Tema 1 : Alasan SuamiPasangan Melakukan Kekerasan

5.1.1. Tema 1 : Alasan SuamiPasangan Melakukan Kekerasan

Seorang istri atau ibu hamil sebaiknya diperhatikan dan dilindungi oleh suaminya terlebih ketika istrinya hamil oleh karena hasil hubungan mereka. Partisipasi suami selama kehamilan sangatlah mendukung istri baik secara fisik maupun secara psikologis sehingga janin yang dikandung dapat bertumbuh dengan sempurna dan tidak menjadi anak yang ditolak ketika nantinya akan lahir ke dunia. Alasan suami melakukan kekerasan pada istri menurut Situs Better Health Channel dalam Panani 2013 adalah : 1. Menggunakan kekerasan fisik dan emosional untuk mengontrol keluarganya. Memberi label “buruk”, “sundal”, “bodoh”, dan sebagainya kepada istri atau anak-anak sudah merupakan bentuk kekerasan emosional. 2. Meyakini bahwa mereka memiliki hak untuk berperilaku dengan cara apa pun yang mereka pilih ketika sedang berada di rumahnya. 3. Berpikir bahwa pria sejati harus tangguh, kuat, dan menjadi kepala rumah tangga. Oleh karena itu, mereka juga meyakini bahwa merekalah yang harus mengambil semua keputusan, termasuk berapa jumlah uang yang boleh dibelanjakan. 4. Percaya bahwa pria berhak menuntut hubungan seks dari pasangannya. 5. Mereka tidak bertanggung jawab atas perbuatannya dan menganggap bahwa istri atau lingkunganlah yang memprovokasinya. 6. Mengaku kehilangan kontrol ketika sedang marah kepada keluarganya. Universita Sumatera Utara 7. Mencoba menyalahkan orang lain bila terjadi pembenaran atau penyangkalan kekerasan yang mereka lakukan atau pengaruh kekerasan tersebut terhadap wanita dan anak-anak. Pada penelitian ini terbukti bahwa selama kehamilan yang dialami oleh ibu hamil meliputi kekerasan fisik, psikologisemosi, ekonomi dan seksual. Kekerasan fisik selama kehamilan sangat bergantung pada daerah, budaya, agama, dan nilai-nilai yang dianut. Hal tersebut berlawanan dengan anggapan bahwa selama kehamilan wanita terhindar dari ancaman kekerasan oleh suaminya. Suami melakukan tindakan yang demikian menurut informan pada umumnya karena sakit hatikesal, tidak mau mendengar kata suamitidak patuh, dan satu diantaranya disebabkan oleh tidak mau disuruh melakukan hubungan seksual yang mana ke semuanya itu memicu pertengkaran di antara mereka dan akhirnya tindakan kekerasan terjadi. Dalam kasus ini, yang menarik adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh suami informan setelah melakukan kekerasan dalam rumah tangga seperti yang dijelaskan tersebut di atas bahwa tidak satupun mempunyai sikap untuk minta maaf atas tindakan kekerasan yang telah dilakukan. Perempuan diperlakukan kasar oleh suaminya adalah karena kesalahan istri itu sendiri Hasbianto, 1996. Sikap para suami dipahami dalam kerangka adanya nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang relatif kurang benar dan mendukung terjadinya kekerasan di dalam keluarga, diantaranya adalah suami merupakan pemimpin keluarga sehingga berhak memperlakukan dan mengontrol istri sekehendak hatinya. Bahkan nilai-nilai inipun terlihat di perkuat oleh keberadaan Undang-Undang Perkawinan seperti yang Universita Sumatera Utara terdapat dalam KUH Perdata dan UU No.1 tahun 1974. Sementara pandangan Taylor dalam Zuhriah 2010 bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami kepada istrinya adalah karena budaya patriarki. Budaya tersebut diartikan dengan suatu pandangan yang menempatkan seorang laki-laki memiliki kedudukan yang tinggi atas perempuan dan mengakui superioritas laki-laki atas perempuan. Laki-laki - sebagai kepala keluarga. diberi hak otoritas yang besar dalam pengambilan keputusan di dalam keluarganya wilayah domestik serta berperan serta dalam kehidupan sosial kemasyarakatan wilayah publik, sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Laki-laki berhak mendapatkan imbalan apa saja dari istrinya termasuk dalam hal seksual. Sebaliknya perempuan adalah inferior dari laki-laki. Perempuan diposisikan sebagai pelayan laki-laki. Kekerasan emosipsikologis merupakan bentuk kekerasan yang juga dialami oleh ketiga informan ibu hamil. