sikap mengenai proses terjadinya, sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap merupakan suatu yang dipelajari (bukan bawaan). Oleh sebab itu sikap lebih dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah.
(29)
Azwar (2003) mengemukakan bahwa sikap mengandung tiga komponen, yaitu :
1. Komponen Kognitif : Kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku bagi objek sikap. Komponen kognitif juga berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki oleh individu mengenai sesuatu
2. Komponen Afektif : Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang akan mungkin mengubah sikap seseorang
3. Komponen Konatif : Kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual.
2.1.4. Perilaku Konsumsi Pangan
Menurut Kurn Lewin dalam Azwar (2003) merumuskan suatu model perilaku bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan fungsi lingkungan. Fungsi karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian karakteristik individu tersebut berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Calhuon dan Joan yang dikutip oleh Mulyandari (2006) juga menekankan bahwa perilaku dipengaruhi lingkungan.
Perilaku seseorang terhadap suatu objek dapat dilihat dari beberapa dimensi :
1. Frekuensi :
(30)
2. Kepada siapa berperilaku :
Perilaku yang dilakukan tidak hanya ditujukan untuk diri sendiri tetapi juga ditujukan bagi orang lain.
3. Untuk apa :
Perilaku yang dilakukan oleh seseorang mempunyai manfaat atau tujuan baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
4. Bagaimana :
Menunjukkan upaya atau cara yang dilakukan oleh seseorang dalam berperilaku untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut Susanto (1993), seseorang menentukan dan memilih makanannya tidak didasarkan kepada pemenuhan kebutuhan perut lapar semata, melainkan berkaitan dengan adanya pengendalian perilaku konsumsi makanan yang bersumber pada kebenaran menurut adat istiadat yang bersifat tradisional, kebenaran menurut agama, dan kebenaran menurut ilmu pengetahuan. Faktor pengendali perilaku konsumsi makan dipengaruhi juga oleh budaya iklan dan aspek pengembangan ilmu dan teknologi, serta proses modernisasi yang lambat laun dapat merubah perilaku konsumsi, dan pada gilirannya mempengaruhi kebiasaan makan. Oleh karena itu, kebiasaan makan umumnya dianggap sebagai fenomena yang bersifat dinamis dan dapat berubah.
Susanto (1993) juga menjelaskan bahwa kebiasaan makan terbentuk pada diri seseorang melalui proses tertentu dalam waktu yang lama sejak dilahirkan. Setiap orang butuh makan agar dapat tetap hidup karena dilandasi oleh tiga jenis dorongan untuk memenuhi tiga kebutuhan, yaitu dorongan kebutuhan biogenik, psikogenik, dan sosiogenik. Dorongan kebutuhan biogenik muncul saat seseorang merasa lapar. Dorongan psikogenik yaitu mengenali makanan-makanan yang disukai, disenangi, dan cocok dengan selera, sedangkan dorongan pemenuhan kebutuhan sosiogenik yang termasuk sistem sosial budaya yaitu seseorang yang telah mempunyai kebiasaan makan itu umumnya terpanggil untuk memenuhi aturan atau tatanan, yang didasari pada adat istiadat dan agama. Sanjur yang dikutip oleh Nikmawati (1999) menyatakan bahwa dalam kebiasaan makan
(31)
seseorang terdapat makna ideologi makan, artinya ada batasan pada diri seseorang mengenai apa yang boleh ia makan dan apa yang tidak boleh ia makan.
2.1.5. Hubungan Sikap terhadap Perilaku
Menurut Sarwono dalam Sianturi (2007), pada sikap yang positif cenderung tindakannya adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan pada objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu. Namun tidak selalu sikap berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap tersebut, hal ini terjadi jika terdapat tekanan yang besar pada individu untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai (Sarwono 2002). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Leon Frestinger dalam Baron dan Byrne (2003), teori ketidaksesuaian yang difokuskan pada suatu sumber pokok ketidakkonsistenan sikap-perilaku yaitu akibat pengambilan keputusan dan akibat perilaku yang saling bertentangan dengan sikap (counterattitudinal behavior).
Sikap mempengaruhi tingkah laku tergantung pada aspek situasi dan aspek dari sikap itu sendiri (Baron dan Byrne 2003). Konteks aspek situasi adalah situasi tersebut yang mencegah sikap diekspresikan dalam tingkah laku yang tampak, namun juga bisa individu cenderung memilih situasi dimana mereka dapat bertingkah laku sesuai dengan sikapnya. Aspek sikap itu sendiri yaitu sumber suatu sikap, kekuatan sikap, dan kekhususan sikap juga mempengaruhi hubungan antara sikap dan tingkah laku.
Terdapat tiga postulat guna mengidentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu postulate of consistency, postulate of independent variation, dan postulate of contingent consistency (Warner dan DeFleur dalam Azwar 2003).
1) Postulat konsistensi menyatakan bahwa sikap verbal merupakan petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksi apa yang akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi, postulat ini mengasumsikan adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku
2) Postulat variasi independen menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara konsisten. Sikap
(32)
dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah, dan berbeda. Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku.
3) Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan, dsb. merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauhmana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap, postulat terakhir inilah yang paling masuk akal dan paling berguna dalam menjelaskan hubungan sikap dengan perilaku (Allen, Guy, dan Adgley dalam
Azwar 2003)
2.2. Kerangka Pemikiran
Sikap terhadap suatu objek muncul karena adanya stimulus dari objek yang memiliki suatu nilai yang berarti bagi pemilik sikap. Stimulus dalam penelitian ini adalah dua bahan pangan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, yaitu padi dan singkong yang berbentuk beras. Masyarakat Kampung Cireundeu ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada pula yang mengkonsumsi beras singkong. Oleh karena kedua bahan pangan tersebut dekat dengan keseharian mereka maka mereka akan memiliki sikap terhadap kedua bahan pangan tersebut. Perbedaan masyarakat yang mengkonsumsi beras padi dan beras singkong diduga karena terdapat perbedaan sikap terhadap kedua bahan pangan tersebut. Sikap mengandung penilaian positif dan negatif yang dapat dilihat melalui 3 komponen yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Namun pada penelitian ini, sikap dilihat dari dua komponen saja, yaitu komponen kognitif dan afektif. Komponen kognitif dijabarkan melalui empat dimensi kognitif yang diteliti, yaitu dimensi manfaat, budaya, keunggulan, dan harga. Demikian juga dengan dimensi afektif yang diteliti yaitu dimensi rasa, aroma, bentuk, dan perasaan (perasaaan bangga dan tidak bosan).
Sikap positif maupun negatif terhadap kedua bahan pangan ini juga diduga berbeda pada setiap karakteristik individu. Pada penelitian ini, karakteristik individu yang diteliti adalah status sosial ekonomi rumahtangga, usia dan
(33)
pendidikan. Semakin tinggi tingkat status sosial ekonomi diduga dalam memilih dan mempertimbangkan bahan pangan pokok akan lebih memperhatikan kualitas makanan dan tidak terlalu mempermasalahkan harga. Usia yang berbeda diduga berbeda dalam penyikapan terhadap suatu hal terkait dengan pengalamannya. Tingkat pendidikan yang berbeda diduga akan berbeda pula pola pikir dan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga berbeda pula pertimbangan dalam memilih bahan pangannya. Oleh karena itu, ketiga karakteristik tersebut diduga memiliki hubungan dengan sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok.
Perilaku adalah fungsi dari sikap. Pada penelitian ini, perilaku dilihat dari apakah masyarakat mengkonsumsi kedua bahan pangan tersebut sebagai makanan pokok yaitu diteliti dari aspek berupa frekuesi konsumsi dan cara konsumsi. Meskipun kecenderungannya adalah sikap yang positif terhadap bahan pangan yang diteliti akan menghasilkan perilaku yaitu mengkonsumsi pangan tersebut sebagai bahan pangan pokok, namun dapat juga sebaliknya. Masyarakat mungkin memiliki sikap positif terhadap bahan pangan tersebut tetapi tidak menjadikannya sebagai bahan pangan pokok. Hal ini karena hubungan sikap dan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Baron dan Byane (2003), sikap mempengaruhi perilaku tergantung pada aspek situasi dan aspek dari sikap itu sendiri. Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi hubungan sikap dan perilaku tidak akan diteliti lebih lanjut.
Sikap dan perilaku konsumsi ini diduga kecenderungannya akan berbeda pada setiap kelompok yang diteliti. Terdapat tiga kelompok responden yang diteliti, 1.) kelompok responden dengan seluruh anggota keluarga mengkonsumsi beras padi (K.BP), 2.) kelompok responden dengan seluruh anggota keluarga mengkonsumsi beras singkong (K.BS), dan 3.) kelompok responden dengan anggota keluarga ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada yang mengkonsumsi beras singkong (K.BC). Pada gambar 1 disajikan bagan kerangka pemikiran penelitian ini.
(34)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Sikap dan Perilaku Konusumsi Masyarakat Terhadap Bahan Pangan Pokok
Keterangan
: Hubungan
: Fokus Penelitian : Mempengaruhi
2.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Kelompok K.BP cenderung memiliki sikap yang positif terhadap beras padi dan negatif terhadap beras singkong.
2. Kelompok K.BS cenderung memiliki sikap yang positif terhadap beras singkong dan negatif terhadap beras padi.
Karakteristik Individu
1. Status Sosial Ekonomi
Rumahtangga
2. Usia
3. Pendidikan
Negatif Positif
Perilaku Komsumsi Bahan Pangan Pokok
1. Frekuensi Konsumsi
2. Cara Konsumsi
Sikap terhadap Bahan Pangan Pokok
1. Komponen Kognitif
Dimensi manfaat, budaya, keunggulan, dan harga
2. Komponen Afektif
Dimensi rasa, bentuk, aroma dan perasaan
Faktor Pengaruh 1. Aspek Situasi 2. Aspek Sikap a.Sumber Sikap b.Kekuatan Sikap c.Kekhususan Sikap
(35)
