Treatment group PENGANTAR PEKERJAAN SOSIAL.

180 diambil oleh kelompok aksi sosial agar dapat dipastikan bahwa harapan-harapan kelompok telah memasuki proses pencapaian.

2. Treatment group

Istilah treatment group memiliki arti yang luas dan mencakup beberapa kelompok yang satu sama lain memiliki kemiripan tujuan. Toseland Rivas mengemukakan 5 tipe treatment group, antara lain:

a. Growth groups

Growth groups didesain untuk mendorong dan mendukung perkembangan individual anggota kelompok. Anggapannya adalah bahwa individu dapat berkembang dengan cara membantu mereka mencapai pemahaman akan dirinya yang lebih mendalam. Pengalaman yang terjadi dalam growth groups ini terdiri dari berbagai macam aktivitas yang didesain untuk membantu para partisipan meraih tujuannya. Misalnya, growth group yang mefokuskan kegiatannya untuk membantu para pasangan agar bisa berkomunikasi lebih baik satu sama lainnya. Pendekatan latihan yang dilakukan bisa berupa mendengarkan keterampilan masing-masing, klasrifikasi nilai yang ada di antara pasangan, dan saling mengirimkan pesan yang jelas. Growth groups berfokus pada membantu individu meraih potensinya dan tanpa anggapan bahwa partisipan orang yang ikut serta didalamnya adalah mereka yang selalu mempunyai masalah.

b. Remedial groups

Remedial group kadang dianggap sebagai kelompok terapi, yaitu kelompok yang berupaya membantu klien dan bertujuan 181 mengubah beberapa aspek dari perilaku klien. Istilah dari remedial group ini diartikan sebagai kelompok yang memiliki tujuan untuk menyembuhkan klien dari problematika pengalaman hidupnya. Fokus dari jenis kelompok ini adalah memperbaiki masalah yang dirasakan secara intrapersonal maupun interpersonal atau pada pembelajaran terhadap pemecahan masalah yang lebih baik dan terhadap gaya mengatasi masalah. Peran Pekerja Sosial memiliki visibilitas yang sangat tinggi di kelompok jenis ini. Pekerja Sosial bisa memulai perannya dengan menjadi direktur, menjadi tenaga ahli, tergantung pada kebutuhan dari kelompok itu sendiri, dan mungkin saja Pekerja Sosial bisa menjadi fasilitator kemajuan dari kelompok ini.

c. Educational groups

Merupakan sejumlah kelompok yang didesain untuk menyediakan informasi bagi para anggotanya tentang diri mereka sendiri ataupun tentang orang lain. Tujuannya adalah untuk mendidik atau mengajari anggota kelompok tentang beberapa isu atau topik. Hal tersebut bisa dilakukan melalui bermain peran, presentasi yang mendidik, aktivitas-aktivitas, dan diskusi. Contohnya kelompok orangtua pengadopsi yang prospektif, kelompok wanita dengan minat melahirkan dengan cara normal, kelompok praktik parenting. Sama dengan growth groups , educational groups ini bekerja dengan tanpa anggapan bahwa mereka yang menjadi anggota adalah mereka yang mempunyai masalah. Para Pekerja Sosial, sama seperti pada remedial group , bisa menjadi pemimpin kelompok ini. Pekerja 182 Sosial bisa melakukan banyak presentasi yang menyajikan informasi-informasi baru dan menjadai tenaga ahli dari kelompok tersebut.

d. Socialization group

Kelompok ini membantu partisipan dalam menjadikan kebutuhan akan keterampilan menjadi hal yang tersosialisasi di masyarakat. Anggapannya adalah bahwa anggota kelompok adalah orang-orang yang memiliki sedikit jenis keterampilan sosial. Contohnya, kelompok yang dikembangkan untuk remaja yang pernah mengalami perilaku menyimpang. Program konseling yang berbasis petualangan adalah salah satu contoh kegiatan yang dilakukan kelompok ini. Program ini menitikberatkan pada keterampilan fisik, uji keberanian, membangun kerjasama tim dan kepercayaan diri yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan sosial mereka dan menyalurkan energi mereka kepada aktivitas sosial yang diakui masyarakat. Visibilitas peran Pekerja Sosial dalam kelompok ini termasuk dalam kategori tinggi. Pekerja Sosial bisa menjadi seorang direktur atau tim ahli yang mendesain program dan memimpin anggota kelompok melewati setiap proses dan latihan.

