Studi Kualitatif pada Ibu Hamil yang Mengalami Tindak Kekerasan di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2013

(1)

STUDI KUALITATIF PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI KEKERASAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

VERA CHRISTINA HULU 1070322214/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

STUDI KUALITATIF PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI KEKERASAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

VERA CHRISTINA HULU 1070322214/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : STUDI KUALITATIF PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI KEKERASAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG KOTA MEDAN

TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Vera Christina Hulu Nomor Induk Mahasiswa : 10703214

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D)

Ketua Anggota

(Siti Saidah Nst, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 2 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Siti Saidah Nst, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat

2. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si 3. Asfriyati, S.K.M, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

STUDI KUALITATIF PADA IBU HAMIL YANG MENGALAMI KEKERASAN DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Vera Christina Hulu 10703214


(6)

ABSTRAK

Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak azasi rnanusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi yang dilakukan adalah salah satu bentuk daripada tindak kekerasan. Tindak kekerasan atau termasuk di dalamnya kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya sering terjadi namun hanya kelihatan sebagian kecil dari kejadian sebenarnya seperti fenomena gunung es.

Penelitian ini dilakukan pada ibu hamil yang mengalami tindak kekerasan dari pasangan atau suaminya sendiri. Dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumen berupa file note dan audio. Informan diperoleh sebanyak tiga orang melalui penelusuran ibu hamil yang mengalami tindak kekerasan dan berkunjung memeriksakan kehamilannya di Klinik Bersalin Bidan di daerah Kecamatan Medan Selayang.

Hasil penelitian diperoleh bahwa ibu hamil mengalami tindak kekerasan baik secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Pasangan atau suami mereka memiliki pasangan lain atau perempuan lain di dalam kehidupan mereka. Perempuan/istri tidak dapat berbuat apa-apa hanya pasrah menerima kenyataan menerima perlakuan pasangan mereka. Tindak kekerasan yang dialami ibu hamil berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis mereka. Kemudian mereka cenderung tidak menerima janin yang ada di kandungan dan berusaha untuk digugurkan atau diserahkan kepada orang lain.

Diharapkan penelitian ini dapat member! masukan kepada perempuan khususnya ibu hamil agar terhindar dari tindak kekerasan oleh pasangannya sendiri. Kemudian sebaiknya mereka lebih tegas dan menjaga kesehatan reproduksinya.


(7)

ABSTRACT

Violence against women is the violation of human rights, a crime to human dignity and a form of discrimination. Violence including domestic violence often occurs but is only a small amount of its surface is seen like an iceberg phenomenon.

The population of the research was pregnant mothers who suffered from violence in their households. It was done by using qualitative method with interpretative design. The data were gathered by using observation method, in-depth interviews, and other documents such as audio materials. There were three informants who helped investigate pregnant mothers suffered from violence and examined their pregnancy at midwifery clinic in Medan Selayang Subdistrict.

The result of the research showed that pregnant women experiencing violence

whether physical, psychological, sexual and economic. Sponse of their husbands

have other women is his life. Women cannot do anythingjust resignedly accept their partner behavior. Violence would make bad effect on pregnant mothers both physically and psychologically. Then they tend not accept that there is a fetus in her womb and trying to abortion.

It is expected that this research can give input to women, especially to pregnant mothers, so that they can avoid violence conducted by their spouses. Then they should be more assertive to men and also maintain reproductive health.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-Nya lah maka tesis ini bisa selesai tepat pada waktunya, adapun tesis ini berjudul “Studi Kualitatif pada Ibu Hamil yang Mengalami Tindak Kekerasan di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2013”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, saya mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Namora Lumongga Lubis, M.Si, Ph.D selaku ketua pembimbing I yang telah banyak memberi waktu, pikiran, dalam membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran.

5. Siti Saidah Nasution, S.Kep, M.Kep, Sp.Mat selaku pembimbing I yang telah banyak memberi waktu, pikiran, dalam membimbing dan mengarahkan saya dengan penuh kesabaran.

6. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si yang bersedia menjadi penguji I dan banyak memberi masukan kepada saya.

7. Asfriyati, S.K.M, M.Kes yang bersedia menjadi penguji II dan banyak memberi masukan kepada saya.

8. Suamiku tercinta yang telah pergi ke surga alm. Fangaro Nazara, S.H yang selalu mendorong saya untuk kuliah dan sampai ia pergi tetap mencintai dan mendukung saya sehingga tulisan ini dapat selesai dengan baik. Cintanya akan tetap saya kenang selamanya.

9. Orangtua saya tercinta Ayahanda alm. F. Hulu, S.H dan Ibunda Sari Bathin Maru’ao, abang, kakak, adik dan ponakan-ponakan saya yang telah memberi dorongan, doa dan dukungan secara moril selama mengikuti pendikan.

10. Terima kasih juga buat temanku Betseba Sebayang, S.K.M, M.Kes dan teman-teman Kespro B lainnya yang selalu memberi dorongan kepada saya.

11. Terima kasih kepada teman-teman sepelayanan di Departemen Praise Worship Music and Celebration (PWMC) di Gereja Kemenangan Iman Indonesia


(10)

(GKII) Medan yang selalu mendoakan saya sehingga saya tetap kuat untuk menyelesaikan tesis ini.

12. Dalam penelitian ini dengan pertimbangan etika, nama, alamat dan identitas korban saya samarkan untuk melindunginya dari bermacam-macam hal yang merugikan dan merusak nama baik korban.

Saya menyadari bahwa penulisan ini mempunyai kekurangan, untuk itu saya bersedia menerima saran dan masukan guna menyempurnakan tesis ini. Saya ucapkan terima kasih atas semua saran dan masukan yang disampaikan demi perbaikan tesis ini.

Akhirnya, saya mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika ditemui kekurangan selama saya mengikuti pendidikan dan penelitian berlangsung. Semoga Tuhan yang Maha Kuasa membalas semua kebaikan yang diberikan kepada saya dengan berlipat-lipat ganda. Semoga tesis ini bermafaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

Vera Christina Hulu 107032214/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Saya bernama Vera Christina Hulu, dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 15 Agustus 1967, anak kelima dari tujuh bersaudara, beragama Kristen Protestan dengan alamat di Jl. Stella Raya Kecamatan Medan Tuntungan.

Saya menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 060842 Medan tahun 1981, tahun 1983 menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 17 Medan dan tahun 1986 menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Medan, tahun 1996 menamatkan pendidikan di Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi Anak dan Perkembangan di Universitas Medan Area Medan, kemudian tahun 2010 mendaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Sejak tahun 1998 sampai dengan sekarang berprofesi sebagai Psikolog dan staff pengajar di Sekolah Keperawatan dan Kebidanan di Kota Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Tindak Kekerasan ... 11

2.1.1 Pengertian Tindak Kekerasan ... 11

2.1.2 Kasus Tindak Kekerasan di Dunia dan di Indonesia .... 15

2.2. Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan ... 17

2.3. Penyebab Tindak Kekerasan ... 22

2.4. Kekerasan Selama Kehamilan ... 27

2.5. Akibat Kekerasan ... 27

2.6. Kehamilan ... 29

2.6.1 Definisi Hamil ... 29

2.6.2 Hak-hak Wanita Hamil ... 30

2.6.3 Kebutuhan Ibu Hamil ... 31

2.6.4 Adaptasi terhadap Kehamilan secara Fisiologis dan Psikologis pada Ibu Hamil ... 33

2.6.5 Partisipasi Suami dalam Asuhan Kehamilan ... 41

2.7. Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perspektif Gender ... 44

2.7.1 Akibat Tindak Kekerasan terhadap Ibu Hamil dan Janin ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 50

3.1 Jenis Penelitian ... 50

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 50

3.2.2 Waktu Penelitian ... 50

3.3 Informan Penelitian ... 51


(13)

3.4.1 Wawancara ... 52

3.4.2 Observasi ... 52

3.4.3 Dokumen ... 52

3.5 Pengumpulan dan Analisis Data ... 53

3.5.1 Membuat dan Mengatur Data yang sudah Dikumpulkan ... 53

3.5.2 Pengelompokan Topik Penting dan Pemberian Makna 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 55

4.1 Proses Penelusuran Informan ... 55

4.2.1 Kasus Nn S ... 58

4.2.2 Kasus Ny. I ... 63

4.2.3 Kasus Ny. A ... 66

4.3 Gambaran Kekerasan yang Dialami oleh Informan ... 72

4.3.1 Alasan Suami/Pasangan Melakukan Kekerasan ... 72

4.3.2 Efek Kekerasan pada Ibu Hamil dan Janinnya ... 78

4.3.3 Latar Belakang Keluarga Korban adalah Pelaku Kekerasan... 82

4.3.4 Reaksi Istri terhadap Suami/pasangan ... 84

4.3.5 Melakukan Hubungan Seks Sebelum Menikah ... 85

4.3.6 Keadaan Ekonomi adalah Menengah ke Bawah ... 86

4.3.7 Informan Memiliki Pendidikan Rendah ... 87

4.3.8 Berasal dari Keluarga tidak Agamais ... 87

4.3.9 Latar Belakang Kehidupan Kecil di Kampung ... 88

4.3.10 Korban tidak Memiliki Pekerjaan Tetap dan tidak Mandiri Secara Ekonomi ... 89

4.3.11 Pendidikan Suami/Pasangan Rendah ... 89

4.3.12 Jenis Pekerjaan Suami adalah Buruh Kasar ... 90

BAB 5. PEMBAHASAN ... 91

5.1 Interpretasi Hasil Penelitian ... 91

5.1.1 Alasan Suami/Pasangan Melakukan Kekerasan ... 92

5.1.2 Efek Kekerasan pada Ibu Hamil dan Janinnya ... 97

5.1.3 Latar Belakang Keluarga Korban adalah Pelaku Kekerasan ... 105

5.1.4 Tindakan Istri/Perempuan terhadap Kekerasan ... 106

5.1.5 Melakukan Hubungan Seks Sebelum Menikah dan Berasal dari Keluarga tidak Agamais ... 108

5.1.6 Keadaan Ekonomi adalah Menengah ke Bawah, tidak Berpenghasilan Tetap serta Pendidikan Rendah... 109


(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

6.1 Kesimpulan ... 110

6.2 Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 114 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Hasil Wawancara Mendalam ... 116


(17)

ABSTRAK

Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak azasi rnanusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi yang dilakukan adalah salah satu bentuk daripada tindak kekerasan. Tindak kekerasan atau termasuk di dalamnya kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya sering terjadi namun hanya kelihatan sebagian kecil dari kejadian sebenarnya seperti fenomena gunung es.