3. Kelompok K.BC cenderung memiliki sikap yang netral terhadap beras padi dan beras singkong.
4. Terdapat hubungan antara sikap dengan karakteristik individu yaitu tingkat sosial ekonomi, usia, dan pendidikan.
5. Terdapat hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok.
2.4. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini berkaitan dengan kerangka pemikiran yaitu sikap terhadap bahan pangan pokok yang terdiri komponen kognitif dan afektif, karakteristik yaitu tingkat sosial ekonomi, usia, dan pendidikan, perilaku konsumsi yang terdiri dari frekuensi konsumsi dan cara konsumsi yang diukur secara kuantitatif. Selain itu juga terdapat definisi operasional ketiga kelompok responden yang diteliti. Definisi operasional tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sikap masyarakat adalah kecenderungan masyarakat dalam menanggapi bahan pangan (beras padi dan beras singkong) sebagai bahan pangan pokok dalam bentuk tanggapan positif maupun negatif. Pada penelitian ini sikap dilihat melalui 2 komponen sikap yaitu kognitif dan afektif. Pernyataan yang diajukan memiliki empat pilihan jawaban dengan skor : sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju (skor 3), dan sangat setuju (skor 4) yang akan dijawab oleh 30 responden
a. Komponen kognitif adalah aspek sikap yang menyangkut pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Komponen kognitif dilihat melalui 13 pernyataan yang terdiri dari dimensi manfaat, budaya, keunggulan serta harga beras padi dan beras singkong. Komponen kognitif dibagi menjadi tiga katagori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
Tinggi (39 ≤ x ≤ 52 ) = skor 3 Sedang (26 ≤ x < 39 ) = skor 2 Rendah (13 ≤ x < 26 ) = skor 1
(36)
Nilai setiap variabel = (Xi/Xn)/100
b. Komponen afektif adalah aspek sikap yang menyangkut perasaan serta penilaian masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Komponen afektif dlihat melalui 5 pernyataan dengan dimensi rasa, aroma, bentuk, dan perasaan. Komponen afektif dibagi menjadi tiga katagori, yaitu positif, netral, dan negatif.
Positif ( 15 ≤ x ≤ 20 ) = skor 3 Netral (10 ≤ x < 15 ) = skor 2 Negatif ( 5 ≤ x < 10 ) = skor 1
c. Pengukuran sikap merupakan penjumlahan dari total nilai komponen kognitif dan afektif yang dibagi menjadi tiga katagori, yaitu sikap yang positif, netral, dan negatif.
Positif ( 54 ≤ x ≤ 72 ) = skor 3 Netral ( 36 ≤ x < 54 ) = skor 2 Negatif ( 18 ≤ x < 36 ) = skor 1
2. Karakteristik responden adalah keadaan responden yang berkaitan dengan dirinya yang terdiri atas status sosial ekonomi keluarga, pendidikan , dan usia. a. Status sosial ekonomi keluarga adalah taraf hidup rumahtangga yang
dilihat dari dua belas variabel yaitu : pengeluaran, pendapatan, kondisi bangunan rumah, luas lahan pekarangan, status rumah dan pekarangan, sumber air bersih, penggunaan bahan bakar untuk memasak, penggunaan listrik, kepemilikan kamar mandi, kepemilikan sepeda motor, tempat berobat, dan penilaian perkembangan kesejahteraan keluarga. Status sosial ekonomi keluarga dibagi menjadi tiga katagori berdasarkan persentase sebaran normal, yaitu status sosial ekonomi tinggi, sedang, dan rendah. Setiap variabel dipersentasekan terlebih dahulu, setelah itu dipersentasekan dengan persentase rata-rata dari seluruh variabel.
Ket : Xi = persentase setiap variabel Xn = persentase rata-rata variabel
(37)
Tingkat sosial ekonomi sedang ( 86 ≤ x < 103) = skor 2 Tingkat sosial ekonomi rendah ( 67 ≤ x < 86 ) = skor 1
b. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan dengan tahun pada saat penelitian dilaksanakan yang dibagi menjadi 3 katagori berdasarkan sebaran normal, yaitu :
Usia tua (50-63 tahun) = skor 3
Usia paruh baya (35-49 tahun) = skor 2 Usia muda (21-34 tahun) = skor 1
c. Pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga katagori, yaitu : Tingkat pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) = skor 3
Tingkat pendidikan sedang (SLTP atau SMA) = skor 2
Tingkat pendidikan rendah (tidak tamat SD atau SD) = skor 1
2. Perilaku konsumsi adalah tingkah laku seseorang dalam mengkonsumsi bahan pangan yaitu beras padi dan beras singkong, baik mengkonsumsinya sebagai bahan pangan pokok, bahan pangan tambahan, atau bahkan tidak mengkonsumsi pangan tersebut. Perilaku konsumsi dilihat dari frekuensi konsumsi dan cara konsumsi.
a. Frekuensi konsumsi
- Selalu/ setiap hari = skor 4 - Sering = skor 3
- Kadang-kadang = skor 2 - Tidak pernah = skor 1 b. Cara Konsumsi
- Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan juga untuk tamu = skor 6
- Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan juga untuk tamu = skor 5
- Dikonsumsi dengan lauk apapun yang tersedia dan dihidangkan untuk keluarga, diberi skor = 4
(38)
- Dikonsumsi hanya dengan lauk tertentu saja dan dihidangkan untuk keluarga, diberi skor = 3
- Dikonsumsi hanya sebagai makanan selingan/cemilan = skor 2 - Tidak pernah dikonsumsi dan dihidangkan untuk keluarga maupun
tamu = skor 1
3. Kelompok responden adalah responden-responden yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik yang sama, yaitu jenis konsumsi bahan pangan pokok keluarga setiap hari. Pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok responden.
a. K.BP adalah singkatan dari kelompok responden yang seluruh anggota keluarganya (dalam satu KK) mengkonsumsi beras padi setiap hari. Responden kelompok K.BP memasak beras padi saja setiap harinya yang dijadikan bahan pangan pokok. Kelompok K.BP ini kemungkinan juga pernah mengkonsumsi beras singkong, hanya saja dalam frekuensi yang jarang dan kebanyakan masih mengganggap beras singkong sebagai makanan selingan atau cemilan.
b. K.BS adalah singkatan dari kelompok responden yang seluruh anggota keluarganya (dalam satu KK) mengkonsumsi beras singkong. Responden kelompok K.BS memasak beras singkong saja setiap harinya yang dijadikan bahan pangan pokok. Kelompok K.BS ini tidak pernah mengkonsumsi beras padi. Masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong identik dengan kelompok penghayat yang memiliki pantangan mengkonsumsi beras padi.
c. K.BC adalah singkatan dari kelompok responden yang anggota keluarganya ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada juga yang mengkonsumsi beras singkong. Kelompok responden ini setiap harinya memasak dua bahan pangan pokok yaitu beras padi dan beras singkong. Anggota keluarga yang makan beras singkong tidak pernah mengkonsumsi beras padi, sedangkan anggota keluarga yang mengkonsumsi beras padi kadang-kadang juga ikut makan beras singkong. Pada keluarga ini membebaskan anggota keluarganya untuk memilih tanpa dipaksa harus makan beras padi maupun beras singkong.
