Orang yang Melakukan Permufakatan Jahat untuk Melakukan Tindak Pidana Korupsi

Yogyakarta, 30 November 2016 547 merupakan pengertian yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Hal ini sama halnya dengan tindak pidana zina Pasal 284 KUHP antara si laki yang sedang beristri dengan si perempuan yang sedang bersuami, mereka bukanlah satu sebagai pleger dan yang lainnya sebagai made pleger, namun keduanya adalah dader. Tindak pidana yang mensyaratkan pembuatnya dua orang atau lebih seperti ini, dalam doktrin disebut dengan pnyertaan mutlak noodzakelijke deelneming. Meskipun menggunakan frasa penyertaan deelneming, namun tidak perlu dihubungkan dengan pengertian penyertaan yang diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Adanya kesepakatan, artinya adanya persamaan kehendak adalam melakukan sesuatu. Memang persamaan kehendak di sini tidak ada bedanya dengan persamaan kehendak antara pembuatpeserta turut serta mede pleger dengan pembuat pelaksana pleger dalam penyertaan menurut Pasal 55 ayat 1 KUHP. Akan tetapi, janganlah diuanggap mereka mempunyai kualitiet yang sama, sebab Pasal 55 ayat 1 mereka bukanlah sebagai pembuat tunggal dader yang berbeda denga pembuat pada pemufakatan jahat tindak pidana korupsi yang berkualitas sebagai dader. Unsur ketiga akan melakukan kejahatan. Dalam unsur ketiga ini perlu dimegerti bahwa kejahatan yang dimaksud belum diwujudkan, bahkan permulaan pelaksanaan pun belum ada. Walaupun demikian, adanya kesepakatan oleh dua orang atau lebih tadi harus ada tingkah laku- tingkah laku sebagai penyebab atau wujudnya, seperti yang telah dikemukakan. Misalnya adanya pertemuan, usul-usul yang dikemukakan, perbicangan, dan tanggapan-tanggapan, dan sebagainya. Hal-hal atau keadaan objektif seperti ini harus dibuktikan. Artinya, tidak mungkin ada kesepakatan dan persamaan kehendak yang seratus persen masih dalam alam batin semata- mata. Niat jahat apapun oleh siapa dan berapa pun jumlahnya tidak mempunyai arti apa-apa dalam hukum pidana, selama niat jahat itu masih terpendam begitu saja dalam alam batin yang barang kali dari sudut hukum agama telah mempunyai nilai penting, namun dari sudut hukum pidana tidaklah bernilai. KESIMPULAN Dari apa yang telah di jabarkan dalam pembahasan pada sub bagian sebelumnya, maka dapatlah penulis simpulkan sebagai berikut : 1 Penerapan Sistem Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Jenis-jenis pidana pokok tidak dapat dijatuhkan secara kumulatif, sedangkan pada tindak pidana tersebut tertentu yang diancam dengan pidana pokok lebih dari satu selalu bersifat alternatif. Jenis-jenis pidana pokok bersifat imperatif, artinya jika tindak pidana terbukti dan yang dilakukan oleh orang yang karena 548 dipersalahkan kepada pembuatnya, maka pidana pokok wajib dijatuhkan sesuai dengan yang diancamkan pada tindak pidana yang dilakukan oleh si pembuat. Berbeda dengan jenis-jenis pidana tambahan yang bersifat fakultatif, artinya tidak ada keharusan dijatuhkan. Apabila tindak pidana tertentu yang dilakukan si pembuat selain diancam dengan pidana pokok, diancam juga dengan salah satu jenis pidana tambahan. penjatuhan bergantung pada kebijakan mejelis hakim. Inilah yang dimaksud dengan fakultatif. Pidana tambahan tidak bisa dijatuhkan tanpa dengan pidana pokok. Tapi pidana pokok dijatuhkan boleh tanpa pidana tambahan. 2 Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pembuat Percobaan, Pembantuan, dan Permufakatan Jahat Tindak Pidana Korupsi, Dalam hukum pidana telah ada standar objektif tertentu bagi orang-orang yang berkualitas sebagai pembuat percobaan, pembuat tunggal dader atau pembuat pelaksana pleger dan bentuk-bentuk penyertaan lain, maupun yang perbuatannya dapat dimasukkan ke dalam orang yang melakukan permufakatan jahat sehingga jelas tidak dapat disamakan. Ketentuan Pasal 15 KUHP ini sama seperti ketentuan tentang persamaan beban pertanggungjawaban pidana antara “para pembuat peserta” mededader yang terdiri atas 1 pembuat pelaksana pleger, 2 pembuat penyuruh doen pleger, 3 pembuat pesertapembuat turut serta made pleger, dan pembuat pengajur uitlokker dalam Pasal 55 ayat 1 KUHP dengan beban pertanggungjawaban pidana bagi pembuat tunggal dader, dan bukanlah menyamakan pegertian atau syarat-syarat antara empat bentuk pernyertaan tersebut dengan pembuat tunggal. DAFTAR PUSTAKA Buku : Andi Hamzah ii, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Penerbit PT Gramedia Pustaka Uatama, Jakarta 2001. Hardijan Rusli , “Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?”, Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006. Jan Remmelink, Hukum Pidana komentar atas pasal-pasal terpenting dari kitab undang- undang Hukum Pidana Belanda dan padananya dalam kitab Undang-undang Pidana Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka 2003. K. A. Abbas, “The Cancer of Corruption”, Dalam Suresh Kohli, ed, Corruption in India, New Delhi: Chetana Publication. 1975. Yogyakarta, 30 November 2016 549 Kumorotomo, Akuntabilitas Biro Publik. Pustaka Pelajar: Yogyakarta 1992. Lamintang, RAF IV, 1983. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Sinar Baru, Bandung 1983. Lamintang IV, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, penerbit Sinar Baru, Bandung 1990. Mardjono Reksodiputro I, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korporasi, Makalah Seminar Nasional Kejahatan Korporasi, 23-24 November 1989, FH UNDIP, Semarang, 1989. Menurut Pasal 3 UU No. 462009, Bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan disetiap ibukota kabupatenkota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan. Moeljatno I, Asas-Asas Hukum Pidana, Penerbit Bina Aksara, Jakarta 1983. Moejatno II, Delik-Delik Penyertaan, Penerbut Bina Aksara, Jakarta 1983, hlm. 18. Muladi dan Dwidja Prayitno, Pertanggungjawaban Pidana Koprorasi, penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Satochid Kartanegara III, Hukum Pidana Bagian I, Kumpulan Kuliah, Penerbit Balai Lektur Mahasiswa, tanpa tahun, Hlm. 366. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia, 1984. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Penerbit Paramita, Jakarta,1999. Surat Kabar : Alvon Kurnia Palma kepada harian Kompas 21 Mei 2012. Internet : Saldi Isra, Dalam http:vexillum-nsr.blogspot.com201202masyarakat-madani.html ,, diakses pada tanggal 20 Oktober 2016. 550 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH BERBASIS AKRUAL MENURUT PP NO. 71 TAHUN 2010 STUDI KASUS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUDUS Zamrud Mirah Delima 1 , Diah Ayu Susanti 2 1 Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus 2 Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus Email: 1 zamrudmirahdelimagmail.com ABSTRAK Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus sebagai salah satu entitas pelaporan, dalam menyajikan laporan keuangannya pada tahun 2015 masih berdasarkan PP No.24 Tahun 2005 berbasis CTA Cash Toward Acrual danatau Berbasis Kas Menuju Akrual, padahal ketentuan untuk menerapkan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010 yaitu pada tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali variabel penelitian terdahulu mengenai faktor yang mempengaruhi kesiapan penerapan SAP berbasis akrual SDM, komitmen organisasi, teknologi informasi dan komunikasi dengan penerapan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Selain itu penelitian ini akan memperdalam hasil penelitian sebelumnya. Jenis data adalah data primer. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan survei kuesioner kepada 62 pegawai bagian keuangan atau bagian akuntansi seluruh dinas di Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Pengolahan data menggunakan model penelitian analisis regresi linear berganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDM , komitmen organisasi,teknologi informasi dan komunikasi secara simultan berpengaruh positif terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. Variabel SDM dan komitmen organisasi secara parsial berpengaruh positif signifikan, tetapi teknologi informasi dan komunikasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. Kata Kunci : Sumber Daya Manusia, Komitmen Organisasi, Teknologi Informasi, Komunikasi, SAP berbasis akrual ABSTRACT Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus as one of the reporting entity, in presenting its financial statements in 2015 was based on PP No.24 of 2005 based CTA Cash Toward acrual and or the Cash Based Towards Accrual, when the provisions for applying the SAP accrual-based PP No.71 th 2010 is the year 2015. This study aims to re-examine variables previous research on factors affecting the readiness of the implementation of accrual-based SAP Human Resource, Organizational Commitment, Information and Communication Technology with the implementation of the District Government Kudus. In addition this study will deepen the results of previous studies. This type of data is primary data. The sampling method using purposive sampling. Collecting data using a survey questionnaire to 62 employees of the financial part or parts of the entire accounting department at Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Processing data using a research model multiple linear regression analysis. The results showed that the Human Resources, Organizational Commitment, Information and Communication Technologies simultaneously positive effect on the readiness of the implementation of accrual-based SAP. Human Resource and Organizational Commitment partially positive significant, but the Information and Communication Technology partially have no effect on the readiness of the implementation of accrual-based SAP. Keywords: Human Resources, Organizational Commitment, Information Technology, Communication, accrual-based SAP Yogyakarta, 30 November 2016 551 PENDAHULUAN Pada UU No 17 Tahun 2003 pasal 36 ayat 1 mengharuskan penerapan basis akrual untuk pengakuan pendapatan dan belanja. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan KSAP menyusun Standar Akuntansi Pemerintahan SAP berbasis akrual yang ditetapkan dengan PP No. 71 Tahun 2010. Penerbitan PP No. 71Tahun 2010 berbasis akrual yang menandakan berakhirnya masa PP No. 24 Tahun 2005 berbasis kas menuju akrual cash toward accrual ini diyakini mampu memberikan landasan bagi implementasi akuntansi pemerintahan yang lebih baik. Pemerintah akan menerapkan SAP berbasis akrual yang akan diberlakukan penuh bagi semua Kementrian Lembaga dan Pemerintahan Daerah pada 2015 Tempo, 2010. Tetapi hal ini sulit diwujudkan melihat beberapa pemerintah daerah di Indonesia yang belum siap untuk mengimplementasikan SAP berbasis akrual secara penuh. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Hasil Pemeriksaan Sementara IHSP oleh BPK . Tiga tahun setelah PP No. 71 Tahun 2010 disahkan masih banyak Laporan Keuangan Pemerintah Daerah LKPD yang belum mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian WTP. Jika banyak pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia mampu mendapat opini WTP, maka dapat diasumsikan kewajiban untuk menerapkan basis akrual penuh pada tahun 2015 tidak akan menghadapi kendala yang berarti. Kesuksesan penerapan SAP berbasis akrual sangat diperlukan sehingga pemerintah dapat memiliki tata kelola keuangan yang baik dan jelas serta menghasilkan pertanggungjawaban yang lebih cepat serta lengkap sesuai SAP, menurut Nazier 2009 menimbulkan banyak permasalahan. Beberapa permasalahan yaitu penyiapan infrastruktur sistem administrasi sistem akuntansi,sistem administrasi aset, dan sistem teknologi informasi dan penyiapan aparat yang berkualitas qualified untuk menjalankan regulasi baru tersebut. Untuk menunjukkan beratnya masalah ini dapat dilihat dari ketergantungan banyak daerah kabupatenkota pada jasa konsultan untuk menyiapkan laporan keuangannya. Salah satu tantangan yang mempengaruhi keberhasilan penerapan SAP berbasis akrual adalah tersedianya SDM yang kompeten dan andal di bidang akuntansi Simanjuntak dalam Ardiansyah, 2012. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah komitmen dari organisasiinstansi dalam hal ini yang berwenang dalam pengambilan keputusan adalah pimpinan organisasi itu sendiri yang merupakan penerima dana DekonsentrasiTugas Pembantuan. Faktor selanjutnya adalah sarana pendukung berupa teknologi informasi hardware dan software yang memadai dalam pelaksanaan SAP berbasis akrual. Aldiani 2009 juga berpendapat ketersediaan perangkat pendukung berupa tersedianya computer dan software akan membantu SKPD dalam melaksanakan tugas yang berkaitan informasi yang 552 berkualitas. Perubahan pengelolaan keuangan negara yang lebih dengan kebutuhan dalam penerapan SAP.Selain ketiga faktor di atas juga diperlukan komunikasi yang berkesinambungan. Komunikasi harus dilakukan baik dengan pihak eksternal maupun dengan pihak internal, sehingga penerapan SAP berbasis akrual dapat berjalan dengan baik. Keberhasilan penerapan SAP berbasis akrual sangat diperlukan sehingga pemerintah dapat menghasilkan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Untuk mencapainya diperlukan faktor –faktor pendukung yang dapat mempengaruhi kesuksesan penerapan. Maka, perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis faktor tersebut untuk menentukan seberapa besar tingkat pengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual. Penelitian yang meneliti tentang faktor –faktor yang mempengaruhi implementasi SAP berbasis akrual telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya yaitu Indah 2008 melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan PP No.24 Tahun 2005 tentang SAP Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD, Aldiani 2009 meneliti tentang faktor-faktor pendukung keberhasilan penerapan PP No.24 Tahun 2005 pada Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu, dan Ardiansyah 2012 meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan PP No.71 tahun 2010 pada KPPN Malang. Penelitian ini akan mengacu pada tiga penelitian terdahulu yaitu penelitian Indah 2008, Aldiani 2009, dan Ardiansyah 2012.Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang tidak seragam. Hal ini dikarenakan situasi dan kondisi objek penelitian yang berbeda. Karena terdapat perbedaan hasil dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan melihat pentingnya penerapan SAP berbasis akrual di Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus yang masih menggunakan sistem akuntansi cash toward accrual, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persiapan penerapan SAP berbasis akrual di Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui faktor-faktor yang harus lebih diperhatikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dalam proses penyusunan laporan keuangan berdasarkan SAP berbasis akrual. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah sumber daya manusia yang dimiliki Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010? 2. Apakah komitmen organisasi yang ada di Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010? Yogyakarta, 30 November 2016 553 3. Apakah teknologi informasi yang diterapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010? 4. Apakah tata cara komunikasi yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus berpengaruh terhadap kesiapan penerapan SAP berbasis akrual menurut PP No.71 Tahun 2010? TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Darise 2009 menyatakan bahwa sistem Akuntansi keuangan daerah adalah suatu susunan yang teratur dari suatu asas atau teori untuk proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi dari entitas pemerintah daerah, pemda kabupaten, kota atau provinsi yang disajikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi yang diperlukan oleh pihak-pihak eksternal entitas pemda yang memerlukan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah tersebut antara lain adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, badan pengawasan keuangan, investor, kreditur dan donator, analis ekonomi dan pemerhati pemda yang seharusnya ada dalam lingkungan akuntansi keuangan daerah.

