Yogyakarta, 30 November 2016
383
warisan. Ayat lain dari al-Quran yang menerangkan tentang hukum waris adalah an-Nisa ayat 11 Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid, 2016.
Terkait hubungannya dengan posisi seorang laki-laki dalam keluarga sering kali dipersoalkan oleh kelompok non-Muslim jika terkait bagian hak waris. Mereka menganggap
Islam sebagai agama yang melakukan diskriminasi dan tidak adil terhadap perempuan. Karena bagian warisan bagi kaum Hawa hanya sepertiga lebih sedikit dibandingkan laki-laki.
Seharusnya jatahya harus sama rata. Tidak boleh ada yang menonjol dan tidak diperkenankan apabila terdapat pihak yang sedikit bagian warisannya. Begitu menurut masyarakat yang
berpandangan negatif kepada agama rahmatan li al- ‘alamin ini.
Padahal tidak begitu sejatinya. Misal ada seorang ayah bernama A meninggalkan dua orang anak. Masing-masing laki-laki B dan perempuan C. Harta A setelah dikurangi biaya
pemakaman dan membayar hutang total adalah Rp 900 juta. Berdasarkan aturan dalam Islam maka B mendapatkan bagian Rp 600 juta. Sedangkan C 300 Rp juta. Dalam perjalanan waktu,
B menikah dan pasti membayar mahar untuk calon istrinya. Ketika mengarungi biduk rumah tangga B juga diwajibkan menafkahi sang istri beserta anak-anaknya. Dengan begitu jika
dihitung-hitung harta B yang didapat dari bagian warisan pasti semakin berkurang. Beda cerita dengan C. Karena C adalah perempuan, maka dia dinikahi oleh suaminya yang tentu juga
memberi mas kawin. Saat berumah tangga pun C selalu mandapat nafkah dari pasangan sahnya. Dengan begitu harta C yang merupakan bagian warisan tetap utuh bahkan bertambah karena
mendapat mahar ataupun juga nafkah dari suaminya. Jadi, sebenarnya dalam aturan waris, Islam justru menerapkan keadilan dan berpihak pada kaum hawa. Harta B dan C bisa sama
besarannya di kemudian hari. Bahkan C dapat melampaui kekayaan saudara kandung laki- lakinya andai C juga bekerja dan B penghasilannya kurang mencukupi. Warisan untuk laki-laki
sejatinya diperuntukkan bagi dirinya sendiri, istrinya, serta anak-anaknya. Sedangkan perempuan ketika menjadi ahli waris hanya dimiliki sendiri. Begitulah keadilan warisan
menurut Islam.
4. Suami Wajib Mengingatkan IstriAnak Perempuannya untuk Menjaga Aurat
ام ا ن ي ني ي ا ن ج ف نظف ي نه ـصب نم ن غي تـ م ل لق
ا م ى ع نه
ب نب يل
ن ب يج ئ ب ء ن ل ع ل ا ن ي ني ي ا
ن ن خ ٓى ب ن ن خ ن ل عب ء ب ن ئ ب ن ل عب ء ب ء ن ب ْ ىل ۟ يغ نيع ـ ل ن ـ ي ت م ام ن ئ سن ن ت خ ٓى ب
نم ع ى ع ۟
ظي مل ني ل لف ل اج ل ء س ل
ن ي نم نيف ي ام م عيل ن ج أب نب ي ا
[ فت م عل م ل هي اعي ج َ ىل ۟ ٓ ب ت
٢٤::: ]
Artinya : “Katakanlah kepada para mukminat supaya menahan pandangannya
dan memelihara kemaluannya serta jangan memperlihatkan perhiasannya
384
kecuali yang biasa terlihat. Dan supaya menutupkan kerudungnya di atas dadanya dan tidak memperlihatkan perhiasannya kecuali kepada suaminya atau
ayah kandungnya atau ayah mertua atau anak-anak kandungnya atau anak-anak tirinya atau saudara-saudara kandungnya atau keponakan dari saudara laki-laki
atau saudara perempuan atau pada sesama perempuan atau kepada budak miliknya atau pelayan yang tidak diinginkannya atau kepada anak kecil yang
belum mengerti aurat wanita. Dan jangan memukulkan kakinya untuk diketahui perhiasan yang disembunyikannya. Dan bertaubatlah kepada Allah wahai orang-
orang yang beriman supaya kamu beruntung” an-Nur: 31. Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad kepada perempuan-perempuan Mukminat.