(39)
BAB III
PENDEKATAN LAPANGAN
3.1. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat (gambar lokasi dapat dilihat pada Lampiran 1). Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kampung Cireundeu ini terdapat masyarakat yang telah mengkonsumsi beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2011.
3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pendekatan kuantitatif melalui metode survey yang dilengkapi dengan wawancara untuk memperoleh informasi yang tidak dapat digali melalui kuesioner. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan sikap dan perilaku konsumsi masyarakat terhadap beras padi dan beras singkong sebagai bahan pangan pokok. Selain itu juga pertanyaan mengenai karakteristik individu. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi gambaran umum tempat penelitian.
Unit analisis penelitian ini adalah rumahtangga dengan populasi yaitu masyarakat Kampung Cireundeu. Sampel dalam penelitian ini yaitu 30 responden ibu rumahtagga Kampung Cireundeu. Ibu rumahtangga dipilih dengan asumsi bahwa Ibu rumahtanggalah yang akan mengatur pola makan keluarga serta mempengaruhi perilaku makan dalam keluarganya. Sampel diambil secara cluster random sampling yaitu dengan meng-cluster RT berdasarkan informasi bahwa pada RT 02 dan 03 terdapat masyarakat yang mengkonsumsi beras singkong. Sementara RT 01,04, dan 05 masyarakatnya mayoritas makan nasi dan hanya dua orang saja diketiga RT tersebut yang mengkonsumsi beras singkong. Selain itu, kedua kelompok cluster tersebut letaknya secara geografis dipisahkan oleh bukit.
(40)
Maka kerangka sampling awal penelitian adalah clusterrandom sampling dengan pembagian RT seperti yang telah dipaparkan diatas dengan pengambilan 15-20 responden pada setiap cluster-nya dengan total responden yang digunakan adalah 30 orang. Dalam analisis data selanjutnya, responden dibagi kedalam tiga kelompok responden berdasarkan jenis konsumsi makanan pokok keluarga, yaitu 1) 10 responden K.BP, 2) 10 responden K.BS, dan 3) 10 responden K.BC. Penjelasan kerangka sampling lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
3.3. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data meliputi coding, entry, editing, cleaning, dan analisis data. Seluruh data di entry ke dalam komputer dengan menggunakan program
Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel silang dan uji korelasi rank Spearman. Analisis tabel silang digunakan untuk mengolah informasi sikap pada komponen kognitif dan afektif, sikap pada setiap karakteristik individu, dan mengolah data perilaku konsumsi. Berdasarkan Sarwono (2005), Uji korelasi rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel berskala ordinal dan bersifat non-parametrik. Uji korelasi rank Spearman ini dapat menghasilkan angka korelasi positif (+) yang memiliki arti hubungan kedua variabel searah dan negatif (-) yang memiliki arti hubungan kedua variabel tidak searah. Uji korelasi rank Spearman
digunakan untuk mengetahui hubungan sikap dengan karakterisik individu dan untuk mengetahui hubungan sikap dan perilaku komsumsi masyarakat. Data-data hasil wawancara digunakan sebagai ilustrasi untuk melengkapi hasil statistik tersebut.
(41)
BAB IV
GAMBARAN LOKASI
4.1. Kondisi Geografis Kelurahan Leuwigajah
Kelurahan Leuwigajah merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kota Cimahi. Sebelah utara Kelurahan Leuwigajah berbatasan dengan Kelurahan Baros, Kelurahan Utama di sebelah timur, Kabupaten Bandung Barat disebelah selatan dan Kelurahan Cibeber di sebelah barat. Kondisi geografis Kelurahan Leuwigajah secara umum memiliki ketinggian 700 m dari permukaan laut dengan suhu maksimum 29 derajat Celcius dan suhu minimum 21 derajat Celcius. Kelurahan Leuwigajah memiliki topografi 80 persen datar sampai berombak, 15 persen berombak sampai berbukit, dan 5 persen berbukit sampai bergunung. Kelurahan Leuwigajah memiliki luas sebesar 393.473 km2.
Kampung Cireundeu
Kampung Cireundeu atau RW 10 merupakan salah satu rukun warga (RW) dari 20 RW yang ada di Kelurahan Leuwigajah. Kampung Cireundeu berbatasan dengan RW 09 di sebelah utara, Kabupaten Bandung Barat di sebelah selatan dan barat, serta berbatasan dengan RT 17 Kelurahan Leuwigajah. Jarak dari kampung Cireundeu ke Kelurahan Leuwigajah ± 3 km dan 4 km ke kecamatan serta 6 km ke kota atau Pemerintah Kota Cimahi. Keadaan topografi Kampung Cireundeu yaitu datar, bergelombang sampai berbukit. Terdapat 5 rukun tangga (RT) di Kampung Cirendeu yang seperti terbagi menjadi dua bagian, yaitu RT 01 dan 04 yang terpisahkan oleh bukit dengan RT 02, 03, dan 05. Kampung Cireundeu dikelilingi oleh Gunung Gajah Langu dan Gunung Jambul di sebelah utara, Gunung Puncak Salam di sebelah timur, Gunung Cimenteng di sebelah selatan serta Pasir Panji, TPA dan Gunung Kunci di sebelah barat.
