Orang yang Melakukan Permufakatan Jahat untuk Melakukan Tindak Pidana Korupsi
Yogyakarta, 30 November 2016
547
merupakan pengertian yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Hal ini sama halnya dengan tindak pidana zina Pasal 284 KUHP antara si laki yang sedang beristri dengan si perempuan
yang sedang bersuami, mereka bukanlah satu sebagai pleger dan yang lainnya sebagai made pleger, namun keduanya adalah dader. Tindak pidana yang mensyaratkan pembuatnya dua
orang atau lebih seperti ini, dalam doktrin disebut dengan pnyertaan mutlak noodzakelijke deelneming. Meskipun menggunakan frasa penyertaan deelneming, namun tidak perlu
dihubungkan dengan pengertian penyertaan yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Adanya kesepakatan, artinya adanya persamaan kehendak adalam melakukan sesuatu.
Memang persamaan kehendak di sini tidak ada bedanya dengan persamaan kehendak antara pembuatpeserta turut serta mede pleger dengan pembuat pelaksana pleger dalam
penyertaan menurut Pasal 55 ayat 1 KUHP. Akan tetapi, janganlah diuanggap mereka mempunyai kualitiet yang sama, sebab Pasal 55 ayat 1 mereka bukanlah sebagai pembuat
tunggal dader yang berbeda denga pembuat pada pemufakatan jahat tindak pidana korupsi yang berkualitas sebagai dader.
Unsur ketiga akan melakukan kejahatan. Dalam unsur ketiga ini perlu dimegerti bahwa kejahatan yang dimaksud belum diwujudkan, bahkan permulaan pelaksanaan pun belum ada.
Walaupun demikian, adanya kesepakatan oleh dua orang atau lebih tadi harus ada tingkah laku- tingkah laku sebagai penyebab atau wujudnya, seperti yang telah dikemukakan. Misalnya
adanya pertemuan, usul-usul yang dikemukakan, perbicangan, dan tanggapan-tanggapan, dan sebagainya. Hal-hal atau keadaan objektif seperti ini harus dibuktikan. Artinya, tidak mungkin
ada kesepakatan dan persamaan kehendak yang seratus persen masih dalam alam batin semata- mata. Niat jahat apapun oleh siapa dan berapa pun jumlahnya tidak mempunyai arti apa-apa
dalam hukum pidana, selama niat jahat itu masih terpendam begitu saja dalam alam batin yang barang kali dari sudut hukum agama telah mempunyai nilai penting, namun dari sudut hukum
pidana tidaklah bernilai.
KESIMPULAN
Dari apa yang telah di jabarkan dalam pembahasan pada sub bagian sebelumnya, maka dapatlah penulis simpulkan sebagai berikut :
1 Penerapan Sistem Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Jenis-jenis pidana pokok tidak dapat dijatuhkan secara kumulatif,
sedangkan pada tindak pidana tersebut tertentu yang diancam dengan pidana pokok lebih dari satu selalu bersifat alternatif. Jenis-jenis pidana pokok bersifat imperatif,
artinya jika tindak pidana terbukti dan yang dilakukan oleh orang yang karena
548
dipersalahkan kepada pembuatnya, maka pidana pokok wajib dijatuhkan sesuai dengan yang diancamkan pada tindak pidana yang dilakukan oleh si pembuat. Berbeda dengan
jenis-jenis pidana tambahan yang bersifat fakultatif, artinya tidak ada keharusan dijatuhkan. Apabila tindak pidana tertentu yang dilakukan si pembuat selain diancam
dengan pidana pokok, diancam juga dengan salah satu jenis pidana tambahan. penjatuhan bergantung pada kebijakan mejelis hakim. Inilah yang dimaksud dengan
fakultatif. Pidana tambahan tidak bisa dijatuhkan tanpa dengan pidana pokok. Tapi pidana pokok dijatuhkan boleh tanpa pidana tambahan.