Penelitian ini dilakukan pada ibu hamil yang mengalami tindak kekerasan dari pasangan atau suaminya sendiri. Dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara mendalam dan dokumen berupa file note dan audio. Informan diperoleh sebanyak tiga orang melalui penelusuran ibu hamil yang mengalami tindak kekerasan dan berkunjung memeriksakan kehamilannya di Klinik Bersalin Bidan di daerah Kecamatan Medan Selayang.

Hasil penelitian diperoleh bahwa ibu hamil mengalami tindak kekerasan baik secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Pasangan atau suami mereka memiliki pasangan lain atau perempuan lain di dalam kehidupan mereka. Perempuan/istri tidak dapat berbuat apa-apa hanya pasrah menerima kenyataan menerima perlakuan pasangan mereka. Tindak kekerasan yang dialami ibu hamil berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis mereka. Kemudian mereka cenderung tidak menerima janin yang ada di kandungan dan berusaha untuk digugurkan atau diserahkan kepada orang lain.

Diharapkan penelitian ini dapat member! masukan kepada perempuan khususnya ibu hamil agar terhindar dari tindak kekerasan oleh pasangannya sendiri. Kemudian sebaiknya mereka lebih tegas dan menjaga kesehatan reproduksinya.


(18)

ABSTRACT

Violence against women is the violation of human rights, a crime to human dignity and a form of discrimination. Violence including domestic violence often occurs but is only a small amount of its surface is seen like an iceberg phenomenon.

The population of the research was pregnant mothers who suffered from violence in their households. It was done by using qualitative method with interpretative design. The data were gathered by using observation method, in-depth interviews, and other documents such as audio materials. There were three informants who helped investigate pregnant mothers suffered from violence and examined their pregnancy at midwifery clinic in Medan Selayang Subdistrict.

The result of the research showed that pregnant women experiencing violence

whether physical, psychological, sexual and economic. Sponse of their husbands

have other women is his life. Women cannot do anythingjust resignedly accept their partner behavior. Violence would make bad effect on pregnant mothers both physically and psychologically. Then they tend not accept that there is a fetus in her womb and trying to abortion.

It is expected that this research can give input to women, especially to pregnant mothers, so that they can avoid violence conducted by their spouses. Then they should be more assertive to men and also maintain reproductive health.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Tindak kekerasan (violence) adalah sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah “kekerasan” berasal dari kata “keras” yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata “kekerasan” yang berarti: (1) perihal/sifat keras, (2) paksaan, dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain.

Tindak kekerasan terutama terhadap perempuan, bagi masyarakat Indonesia bukanlah hal yang baru. Kenyataan ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang mengatakan bahwa 11,4 % dari 217 juta penduduk Indonesia atau 24 juta terutama di pedesaan pernah mengalami kekerasan dan terbesar adalah kekerasan dalam rumah tangga. Menurut catatan Mitra Perempuan, hanya 15,2% perempuan yang mengalami kekerasan menempuh jalur hukum, dan mayoritas (45,2 %) memutuskan pindah rumah dan 10,9% memilih diam. Berdasarkan studi kasus persoalan Kekerasan Terhadap Istri (KTI) yang masuk di


(20)

Rifka Annisa Women’s Crisis Center pada tahun 1998, dari 125 kasus KTI, 11% diantaranya mengakhiri perkawinannya dengan perceraian, 13 % mengambil jalan keluar dengan cara melaporkan suami ke polisi, ke atasan suami, atau mengajak berkonseling, dan mayoritas korban (76%) mengambil keputusan kembali kepada suami dan menjalani perkawinannya yang penuh dengan kekerasan (Hayati, 2002).

Studi yang dilakukan oleh London School of Hygiene dan Tropical Medicine serta beberapa organisasi di beberapa negara menemukan bahwa tindak kekerasan terhadap seorang wanita yang dilakukan oleh pasangannya dapat berakibat bagi kesehatan. Wanita yang menjadi korban kekerasan menderita masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibandingkan wanita yang tidak mengalami kekerasan. Hal ini termasuk keinginan dan perilaku bunuh diri, tekanan mental dan gangguan fisik seperti pusing, nyeri lemas dan gangguan fungsi vagina (Dunia Wanita, 2007).

Lembaga Departemen Kesehatan di ASEAN dan kerjasama dengan Inggris dibantu oleh EACH dan Pukaar (2009) meneliti mengenai perempuan ASEAN yang mengalami tindak kekerasan. Mereka meneliti 1100 wanita dan anak gadis ASEAN yang mengalami kekerasan dan berakibat pada kesehatan mental. Hasil penelitian mereka antara lain ; (1) Wanita Asia terjebak pada budaya yang menetapkan wanita sebagai golongan nomor dua dan wajib menjaga nama baik keluarga sehingga banyak tindak kekerasan tidak terungkap dan tidak berani mencari bantuan di luar, (2) Pernikahan menentukan reputasi sehingga wanita Asia tidak berani keluar rumah dan bercerai serta tidak berani menceritakan perlakuan yang dia alami. Konsekuensi dari


(21)

kekerasan yang dialami adalah kecemasan dalam bentuk : ketakutan akan bahaya, ancaman dan pelecehan/kekerasan ; diserang ketakutan ketika ia mengingat perlakuan yang ia terima ; kegairahan atau terlalu waspada ; rasa lemas berlebihan dan ketegangan ; nyeri tanpa alasan; cemas akan masa depan ; takut masyarakat luas.

Tindak kekerasan banyak terjadi di Indonesia, namun hingga saat ini Indonesia belum mempunyai data nasional untuk tindak kekerasan sebab wanita yang jadi korban kekerasan tidak semua melaporkannya. Pencatatan data status tindak kekerasan dapat ditelusuri dari sejumlah institusi yang layanannya terkait dengan perempuan. Pada tahun 2007 Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre (WCC) mencatat bahwa pada tahun 2006 di Jakarta ada 336 (82,75%) perempuan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suami atau mantan suami. Fakta juga menunjukkan bahwa ada sembilan dari sepuluh wanita mengalami gangguan kesehatan jiwa, 12 orang mencoba bunuh diri ; 13,12% dari mereka menderita gangguan kesehatan reproduksinya.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2006 sebanyak 22.512 kasus kekerasan terhadap perempuan dan dilayani oleh 258 lembaga di 32 Propinsi di Indonesia. Di Jakarta kasus kekerasan terbanyak di layani 74 % (7.020 kasus) dan Jawa Tengah (4.878 kasus). Pada tahun 2008 sampai tahun 2010 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tercatat 8.326 kasus, Sumatera Utara pada tahun 2010 tercatat 80 kasus yang dilaporkan kepada pihak yang berwewenang. Tahun 2011 kasus mencuat di ranah domestik dan publik. Dari 113.878 kasus ranah domestik, lebih dari 97% (110.468) adalah kekerasan terhadap istri dan ada 1405


(22)

kasus kekerasan dalam pacaran. Kekerasan paling banyak adalah kekerasan psikis yaitu sebanyak 103.691 kasus, kekerasan ekonomi 3.222 kasus, kekerasan fisik 2.790 kasus serta kekerasan seksual 1.398 kasus. Sementara kasus pada Januari sampai April 2012 sudah mencapai 29 kasus kekerasan dalam rumah tangga (Komnas Perempuan, 2012).

Collinson (2009) menyatakan bahwa sebagai penyebab lain dari pada perempuan sering menjadi korban tindak kekerasan adalah oleh harga diri yang rendah. Semakin rendah harga diri seorang perempuan maka semakin rentan untuk menerima perlakuan tindak kekerasan oleh pasangannya. Mereka tidak berani untuk meninggalkan pasangannya yang bertindak kasar. Seorang wanita yang memiliki harga diri tinggi dapat juga mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga namun mereka lebih memiliki citra diri yang kuat untuk berani meninggalkan pasangannya yang melakukan tindak kekerasan pada dirinya. Pelaku kekerasan yaitu pasangan mereka sendiri selalu memangsa wanita dengan menanamkan pada wanita tersebut bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa selaian bila ada suaminya walau mereka mendapat perlakuan yang kasar. Selain itu, wanita yang memiliki harga diri yang rendah lebih percaya pada perkataan pasangan mereka yang mengatakan bahwa mereka sangat dicintai dan akhirnya selalu di dominasi pasangannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Hakimi dalam Huriyani (2008) tentang kekerasan terhadap istri dan kesehatan perempuan di Jawa Tengah memperlihatkan data tentang perempuan yang ayahnya pernah memukul ibu mereka, atau mertuanya tega memukul istrinya, lebih mungkin dianiaya oleh suaminya. Ditemukan bahwa


(23)

perempuan yang tak terlindungi terhadap kekerasan semasa kecilnya mungkin akan melihatnya sebagai suatu kejadian yang normal, dan karenanya tak pernah memperhatikan tanda-tanda peringatan dari suami penganiaya. Di sisi lain, jika seorang anak laki-laki menyaksikan ayahnya memukul ibunya, dia akan belajar bahwa hal itu adalah jalan terbaik untuk memperlakukan perempuan, dan karena itu dia lebih mungkin untuk kemudian menganiaya istrinya sendiri. Ini disebut sebagai “penularan kekerasan antar generasi (intergenerational transmission of violence)”. Rasa lemah dan tidak percaya diri serta rendahnya dukungan dari keluarga dan teman. Kemudian pandangan masyarakat terhadap janda juga membuat wanita korban kekerasan tetap mempertahankan perkawinannya.