(42)
4.2. Kondisi Penduduk Kelurahan Leuwigajah
Jumlah penduduk Kelurahan Leuwigajah berjumlah 38.283 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 10.312 orang. Jumlah laki-laki sebanyak 16.948 orang dan perempuan 19.335 orang. Tidak terdapat warga negara asing yang tinggal menetap di kelurahan ini. Mayoritas penduduknya beragama Islam dengan jumlah 35.240 orang, lalu Khatolik 1.001 orang, Protestan 867 orang, Hindu 76 orang, dan Budha 41 orang. Selain itu juga terdapat penganut aliran kepercayaan sebanyak 58 orang yang sebagian besar tinggal di Kampung Cireundeu. Usia penduduk Kelurahan Leuwigajah paling banyak berada pada kisaran usia 30-34 tahun (4.161 orang ), 25-29 tahun (3.965 orang), dan 35-39 tahun (3.587 orang).
Penduduk Kelurahan Leuwigajah mayoritas bekerja sebagai karyawan swasta (15.190 orang) dan buruh harian lepas (4.983 orang). Pada Tabel 3 disajikan data penduduk berdasarkan mata pencahariannya.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan Pekerjaan, Tahun 2010
Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase
Wiraswasta 5.895 15,39
Karyawan Swasta 15.190 39,68
Karyawan BUMN/ BUMD 406 1,06
PNS 3.032 7,92
Buruh Harian Lepas 4.983 13,02
Kelompok Profesi 738 1,93
Bidang Kesehatan 184 0,48
Pertanian 176 0,46
Lain-lain 568 1,48
Pensiunan 435 1,14
Tidak Bekerja 6.676 17,44
Total 38.283 100
(43)
Dalam hal pendidikan, mayoritas penduduk Kelurahan Leuwigajah adalah lulusan SMU dan SLTP. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Leuwigajah sudah tergolong menengah atau sedang. Terdapat masyarakat yang buta huruf sebanyak 50 orang dan yang belum sekolah sebnayak 5.302 orang. Pada Tabel 4 disajikan data penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan pendidikannya.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Leuwigajah berdasarkan Pendidikan, Tahun 2010
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Tidak Tamat Sekolah Dasar 3.464 10,52
Tamat SD/ Sederajat 6.698 20,33
Tamat SLTP dan SMU 18.583 56,43
Diatas SMU 4.186 12,72
Total 32.931
100
Sumber : Data Monografi Penduduk Kelurahan Leuwigajah, Juni 2010
Kampung Cireundeu
Penduduk Kampung Cireundeu berjumlah 1.034 orang dengan komposisi laki-laki 490 orang dan perempuan 544 orang. Mata pencaharian masyarakat Kampung Cireundeu beragam. Pada Tabel 5 disajikan data penduduk Kampung Cireundeu berdasarkan pekerjaannya.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Cireundeu berdasarkan Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase
Petani 117 54,42
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2
0,93
Supir 7 3,26
Pengemudi Ojeg 9 4,18
Buruh Tani 30 13,95
Buruh Swasta 50 23,26
Total 215 100
(44)
Jumlah masyarakat yang bekerja yaitu sebanyak 215 orang. Sisa penduduk lainnya adalah masyarakat usia belum bekerja (balita dan usia sekolah) dan lansia yang sudah tidak dapat bekerja. Mayoritas masyarakat Kampung Cireundeu beragama Islam yaitu sebanyak 814 orang, selain itu juga terdapat penganut kepercayaan terhadap Tuhan sebanyak 119 orang. Suku atau etnis yang terdapat di Kampung Cireundeu yaitu 1.006 orang etnis Sunda dan 5 orang etnis Jawa, sisanya adalah etnis Cina. Data tingkat pendidikan masyarakat Kampung Cirendeu masih berupa perkiraan yaitu sekitar 3 orang yang berpendidikan sampai S1, 1 orang D3, 7 orang D1, 25-30 persen yang tingkat pendidikannya adalah SMA, 15-25 persen SMP, 25-30 persen yang hanya sampai Sekolah Dasar (SD) terutama penduduk yang sekarang usianya 40 tahun ke atas.
4.3. Kelembagaan Bahan Pangan Pokok
Kelembagaan menurut Uphoff (1993) dikutip oleh Soekanto (1990) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif. Sebagian besar sosiolog berpendapat bahwa kelembagaan merupakan suatu konsepsi dan bukan sesuatu yang kongkrit atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Dengan demikian kelembagaan memiliki aspek kultural dan struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai sedangkan segi struktural berupa pelbagai peranan sosial. Keduanya saling berhubungan erat satu sama lain.
Kelembagaan bahan pangan pokok masyarakat Kampung Cireundeu yaitu seperangkat norma dan perilaku masyarakat Kampung Cireundeu yang berkaitan dengan konsumsi bahan pangan pokok. Terdapat dua bahan pangan pokok yang dikenal di Kampung Cireundeu ini, yaitu beras padi dan beras singkong. Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, mayoritas masyarakat Kampung Cireundeu masih mengkonsumsi beras padi. Selain karena akses beras padi yang sangat mudah didapatkan di warung maupun pasar terdekat, mereka pun telah terbiasa mengkonsumsi beras padi sejak kecil sehingga sudah menjadi kebiasaan. Masyarakat kampung Cireundeu juga mendapatkan alokasi Raskin (beras miskin) sebanyak 2 ton setiap bulannya untuk satu RW yang artinya 50 persen KK
(45)
mendapatkan beras Raskin sebanyak 5 kg/KK. Harga Raskin dari pemerintaha yaitu Rp. 1.600/kg, sedangkan harga beras sekarang pada umumnya berkirsar Rp. 6.500- 7.000/ liter. Oleh karena itu warga yang miskin pun masih dapat mengkonsumsi beras padi.
