21
sosial jumlah stakeholder meliputi seperti yang dimiliki pada kewirausahaan bisnis, ditambah beberapa pihak lain, yaitu anggota
masyarakat yang terlibat, perangkat desa yang mendukung, kelompok- kelompok yang menjadi sasaran program dan yang berpotensi menjadi
stakeholder bagi aktivitas kewirausahaan sosial. Artinya, lingkaran
stakeholder kewirausahaan sosial, jauh lebih luas dan bervariasi
dibandingkan kewirausahaan bisnis.
3. CAPAIAN
DARI KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Berikut ini adalah beberapa capaian dari kewirausahaan sosial seperti digambarkan oleh diagram di muka:
1. Nilai sosial social value
Nilai sosial dalam hal ini merupakan satu terminologi yang agak sukar untuk didefinisikan. Dewey 1939, dalam Lumpkin 2011:5
menyatakan bahwa secara umum penciptaan nilai sosial adalah hal-hal yang dapat meningkatkan kesejahteraan secara umum. Istilah nilai
sosial digunakan untuk membedakannya dengan istilah peningkatan nilai ekonomi economic value creation, yang cenderung membatasi
diri pada ukuran pendapatan finansial. 2.
Usaha pemuasan beragam stakeholder Salah satu keunikan dari kewirausahaan sosial adalah bahwa
aktivitas ini memiliki banyak stakeholder. Stakeholder-nya tidak hanya pelanggan, pemasok, karyawan namun jauh lebih luas dari itu. Gerakan
kewirausahaan sosial dalam hal ini, juga memiliki anggota masyarakat, pengurus organisasi pedesaanperkotaan, volunteer yang terlibat juga
22
sebagai stakeholder. Artinya, karena memiliki tujuan sosial yang lebih luas, maka sangat wajar jika kemudian gerakan ini memiliki jumlah
stakeholder yang lebih banyak. Hal ini tentu menuntut konsentrasi dan
perhatian penuh dalam upaya peningkatan kepuasan stakeholder tersebut.
3. Kesinambungan solusi
Berdasarkan berbagai uraian di muka, tampak bahwa salah satu tantangan terbesar bagi kewirausahaan sosial adalah kesinambungan
solusi. Wirausaha sosial Prasojo dalam Bornstein, 2006 oleh Bill Drayton digambarkan sebagai manusia yang tidak hanya puas memberi
‘ikan’ bagi si miskin, atau puas mengajari mereka ‘cara memancing’, tetapi orang-orang yang terus berjuang, tanpa mengenal lelah,
melakukan perubahan sistemik –tidak sekedar memberi ‘ikan’ atau ‘pancing’, tetapi mengubah sistem ‘industri perikanan’ untuk
terciptanya keadilan dan kemakmuran lebih luas. Artinya bahwa, semangat
dari kewirausahaan
sosial adalah
solusi yang
berkesinambungan. Lumpkin
2011:7 menyatakan
bahwa ada
dua argumenpenjelasan terkait pentingnya kesinambungan yang perlu
diperhatikan, yaitu kesinambungan aktivitas dari perspektif sumber daya Dees dan Anderson 2003 dan institualisasi dari solusi perubahan
sosial Mair and Marti, 2006. Artinya, berbicara tentang kesinambungan berarti tidak hanya memberi perhatian pada
keberlanjutan solusi, namun juga sumber dayanya. David McClellan dalam Borstein, 2006:18 menyatakan bahwa mereka lebih
menghargai pertimbangan jangka panjang di atas perolehan jangka pendek.
23
Terkait dengan praktik Pekerjaan Sosial dalam wujud pelayanan-pelayanan sosial yang dapat diberikan, sudah semakin
dibutuhkan keberadaannya sebagai bagian dari sistem sosial dalam masyarakat baik dalam keadaan masyarakat saat ini ataupun untuk arah
perkembangan situasi dan kondisi masyarakat pada masa yang akan datang. Masyarakat membutuhkannya, namun tidak mengetahui
kemana mencarinya. Saatnyalah para Pekerja Sosial menunjukkan jati dirinya dengan karya-karya nyata dalam bentuk-bentuk pelayanan
sosial; tidak hanya untuk membantu pemecahan masalah, melainkan menata sistem sosial masyarakat itu sendiri agar kondusif untuk
pengembangan diri warganya. Untuk mewujudkan hal tersebut, kewirausahaan sosial sebagai
suatu metode bagi seorang Pekerja Sosial memiliki keunikan dalam hal penerapannya
guna menyelesaikan
masalah sosial,
yaitu: kewirausahaan sosial menggabungkan Social Objectives, Demokrasi,
Enterpreuneurship , dan Business yang keempat hal tersebut menjadi
suatu roda siklus prosedur pelaksanaan social enterprise. Ketika ada suatu permasalahan sosial, objektifikasi dilakukan guna melakukan
assessment terhadap masyarakat yang sedang dilanda masalah sosial.
