Skala Kesantunan Berbahasa Kesantunan Berbahasa
Skala kedua menurut Leech Terjemahan Oka, 1993: 195 adalah skala pilihan digunakan untuk menghitung berapa banyak pilihan yang diberikan oleh
penutur kepada lawan tutur untuk melaksanakan tindakan.
Lebih sedikit pilihan kurang santun
Lebih banyak pilihan lebih santun
Bagan 2: Skala Pilihan Leech, terjemahan Oka, 1993: 195
Bedasarkan banyak sedikitnya pilihan, lawan tutur dapat menilai suatu tuturan kurang santun atau lebih santun. Berdasarkan bagan di atas, dapat
diketahui bahwa semakin sedikit pilihan yang diberikan maka semakin kurang santun, sedangkan semakin banyak pilihan yang diajukan maka tuturan tersebut
semakin santun. Skala ketiga menurut Leech Terjemahan Oka, 1993: 195 adalah skala
ketidaklangsungan tindak tutur, yakni seberapa panjang jarak yang “ditempuh” oleh daya ujaran itu untuk sampai pada tujuan ujaran. Dalam hal ini, semakin
langsung tindak tutur itu maka dipandang semakin kurang santun dan sebaliknya, semakin tidak langsung tindak tutur itu semakin santun.
Lebih langsung kurang santun
Lebih tidak langsung lebih santun
Bagan 3: Skala Ketidaklangsungan Leech, terjemahan Oka, 1993: 195
Berdasarkan bagan tersebut, dapat diketahui bahwa tuturan yang bersifat langsung akan dianggap kurang santun, sementara itu apabila tuturan bersifat
lebih tidak langsung akan dianggap lebih santun. Selain tiga skala tersebut, terdapat dua skala lagi yaitu skala-skala yang
bertolak dari penjelasan Brown dan Gilman. Perhatikan bagan di bawah ini.
Jarak horizontal
Bagan 4: Skala Jarak Sosial menurut Kekuasaan Leech, Terjemahan Oka, 1993: 198
Sumbu vertikal mengukur jarak sosial menurut kekuasaan atau otoritas yang dimiliki oleh pemeran serta atas pemeran serta yang lain. Ukuran ini ukuran
yang asimetris, artinya seorang yang memiliki otoritas atau kekuasaan dapat menggunakan bentuk sapaan yang akrab kepada orang lain, tetapi orang yang
disapa akan menjawab dengan bentuk sapaan yang hormat. Sumbu horizontal mengukur sebuah faktor solidaritas dan dinamakan skala jarak sosial. Menurut
skala ini, derajat rasa hormat yang ada pada sebuah situasi ujar tertentu sebagian besar tergantung pada beberapa faktor yang relatif permanen, yaitu faktor-faktor
status atau kedudukan, usia, derajat keakraban, dan sebagainya Leech, terjemahan Oka, 1993: 198-199.
Artinya, penutur dan lawan tutur memiliki hubungan semakin akrab, kebutuhan akan sopan santun semakin berkurang. Oleh karena itu, kurangnya
Jar ak
v er
tik al
sopan santun sendiri dapat menjadi tanda keakraban; dan karena itu pula kemampuan untuk bersikap tidak sopan terhadap seseorang secara berkelakar
bergurau mendorong terwujudnya atau terpeliharanya hubungan akrab tersebut Leech, terjemahan Oka, 1993: 228.