Terdapat 199 orang warga yang setiap harinya mengkonsumsi beras singkong yang tersebar di 56 KK (Data ini diperoleh berdasarkan perkiraan sementara dari sekretaris RW, belum pernah diadakan pendataan kembali dari pemerintah). Beras singkong dapat tersedia di Kampung Cireundeu karena disokong oleh oleh potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh daerah ini. Jenis pertanian yang terdapat di Kampung Cireundeu yaitu pertanian padi, singkong, jagung, dan kacang tanah. Terdapat 42 hektar kebun yang ditanami singkong sehingga akses untuk mendapatkan bahan baku beras singkong mudah. Selain itu juga telah terkoordinir mengenai pengolahan dan pemasaran beras singkong yang berpusat di sebuah balai di RT 02.
Di Kampung Cireundeu, warga yang mengkonsumsi beras singkong identik dengan sebutan penghayat atau penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan YME. Pada awalnya, mereka juga mengkonsumsi beras padi sama seperti masyarakat pada umumnya. Sejak tahun 1924, penganut kepercayaan ini beralih mengkonsumsi beras singkong. Hal ini seperti yang dituturkan oleh abah ES (74), tokoh penganut kepercayaan ini, mengenai sejarah mengkonsumsi singkong :
“Saat itu di zaman penjajahan Belanda, lahan sawah yang telah ditanami padi mengering dan puso. Sementara suplai beras dari pemerintah Belanda saat itu sangatlah sulit. Di tengah masa yang teramat sulit itu, Haji Ali, tokoh masyarakat Cirendeu, mulai mencari jalan keluarnya. Jalan keluarnya adalah dengan mengganti sawah menjadi kebun singkong. Sejak itulah warga Cirendeu membiasakan diri makan singkong. Hal ini didahului dengan keluarnya wejangan dari Haji Ali, yang intinya meminta masyarakat menunda mengonsumsi beras, dan beralih ke umbi-umbian. Rupanya wejangan itu tetap melekat pada warga masyarakat Cirendeu hingga saat ini.”
Tradisi yang dijalankan penganut kepercayaan ini adalah mengkonsumsi singkong serta tidak memakan nasi. Pantangan bagi mereka hanyalah nasi, selain
(1)
Petunjuk :
Pilihlah score dari 1-4(negatif-positif) yang sesuai dengan perasaan
anda terhadap bahan pangan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (x).
Afektif (Beras Padi)
No.
Negatif
Tingkat Skor
Positif
1 2 3 4
1
Rasa : tidak enak
Enak/ nikmat
2
Aroma : apek
wangi
3
Malu
Bangga
4
Bentuk tidak menarik
Bentuk menarik
5
Membosankan
Tidak membosankan
Afektif (Beras Singkong)
No.
Negatif
Tingkat Skor
Positif
1 2 3 4
1
Rasa : tidak enak
Enak/ nikmat
2
Aroma : apek
Wangi
3
Malu
Bangga
4
Bentuk tidak menarik
Bentuk menarik
5
Membosankan
Tidak membosankan
E.
Respon terhadap Beras Padi dan Beras Singkong sebagai Bahan Pangan
Pokok
Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan mengisi kolam kosong
yang disediakan sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan
No Pertanyaan
Beras Padi
Beras Singkong
1
Seberapa sering Ibu
mengkonsumsi bahan pangan ini?
(Pilihan jawaban:
a.) Selalu/setiap hari
b.) Sering
c.)Kadang-kadang
d.)Tidak pernah
(2)
2.
Berapa banyak Ibu mengkonsumsi
bahan pangan ini?
(…….) liter dalam
(….) hari, untuk
dikonsumsi (…..) orang
anggota keluarga
(…….) liter
dalam
(….) hari, untuk
dikonsumsi (…) orang
anggota keluarga.
3
Bagaimanakah cara yang sering
Ibu lakukan dalam mengkonsumsi
bahan pangan pokok (beras
padi/beras singkong)?(Jawaban
boleh pilih lebih dari satu)
a.
Dikonsumsi hanya dengan
lauk tertentu saja
b.
Dikonsumsi dengan lauk
apapun yang tersedia
c.
Dihidangkan hanya untuk
keluarga
d.
Dihidangkan juga untuk tamu
e.
Bahan pangan ini hanya
sebagai selingan makan.
4
Apakah cara yang paling sering
Ibu lakukan dalam mengolah
bahan pangan ini menjadi bahan
pangan pokok? (jawaban boleh
pilih lebih dari satu)
a. Mengolahnya sendiri di rumah
b. Mengolahnya bersama-sama
dalam suatu kelompok
c. Tidak mengolahnya tetapi
membeli dalam bentuk jadi
(siap dimakan)
d. Tidak mengolahnya tetapi
diberikan oleh tetangga dalam
bentuk siap dimakan.
5
Bentuk/ jenis makanan apasajakah
yang pernah Ibu buat dari bahan
pangan ini?
Sebutkan, …….
(3)
Lampiran 6. Data Responden
Kelompok Responden K.BP
No.