Perempuan sering mengalami kekerasan, karena perempuan masih sering di tempatkan pada posisi yang terpinggirkan dan di rugikan, yang mengakibatkan status perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki, termasuk dalam fungsi reproduksinya. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan hak reproduksi perempuan kurang dihargai, antara lain dalam menentukan kapan ia ingin hamil, menentukan jumlah anak yang diinginkan, pengambilan keputusan kesertaan dalam berkeluarga berencana (KB) dan menentukan jenis alat kontrasepsi yang dipilih, pemeriksaan ante natal care (ANC) dan Pemeriksaan Pasca Persalinan/PPC (Depkes RI, 2007).

Tindak kekerasan dalam rumah tangga secara fisik dan seksual atau kekerasan secara psikologis pada perempuan yang sedang hamil akan menyebabkan kematian ibu dan bayi yang masih dalam kandungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam suatu survei yang dilakukan oleh The Center for Disease Control,


(24)

ditemukan bahwa wanita hamil lebih mendapat perlakuan kekerasan dari pasangan sebesar 60,6% dari pada wanita yang tidak hamil. Kekerasan akan membawa komplikasi yang lebih besar dari pada penyakit diabetes, darah tinggi atau penyakit serius lainnya. Sebagian besar alasan pada bertambahnya risiko kekerasan selama kehamilan adalah bahwa ayah atau laki-laki pasangan merasakan suatu ketegangan yang tinggi menanti kelahiran. Stress atau ketegangan tersebut dimanifestasikan sebagai frustrasi, yang mana ditujukan kepada istri dan anak yang belum lahir. Hampir 10% dari ibu-ibu muda mengalami kekerasan ketika mereka sedang mengandung (WHO, 1999).

Sepantasnya wanita yang hamil dilindungi oleh suami dan orang-orang terdekat dengan dirinya, namun studi Faiz (2007) menunjukkan antara 4%-12% wanita hamil melaporkan, bahwa mereka mendapatkan perilaku kekerasan selama kehamilannya. Lebih dari 90% para wanita tersebut mendapat kekerasan dari pasangannya dan sering berupa kekerasan fisik berupa tendangan dan pukulan di bagian perut. Tindak kekerasan mengarah pada fisik, seksual atau kekerasan secara psikologis selalu dilakukan oleh pasangan atau bekas pasangan. Kekerasan selama kehamilan lebih sering terjadi daripada komplikasi masalah kebidanan, termasuk preeklamsia dan diabetes selama kehamilan (Bacchus dkk, 2003).

Tindak kekerasan selain menyebabkan akibat fisik maka dapat juga menyebabkan gangguan psikologis. Wanita hamil yang menerima perlakuan kekerasan dari pasangannya lebih tinggi untuk berisiko stress, depresi dan kecanduan rokok, alcohol dan obat terlarang. Wanita akan mengalami empat kali lebih menderita


(25)

penyiksaan sebagai akibat dari kehamilan yang tidak diharapkan atau yang tidak diinginkan. Data menunjukkan bahwa kehamilan tersebut ditolak sebagai akibat dari kekerasan seksual, perkosaan atau sengaja menolak untuk mengontrol kelahiran. Biasanya kekerasan pada ibu hamil tidak hanya pada satu daerah pemukulan tetapi pada banyak tempat yaitu daerah payudara, perut dan alat kelamin (Heise, 1993 ; Bewley et al, 1994).

Tindak kekerasan terhadap perempuan hamil memiliki efek yang langsung dan berkepanjangan dapat berakibat cedera langsung pada wanita, kehamilan dan bayinya. Mereka yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga biasanya memiliki tanda-tanda, antara lain terlambat dalam mencari perawatan pre natal dan kurangnya pendidikan pra lahir. Sebagian besar perempuan khususnya di bidang kesehatan reproduksi dan ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga lebih berisiko mengalami kesehatan emosi yang negatif baik bagi si ibu maupun bagi calon bayi (Weiss, 2009 ; Senanayake, 2011).

Perubahan fisik yang terjadi akan mempengaruhi aspek psikologis ibu hamil dan sebaliknya. Hal tersebut akan membuat ibu hamil akan mengalami trauma yang juga akan mempengaruhi janin terutama pada trimester pertama. Trauma kehamilan dapat disebabkan oleh trauma mekanis, seperti akibat benda tumpul, tikaman, kekerasan dalam rumah tangga (Adelaar, 2011).

Berbagai bentuk tindak kekerasan yang terjadi tentu saja menimbulkan berbagai dampak negatif bagi diri korban dan anak-anaknya. Kekerasan fisik umumnya berakibat langsung dan dapat dilihat mata seperti cidera, luka, cacat pada


(26)

tubuh dan atau kematian. Kekerasan emosional atau psikologis umumnya sulit terlihat dan jarang diperhatikan tetapi membawa dampak yang jauh lebih serius dibanding bentuk kekerasan yang lain. Akibat psikis ringan yang dialami antara lain ketakutan, perasaan malu, terhina dan terasing. Sedangkan akibat psikis yang lain yang dialami antara lain perasaan rendah diri, hilangnya konsep diri dan kehilangan rasa percaya diri. Akibat-akibat psikis tersebut tentu saja tidak baik bagi perkembangan mental para korban karena menghambat potensi-potensi diri yang seharusnya berkembang. Kekerasan seksual dapat menimbulkan gangguan pada fungsi reproduksi, haid tidak teratur, sering mengalami keguguran, dan kesulitan menikmati hubungan seksual.

Bacchus, et al (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa wanita hamil yang mengalami tindak kekerasan akan tidak peduli atau terlambat dalam melakukan pemeriksaan ANC. Akibat dari pengalaman mereka terhadap kekerasan adalah mereka sering depresi, mengabaikan diri. Ditemukan bahwa satu dari lima wanita akan mengalami gejala depresi. Hal tersebut membuat mereka kurang peduli pada dirinya sendiri dan janin yang dikandung namun mereka tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami terhadap pihak yang berwewenang.

Salah satu Klinik Bersalin yang berada di wilayah Kecamatan Medan Selayang, ditemukan bahwa selama bulan Juli-Desember tahun 2012 ada sebanyak 48 (empat puluh delapan) orang perempuan hamil memeriksakan kehamilannya dan melahirkan, dengan perincian 42 (empat puluh dua) orang memiliki suami dan tiga orang ditinggalkan suaminya ketika hamil (dua dari tiga perempuan hamil tersebut pernah datang sudah dengan bercak darah sedikit sebab mereka mau menggugurkan


(27)

sendiri dengan cara minum jenis jamu yang untuk menggugurkan namun kehamilannya tetap utuh) dan tiga orang adalah remaja yang sedang sekolah tapi dihamili oleh temannya atau laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Ada juga beberapa orang perempuan hamil minta untuk menggugurkan bayinya namun ditolak oleh Bidan di Klinik Bersalin. Perempuan hamil yang mengalami pelecehan dari pasangannya tersebut tidak ada satupun yang berani melaporkan diri ke pihak yang berwenang, alasan mereka hal tersebut merupakan aib dan memalukan diri.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah :

1. Mengapa dan apa penyebab ibu hamil mengalami kekerasan dalam tangga ? 2. Bagaimanakah kondisi kehamilan pada ibu yang mengalami tindak

kekerasan di daerah Kecamatan Medan Selayang Kota Medan tahun 2013 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi ibu hamil yang mengalami kekerasan dan efeknya terhadap kesehatan reproduksi serta janin yang ada dalam kandungan sehingga dapat memperoleh gambaran dan pemahaman bagaimana kondisi kehamilan ibu yang mengalami kekerasan di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2013


(28)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai akibat dari tindak kekerasan pada ibu hamil.

2. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan informasi dan pembelajaran tentang tindak kekerasan sehingga dapat memberikan arahan kepada masyarakat bila mengalaminya.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tindak Kekerasan

2.1.1. Pengertian Tindak Kekerasan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), “kekerasan” diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik. Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai.

Menurut Kaplan, tindak kekerasan adalah tiap bentuk perilaku menyakiti atau melukai orang lain. Sedangkan Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain, secara verbal (kata-kata yang sinis, memaki dan membentak) maupun fisik (melukai atau membunuh) atau merusak harta benda. Menurut Wignyosoebroto (dalam Satria, 2011) pengertian kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah (atau yang tengah dipandang berada dalam keadaan lebih lemah), berdasarkan kekuatan fisiknya yang superior, dengan kesenjangan untuk dapat ditimbulkannya rasa derita di pihak yang tengah menjadi objek kekerasan itu. Namun, tak jarang pula tindak kekerasan ini


(30)

terjadi sebagi bagian dari tindakan manusia untuk tak lain daripada melampiaskan rasa amarah yang sudah tak tertahan lagi olehnya.

Menurut KUHP Pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasakan sakit yang sangat. Sedangkan

Tindak kekerasan termasuk di dalamnya kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik ole

Pasal 335 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan, dengan suatu perbuatan lain atau dengan perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman perbuatan lain atau dengan ancaman perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Pasal 351 (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

oleh Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutam timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secar penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup


(31)

rumah tangga. Sebagian besar korban kekerasan adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban kekerasan adalah orang yang mempunyai hubungan dara perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:

a. Suami, isteri, dan anak;

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada point a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah

tangga tersebut.

Menurut WHO (1999) yang dimaksud dengan kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Kekuatan fisik dan kekuasaan harus dilihat dari segi pandang yang luas mencakup tindakan atau penyiksaan secara fisik, psikis/emosi, seksual dan kurang perhatian/pengabaian (neglected).

CDC Atlanta dan Komite Nasional pencegahan trauma di Amerika Serikat (dalam Bacchus, et al, 2003) menggunakan istilah kekerasan oleh mitra dekat (intimate partner violence) yang mencakup di dalamnya kekerasan dalam rumah


(32)

tangga. Kekerasan oleh mitra dekat adalah ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap mitra dekat yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan kematian, trauma dan hal-hal yang berbahaya yang mencakup kekerasan fisik, psikologis/emosional dan seksual. Dalam hal ini yang dimaksud mitra adalah suami atau istri, dating partner/pacar, bekas istri dan bekas pacar.