Demokrasi dilakukan ketika sampai pada tahap planning dan pre- treatment
, segala bentuk masukan dan gagasan-gagasan mutakhir untuk melakukan pemecahan terhadap masalah sosial digabungkan.
Setelah itu ada enterpreuneurship, aspek ini digunakan lebih kepada tatanan mental para pengelola lembaga serta tahapan
pemecahan masalah sosial hingga bagaimana aspek kewirausahaan terasimilasi ke dalam masyarakat yang memiliki masalah sosial tadi,
dan ketika tidak ada lagi lembaga yang “menyuapi” dan membimbing
24
masyarakat yang memiliki masalah tadi, para wirausahawan sosial bisa menggali potensi yang dimiliki oleh masyarakat untuk kemudian
dilakukan empowerment. Terakhir, aspek business, aspek ini digunakan ketika dalam tatanan teknis prosedur pengelolaan lembaga, pengelolaan
value added
untuk potensi-potensi lingkungan serta proses pembentukan mental disiplin pada lembaga yang dibentuk.
Jika masalah sosial sudah dipandang sebagai komoditas, sehingga perlu ditumbuhkembangkan kata sebagian orang yang
diuntungkan karenanya, maka Pekerja Sosial harus mengajarkan kepada semua orang bahwa upaya penanganan masalah sosial adalah
juga komoditas yang harus ditumbuhkembangkan. Dengan globalisasi dunia dewasa ini, masalah sosial tidak hanya bersifat lokal, regional,
dan nasional; melainkan berskala internasional. Lebih jauh lagi, sesungguhnya pemecahan masalah hanyalah bagian kecil dari praktik
Pekerjaan Sosial karena tujuan sesungguhnya adalah pengembangan diri manusia human investment.
Dalam kewirausahaan sosial hal yang paling penting dilakukan adalah dalam hal pelaksanaan pengembangan diri dari masyarakat itu
sendiri, yaitu sikap mental para pelaksana dan bagaimana caranya agar mental berusaha dan berjuang dapat embodied ke dalam objek sasaran
program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan. Terlepas dari betapa peliknya penyelesaian masalah bangsa ini, mudah-mudahan
kewirausahaan sosial dapat menjadi solusi alternatif yang dapat lebih bermanfaat bagi bangsa ini kelak.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bornstein, David, 2006, Mengubah Dunia; Kewirausahaan Sosial dan Kekuatan Gagasan Baru
, Jakarta : Kerjasama Yayasan Nurani Dunia dengan INSIST Press
Boyer, Robert, “Menanam Kembali Ekonomi ke Dalam Proses Sosial”, Jakarta: KOMPAS, Jumat, 14 Juli 2006.
Braun, Karen, 2009, Social Entrepreneurship: Perspectives on an Academic Discipline
. Theory in Action, Vol. 2, No. 2. British
Council, Skills
for Social
Entrepreneurs ,
www.britishcouncil.or.id C. Korten, David, 1982, Pembangunan Berpusat pada Manusia,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. John Elkington Pamela Hartigan, The Power of Unreasonable
People: How Social Entrepreneurs Create Markets That Change the World Chapter 1: Creating Successful Business
Models. USA: Harvard business school press.
Karen Braun, 2009, Social Entrepreneurship: Perspectives on an Academic Discipline
. Theory in Action, Vol. 2, No. 2. Kirdt – Ashman, Karen K dan Grafton H. Hull, Jr, 1993,
Understanding generalist Practice , Nelson-Hall Publishers:
Chicago, USA. Matin, Roger L. Sally Osberg, 2007, Social Entrepreneurship: The
Case for Definition , Leland Stanford Jr. University
Pincus, Allan dan Anne Minahan, 1973, Sosial Work Pratice: Model and Methode
, Illinois – USA : FE Peacock Phubliser Inc. Suradi, 2001, “Model Generalis dalam Praktek Pekerjaan Sosial:
Intervensi Sosial Berpusat pada Masalah ”, Informasi Kajian
26
Permasalahan dan Usaha Kesejahteraan Keluarga, Vol 6 Nomor 2, Puslitbang Kesejahteraan Keluarga, Jakarta.
V. Winarto, 2008, Membangun Kewirausahaan Sosial: Meruntuhkan dan Menciptakan Sistem secara Kreatif
, Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
27
TOPIK 2
KONSEP DASAR PEKERJAAN SOSIAL
KEGIATAN BELAJAR 1: Kesejahteraan Sosial,
Sumber- sumber
Kesejahteraan Sosial,
fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial KEGIATAN BELAJAR 2: Profesi Pekerjaan Sosial dan Pekerja
Sosial KEGIATAN BELAJAR 3: Praktik Pekerjaan Sosial Generalis
28
KEGIATAN BELAJAR 1
Konsep merupakan satu atau sekumpulan kata yang mengandung satu gagasan. Beberapa konsep dasar akan dikemukakan
dalam bagian ini mengingat pengertian konsep-konsep tersebut dalam lingkup bidang kesejahteraan sosial di Indonesia masih sangat beragam
tergantung sudut pandang yang merumuskannya.
1. KESEJAHTERAAN SOSIAL