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa ahli bahwa kekerasan psikologis merupakan bentuk kekerasan yang paling banyak dialami selama hamil Bacchus, et all, 2003. Menurut asumsi peneliti kekerasan ini sering disebabkan karena kondisi ibu hamil biasanya cenderung lebih sensitif, dan mudah tersinggung, serta cenderung ingin dimanja. Istri berharap suami dapat memberikan perhatian yang lebih saat istri hamil, padahal suami kadang justru merasa stress karena tidak siap menghadapi beban yang meningkat akibat kehadiran bayi. Ketidakmampuan beradaptasi suami ini, sering dilampiaskan dengan menggunakan kata-kata kasar yang menyakiti perasaan ibu hamil yang sensitif. Universita Sumatera Utara Dihina, dimarahi dan dibentak dengan kata-kata kasar pada umumnya dialami oleh informan 2-3 kali seminggu. Alasan-alasan terjadinya tindakan kekerasan ini relatif hampir bersamaan dengan alasan atau penyebab terjadinya kekerasan fisik, seperti karena emosikesal dengan masalah suami istri dan tidak patuh. Dari hasil penelitian juga di dapatkan bahwa ketiga informan mengalami kekerasan ekonomi yang terjadi selama kehamilan. Kekerasan ekonomi sering dianggap sebagai pendorong timbulnya kekerasan domestik yang lain, meliputi kekerasan fisik, mental, dan seksual Panani, 2013. Pada ibu hamil kekerasan ekonomi menyebabkan ibu dan bayinya kurang gizi yang berdampak pada gangguan kesehatan. Kekerasan ekonomi berdampak pada gangguan berinteraksi dan memeriksakan kehamilan. Tindakan kekerasan ekonomi seperti tidak memberi uang belanja, memakai atau menghabiskan uang istri, juga terjadi pada informan penelitian ini. Tindakan ini cenderung terjadi pada istri yang suaminya tidak mempunyai pekerjaan yang sifatnya rutin dan mempunyai penghasilan yang relatif rendah. Informan menyatakan bahwa tindakan tersebut di atas tidak wajar karena menurut mereka memberi uang belanja adalah tanggung jawabkewajiban suami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil mengalami kekerasan seksual. Perasaan melakukan hubungan seksual selama kehamilan ini bisa disebabkan gairah seksual istri yang bisa menurun atau bisa juga disebabkan karena ketakutan dan kurang pengetahuan istri yang khawatir hubungan seksual selama kehamilan akan mengganggu kehamilan. Kurangnya pendidikan seksual yang benar dan bertanggung Universita Sumatera Utara jawab dapat menimbulkan timbulnya persepsi yang salah tentang pemenuhan kebutuhan seksual dalam kehamilan Pangkahila, 1997. Ibu yang interaksinya tidak adekuat lebih banyak mengalami kekerasan seksual. Bentuk tindakan kekerasan secara seksual ditemukan dalam penelitian ini diakui oleh ketiga informan. Semua informan ini mengakui mereka dipaksa oleh suami atau pasangan melakukan hubungan seksual sebelum dan sesudah kehamilan padahal mereka dalam keadaan tidak berkeinginan melakukannya dan pihak suami cenderung kurang memperhatikan kepuasan istri saat berhubungan. Dalam bentuk kekerasan ini baik pihak suami maupun pihak istri sama-sama tidak mempermasalahkan dan bersikap diam saja, karena hal ini merupakan suatu yang wajar terjadi dan masalah seksual relatif masih dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka dalam kehidupan sehari-hari. Masalah hubungan seksual yang tidak terpenuhi selama kehamilan ini juga menyebabkan terjadinya perselingkuhan di kehidupan rumah tangga informan. Menurut Bernard Coquelin, perwakilan United Nations Population Fund UNFPA, di dunia satu dari tiga perempuan pernah dipukuli, dan satu dari empat perempuan mengalami penyiksaan dalam masa kehamilan. Ia menjelaskan bahwa perempuan yang pernah menikah di Indonesia cenderung memaklumi pemukulan yang diterimanya dari suami karena suatu alasan, seperti menghanguskan makanan, bertengkar dengan suami, menelantarkan anak-anak dan menolak hubungan seks dengan suami seperti yang dikutip Panani, 2013. Dalam hal ini pemukulan terhadap istri terjadi karena suami merasa memiliki istri. Oleh karena itu apabila istri tidak Universita Sumatera Utara memuaskan dalam melayani, ia berhak untuk memukul, apalagi hal ini dibenarkan oleh agama, adat dan tradisi. Demikian juga dalam pelayan seks. Suami merasa benar untuk minta di layani kapan saja, dimana saja. Istri salah apabila tidak bersedia melayani, sehingga terjadilah paksaan terhadap istri. Terbentuknya dominasi laki-laki atas perempuan dapat ditinjau dari pandangan teori nature and culture. Dalam proses transformasi dari nature ke culture sering terjadi penaklukan. Laki-laki sebagai culture seorang yang berwewenang menaklukkan dan memaksakan kehendak kepada perempuan nature. Dari segi budaya laki-laki selalu ditempatkan pada posisi lebih tinggi dari perempuan sehingga mempengaruhi mereka dalam kehidupan berkeluarga Cormack, et all, dalam Keumalahayati, 2010. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekerasan dilakukan oleh suami atau pasangan adalah karena budaya patriarkhi di Indonesia sehingga mempengaruhi perlakuan mereka terhadap pasangannya.

5.1.2. Tema 2 : Efek Kekerasan pada Ibu Hamil dan Janinnya