Maksim Kedermawanan Prinsip Kesantunan Berbahasa
Wijana 1996: 57 menyebutkan maksim kedermawanan dengan nama maksim penerimaan. Maksim penerimaan diutarakan dengan kalimat komisif dan
impositif. Leech Terjemahan Oka, 1993: 164 menyebutkan bahwa tuturan impositif menimbulkan efek melalui tindakan sang penyimak, misalnya
memohon, menuntut, memberikan nasihat, meminta, dan memberi perintah. Tuturan komisif melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan datang,
misalnya menawarkan, berjanji, bersumpah, dan berkaul. Chaer 2010: 57 juga menyebutkan maksim kedermawanan dengan nama
maksim penerimaan. Maksim ini mewajibkan setiap peserta peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan
diri sendiri. Perhatikan kalimat 10, 11, atau 12 dan 13 dapat dijelaskan oleh satu
maksim kedermawanan. 10 Kamu dapat meminjamkan mobilmu pada saya.
11 Aku dapat meminjamkan mobilku kepadamu. 12 Kamu harus datang makan malam di rumah kami.
13 Kami harus datang dan makan malam ditempatmu.
Leech, terjemahan Oka, 1993: 209 Ada dua alasan mengapa tawaran 11 dan undangan 12 dianggap sopan:
pertama, karena dua kalimat itu menyiratkan keuntungan untuk lawan tutur dan kedua, karena dua kalimat tersebut menyiratkan kerugian untuk penutur. Pada
10 dan 13 hubungan antarpenutur dengan lawan tutur pada skala untung rugi menjadi terbalik. Di pihak lain, kadang-kadang ada ilokusi yang cukup dijelaskan
dengan maksim kearifan saja, misalnya nasihat seperti “kamu dapat membelinya dengan separuh harga dari harga pasar” menguntungkan lawan tutur tetapi tidak
menyiratkan kerugian untuk penurur, kecuali tenaga yang dibutuhkan penutur untuk mengucapkan nasihat itu sendiri Leech, terjemahan Oka, 1993: 210.
Leech Terjemahan Oka, 1993: 210 memberikan contoh dalam kasus- kasus lain, maksim kedermawanan dapat dilihat dan dapat diterapkan tanpa
maksim kearifan, misalnya sebuah permintaan tamu apakah dia boleh menambahkan makanan lagi. Terlihat sedikit lebih sopan bila peranan lawan tutur
sebagai yang memberi makanan penderma tidak ditonjolkan: “dapatkah saya menambah X
?”. Bahkan sedikit lebih sopan lagi bila acuan pada lawan tutur sebagai penderma dihi
langkan: “apakah masih ada X?”. Meskipun demikian, maksim kedermawanan tetap dihipotesiskan bahwa tidak sekuat maksim kearifan.
Hal ini ditunjang oleh pengamatan bahwa ilokusi impositif dapat diperlembut dengan dibuat lebih sopan dengan menghilangkan acuan pada kerugian lawan
tutur.