Nama
Alamat
Usia
1 kokom komala sari
Rt 01
36 th
2 Karnasih
Rt 01
38 th
3 Elih Juliama
Rt 04
28 th
4 Imas
Rt 04
26 th
5 Popon
Rt 05
34 th
6 Suciroh
Rt 05
52 th
7 Rohanah
Rt 05
37 th
8 Dini Maria
Rt 04
28 th
9 Rosati
Rt 05
27 th
10 Taryati
Rt 05
34 th
Kelompok Responden K.BC
No.
Nama
Alamat
Usia
1 Eka Susilawati
Rt 05
21 th
2 Meladewi
Rt 05
25 th
3 Neneng Suryani
Rt 03
34 th
4 Minarti
Rt 03
36 th
5 Wulan Ryani
Rt 02
22 th
6 Rita
Rt 02
33 th
7 Daikah
Rt 02
43 th
8 Sumarni Yuliawati
Rt 05
44 th
9 Enah
Rt 02
36 th
10 Cantika
Rt 02
27 th
Kelompok Responden K.BS
No.
Nama
Alamat
Usia
1 Cicih
Rt 03
60 th
2 Winati
Rt 02
41 th
3 Aan Komanah
Rt 02
45 th
4 Imas Rokayah
Rt 02
55 th
5 Neneng Suminar
Rt 02
30 th
6 Kokom
Rt 02
49 th
7 Atikah
Rt 02
61 th
8 Karyati
Rt 03
54 th
9 tati karnati
Rt 02
63 th
(4)
Lampiran 7. Kerangka Sampling
Pada awalnya, peneliti membuat kerangka sampling dengan meng-
cluster
RT berdasarkan informasi bahwa pada RT 02 dan 03 terdapat masyarakat yang
mengkonsumsi beras singkong. Sementara RT 01,04, dan 05 masyarakatnya
mayoritas makan nasi dan hanya dua orang saja diketiga RT tersebut yang
mengkonsumsi beras singkong. Maka kerangka sampling awal penelitian ada
cluster
random sampling
dengan pembagian RT seperti yang telah dipaparkan
diatas dengan pengambilan 15 responden pada setiap
cluster-
nya (total 30
responden). Namun setelah pengambilan data selesai dan dilakukan perapihan
data serta analisis data maka ditemukan adanya tiga kelompok jenis keluarga
berdasarkan jenis konsumsi bahan pangan pokok harian keluarga, yaitu 1)
keluarga yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras padi (K.BP),
2)keluarga yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras singkong
(K.BS), dan 3)keluarga yang anggota keluarganya ada yang mengkonsumsi beras
padi dan ada juga yang mengkonsumsi beras singkong (K.BC). Dari 30 responden
yang sudah didapatkan, ternyata ditemukan 11 responden K.BP, 8 responden
K.BS, dan 11 responden K.BC.
Berdasarkan perkiraan sekretaris RW Kamoung Cireunde, terdapat 244
KK yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras padi (K.BP), 16 KK
yang seluruh anggota keluarganya mengkonsumsi beras singkong (K.BS), dan 40
KK yang anggota keluarganya ada yang mengkonsumsi beras padi dan ada juga
yang mengkonsumsi beras singkong (K.BC). Maka selanjutnya yang dilakukan
peneliti adalah mencari tahu keluarga-keluarga yang seluruh anggota keluarganya
hanya mengkonsumsi beras singkong saja, yaitu 16 keluarga. Data yang
didapatkan ini juga hanyalah perkiraan dari salah satu tokoh di kampung tersebut.
Jadi kembali diambil sampling acak dari data tersebut secara acak 2 responden
lagi dari ke-16 keluarga tersebut, sehingga jumlah responden yang digunakan
adalah 10 responden K.BP, 10 responden K.BS, dan 10 responden K.BC.
(5)
No Nama RT No Nama RT No Nama RT No Nama RT
1 maryati 1 43 Engkay 1 85 Dedeh Herawati 5 127 Nani Sulilawati 5
2 Enok 1 44 Nurhayati 4 86 Eutik Rohanah 5 128 Patimah 5
3 Matiah 1 45 Uwen 4 87 Anih Rohani 5 129 Ita 5
4 Siti Mariam 1 46 Uta 4 88 Okes 5 130 Winarsih 5
5 Kokom Komalasari 1 47 Mimah Sapitri 4 89 Rohaeti 5 131 Saripah 5
6 Marni Suwardi 1 48 Dini Maria 4 90 Tarsiah 5 132 Julaeha 5
7 Dewi Susanti 1 49 Elih Juliani 4 91 Cicih 5 133 Maladewi 5
8 Ecin 1 50 Idik 4 92 Suwarni 5 134 Ai Hayati 5
9 Ageng Sukarya 1 51 Nanih Y 4 93 Ocih 5 135 Yati 5
10 Reni 1 52 Hani Mulyasari 4 94 Iyoh 5 136 Asih Mulyasari 5
