Latar Belakang dr. Ariyati Yossi, Sp.KK dan dr. T.Keumala Intan, MPd selaku dosen

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan olehkuman TB Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TBmenyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Sampai saat ini, TB masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Hal ini dikarenakan TB merupakan penyebab ke-2 terbanyak dari kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi setelah Human Immunodeficiency Virus HIV Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011. Menurut World Health Organization WHO, jumlah kasus baru TB di dunia mencapai 8,6 juta kasus pada tahun 2012. Sekitar 1,3 juta orang meninggal karena TB pada tahun 2012.Pada tahun 2012, mayoritas kasus di seluruh dunia berada di Asia Tenggara 29, Afrika 27, dan Pasifik Barat 19. India dan Cina masing-masing memiliki persentase kasus sebesar 26 dan 12 dari total kasus. Diperkirakan, masih ada 2,9 juta kasus yang tidak terlapor yaitu kasus yang tidak didiagnosis atau didiagnosis tetapi tidak dilaporkan. 75 dari kasus tersebut dilaporkan berada di 12 negara, termasuk Indonesia yang menempati posisi kelima. Pada tahun 2012, jumlah penderita TB di Indonesia mencapai 328.824 penderita, dengan 322.882 tercatat sebagai kasus baru dan 5.942 tercatat sebagai kasus kekambuhan WHO, 2012. Di Sumatera Utara, penemuan kasus baru TB Paru Bakteri Tahan Asam BTA + sebesar 79,6 dari sasaran, dimana dari 33 kabupatenkota, yang memiliki angka penemuan kasus TB Paru BTA + tertinggi di KabKota Palas yaitu 144,9 dan terendah di KabKota Nias Barat sebesar 12,9. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, angka keberhasilan Succes Rate mencapai 93,9 dengan perincian persentase kesembuhan 90,6 dan persentase pengobatan lengkap 3,6. Succes rate pada tahun 2012 ini sudah mencapai target nasional yaitu 85. Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2012. Pengobatan TB memakan waktu minimal 6-8 bulan Kemenkes RI, 2011. Universitas Sumatera Utara Dalam memberantas penyakit TB, Indonesia mempunyai pedoman yaitu Program Nasional Pemberantasan Tuberkulosis National Tuberculosis Programme. Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs regimen; hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. Obat antituberkulosis dibagi dalam dua golongan besar, yaitu obat lini pertama yang terdiri dari isoniazid, etambutol, streptomisin, pirazinamid, rifampisin dan tioasetazon dan obat lini kedua yang terdiri dari etionamide, sikloserin, PAS, amikasin, kanamisin, kapreomisin, sirpofloksasin, ofloksasin, klofazamin, dan rifabutin Djojodibroto, 2009. Pada awal tahun 1995, WHO telah merekomendasikan strategi DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif cost-efective. Pengembangan strategi DOTS telah dilaksanakan di seluruh provinsi 33 provinsi pada 497 kabupatenkota yang ada. Pada fasilitas pelayanan kesehatan, strategi DOTS telah dilaksanakan di Puskesmas 96 dan di Rumah Sakit 40 baik Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, BUMN, TNI-POLRI, BBPKPM, dan RSTP Kemenkes RI, 2012. Besarnya angka ketidakpatuhan berobat pasien TB akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan dan menyebabkan semakin banyak ditemukan penderita TB paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan standar. Hal ini akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia serta memperberat beban pemerintah. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pasien TB Paru meliputi faktor medis dan non-medis. Yang termasuk ke dalam faktor medis antara lain keluhan pertama sebelum pengobatan, penyakit penyerta, efek samping dan retensi obat, sedangkan yang termasuk ke dalam faktor non-medis anatara lain umur, jenis pekerjaan, Komunikasi Informasi Edukasi KIE, sikap petugas kesehatan, kemudahan jangkauan berobat, PMOPengawas Menelan Obat dan keteraturan minum obatErawatyningsih, et al., 2009. Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila TB MDRMultidrugs Resistant tidak dapat ditanggulangi dengan baik, maka jumlahnya akan terus bertambah dan Universitas Sumatera Utara semakin sulit pengobatannya oleh karena resistensi terhadap OAT Obat Anti Tuberkulosis.

1.2. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memperngaruhi Kegagalan Pengobatan Lini Pertama pada Pasien TB MDR di Poli DOTS/MDR RSUP HAM Medan

4 44 118

Karakteristik Penyakit Hepatitis B Kronik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP HAM Medan pada Januari 2012 sampai Desember 2013

12 96 61

Faktor yang Berhubungan dengan Gagal Konversi Pasien TB Paru Kategori I pada Akhir Pengobatan Fase Intensif di Kota Medan

14 102 133

Studi Kasus Mycobacterium Tuberculosis yang resisten Terhadap Antibiotik Lini Pertama pada Pasien Tuberkulosis di RSUP Fatmawati

1 30 91

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan TB paru dan MDR TB di Indonesia - Perbandingan Nilai Neutrofil Limfosit Rasio (NLR) pada Pasien Tuberkulosis Paru dan Multi-Drug Resistant (MDR) TB di RSUP H. Adam Malik Medan

1 4 56

Faktor-faktor yang Memperngaruhi Kegagalan Pengobatan Lini Pertama pada Pasien TB MDR di Poli DOTS/MDR RSUP HAM Medan

0 0 31

LEMBAR PENGESAHAN Faktor-faktor yang Memperngaruhi Kegagalan Pengobatan Lini Pertama pada Pasien TB MDR di Poli DOTSMDR RSUP HAM Medan NAMA : Dhiyanisa Nadhira L NIM : 100100167 Pembimbing Penguji I

0 0 15

Cara kerja penelitian ‘Faktor yang Berhubungan dengan Gagal Konversi Pasien TB Paru Kategori I pada Akhir Pengobatan Fase Intensif di Kota Medan’

0 0 33

Faktor yang Berhubungan dengan Gagal Konversi Pasien TB Paru Kategori I pada Akhir Pengobatan Fase Intensif di Kota Medan

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Faktor yang Berhubungan dengan Gagal Konversi Pasien TB Paru Kategori I pada Akhir Pengobatan Fase Intensif di Kota Medan

0 0 6