2 Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pembuat Percobaan, Pembantuan, dan Permufakatan Jahat Tindak Pidana Korupsi, Dalam hukum pidana telah ada standar objektif tertentu
bagi orang-orang yang berkualitas sebagai pembuat percobaan, pembuat tunggal dader atau pembuat pelaksana pleger dan bentuk-bentuk penyertaan lain, maupun
yang perbuatannya dapat dimasukkan ke dalam orang yang melakukan permufakatan jahat sehingga jelas tidak dapat disamakan. Ketentuan Pasal 15 KUHP ini sama seperti
ketentuan tentang persamaan beban pertanggungjawaban pidana antara “para pembuat peserta” mededader yang terdiri atas 1 pembuat pelaksana pleger, 2 pembuat
penyuruh doen pleger, 3 pembuat pesertapembuat turut serta made pleger, dan pembuat pengajur uitlokker dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP dengan beban
pertanggungjawaban pidana bagi pembuat tunggal dader, dan bukanlah menyamakan pegertian atau syarat-syarat antara empat bentuk pernyertaan tersebut dengan pembuat
tunggal.
DAFTAR PUSTAKA Buku :
Andi Hamzah ii, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Penerbit PT Gramedia Pustaka Uatama, Jakarta 2001.
Hardijan Rusli , “Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?”, Law Review Fakultas
Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006. Jan Remmelink, Hukum Pidana komentar atas pasal-pasal terpenting dari kitab undang-
undang Hukum Pidana Belanda dan padananya dalam kitab Undang-undang Pidana Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka 2003.
K. A. Abbas, “The Cancer of Corruption”, Dalam Suresh Kohli, ed, Corruption in India, New Delhi: Chetana Publication. 1975.
Yogyakarta, 30 November 2016
549
Kumorotomo, Akuntabilitas Biro Publik. Pustaka Pelajar: Yogyakarta 1992. Lamintang, RAF IV, 1983. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Sinar Baru,
Bandung 1983.
Lamintang IV, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, penerbit Sinar Baru, Bandung 1990. Mardjono Reksodiputro I, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana
Korporasi, Makalah Seminar Nasional Kejahatan Korporasi, 23-24 November 1989, FH UNDIP, Semarang, 1989.
Menurut Pasal 3 UU No. 462009, Bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan disetiap ibukota kabupatenkota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum
pengadilan negeri yang bersangkutan. Moeljatno I, Asas-Asas Hukum Pidana, Penerbit Bina Aksara, Jakarta 1983.
Moejatno II, Delik-Delik Penyertaan, Penerbut Bina Aksara, Jakarta 1983, hlm. 18. Muladi dan Dwidja Prayitno, Pertanggungjawaban Pidana Koprorasi, penerbit Kencana
Prenada Media Group, Jakarta. Satochid Kartanegara III, Hukum Pidana Bagian I, Kumpulan Kuliah, Penerbit Balai Lektur
Mahasiswa, tanpa tahun, Hlm. 366. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia, 1984.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Cetakan ke – 11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Penerbit Paramita, Jakarta,1999.
Surat Kabar :
Alvon Kurnia Palma kepada harian Kompas 21 Mei 2012. Internet :
Saldi Isra, Dalam http:vexillum-nsr.blogspot.com201202masyarakat-madani.html
,, diakses pada tanggal 20 Oktober 2016.
550
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL MENURUT PP NO.
71 TAHUN 2010 STUDI KASUS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUDUS
Zamrud Mirah Delima
1
, Diah Ayu Susanti
2 1
Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus
2
Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus Email:
1
zamrudmirahdelimagmail.com
ABSTRAK
Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus sebagai salah satu entitas pelaporan, dalam menyajikan laporan keuangannya pada tahun 2015 masih berdasarkan PP No.24 Tahun 2005
berbasis CTA Cash Toward Acrual danatau Berbasis Kas Menuju Akrual, padahal ketentuan untuk menerapkan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010 yaitu pada tahun 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali variabel penelitian terdahulu mengenai faktor yang mempengaruhi kesiapan penerapan SAP berbasis akrual SDM, komitmen organisasi, teknologi
informasi dan komunikasi dengan penerapan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Selain itu penelitian ini akan memperdalam hasil penelitian sebelumnya. Jenis data adalah data primer.
Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan survei kuesioner kepada 62 pegawai bagian keuangan atau bagian akuntansi seluruh dinas di
Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Pengolahan data menggunakan model penelitian analisis regresi linear berganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDM , komitmen organisasi,teknologi
informasi dan komunikasi secara simultan berpengaruh positif terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. Variabel SDM dan komitmen organisasi secara parsial berpengaruh positif
signifikan, tetapi teknologi informasi dan komunikasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual.
Kata Kunci : Sumber Daya Manusia, Komitmen Organisasi, Teknologi Informasi, Komunikasi, SAP berbasis akrual
ABSTRACT
Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus as one of the reporting entity, in presenting its financial statements in 2015 was based on PP No.24 of 2005 based CTA Cash Toward acrual and
or the Cash Based Towards Accrual, when the provisions for applying the SAP accrual-based PP No.71 th 2010 is the year 2015. This study aims to re-examine variables previous research on factors
affecting the readiness of the implementation of accrual-based SAP Human Resource, Organizational Commitment, Information and Communication Technology with the
implementation of the District Government Kudus. In addition this study will deepen the results of previous studies. This type of data is primary data. The sampling method using purposive sampling.
Collecting data using a survey questionnaire to 62 employees of the financial part or parts of the entire accounting department at Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Processing data using a
research model multiple linear regression analysis. The results showed that the Human Resources, Organizational Commitment, Information and Communication Technologies simultaneously
positive effect on the readiness of the implementation of accrual-based SAP. Human Resource and Organizational Commitment partially positive significant, but the Information and Communication
Technology partially have no effect on the readiness of the implementation of accrual-based SAP.
Keywords: Human Resources, Organizational Commitment, Information Technology, Communication, accrual-based SAP
Yogyakarta, 30 November 2016
551
PENDAHULUAN
Pada UU No 17 Tahun 2003 pasal 36 ayat 1 mengharuskan penerapan basis akrual untuk pengakuan pendapatan dan belanja. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan KSAP menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan SAP berbasis akrual yang ditetapkan dengan PP No. 71 Tahun 2010. Penerbitan PP No. 71Tahun 2010
berbasis akrual yang menandakan berakhirnya masa PP No. 24 Tahun 2005 berbasis kas menuju akrual cash toward accrual ini diyakini mampu memberikan landasan bagi implementasi
akuntansi pemerintahan yang lebih baik. Pemerintah akan menerapkan SAP berbasis akrual yang akan diberlakukan penuh bagi
semua Kementrian Lembaga dan Pemerintahan Daerah pada 2015 Tempo, 2010. Tetapi hal ini sulit diwujudkan melihat beberapa pemerintah daerah di Indonesia yang belum siap untuk
mengimplementasikan SAP berbasis akrual secara penuh. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Hasil Pemeriksaan Sementara IHSP oleh BPK . Tiga tahun setelah PP No. 71 Tahun 2010 disahkan
masih banyak Laporan Keuangan Pemerintah Daerah LKPD yang belum mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian WTP. Jika banyak pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia
mampu mendapat opini WTP, maka dapat diasumsikan kewajiban untuk menerapkan basis akrual penuh pada tahun 2015 tidak akan menghadapi kendala yang berarti.
Kesuksesan penerapan SAP berbasis akrual sangat diperlukan sehingga pemerintah dapat memiliki tata kelola keuangan yang baik dan jelas serta menghasilkan pertanggungjawaban
yang lebih cepat serta lengkap sesuai SAP, menurut Nazier 2009 menimbulkan banyak permasalahan. Beberapa permasalahan yaitu penyiapan infrastruktur sistem administrasi
sistem akuntansi,sistem administrasi aset, dan sistem teknologi informasi dan penyiapan aparat yang berkualitas qualified untuk menjalankan regulasi baru tersebut. Untuk
menunjukkan beratnya masalah ini dapat dilihat dari ketergantungan banyak daerah kabupatenkota pada jasa konsultan untuk menyiapkan laporan keuangannya.
