Azwar 2003 mengemukakan bahwa sikap mengandung tiga komponen, yaitu :
1. Komponen Kognitif : Kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku bagi objek sikap. Komponen kognitif juga berisi persepsi, kepercayaan, dan
stereotipe yang dimiliki oleh individu mengenai sesuatu 2. Komponen Afektif : Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling
bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang akan mungkin mengubah sikap seseorang
3. Komponen Konatif : Kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual.
2.1.4. Perilaku Konsumsi Pangan
Menurut Kurn Lewin dalam Azwar 2003 merumuskan suatu model perilaku bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan fungsi
lingkungan. Fungsi karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan
kemudian karakteristik individu tersebut berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan
besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Calhuon dan Joan yang dikutip oleh
Mulyandari 2006 juga menekankan bahwa perilaku dipengaruhi lingkungan. Perilaku seseorang terhadap suatu objek dapat dilihat dari beberapa
dimensi : 1. Frekuensi :
Menunjukkan jumlah atau kuantitas dari perilaku seseorang.
2. Kepada siapa berperilaku : Perilaku yang dilakukan tidak hanya ditujukan untuk diri sendiri tetapi juga
ditujukan bagi orang lain. 3. Untuk apa :
Perilaku yang dilakukan oleh seseorang mempunyai manfaat atau tujuan baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
4. Bagaimana : Menunjukkan upaya atau cara yang dilakukan oleh seseorang dalam
berperilaku untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut Susanto 1993, seseorang menentukan dan memilih makanannya tidak didasarkan kepada pemenuhan kebutuhan perut lapar semata, melainkan
berkaitan dengan adanya pengendalian perilaku konsumsi makanan yang bersumber pada kebenaran menurut adat istiadat yang bersifat tradisional,
kebenaran menurut agama, dan kebenaran menurut ilmu pengetahuan. Faktor pengendali perilaku konsumsi makan dipengaruhi juga oleh budaya iklan dan
aspek pengembangan ilmu dan teknologi, serta proses modernisasi yang lambat laun dapat merubah perilaku konsumsi, dan pada gilirannya mempengaruhi
kebiasaan makan. Oleh karena itu, kebiasaan makan umumnya dianggap sebagai fenomena yang bersifat dinamis dan dapat berubah.
Susanto 1993 juga menjelaskan bahwa kebiasaan makan terbentuk pada diri seseorang melalui proses tertentu dalam waktu yang lama sejak dilahirkan.
Setiap orang butuh makan agar dapat tetap hidup karena dilandasi oleh tiga jenis dorongan untuk memenuhi tiga kebutuhan, yaitu dorongan kebutuhan biogenik,
psikogenik, dan sosiogenik. Dorongan kebutuhan biogenik muncul saat seseorang merasa lapar. Dorongan psikogenik yaitu mengenali makanan-makanan yang
disukai, disenangi, dan cocok dengan selera, sedangkan dorongan pemenuhan kebutuhan sosiogenik yang termasuk sistem sosial budaya yaitu seseorang yang
telah mempunyai kebiasaan makan itu umumnya terpanggil untuk memenuhi aturan atau tatanan, yang didasari pada adat istiadat dan agama. Sanjur yang
dikutip oleh Nikmawati 1999 menyatakan bahwa dalam kebiasaan makan
seseorang terdapat makna ideologi makan, artinya ada batasan pada diri seseorang mengenai apa yang boleh ia makan dan apa yang tidak boleh ia makan.
2.1.5. Hubungan Sikap terhadap Perilaku