Istilah kekerasan dalam rumah tangga digunakan di banyak negara di dunia untuk merujuk pada pengertian kekerasan terhadap perempuan oleh pasangan intimnya yang sekarang atau mantan pasangan intimnya (Jhonson & Sacco, 1995; Fischbach & Herbart, 1997 dalam Rena, 2008). Di beberapa daerah lain, termasuk di Amerika Latin kekerasan dalam rumah tangga digunakan untuk merujuk pada semua bentuk kekerasan dalam keluarga termasuk kekerasan terhadap anak-anak dan orang-orang tua yang terjadi di dalam rumah (Kornblit, 1994).

Dokumen terpenting yang digunakan untuk merujuk batasan kekerasan terhadap perempuan pada Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang disahkan pada tahun 1993 oleh PBB Pasal 1 disebutkan bahwa; Kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk kekerasan yang berbasis gender, yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan, termasuk ancaman, paksaan, pembatasan kebebasan, baik yang terjadi di area publik maupun di dalam rumah tangga. Kekerasan pada istri adalah setiap perbuatan terhadap istri yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam


(33)

lingkup rumah tangga (Rena, 2008). Mengingat luasnya pengertian kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi jenis kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri.

2.1.2 Kasus Tindak Kekerasan di Dunia dan di Indonesia

Catatan statistik kondisi perempuan di dunia (Sulaeman, 2013) menyatakan bahwa perempuan usia 15-44 tahun lebih beresiko mengalami pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga dibanding mengalami kanker, kecelakaan mobil, perang, atau malaria. Di negara Australia, Kanada, dan Israel 40-70 % dari jumlah perempuan yang tewas terbunuh adalah akibat pembunuhan oleh partner (suami/pacar) mereka. Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah perempuan yang tewas terbunuh adalah akibat pembunuhan oleh partner (suami/pacar) mereka dan 83% perempuan usia 12 -16 tahun mengalami pelecehan seksual di sekolah. Sementara di Afrika Selatan, seorang perempuan dibunuh setiap 6 jam, oleh partner intim mereka.

Kemudian di India, 22 perempuan dibunuh setiap harinya terkait masalah mas kawin. Guatemala, rata-rata dua perempuan dibunuh setiap harinya. Switzerland, 22,3% perempuan pernah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan pria asing (non partner) sepanjang hidup mereka. Di Kanada, 54% perempuan usia 15-19 tahun mengalami kekerasan seksual saat pacaran. Jumlah perempuan yang mengalami kekerasan seksual yang dilakukan pria asing (non partner) setelah usia 15 tahun adalah kurang dari 1 % di Ethiopia dan Bangladesh, dan 10-12% di Peru, Samoa, Tanzania. Selain itu di Uni Eropa kekerasan dan pelecehan seksual di tempat


(34)

kerja mereka. Selanjutnya di negara-negara Asia-Pasifik, 30 -40 % perempuan pekerja mengalami kekerasan seksual di tempat kerja meliputi verbal dan fisik.

Di banyak banyak masyarakat, korban pemerkosaan, perempuan yang dicurigai pernah melakukan hubungan seks sebelum pernikahan, dan perempuan yang dituduh berzina, dibunuh oleh keluarga mereka karena dianggap merusak kehormatan keluarga. Pembunuhan yang diistilahkan “honour killing” ini setiap tahunnya (di seluruh dunia) dilakukan terhadap rata-rata 5000 perempuan. Diperkirakan 2,5 juta orang diselundupkan setiap tahunnya, untuk dipekerjakan di sebagai pelacuran dan budak. 80% dari angka itu adalah perempuan dan anak-anak.

Kemudian selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian

hingga 70 persen di Indonesia. Remaja Indonesia (SMP-SMA) sebanyak 93,7 pernah melakukan hubungan seks dan 21,2 % remaja putri pernah

melakukan aborsi. Kaum perempuan paling banyak mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh orang-orang terdekatnya serta tindak perkosaan di lingkungan komunitasnya sendiri.

Pada awal tahun 2004 yang dilansir oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memperlihatkan pada tahun 2003 telah terjadi 5.934 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 2.703 diantaranya adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan korban terbanyak adalah istri, yaitu 2.025 kasus (75%). Tindakan kekerasan terhadap perempuan terus meningkat konsisten dari tahun ke tahun. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga skala Nasional tahun 2008 mencapai 35.398 kasus dan meningkat menjadi 43.000 kasus di


(35)

tahun 2009. Sedangkan tahun 2009, kasus kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2010 meningkat sekitar 6,25%.

Kasus tindak kekerasan termasuk di dalamnya kekerasan di rumah tangga umumnya dilakukan oleh suami, mantan suami dan pacar. Lembaga non pemerintah Mitra Perempuan mencatat sepanjang tahun 2005 ada sebanyak 86,81 % kasus kekerasan yang dialami perempuan adalah kekerasan dalam rumah tangga dan 77,36 % dari kasus itu pelakunya adalah para suami. Selain suami, kekerasan dalam rumah tangga juga dilakukan oleh mantan suami (3,08%), orangtua atau mertua serta saudara (6,15%), majikan (0,22%) dan 9,01% dilakukan oleh pacar/teman dekat (Komnas Perempuan, 2012).

2.2 Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan

Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara lain : 1. Kekerasan Fisik antara lain :

a. Kekerasan fisik berat berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul, menyundut, melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan cedera berat, tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati, kehilangan salah satu panca indera, cacat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama empat minggu


(36)

lebih, gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan dan kematian korban.

b. Kekerasan fisik ringan, berupa

perbuatan lainnya yang mengakibatkan : cedera ringan, rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat dan melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat. 2. Kekerasan Psikis antara lain :

a. Kekerasan psikis berat, berupa tindakan pengendalia pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut: gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun, gangguan gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis), depresi berat atau destruksi diri, gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya dan bunuh diri.

b. Kekerasan psikis ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk


(37)

pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini : ketakutan dan perasaan terteror, rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual, gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis) dan fobia atau depresi temporer.

3. Kekerasan Seksual antara lain :

a. Kekerasan seksual berat, berupa pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.

b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.

c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.

d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.


(38)

e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.

f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka atau cedera.

g. Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.

h. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.

4. Kekerasan Ekonomi antara lain :

a. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa : memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran, melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya, mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.

b. Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.


(39)

Lebih jauh lagi bentuk-bentuk tindak dapat dijelaskan secara detil. Pertama, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya: menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekik, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh. Perilaku ini sungguh membuat anak-anak menjadi trauma selama hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman. Kedua, kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7).

Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus. Ketiga, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (Pasal 8): (a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Keempat, penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang


(40)

dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9). Penelantaran rumah tangga dapat dikatakan dengan kekerasan ekonomik yang dapat diindikasikan dengan perilaku di antaranya seperti : penolakan untuk memperoleh keuangan, penolakan untuk memberikan bantuan yang bersifat finansial, penolakan terhadap pemberian makan dan kebutuhan dasar, dan mengontrol pemerolehan layanan kesehatan, pekerjaan dan sebagainya.

2.3 Penyebab Tindak Kekerasan

Tindak kekerasan dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi dan interaksi multi faktoral antara biologis, sosial, ekonomi dan politis seperti riwayat kekerasan, kemiskinan, konflik bersenjata, namun dipengaruhi pula oleh beberapa faktor risiko dan faktor protektif. Kekerasan terhadap perempuan sebagai korban terbanyak dari tindak kekerasan dalam rumah tangga sangat dipengaruhi oleh ketimpangan gender. Budaya yang mempunyai peran gender yang kaku, yang mengaitkan keperkasaan pria dengan dominasi dan kendalinya terhadap wanita (Missa, 2010). Adapun faktor pencetus terjadinya kekerasan adalah :


(41)

a. Faktor individu :

Menurut survey di Amerika Serikat (Mezey, et al, 2004) wanita

mempunyai risiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah :

1. Wanita yang single, bercerai atau ingin bercerai. 2. Berumur 17-28 tahun.

3. Mempunyai pasangan dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan. 4. Ketergantungan obat atau alcohol atau riwayat ketergantungan kedua zat

tersebut. 5. Sedang hamil b. Faktor keluarga :

1. Kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencintai dan menghargai, serta tidak menghargai peran wanita.

2. Kurang ada keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga. 3. Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.

c. Faktor masyarakat :

1. Urbanisasi dan kesenjangan pendapatan di antara penduduk kota. 2. Kemiskinan.

3. Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi. 4. Masyarakat keluarga ketergantungan obat.

Menurut Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Erlangga Masdiana (dalam Missa, 2010) kekerasan itu sangat dipengaruhi ideologi dan pemahaman budaya


(42)

masyarakat setempat. Di hampir sebagian masyarakat Indonesia, perempuan dianggap orang nomor dua dalam rumah tangga sehingga memiliki hak yang kurang dibanding laki-laki. Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh multi faktor. Faktor terpenting adalah soal ideologi dan culture (budaya), di mana perempuan cenderung dipersepsikan sebagai orang nomor dua dan dapat diperlakukan dengan cara apa saja. Ideology dan kultur itu juga muncul karena transformasi pengetahuan yang diperoleh dari masa lalu. Sebagai contoh, zaman dulu, anak diwajibkan tunduk pada orang tua, tidak boleh mendebat sepatah kata pun sehingga kekerasan terhadap anak sering terjadi.