11 Enas 1 53 Komara 4 95 Sulastri 5 137 Yani 5
12 Winda Wulansari 1 54 Naning 4 96 Ade Suhaeti 5 138 Suminar 5
13 Ijah 1 55 Eha Julaeha 4 97 Omi 5 139 Caryati 5
14 Iin Kartini 1 56 Titi Suparsih 4 98 Neni Supriantin 5 140 Rumsih 5
15 Sulastri 1 57 Warti 4 99 Maryanah 5 141 Maryati 5
16 Entin 1 58 Mulyati 4 100 Ida Farida 5 142 Onih 5
17 Sukaersih 1 59 Cucu A 4 101 Cici 5 143 Yani Rahmawati 5
18 Winarsih 1 60 Imas 4 102 Rohanah 5 144 Atikah 5
19 Rina Karmilawati 1 61 Evie Aprilia 4 103 Eni Rohaeni 5 145 Esih 5
20 Anih Rohaeni 1 62 Aisah 4 104 Suciroh 5 146 Sukanah 5
21 Iin Sinta 1 63 Lamintem 4 105 Fatimah 5 147 Rosati 5
22 Enes 1 64 Dewi 4 106 Waridah 5 148 Sutini 5
23 Hesti 1 65 Komala Sari 4 107 Masrohan 5 149 Ai Karwati 5
24 Sri Kartika 1 66 Juarsih 4 108 Popon 5 150 Taryati 5
25 Dede 1 67 Suani 4 109 Karnasih 5 151 Neni 5
26 Sari 1 68 Caryanah 4 110 Yani 5 152 Odah 5
27 Nunug 1 69 Esih 4 111 Nina Rahayu 5 153 Ade Rohibah 5
28 Enik 1 70 Kiki Sandra 4 112 Imas 5 154 Uneh 5
29 Yuli 1 71 Asih 4 113 Noneng 5 155 Icih 5
30 Karnasih 1 72 Maryati 4 114 Ai 5 156 Winarsih 5
31 Nurhasanah 1 73 Anih 4 115 Winda 5 157 Lilis Hasanah 5
32 Heni 1 74 Santika 4 116 Emar 5 158 Eka Susilawati 5
33 Minaryati 1 75 Ninah 4 117 Karminah 5 159 Titi 5
34 Nurina Opta 1 76 Casminah 4 118 Eti Sukaesih 5 160 Rini Handayani 5
35 Maisaroh 1 77 Duriah 4 119 Rokayah 5 161 Cantika 5
36 maryati 1 78 Sinta Susilawati 4 120 Darsih 5 162 Isna Baroza 5
37 Lia Maryana 1 79 Atikah 5 121 Tohangsih 5 163 Atin 5
38 Sariah 1 80 Suryaningsih 5 122 Kokom 5
39 Ikim 1 81 Sumarni Y 5 123 Ecin 5
40 Komariah 1 82 Euis Widaryah 5 124 Winarsih J 5
41 Itik 1 83 Rosmaya 5 125 Dewi 5
(6)
No. Nama RT No Nama RT No Nama RT No Nama RT
1 Ecin 5 41 Daikah 2 81 Enung Wahyuni 2 121 Maman 3
2 Winarsih J 5 42 E.Maryani 2 82 Sumirat 2 122 Ahya Nugraha 3
3 Dewi 5 43 Warlikah 2 83 Eni R 2 123 Ijah 3
4 Irma 5 44 Noneng 2 84 Rohmanah 2 124 Iros 3
5 Atin 5 45 Neneng 2 85 Siti Julaeha 2 125 Witarmana 3
6 Atikah 2 46 Daryati 2 86 Emut 2 126 Cicih 3
7 Imas Rokayah 2 47 Cantika sari 2 87 Widya 3 127 Agus Setiawan 3
8 Widaningsih 2 48 Yuliani 2 88 Dede Sampena 3 128 Rosita 3
9 Ratningsih 2 49 Eulis N 2 89 Rohana 3 129 Dedi 3
10 Uni 2 50 Sri Rohayati 2 90 Redih 3 130 Ei 3
11 Enah 2 51 Acin 2 91 Kurnia Ginanjar 3 131 Riswani 3
12 Mulyana 2 52 Nining 2 92 Karyati 3 132 Asep Wadirman 3
13 Yanti 2 53 Ade R 2 93 Jajang 3 133 Yogi 3
14 Isar 2 54 Kokom 2 94 Nanang 3 134 Neni 3
15 Karna 2 55 Martini 2 95 Adi Karna 3
16 Aah Komanah 2 56 Minah 2 96 Tuparsa 3
17 Minarti 2 57 Marelah 2 97 Koswara 3
18 Wangsih 2 58 Warsih 2 98 Ade 3
19 Kasmanah 2 59 Dian 2 99 Suciman 3
20 Neneng Suminar 2 60 Dartiwi 2 100 Adwar 3
21 Tati 2 61 Turkiah 2 101 Abdullah 3
22 Tuti Setiawati 2 62 Atna 2 102 Dana 3
23 Kurnia 2 63 Winati 2 103 Sumarna 3
24 Karnasih 2 64 Surtiah 2 104 Aam 3
25 Siti Jaelani 2 65 Atikah 2 105 Sukirman 3
26 Engkay 2 66 Neneng 2 106 Herry 3
27 Mamay 2 67 Dewi 2 107 Oma 3
28 Titi 2 68 Sukanah 2 108 Suparsa 3
29 Amah 2 69 Lia 2 109 Baryat 3
30 Ika Ningsih 2 70 Susianti 2 110 Ahmad 3
31 Susi 2 71 Rohaeni 2 111 Dede Kurnia 3
32 Rita 2 72 Nunung 2 112 Ratim 3
33 Muryani 2 73 Suryani 2 113 Kustofa 3
34 Vera 2 74 Dewi yani 2 114 Bambang 3
35 Mety 2 75 Siti Nursadah 2 115 Enjang 3
36 Wulan 2 76 Dewi Lisnuryanah 2 116 Wahyu 3
37 Nengsih 2 77 Yuli 2 117 Usep 3
38 Tarailah 2 78 Linda S 2 118 Karjali 3
39 Daryani 2 79 Rika Supitri 2 119 Warna 3