Sesungguhnya mereka diperintahkan untuk menahan pandangan terhadap sesuatu yang dilarang, memelihara kemaluan dengan cara menutupnya, tidak melakukan hubungan secara
tidak sah, dan tidak menampakkan keindahan tubuh serta perhiasan yang dapat menggoda laki- laki. Seperti dada, lengan, dan leher. Kecuali yang terlihat tanpa maksud untuk ditampak-
tampakkan. Seperti wajah dan tangan. Mintalah dari mereka agar menutup bagian-bagian baju yang terbuka. Contohnya leher dan dada. Yaitu dengan cara menutupnya dengan penutup
kepala. Juga mintalah mereka agar tidak menampakkan keindahan-keindahan tubuh mereka. Kecuali kepada suami mereka dan kaum kerabat yang haram untuk dinikahi selama-lamanya.
Seperti ayah, kakek, anak kandung, anak tiri, saudara kandung atau keponakan. Pengecualian tersebut juga termasuk kepada para pendamping mereka, baik orang merdeka atau budak, laki-
laki yang hidup bersama mereka yang tidak mempunyai keinginan kepada perempuan. Seperti laki-laki yang sudah sangat tua. Begitu pula anak-anak kecil yang belum memiliki syahwat.
Mintalah juga kepada mereka untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat menarik perhatian laki-laki kepada perhiasan yang tersembunyi. Seperti dengan menghentakkan kaki ke tanah agar
suatu perhiasan yang ada di balik pakaian dapat terdengar. Bertaubatlah kalian semua kepada Allah SWT wahai orang-orang Mukmin, atas segala kesalahan kalian. Lakukanlah selalu etika-
etika agama agar kalian memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menurut ‘Aidh ibn Abdillah al-Qarni tt beberapa anggota badan perempuan yang boleh
dilihat oleh pihak-pihak yang telah disebutkan dalam ayat tersebut di atas antara lain wajah, leher, kedua tangan, dan lengan. Pelayan yang dimaksud dalam istilah
نيع ـ ل adalah termasuk mereka yang rutin datang ke rumah untuk menyediakan makanan dan minuman.
Menghentakkan kaki ke tanah juga bermakna berjalan dengan langkah yang bersuara atau menyeret.
Yogyakarta, 30 November 2016
385
Meskipun dalil ini dialamatkan kepada Rasulullah SAW tapi sesungguhnya juga berlaku umum bagi semua suami ataupun lelaki Muslim di seluruh penjuru dunia. Kesadaran seorang
istri serta anak perempuan untuk menutup aurat dan menjaga pandangan adalah tanggung jawab suami juga. Sering kali terdengar jika ada berita pelecehan seksual terhadap kaum Hawa maka
ada dua pendapat mengenai siapa yang patut disalahkan. Pertama pelaku, karena tidak mampu mengendalikan nafsunya. Kedua perempuan itu sendiri, sebab penampilannya dinilai
mengundang birahi. Padahal, suami atau ayah dapat juga diminta pertanggungjawabannya sebagai kepala keluarga. Suami wajib dan berhak mengingatkan bahkan memerintahkan kepada
istri dan anak-anak perempuannya untuk selalu ghadh al-bashar.
5. Suami Laki-Laki Tidak Boleh Iri dengan Istrinya
ۢضعب ى ع م عب هب َ ل ف ام ۟ ت ا
۟ س ك ا م ۭبيصن اج ل ن س ك ا م ۭبيصن ء س ل
ـس نم َ ۟
ٓه ف [ ا ۭ ي ع ءىش ل ب اك َ
٤::٢ ]
Artiny a: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan
Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa
yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” an-Nisa: 32.
Ayat ini menyatakan bahwa laki-laki hendaknya tidak iri hati terhadap karunia yang diberikan Allah SWT kepada perempuan. Begitu juga sebaliknya, kaum hawa tidak boleh
dengki terhadap apa-apa yang dikaruniakan Allah kepada laki-laki. Masing- masing mendapatkan bagian, sesuai dengan tabiat perbuatan dan haknya. Maka hendaknya tiap-tiap
pihak berharap agar karunianya ditambah oleh Allah Ta’ala dengan mengembangkan bakat dan memanfaatkan kelebihan yang dititipkan Allah kepadanya. Allah SWT Maha Mengetahui
segala sesuatu dan memberikan kepada setiap jenis makhluk sesuatu yang sesuai dengan kejadiannya.
Wajdi 1323 H pun menyatakan bahwa Allah SWT melarang berbuat hasad dan telah ditakdirkan bagi laki-laki maupun perempuan terkait hasil yang telah dilakukan. Segala sesuatu
yang dimiliki oleh sesorang adalah hasil jerih payahnya. Jadi tidak perlu ada rasa dengki satu sama lain. Murid Rasyid Ridha ini juga mengingatkan bahwa tiap manusia mewarisi bermacam-
macam harta dan sifatnya netral. Artinya kekayaan yang berada di tangan seseorang janganlah menjadi pemicu untuk saling benci.
Poin ini dinilai penting karena sering kali terdengar kabar bahwa seorang suami merasa rendah diri terhadap kekayaan istri. Bahkan rasa minder tersebut lambat laun berubah menjadi