Soedjono

- The Enternal Quest for the Couses of Crime (adanya tuntutan sebagai

penyebabdari timbulnya kejahatan)

(dalam Purwaningsih, 2008) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, antara lain :

- The Contitusional School of Criminology (adanya sekolah hukum yang

mempelajari kejahatan)

- Geography and Criminal Causation (fakta letak geografis dari suatu daerahyang

menjadi penyebab dari timbulnya kejahatan)

- Economic Factor and Crime Causation (faktor ekonomi sebagai penyebab dari

timbulnya kejahatan)

- Modern Sociological Theories (adanya teori-teori sosial modren)

- Minority Tension as Factors in Crime (adanya tekanan dan ketegangan kecil)

- Home and Community Influence (pengaruh rumah dan lingkungan)

- Emotional Disturbances as Factor Criminality (adanya emosi yang labil) - Teori Sosiologi tentang tingkah laku kejahatan

- Kriminalitas dan perkembangan masyarakat

- Broken Home dan hubungannya dengan Emotional Immatury dan hubungannnya

dengan kejahatan

Di Indonesia kasus kekerasan sebenarnya banyak tapi cenderung ditutup-tutupi dan dipandang aib serta memalukan untuk diketahui khalayak ramai. Hal


(43)

tersebut membuat tindak kekerasan semakin marak dan subur terutama di Indonesia. Arif (dalam Purwaningsih, 2008) bahwa secara garis besar ada empat faktor mendasar yang menjadi penyebab dari timbulnya kekerasan dalam rumah tangga, di antaranya yaitu :

1. Sosial Budaya ; masyarakat Indonesia cenderung masih memegang budaya timur yang enggan untuk terbuka dan mengganggap bahwa segala permasalahan yang bersifat pribadi adalah tabu dan pantang untuk diceritakan kepada orang lain. Terutama masalah kekerasan yang dialami adalah sesuatu yang memalukan untuk diceritakan. Bahkan ada daerah tertentu yang mengganggap bahwa pasangan atau suami adalah sah-sah saja melakukan kekerasan sebab ia seorang yang lebih berkuasa serta berhak mengatur istri dan anak-anaknya sehingga kekerasan semakin berkembang dan tidak terselesaikan.

2. Tingkat pendidikan ; minimnya pendidikan kedua pasangan dapat mempengaruhi keadaaan rumah tangga atau cara mereka melakukan relasi satu dengan yang lainnya. Suami yang memiliki sifat menguasai dan merasa diri lebih dominan maka akan berusaha membuat istrinya patuh sepenuhnya. Istri juga akibat minimnya pendidikan menjadikannya kurang berani tegas untuk berkata “tidak” kepada suaminya sehingga suami atau pasangannya makin semena-mena.

3. Sosial ekonomi ; perempuan atau istri yang tidak bekerja akan lebih bergantung pada suaminya, terlebih budaya masyarakat di Indonesia bahwa


(44)

perempuan harus tetap mengurus rumah tangga. Oleh karena ketergantungan ekonomi pada suami atau pasangannya maka perempuan merasa bahwa ia sudah bersalah tidak bekerja untuk menambah keuangan di rumah sehingga ketika suami melakukan kekerasan perempuan akan merasa hal tersebut memang harus dia terima.

4. Strata Sosial ; perbedaan status antara laki-laki dan perempuan akan menimbulkan kekerasan di rumah tangga. Apabila salah satu memiliki strata social yang lebih tinggi maka cenderung akan meremehkan pasangannya. Keadaan tersebut di atas merupakan kenyataan yang sering terjadi di Indonesia atau di sekeliling kita namun sering tidak dianggap sebab lebih banyak mereka yang mengalami kekerasan akan berdiam diri. Akhirnya kesimpulan dapat diambil bahwa alasan wanita sering mengalami tindak kekerasan adalah dapat menyangkut interaksi kompleks dari aspek biologis, sosio-kulural, ekonomis, psikologis dan politis adalah : (a) laki-laki secara fisik lebih kuat daripada perempuan ; (b) tradisi di masyarakat mengenai dominasi laki-laki karena mereka kuat ; (c) tradisi tersebut sering ditampilkan dalam film, pornografi, music rock dan media ; (d) realitas ekonomi yang membuat perempuan bergantung kepada laki-laki ; (e) pada tingkat individual, faktor individual berkenaan dengan factor yang tersebut di atas bahwa ada perempuan yang mengalami dan ada yang tidak kemudian ada laki-laki sebagai pelaku dan ada yang tidak (Poerwandari dalam Purwaningsih, 2008).


(45)

2.4 Kekerasan Selama Kehamilan

Kekerasan umumnya meningkat selama kehamilan. Luka-luka kekerasan terjadi selama kehamilan biasanya terdapat pada bagian payudara atau perut. Pasien juga dapat memperlihatkan trauma pada genitalia, nyeri yang tidak dapat dijelaskan, serta kekurangan gizi. Kekerasan selama kehamilan dapat membawa dampak yang fatal bagi ibu maupun janin, seperti aborsi spontan yang tidak dapat dijelaskan, keguguran atau kelahiran premature (Crempien et.all, 2010). Dalam penelitiannya kepada 256 orang wanita hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Crempien et.all (2010) menemukan bahwa sebanyak 79% wanita hamil memeriksakan ANC kurang dari 12 minggu kehamilan dan 21% memeriksakan ANC lebih dari 12 minggu kehamilan. Dilihat dari status gizi, ada 56,6% ibu hamil memiliki berat badan normal, 27% kelebihan berat badan, 9,8% mengalami obesitas dan 6,6 % berada di bawah berat badan normal mereka. Ditemukan juga mereka yang menderita kekerasan fisik akan mengalami kekerasan emosional juga.

2.5 Akibat Kekerasan

Kekerasan pada perempuan menimbulkan berbagai dampak yang merugikan antara lain dampak fisik dan psikologis.

1. Akibat fisik

a. Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri. b. Trauma fisik berat : memar berat luar/dalam, patah tulang, kecacatan.


(46)

c. Trauma fisik selama kehamilan, yang berisiko terhadap ibu dan janin (abortus, kenaikan berat badan ibu tidak memadai, infeksi, anemia, berat bayi lahir rendah).

d. Kehamilan yang tak diinginkan dan kehamilan dini akibat perkosaan atau kebebasan dalam mengikuti KB, yang dapat diikuti dengan tindakan aborsi, tertular PMS, HIV/AIDS atau komplikasi kehamilan, termasuk sepsis, aborsi spontan dan kehamilan prematur.

e. Meningkatnya risiko terhadap kesakitan, misalnya gangguan ginekologis, perdarahan pervaginam berat, infeksi saluran kencing dan gangguan pencernaan.

Hasil penelitian kolektif RAWCC (2001) memperlihatkan bahwa sepertiga dari istri yang mengalami penganiayaan mendapat cedera fisik. Selain cedera, dampak fisik juga dapat berupa: 1) Sakit kepala, 2) Asma, 3) Sakit perut, 4) Serta gangguan kesehatan reproduksi seperti mengalami keputihan, 5) Bahkan bagi istri yang sedang hamil, kemungkinannya mengalami keguguran menjadi dua kali lebih besar. Sedangkan dampak secara psikis, kekerasan akan membuat istri menderita : 1) Kecemasan, 2) Depresi, 3) Sakit jiwa akut, 4) Kemampuan menyelesaikan masalah rendah, 5) Tidak tertutup kemungkinan memunculkan keinginan untuk bunuh diri atau membunuh pelaku. yang sangat mengkuatirkan, kekerasan terhadap istri juga berdampak bagi anak-anaknya. Bagi yang masih bayi, besar kemungkinan ia tidak lagi akan dapat merasakan nikmatnya air susu ibu (ASI), sebab stres akan membuat produksi ASI berkurang bahkan berhenti, belum lagi dengan melemahnya


(47)

kemampuan menguasai diri, 6) Baik dari suami maupun istri akan membuka kemungkinan mereka bertindak kejam terhadap anak.

2. Akibat non fisik

a. Gangguan mental, misalnya depresi, ketakutan dan cemas, rasa rendah diri, kelelahan kronis, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat atau mengisolasikan dan menarik diri. b. Pengaruh psikologis terhadap anak karena menyaksikan kekerasan, misalnya

kelak cenderung melakukan kekerasan terhadap pasangannya. 3. Pengaruh terhadap masyarakat

a. Bertambahnya biaya pemeliharaan kesehatan

b. Efek terhadap produktivitas, misalnya berkurangnya kontribusi kepada masyarakat, kemampuan realisasi dan cuti sakit bertambah.

Berdasar uraian tersebut di atas, kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan dapat berdampak fisik dan juga pada dampak psikologis, misalnya ditemukan timbulnya perasaan takut dan was-was apabila kejadian tersebut terulang lagi. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi kesehatan jiwa dari korban sendiri.

2.6Kehamilan

2.6.1 Definisi Hamil

Kehamilan adalah suatu anugerah dari Tuhan yang perlu mendapatkan perhatian dan dukungan dari seluruh anggota keluarga. Kehamilan adalah sebuah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang


(48)

kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan bertumbuh. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu terakhir da adalah gravida, sedangkan manusia di dalamnya disebut awal) dan kemudia pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1. Seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0 (BKKBN, 2004).

Kehamilan adalah proses dimana sperma menembus ovum sehingga

terjadinya konsepsi dan fertilasi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan), dihitung dari pertama haid terakhir dan

kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm (Guyton, 1997). Sementara Kushartanti (2004) kehamilan adalah di kandungnya janin hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma.