2. Laporan Keuangan Daerah

Tanjung 2012 menyatakan pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan menyediakan informasi sebagai berikut. 1. Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi, dan pengguna sumber daya keuangan. 2. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran. 3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai. 4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya. 5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman. 554 6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

3. Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual

PP RI No.71 Tahun 2010 pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual adalah standar akuntansi pemerintahan yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBNAPBD. Basis Akrual untuk neraca berarti bahwa aset, kewajiban dan ekuitas dana diakui dan di catat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas di terima atau di bayar. SAP berbasis akrual di terapkan dalam lingkungan pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat daerah, jika menurut peraturan perundang –undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP dan dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah. PSAP dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Akrual dimaksud tercantum dalam Lampiran I PP No.71 Tahun 2010.

4. Sumber Daya Manusia

Manusia merupakan sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaanorganisasi. Banyak definisi yang dapat digunakan untuk mendefinisikan sumber daya manusia. Menurut Nawawi dalam Aldiani 2009ada tiga pengertian sumber daya manusia, yaitu: 1. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja, atau karyawan. 2. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal non materialnon finansial didalam organisasi bisnis, yang dapat mewujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi. 3. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. Sumber Daya Manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi Yogyakarta, 30 November 2016 555 akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah Warisno dalam Putri,2010. Menurut Tjiptoherijanto dalam Indriasari 2008, untuk menilai kapasitasdan kualitas sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu fungsi , termasuk akuntansi , dapat dilihat dari level of responsibility dan kompetensi sumber daya tersebut. Tanggung jawab dapat dilihat dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan dasar untuk melaksanakan tugas dengan baik. Tanpa adanya deskripsi jabatan yang jelas, sumber daya tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan kompetensi dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, pelatihan –pelatihan yang pernah diikuti, dan dari keterampilan yang dinyatakan dalam pelaksanaan tugas.

5. Komitmen Organisasi

Luthans dalam Aldiani 2009 menyatakan bahwa komitmen organisasi sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Menurut Robbins 2006 komitmen organisasi adalah keadaan dimana pegawai mengaitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasarannya serta berharap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu. Pada pemerintah daerah, aparat yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan menggunakan informasi yang dimiliki untuk membuat anggaran menjadi relatif lebih tepat. Kejelasan sasaran anggaran akan mempermudah aparat Pemerintah Daerah dalam menyusun anggaran untuk mencapai target anggaran yang telah ditetapkan. Komitmen yang tinggi dari aparat Pemerintah Daerah akan berimplikasi pada komitmen untuk bertanggungjawab terhadap penyusunan anggaran tersebut. 6. Teknologi Informasi Teknologi informasi adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, dan mengkomunikasikan informasi William dan Sawyer dalam Haryanto,2012. Teknologi informasi meliputi komputer, perangkat lunak software, database, jaringan internet, intranet, electronic commerce, dan jenis lainnya yang berhubungan dengan teknologi Wilkinson et al., dalam Indriasari,2008. Teknologi informasi selain sebagai teknologi komputer hardware dan software untuk pemrosesan dan penyimpanan informasi, juga berfungsi sebagai teknologi komunikasi untuk penyebaran informasi. Berdasarkan PP No.71 Tahun 2010 tentang SAP , Sistem Akuntansi Pemerintah adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi