faktorpendukung seperti fasilitas yang juga diperlukanuntuk mengubah sikapmenjadi tindakan yang positif.
5.2.4. Pengaruh Petugas Kesehatan dengan Kegagalan Pengobatan Lini Pertama TB Paru
Berdasarkan hasil wawancara, seluruh pasien mengatakan mendapat sikap petugas kesehatan yang baik pada saat berobat. Petugas kesehatan telah melakukan tugas
nya dengan baik, mulai dari sikap yang ramah saat pasien datang, mendengarkan keluhan pasien, menjelaskan dan mengingatkan agar pasien berobat secara teratur
dan menanyakan kemajuan pengobatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pare 2012 yang mengatakan
bahwa petugas kesehatan bukan merupakan faktor risiko terhadap perilaku berobat pasien TB Paru. Fahruda dalam Erawatyningsih 2009 juga mengatakan
bahwa sikap petugas tidakmempengaruhi kepatuhan penderita untuk
berobatkarena bahwa sikap dan perilaku petugas kesehatansudah cukup baik dalam memberikan pelayananpengobatan pada penderita, karena petugas
telahmengikuti pelatihan teknis program danpenanggulangan penyakit TB paru.
5.2.5. Pengaruh PMO dengan Kegagalan Pengobatan Lini Pertama TB Paru
Dari hasil analisis, dapat dilihat bahwa PMO tidak berpengaruh terhadap kegagalan pengobatan TB Paru. Hal ini sesuai dengan hasil signifikansi yang
lebih besar dari 0.05 atau p-value 0.05 yaitu 0.326. Dari hasil peneltian, sebagian besar tugas PMO yaitu mengingatkan dan mengawasi pasien untuk
menelan obat, menganjurkan pemeriksaan anggota keluarga, memberikan dorongan berobat teratur, melakukan pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan,
menganjurkan agar jangan memberhentikan pengobatan jika terdapat efek samping dan mendengarkan keluhan pasien sudah terlaksana dengan baik, tetapi
tugas PMO dalam memberikan penyuluhan belum terlaksana dengan baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ivanti dalam Sari 2011 yang
menunjukkan bahwa pengawasan PMO tidak mempunyai pengaruh terhadap
Universitas Sumatera Utara
tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru. Berbeda dengan Ivanti, hasil penelitian Nugroho 2011 yang mengatakan bahwa keberadaan PMO sangat
penting baik untuk kesembuhan pasien dan untuk memberi penyuluhan penyakit TB karena tugas PMO selain mengawasi pengobatan juga sebagai penyuluh yang
memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya
.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan pasien mengatakan PMO dalam kategori baik yaitu sebesar 95.9. Berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa PMO yang ikut saat pasien berobat, bahwa PMO memberikan dorongan, mengawasi dan menegur bila lalai menelan OAT.
Sebelumnya PMO telah diberi penjelasan oleh petugas kesehatan bahwa pasien harus meminum obat secara teratur dan selama jangka waktu yang telah
ditentukan. PMO juga telah diberi informasi bahwa pasien tidak boleh berhenti minum OAT jika terdapat efek samping dari OAT.
Menurut Depkes RI 2002, salah satu komponen DOTS adalah pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh PMO untuk menjamin penderita TB Paru menyelesaikan pengobatannya dengan minum obat secara teratur di depan PMO. Berdasarkan hasil wawancara
dengan pasien, pasien mengatakan bahwa PMO mengawasi pasien menelan OAT, mulai dari mengingatkan jika pasien lalai, menyiapkan OAT dan memberikannya
kepada pasien hingga pasien selesai menelan OAT. Dari sembilan pertanyaan mengenai PMO, terdapat satu pertanyaan
dengan persentase jawaban “Tidak“ sebanyak 66.2, yaitu pertanyaan mengenai ada tidaknya penyuluhan yang diberikan PMO tentang penyakit tuberkulosis. Hal
ini dikarenakan PMO tidak mengetahui bahwa salah satu tugas PMO adalah memberikan penyuluhan, baik kepada pasien maupun anggota keluarga pasien.
Hal ini sesuai dengan penelitian Pare 2012 bahwa tugas sebagai PMO kebanyakan dikerjakan berupa mengingatkan untuk ambil obat dan mengawasi
menelan obat, tetapi kurang melakukan tugas untuk memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga yang lain.
Universitas Sumatera Utara
5.2.6. Pengaruh Fasilitas Kesehatan dengan Kegagalan Pengobatan Lini Pertama TB Paru