2.6.2 Hak-hak Wanita Hamil

Setiap manusia memiliki hak untuk hidup, demikian juga dengan ibu hamil mempunyai hak antara lain (Jannah, 2012) :

a. Wanita berhak mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif, yang diberikan secara bermartabat dan dengan rasa hormat. Tidak ada pembedaan dalam pelayanan pada setiap wanita yang mengalami kehamilan, baik dari tenaga kesehatan maupun pasangannya sendiri. Bila pasangannya sendiri tidak memberi


(49)

peluang untuk wanita tersebut menikmati pelayanan kesehatan yang standart maka pasangannya tersebut juga sudah melakukan kekerasan kepada istrinya. b. Asuhan harus dapat dicapai, diterima, terjangkau untuk semua perempuan dan

keluarga. Asuhan kehamilan sebaiknya dapat mendukung bagi pencapaian ibu hamil yang sehat dan sejahtera.

c. Wanita berhak memilih dan memutuskan tentang kesehatannya. Dalam hal ini wanita tidak boleh dihambat atau dipaksakan kepadanya untuk memilih suatu keputusan bagi kesehatannya atau memilih caranya untuk untuk memelihara kesehatannya.

d. Memperoleh pendidikan dan informasi. Wanita atau ibu hamil berhak mendapat pengetahuan mengenai kehamilannya atau kesehatannya.

e. Memperoleh gizi cukup. Wanita hamil berhak mendapat gizi yang baik dan diurus oleh suami atau keluarganya. Jika hal tersebut tidak terlaksana maka akan terjadi penelantaran bagi ibu hamil tersebut.

f. Wanita berhak bekerja dan tidak di keluarkan dari pekerjaannya. Wanita hamil adalah manusia dan hamil bukanlah suatu penyakit yang di derita. Tidak ada pelarangan bagi mereka untuk hamil dan bekerja. Bila mereka dikeluarkan dari pekerjaan maka hal tersebut maka terjadi pembedaan hak dan ketidak adilan. 2.6.3 Kebutuhan Ibu Hamil

Periode kehamilan dari waktu ke waktu seringkali memunculkan keluhan dan pemenuhan kebutuhan guna kelangsungan kehamilannya (Bartini, 2012), antara lain :


(50)

1. Kebutuhan fisik :

a. Nutrisi ; : peningkatan konsumsi makanan dan vitamin dimulai dari trimester 1 sampai trimester 3.

b. Personal hygiene ; perawatan gigi dan mulut

c. Pakaian ; menyerap keringat, longgar / tidak ketat sehingga tidak mengganggu peredaran darah dan menghindari bendungan vena dan varices, BH yang menyangga payudara dan memakai sepatu hak rendah.

d. Eliminasi ; banyak mengkonsumsi serat dan cukup minum serta cukup gerak, disarankan untuk tidak meminum cairan pencahar.

e. Sexual intercourse ; sebaiknya berhati-hati terutama pada trimester 1 dan

trimester 3.

f. Mobilisasi dan body mechanic ; mengatur sikap tubuh yang baik. g. Senam ibu hamil.

h. Immunisasi ; tetanus toxoid sangat dianjurkan.

i. Travelling ; jalan-jalan akan membantu sirkulasi dan mencegah statis vena. j. Persiapan menyusui dan persiapan persalinan.

2. Kebutuhan Psikologis

a. Support keluarga, keluarga sebagai lingkungan terdekat dari ibu sangat

membantu ibu menjalani perawatan kehamilannya. Dukungan suami, orangtua dan segenap anggota keluarga selama kehamilan akan mempengaruhi kesehatan ibu. Support keluarga dapat dilihat pada partisipasi suami dan keluarga saat ANC dan menjelang persalinan.


(51)

b. Support tenaga kesehatan, kemampuan bidan dalam upaya promosi kesehatan pada ibu hamil, mengatasi keluhan dan masalah ibu merupakan pendukung bagi ibu hamil.

c. Persiapan menjadi orang tua, bagi ibu antara lain ; interes menjadi ibu, tanggung jawab sebagai ibu dan konsentrasi pada kebutuhan sendiri bayinya. d. Persiapan sibling, perlu diperhatikan untuk menghindari sibling rivalry

(perasaaan bersaing) dari anak-anak terdahulu.

2.6.4 Adaptasi terhadap Kehamilan Secara Fisiologis dan Psikologis pada Ibu Hamil

Adaptasi maternal merupakan akibat kerja hormon kehamilan dan tekanan mekanis akibat kerja hormon kehamilan dan tekanan mekanis akibat membesarnya uterus dan jaringan lain. Adaptasi ini melindungi fungsi fisiologis normal seorang wanita, dan menyediakan kebutuhan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin. Walaupun kehamilan merupakan fenomena normal, namun dapat timbul masalah yang harus dikenali oleh perawat dan ibu hamil. Sejalan dengan penyesuaian yang diharapkan terjadi selama masa hamil, beberapa penyakit juga menimbulkan perubahan. Beberapa contoh adalah kadar hemoglobin yang rendah, laju endap darah yang tinggi, dispnea saat istirahat, dan perubahan fungsi jantung serta keseimbangan endokrin. Perubahan-perubahan ini menunjukkan usaha tubuh untuk melindungi ibu dan janin (Bobak, dkk, 2005).

Proses kehamilan sampai kelahiran merupakan rangkaian dalam satu kesatuan yang dimulai dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi ibu terhadap nidasi,


(52)

pemeliharaan kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi dan persalinan dengan kesiapan untuk memelihara bayi. Kehamilan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik anatomis maupun fisiologis pada ibu. Pada kehamilan terdapat adaptasi ibu dalam bentuk fisik dan psikologis (Bobak, dkk, 2005).

I. Adaptasi Fisiologis Tanda Kehamilan

Beberapa perubahan fisiologis yang timbul selama masa hamil di,kenal sebagai tanda kehamilan. Ada tiga kategori, presumsi, yaitu perubahan yang dirasakan wanita (misalnya amenore, keletihan, perubahan payudara) ; kemungkinan, yaitu perubahan yang diobservasi oleh pemeriksa (misalnya, tanda Hegar ballottement, tes kehamilan ; dan pasti (misalnya, ultrasonografi, bunyi denyut jantung janin

1. Trimester I

- Sistem Reproduksi

a. Vagina dan Vulva ; akibat pengaruh hormone esterogen, vagina dan vulva mengalami perubahan. Sampai minggu ke-8 terjadi hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah, agak kebiruan(lividae) tanda ini disebut tanda chatwick. Keasaman berubah dari 4 menjadi 6,5. b. Serviks Uteri ; mengalami perubahan karena homon esterogen. Jika korpus

uteri mengandung lebih banyak jaringan otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat. Jaringan ikat pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Akibat kadar esterogen meningkat dan dengan adanya


(53)

hipervaskularisasi serta meningkatnya suplai darah maka konsistensi menjadi lunak yang disebut tanda Goodell.

c. Uterus ; akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh esterogen dan progesterone. Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar sebesar telur bebek dan pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa.

d. Ovarium ; pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum

graviditatum, korpus luteum graviditatis berdiameter kira-kira 3 cm,

kemudian dia mengecil setelah plasenta terbentuk.

e. Payudara/Mamae ; mamae akan membesar dan tegang akibat hormone somatomamotropin, esetrogen dan progesteron akan tetapi belum mengeluarkan ASI.

f. System Endokrin ; perubahan pada system endokrin yang penting terjadi untuk mempertahankan kehamilan, pertumbuhan normal janin dan pemulihan pascapartum (nifas). Tes HCG positif dan kadar HCG meningkat cepat menjadi 2 kali lipat setiap 48 jam sampai kehamilan 6 minggu.

2. Trimester II - Sistem Reproduksi

a. Vulva dan Vagina ; karena hormone esterogen dan progesteron terus menerus meningkat menjadi hipervaskularisasi mengakibatkan pembuluh-pembuluh darah alat genetalia membesar. Hal ini dapat dimengerti karena ogsigenisasi dan nutrisi pada alat-alat genetalia tersebut meningkat.


(54)

b. Serviks Uteri ; konsistensi serviks menjadi lunak dan kelenjar-kelenjar di serviks akan berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. c. Uterus ; pada kehamilan 16 minggu cavum uteri sama skali diisi oleh

ruang amnion yang berisi janin dan istimus menjadi bagian korpus uteri. Bentuk uterus menjadi bulat dan berangsur-angsur berbentuk lonjong seperti telur, ukurannya kira-kira sebesar kepala bayi atau tinju orang dewasa.

d. Ovarium ; pada usia 16 minggu, plasenta mulai terbentuk dan menggantikan fungsi korpus luteum graviditatum.

e. Payudara/mamae ; pada kehamilan 12 minggu ke atas dari puting susu dapat keluar cairan berwarna putih agak jernih disebut colostrums.

f. Kenaikan berat badan 0,4-0,5 kg perminggu selama sisa kehamilan. 3. Trimester III

- System Reproduksi

a. Uterus ; pada kehamilan tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus segmen bawah rahim (SBR) menjadi lebih lebar dan tipis, tampak batas yang nyata antara bagian atas yang lebih tebal dan segmen bawah yang lebih tipis.

b. System Traktus Uranius ; pada akhir kehamilan kepala janin mulai turun ke pintu atas panggul keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung kencing akan mulai tertekan kembali. Selain itu juga terjadi hemodilusi menyebabkan metabolism air menjadi lancer.


(55)

c. System Respirasi ; pada usia 32 minggu ke atas karena usus-usus tertekan uterus yang membesar kea rah diafragma kurang leluasa bergerak mengakibatkan kebanyakan wanita hamil mengalami derajat kesulitan bernafas.

d. Kenaikan berat badan ; terjadi kenaikan berat badan sekitar 5,5 kg, penambahan berat badan dari mulai awal kehamilan sampai akhir kehamilan adalah 11-12 kg.

e. Sirkulasi Darah ; hemodilusi penambahan volume darah sekitar 25 % dengan puncak pada usia kehamilan 32 minggu, sedangkan hemotokrit mencapai level terendah pada minggu 30-32 karena setelah 34 minggu massa RBC terus meningkat tetapi volume plasma tidak. Peningkatan RBC menyebabkan penyaluran oksigen pada wanita hamil lanjut mengeluh sesak nafas dan pendek nafas. Hal ini ditemukan pada kehamilan meningkat untuk memenuhi kebutuhan bayi.

II. Adaptasi Psikologis 1. Trimester I

Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan. Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan hamil. Pada saat inilah tugas pertama calon ibu :

- Untuk dapat menerima kenyataan akan kehamilannya.

- Saat mulai hamil maka hormon estrogen dan progesterone mengalami peningkatan sehingga akan mempengaruhi pada perubahan fisik


(56)

sehingga sering ibu hamil merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan dan kesedihan.

- Sering merenungkan dirinya dan sering muncul kebingungan tentang kehamilannya dengan pengalaman buruk yang pernah dialaminya sebelum kehamilan (terutama jika ia wanita karir), tanggung jawab baru akan dipikul, kecemasannya tentang kemampuan dirinya untuk menjadi seorang ibu, keuangan dan rumah, penerimaan kehamilannya berupa mual, lelah, perubahan selera, emosional.

- Kuatir akan terjadi keguguran mereka cenderung menunda memberitahukan orang lain bahwa dirinya hamil sampe ia benar-benar yakin.