Salah satu tantangan yang mempengaruhi keberhasilan penerapan SAP berbasis akrual adalah tersedianya SDM yang kompeten dan andal di bidang akuntansi Simanjuntak dalam
Ardiansyah, 2012. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah komitmen dari organisasiinstansi dalam hal ini yang berwenang dalam pengambilan keputusan adalah
pimpinan organisasi itu sendiri yang merupakan penerima dana DekonsentrasiTugas Pembantuan. Faktor selanjutnya adalah sarana pendukung berupa teknologi informasi
hardware dan software yang memadai dalam pelaksanaan SAP berbasis akrual. Aldiani 2009 juga berpendapat ketersediaan perangkat pendukung berupa tersedianya computer dan
software akan membantu SKPD dalam melaksanakan tugas yang berkaitan informasi yang
552
berkualitas. Perubahan pengelolaan keuangan negara yang lebih dengan kebutuhan dalam penerapan SAP.Selain ketiga faktor di atas juga diperlukan komunikasi yang
berkesinambungan. Komunikasi harus dilakukan baik dengan pihak eksternal maupun dengan pihak internal, sehingga penerapan SAP berbasis akrual dapat berjalan dengan baik.
Keberhasilan penerapan SAP berbasis akrual sangat diperlukan sehingga pemerintah dapat menghasilkan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Untuk mencapainya
diperlukan faktor –faktor pendukung yang dapat mempengaruhi kesuksesan penerapan. Maka,
perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis faktor tersebut untuk menentukan seberapa besar tingkat pengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. Penelitian yang
meneliti tentang faktor –faktor yang mempengaruhi implementasi SAP berbasis akrual telah
banyak dilakukan. Beberapa diantaranya yaitu Indah 2008 melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan PP No.24 Tahun 2005 tentang SAP
Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD, Aldiani 2009 meneliti tentang faktor-faktor pendukung keberhasilan penerapan PP No.24 Tahun 2005 pada Pemerintahan Kabupaten
Labuhan Batu, dan Ardiansyah 2012 meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan PP No.71 tahun 2010 pada KPPN Malang. Penelitian ini akan mengacu
pada tiga penelitian terdahulu yaitu penelitian Indah 2008, Aldiani 2009, dan Ardiansyah 2012.Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak seragam. Hal ini
dikarenakan situasi dan kondisi objek penelitian yang berbeda. Karena terdapat perbedaan hasil dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan
melihat pentingnya penerapan SAP berbasis akrual di Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus yang masih menggunakan sistem akuntansi cash toward accrual, maka peneliti ingin
melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persiapan penerapan SAP berbasis akrual di Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Penelitian ini diharapkan dapat
mengetahui faktor-faktor yang harus lebih diperhatikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAP berbasis akrual.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah sumber daya manusia yang dimiliki Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus
berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010?
2. Apakah komitmen organisasi yang ada di Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus
berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010?
Yogyakarta, 30 November 2016
553
3. Apakah teknologi informasi yang diterapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus
berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010?
4. Apakah tata cara komunikasi yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus
berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010?
TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Darise 2009 menyatakan bahwa sistem Akuntansi keuangan daerah adalah suatu susunan yang teratur dari suatu asas atau teori untuk proses pengidentifikasian, pengukuran,
pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi dari entitas pemerintah daerah, pemda kabupaten, kota atau provinsi yang disajikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan
ekonomi yang diperlukan oleh pihak-pihak eksternal entitas pemda yang memerlukan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah tersebut antara lain adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah DPRD, badan pengawasan keuangan, investor, kreditur dan donator, analis ekonomi dan pemerhati pemda yang seharusnya ada dalam lingkungan akuntansi keuangan
daerah.