- Libido sangat dipengaruhi oleh kelelahan dan rasa mual. 2. Trimester II

- Periode ini sering disebut sebagai periode pancaran kesehatan, saat ibu merasa sehat. Pada umumnya mereka sudah merasa baik dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar hormone yang tinggi dan rasa nyaman karena tidak hamil sudah berkurang. Perut ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai beban. Libido juga meningkat pada masa ini.

- Fase prequickening dan postquickening. Quickening mungkin

menyerang wanita untuk memikirkan bayinya adalah bagian dari dirinya.


(57)

3. Trimester III

Fase ini disebut sebagai periode penantian. Mulai muncul kekuatiran akan kesakitan untuk melahirkan. Merasa dirinya aneh dan jelek. Sangat memerlukan dukungan suami dan keluarga. Libido tidak setinggi pada trimester kedua.

a. Adaptasi Maternal ; adaptasi teruhadap peran sebagai ibu. Merupakan proses social dan kognitif kompleks yang bukan didasarkan pada naluri tetapi dipelajari. Kehamilan dapat menyebabkan krisis maturitas yang dapat menimbulkan stress tetapi ini dapat diimbangi dengan kesadaran wanita tersebut untuk menyiapkan diri untuk member perawatan dan mengemban tanggung jawab yang lebih besar.

b. Menerima Kehamilan ; langkah pertama dalam adaptasi terhadap peran ibu ialah menerima kehamilan dan mengasimilasi hamil ke dalam gaya hidup wanita tersebut. Tingkat penerimaan dicerminkan dalam kesipan wanita dan respon emosionalnya dalam menerima kehamilan.

c. Kesiapan Menyambut Kehamilan ; ketersediaan keluarga berencana mengandung makna bahwa kehamilan bagi banyak wanita merupakan suatu komitmen tanggung jawab bersama pasangan. Namun merencanakan suatu kehamilan tidak selalu berarti menerima kehamilan. Wanita lain memandang kehamilan sebagai suatu hasil alami hubungan perkawinan, baik diinginkan maupun tidak diinginkan, bergantung pada keadaan.


(1)

gak tahu perhatian yang kamu maksud lho…perhatiannya selain nemanin kamu apakah termasuk dipegang, dicium atau bagaimana ?

Iiih…ibu inilah buat aku jadi malu….iyalah buk termasuk itu…ibuk tau kan…aku sudah lama tidak disentuh sama laki-laki…lakik awak si TB datang hanya skali-skali ke Medan…jadi awakpun merindukan itu buk..lagian dia baik waktu itu sama aku…dia sering pegang tangan aku kan trus kadang cium-cium aku…

Peneliti : Ooh yaa..seperti itu ? apakah kamu senang setelah dia ciumin ? trus apakah waktu kalian pacaran hanya sekedar pegang dan cium ?

Iyaalah buuk….awak senang kaan…ada yang perhatian trus rasanya ada yang sayang sama awak….selepas itu kami saling suka..dan trus dia ajak untuk main kan buk…trus aku maulah buk…lagian dia pintar merayu aku buuk…buat aku melayang…aku sukak klo dia rayu-rayu gitu.

Peneliti : waktu berhubungan kamu gada pake KB atau minta dia pake kondom ? waktu itu gak takut hamil ?

“aaaakkhh…gak buuk…awak kan dah rindu kalii…mana sempat lagi pikir-pikir pake itu…ntah kenapa aku gak takut hamil buuk”

Peneliti : teringatnya..apa yang ada dalam pikiran kamu waktu tahu dia sudah punya istri…kenapa kamu trus mau berlanjut pacaran dengan dia ?

Emang buk…aku berpikir juga…dia itu kan ada bini…trus aku pernah tanya..”bang..cemana tuh bini abang ?” trus dia jawab : “gak apa-apa itu dek…dia mmg suruh abang cari perempuan lain lagi…” aku sich buk percaya aja karena aku dah sukak sama dia..

Peneliti : trus si TB apa reaksinya setelah kamu pacaran sm si I itu ?

Dia gak masalah lah buk…mungkin dia sukak juga biar habis bebannya sama awak..padahal aku sudah punya anak dari dia…malah dia yang suruh awak pacaran..

Peneliti : apa alasannya menyuruh aku pacaran lagi, apakah dia tidak cemburu? Mula-mula mungkin dia cemburu buk…buktinya dia selalu tanya-tanya seperti apa model si I…tapi lama-lama trus katanya supaya ada yang jaga-jaga aku di Medan…

Peneliti : apakah sampe sekarang dia mengirim kamu uang lagi dan untuk anak kamu ? Tidak lagi buk…waktu itu ada masalah juga sama mamak awak….dia pernah kirim uang sama awak empat juta lewat rekening bank adek awak…tapi adek awak malah kasi ke awak cuma dua juta, alasannya hanya dua juta..dia sekongkol dengan mamak awak buuk…trus aku marah sama si TB kenapa dia bohong hanya kasi awak dua juta padahal janjinya empat juta..akhirnya kami berantam dan


(2)

marah-marahan…dia gak percaya lagi sm awak trus mulai gak kirim-kirim lagi mulai bulan April 2012.

Peneliti : trus gimana membiayai anak kamu yang pertama dan dirimu ?

Awak pande-pandelah buk..dulu ada juga simpanan dan ada juga awak jual-jual barang sama orang…dari hasil itulah buuk…

Peneliti : Naah…saya mau tanya lagi..kenapa akhirnya kamu putuskan mau dinikahin siri sama si I padahal kamu sdh tahu dia sudah menikah ?

Kan kami udah dekat buk trus dia mau kawinin awak kan….jadi awak maulah buuk…walau dia sudah punya istri..kan di Islam boleh nikah siri trus katanya istrinya kasi izin dia kawin lagi dan awak dah kenal juga koq istrinya…dia emang gak kerja buk hanya istrinya yang bekerja….katanya juga istrinya selingkuh sama laki-laki lain…sama aku gak masalah buk jadi istri siri…

Peneliti : trus di mana kalian nikah siri dan siapa jadi saksi kalian ?

Kami nikah siri di daerah Kuala Begumit Binje karna di sana bapak awak buk yang sudah nikah lagi sama perempuan lain…dia jadi saksi kami…

Peneliti : ..tadi kamu bilang si I tidak bekerja, jadi gimana biaya hidup kalian? Iya buk…dia gak kerja tetap…hanya mocok-mocok bantu orang antar-antar barang…dia juga kuat kali merokok dan isap ganja…dia sering mintak uang awak buk..aku kasi aj..padahal waktu itu awak lagi hamil anaknya…

Peneliti : bagaimana awal mula dia kasar sama kamu ?

(Menjawab dengan mulai menangis sambil melelehkan air mata)…waktu aku hamil dua bulan kan buk..dia mulai kasar..smua awalnya karna uang…uang awak dah mulai habis dan awak mulai tahan-tahan sama dia….eeeh nanti uang itu dia habiskan untuk rokok dan ganja buk…jadi kalo awak gak kasi uang dia slalu pukul dan tendang awak buuk..padahal awak lagi hamil… “Dipaksanya aku ke kamar biar kuambil uang simpananku.karena ga mau aku, diambilnya rotan tilam trus dilibasnya aku. Kesetanan dia waktu itu. Aku ini suamimu..aku yang ngatur kw. Kalo ga bisa lg kw dibilangi, aku mau kawin lagi !!!! gitu katanya kak..takut kali aku ditinggalinya kak, siapa nanti bapak anakku kalo dia pigi..aku ga mw jd janda...akhirnya kukasi jugalah uangku untuk persiapan lahiran...

“kenapa suamimu itu gampang kali mukul ? ga diliatnya rupanya perutmu yang makin besar ?”

“kw ini kayak lembu, dihajar dulu baru nurut”gitu katanya kak..” “trus waktu dia tendang dan pukul kamu, gimana kehamilan kamu ?

“Aku langsung keguguran buk dan harus dikurek sama bidan di Klinik Bersalin Antara…itu terjadi bulan Maret 2012 td buuk…


(3)

Peneliti : waah…trus waktu dia tendang dan pukul kamu, gimana kehamilan kamu ? Aku langsung keguguran buk dan harus dikurek sama bidan di Klinik Bersalin Antara…berdarah-darah awak buuk…itu terjadi bulan Maret 2012 td buuk…

Peneliti : kenapa km diam saja diperlakukan spt itu ?knp tidak melawn ? apakah kamu laporkan ke polisi ?

Tidaklah buk…aku malu dan mamak aku juga dulu tdk tahu aku kawin siri sama dia…aku masih terima dia…namanya juga cinta kan buk.,..dia minta maaf waktu itu buuk…yaaah..aku luluh jugalah buuk…dia bilang dia cinta sm aku sambil nangis-nangis…ya namanya aku juga cinta sm dia makanya gak melapor ke polisi.. Peneliti : trus..bagaimana kamu bisa hamil lagi yang sekarang sedang kamu kandung ?

Naaah.,..selepas aku dikurek kan buuk…aku haid lagi di bulan April 2012, trus waktu habis haid lima hari…(akhir April) aku main lagi berhubungan sama si Irwansyah buuk…beberapa kali…rupanya waktu itu awak mulai masa subur dan awak langsung jadi hamil…naaah itu yang dia gak percaya…katanya : “kau koq cepat kali bunting ? kau ngelonte ya ? itu bukan anak aku…dasar kau lonte…” aku bilang sama dia buuk.,…”bukan bang aku tidak ngelonte tapi aku memang hamil sama abang” awak nangis-nangis buk supaya dia percaya…tapi tetap tidak percaya dan tidak akui ini yang di perutku anaknya…padahal aku sudah hitung sama dia masa sabur aku habis haid….dasar dia kurang ajar buuk…tapi aku tetap sayang sm dia buuk…

Peneliti : naah..setelah itu bagaimana hubungan kamu dengan dia ?

Dia tetap juga datang ke rumah awak buuk..kalo dia mau main sama awak….awak trima ajalah buuk…

Peneliti : kayaknya km tetap suka sama dia ya walau dia kasar, kenapa kamu bisa trima dia ?

Cemanalah buuk kan…aku sudah sukak sama dia trus memang klo kami main…aku sukak buuk…aku puas dia buat…

Peneliti : apakah di hamil yang sekarang dia pernah pukul kamu lagi ?

Di hamil yang sekarang dia tidak pernah pukul awak lagi buk tapi dia sering memaki kalo marah…(“apa yang dia bilang ?”)…eeh kalo dia merayu juga buk sering…dia bilang begini lewat sms dan awak simpan sampe sekarang (peneliti ikut membacanya….) isi sms : “dek..pepek kau enak kalilah…abang selalu ingat dan gak bisa melupakannya” (kamu senang dgn smsnya itu ? tanya saya)…dia jawab : “ada senangnya karna dia puji aku punya enak buuk tapi sedihnya dia kata2nya kasar…makanya aku simpan sms ini buuk…” (trus klo dia marah, apa smsnya


(4)

?”…A membuka smsnya dan saya ikut baca..) isi sms : “dasarlah pepek kau…lonte…!” (trus apa km jawab ?)…aku gak jawab dia buuk…nanti dia lebih kasar..kadang-kadang aku jawab kasar juga buuk…dia lebih menjadi dan sll bilang aku “lonte”…

Peneliti : mnrt km kenapa dia kasar sm kamu ?

Karna aku tidak kasi uang sama dia buuk,,,daasar dia kurang ajar mau enaknya aja..udah aku tidak pernah dikasi uang sampe sekarang tapi selalu minta uang awaak buk…gimana itu kan? (kenapa tidak kau tinggalkan aja dia? Dia tidak punya kerja ? tahunya buat anak dan tidak tanggung jawab ? saya sengaja memancing emosinya?)…aku juga gak tau buuk….mmm..awak seperti orang bodoh aja terikut sama dia…(setelah itu kalian masih sering hubungan seks ?)…masihlah buuk…dia sukak datang minta sama awak…yaah awak ladenilah namanya suami juga kan…trus dia sukak cemburu sm aku buuk.. Apakah kamu gak pake KB waktu dia minta berhubungan ? Gaklah buuk.. “Suamiku itu selalu aja nyalahin aku kak...ga pernah sekali pun dijaganya perasaanku. Kalo dah marah, lancar kali mulutnya maki-maki aku...tertekan kali aku....berteman aja aku ga dkasi, dikekangnya kali aku...dia itu cemburu buta ama ku..tega dia bilangin aku perempuan murahan..kk lah dulu, gimana perasaan ibu kalo dibilang perempuan murahan padahal ibu lagi ngandung anaknya (sambil menangis)....kalo ga enak rasanya masakan di rumah, mau nanti dia marah-marah sambil banting barang-barang. Ga pernah dihargainya perasaanku, tiba-tiba marah ga ada sebab... dia ga cocok sama bos nya atau dia lg nganggur tapi awak jadi sasarannya...kayak ga suamiku aja dia tu...padahal dah habis aku “dikerjainya”...kalo lagi ada maunya, dibilangnya pepekku enak kali, tapi kalo dia marah dibilangnya aku lonte....

aku main lagi berhubungan sama dia buuk…beberapa kali…rupanya waktu itu aku mulai masa subur dan aku langsung hamil… dia gak percaya…katanya : “kau koq cepat kali bunting ? kau ngelonte ya ? itu bukan anak aku…dasar kau lonte…” aku bilang sama dia buuk.,…”bukan bang aku tidak ngelonte tapi aku memang hamil sama abang” aku nangis-nangis buk supaya dia percaya…tapi tetap tidak percaya dan tidak akui ini yang di perutku anaknya…padahal aku sudah hitung sama dia masa sabur aku habis haid….dasar dia kurang ajar buuk…tapi aku tetap sayang sm dia…”

Peneliti : selama ini gimana kandungan kamu ? apakah mengalami gangguan ? apakah ada niat kamu menggugurkan waktu tahu kamu hamil ?

Waktu tahu aku hamil dan dia sering bilang aku “lonte” aku berusaha gugurkan anak ini di perut waktu aku hamil tiga bulan…(kamu dengan cara apa mo gugurkan ? tanya saya)…eemmm…awak minum jamu yang untuk


(5)

menggugurkan (apa namanya ?)..namanya jamu cap wayang buuk….tapi aku sering minum jamu itu tapi anak ini tidak keluar…hanya darah-darah dikit buuk…(trus kamu periksakan ke klinik tidak ?)…iya buuk awak pereksakan sama bidan…kuat rupanya anak ini di perutku buuk…akhirnya aku urus aja sampe sekarang buuk hampir 7 bulan lebih ini……(apakah kamu rajin periksa kehamilanmu ?)…aku baru dua kali periksa buuk…malas juga awak periksakan..lagian awak gak da keluhan koq buuk…tapi pernah waktu aku gugurkan aku kejang sdikit buuk…trus aq ke bidan..tapi tdk apa-apa..aku gak suka anak ini…aku benci dan rencanaku mo awak kasi sama orang aja nanti…

Peneliti : Selama kamu hamil apa saja yang kamu rasakan perubahan di tubuh kamu? Apakah berat badanmu banyak bertambah dan tubuh yang lain gmn?

Aku jarang pereksa buuk…aku gak nambah banget..udah tujuh bulanan gini hanya lapan kilo nambahnya...aku malas makan..beda sama anak yang pertama dulu, aku dulu puas dimanja dengan uang..sekarang..uangkupun yang dikoreknya..paling-paling suka indomie..habis aku juga gak punya uang..”

Peneliti : Apakah kamu merasakan pergerakan anak di kandunganmu baik-baik saja ? Iya buuk…kadang-kadang dia gerak-gerak tapi gak sering…aku gak peduli kali buuk..

Peneliti : suami km tak ada dan kamu sering menangis kamu sering menangis, apa yang kamu rasakan reaksi janin di perutmu ?

Aku gak perhatikan buuk..yang sering hatiku jadi marah, anak ini biasa-biasa aj dia..” trus stiap kamu ingat suami, gmn anak di perutmu atau tubuhmu? “setiap aku ingat dia, aku sering marah dan nangis-nangis..aku jalan-jalan ke rumah kawan awak buuk…aku gak rasa2 banget gimana perut aku buuk…” waktu kehamilanmu empat bulan atau sampe sekarang, apakah pernah kamu pengen melakukan hub seks sama suami atau laki-laki lain ? “iya buuk namanya aku kan masih butuh..tapi bukan laki-laki laeen aku cari…jd klw suamiku datang aku terima aj dia tidurin aku..padahal dia dah maki-maki aku duluan…aku kan butuh..jadi aku biarkan…” Lagi hamil begini kamu berhubungan, pake kondom tidak ? “iya buuk lagi hamil ini…aku gak pake apa-apa…tp kadang habis kami maen..ada gatal-gatal aku rasakan di punyakku…agak bauuk dikit buuk…” kamu periksa ke bidan ? ”gak buuk..aku cuci-cuci aja pake sabun sirih biar wangi tp emang gatal terus..” Peneliti : sekarang mana suami km itu ?

Dia keluar kota buk ke Jambi…katanya mo cari kerja…aku minta uang sama dia tapi alasannya selalu tidak ada uang…(pernah dia pulang ? apa yang dia lakukan sm km?)..pernah buuk dia datang dan minta aku ladeni napsu badaknya itu….(kenapa kamu mau dan tidak menolak?)…gak bisalah aku tolak buuk…dia


(6)

datang dan minta terus…selama dia di Jambi dia selalu pantau awak dan selalu bilang : “kau jangan ngelonte ya dek…ini barangku pengen masuk ke pepekmu”…(waah..luar biasa..kata saya)…

Peneliti : tadi kamu cerita hubungan kamu dengan ibu dan adik-adik kamu tidak baik ya ? kenapa seperti itu ? kayaknya kamu tidak pernah melibatkan ibu kamu dalam menikah (siri) ?

Iya buuk…mamak awak dan adek awak kayaknya sirik kali sama awak..org tu mau uang awak aja tapi awak susah tidak ditolong….(tapi kamu kan dikasi nih tinggal di kamar ini ? kenapa bilang tidak baik?)…iyalah buuk..ini kan kamar yang gak layak..udah lapuk…reyot, jelek…aku rencana mau keluar dari rumah ini…(udah berapa lama kamu di sini ?) udah 1tahun lebih buuk….

Peneliti : bagaimana nanti biaya persalinan kamu ?

Aku ada simpan dikit buuk…klw dia si kurang ajar itu gak mau tanggung jawab lagi…aku udah ngomong sama bidan..supaya dikasi kurang dikit biayanya…(bidannya mau ?)…mau buuuk..bidannya baik sama awak dan kasian sama awak,,,,sering nasehatin awak dia buuk…(tetap menangis sambil mengelus perutnya yang buncit)

Peneliti : apa rencana kamu setelah melahirkan nanti..kan dah mau dekat ya ? Selepas melahirkan nanti…aku mau ke Malaysia lagi buuk…tetap dengan pake visa pelancong…(lho…anak kamu nanti gimana ?) aku titip sama kakak sepupu yang mau ambil anak aku buuk…(yang paling besar gimana juga ?)…aku titip juga buuk…nanti aku rencana selepas netek dan beberapa bulan…aku pergi..trus aku kirim uang dari sana…(rencana mau kerja di mana?)…aku mau kerja di tempat massage sama seperti dulu…

Peneliti : eeeh dulu…kamu waktu pergi ke Malaysia masih perawan tidak ? Masihlah buuk…dulu emang sama tunangan awak kami sering ciuman bahkan sampe bukak baju tapi barangnya gak masuk ke aku punya buuuk…..(ooooooh….kata saya…!!)

Peneliti : dulu waktu kecil km tinggal di mana ? trus rajin ga ortu km suruh sholat ? Aku waktu kecil hidup di kampung stabat sana dekat sawit-sawit..orangtua cerai..kami semua hidup suka-suka dan kami dari dulu tidak dipaksa untuk sembayang..semua kami hidup suka-suka karna orangtua kami juga kawin cere. Observasi

- selalu menangis tapi berusaha pasrah akan keadaan :

- Sepertinya tidak ada penyesalan yang mendalam dari raut wajahnya.

- Sering keluyuran keluar rumah tidak mengurus diri dan rumahnya yang jorok dan bau