e. Mutual aid groups

Mutual aid groups merupakan sekelompok orang yang terdiri dari berbagi karakteristik tertentu untuk mendukung satu sama lain dengan saran, dukungan emosional, informasi, dan bantuan lainnya Barker, 1991. Kelompok ini memiliki pemimpin yang profesional dan terorganisasi secara formal amupun informal. 183 Istilah mutual aid group ini sering ditukarbalikan dengan istilah “self-help group” karena keduanya bertujuan menjadikan anggota-anggotanya saling mendukung satu sama lain. Tapi yang paling penting adalah istilah mutual aid group ini digunakan dalam Pekerjaan Sosial untuk menerangkan kelompok dengan pendekatan saling mendukung yang kuat. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran Pekerja Sosial dalam setiap jenis dari treatment group ini memiliki kesamaan dan perbedaan satu sama lainnya. Singkatnya, peran sebagai pemimpin memiliki visibilitas yang tinggi dalam educational groups , remedial groups, maupun socialization groups. Dalam setiap kasus, Pekerja Sosial bisa menjadi direktur, tenaga ahli, atau tokoh pemimpin. Dalam Growth groups dan beberapa remedial groups Pekerja Sosial yang menjadi pemimpin dalam kelompok tersebut bisa menjadi fasilitator, yang secara sederhana membantu anggota kelompok mencapai tujuannya. Biasanya Pekerja Sosial akan bekerja lebih aktif pada tahap pertama perkembangan setiap jenis kelompok. Untuk tahap perkembangan yang lebih lanjut, peran Pekerja Sosial mengarah pada konsultan, tenaga ahli, dan peran panutan. Kebutuhan setiap jenis kelompok menentukan peran yang akan dimainkan oleh Pekerja Sosial. Jadi, Pekerja Sosial harus bisa “melueskan” atau membuat fleksibel dan memodifikasi tipe dan tingkat keterlibatan mereka dalam kelompok sesuai dengan kebutuhan. Para Pekerja Sosial juga perlu menggunakan keterampilan yang bervariasi tergantung pada tahap perkembangan kelompok, keterampilan para anggotanya, dan jenis dari kelompok itu sendiri. 184 Peran Pekerja Sosial dalam Kelompok diantaranya adalah sebagai: 1. Broker, yaitu semacam penghubung antara klien dengan pihak- pihak yang dapat membantunya 2. Mediator, yaitu Pekerja Sosial yang membantu menyelesaikan konflik, pertikaian ataupun perselisihan anggota kelompok 3. Educator, yaitu sebagai guru, Pekerja Sosial memberikan informasi baru, model-model untuk membantu partisipan mempelajari keterampilan baru 4. Fasilitator, yaitu sebagai orang yang akan mempermudah dan meringankan jalan partisipan Dasar Dinamika Kelompok Setiap kelompok mengalami tahapan perkembangan, adapun tahapan perkembangan sebuah kelompok adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama, dalam tahapan ini semua anggota sangat bergantung dan mengharapkan arahan dari pimpinan 2. Tahap kedua, anggota mulai fokus pada dirinya sendiri, dan mulai mengambil tanggung jawab yang lebih besar 3. Tahap ketiga adalah tahap bekerja, dalam tahapan ini, anggota mulai menyukai berada dalam kelompok, dan memiliki gairah yang tinggi untuk bekerja 4. Tahap keempat adalah tahapan yang menunjukkan bahwa kelompok sudah mencapai tujuannya dan para anggota kelompok mulai terpisah secara emosi 185 Budaya Kelompok, Norma dan Kekuasaan Setiap kelompok akan mengembangkan budayanya sendiri, termasuk didalamnya tradisi, kebiasaan dan nilaikepercayaan yang dianut bersama oleh para anggotanya. Budaya ini akan menentukan bagaimana para anggota bereaksi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya dan juga dengan pimpinannya. Ukuran Kelompok, Komposisi dan Durasi Beberapa hal ini perlu dipahami oleh Pekerja Sosial karena ada beberapa kelompok yang tidak bisa diganggu gugat seperti keluarga; kita tidak bisa mengubah ukuran ataupun komposisinya, dan ada juga yang bisa diubah serta bersifat fleksibel. Pengambilan Keputusan dalam Kelompok Proses pengambilan keputusan dalam sebuah kelompok dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah: 1. Pengambilan keputusan dengan konsesus Yaitu sebuah proses dengan jalan individu dan kelompok mencapai persetujuan umum tentang tujuan bersama dan cara untuk mencapainya 2. Pengambilan keputusan dengan kompromi Kelompok mencari satu solusi yang hampirsebagian besar anggota dapat mendukungnya, atau suatu keadaan yang mengharuskan seseorang berkata “dalam situasi ini, inilah yang bisa kita sepakati” 3. Pengambilan keputusan dengan Mayoritas Keputusan diambil bila lebih dari setengah anggota setuju. 186 4. Diputuskankeputusan tergantung oleh individu Hal ini terjadi bila ada satu orang yang sangat dihargai ditakuti, sehingga seluruh anggota menyerahkan pengambilan keputusan ke satu orang tersebut 5. Persuasikeputusan mempertimbangkan pendapat ahli Jika anggota tim terdiri dari multi disiplin, maka masing-masing disiplin akan mendapat kehormatan untuk pengambilan keputusan di bidang yang dikuasainya 6. Rata-rata pendapat anggota Keputusan dibuat berdasarkan rata-rata pendapat anggota; hal ini lebih mudah jika keputusan yang ingin dibuat sifatnya rangking angka 7. Ditentukan oleh minoritas Ini terjadi ketika sekelompok minoritas memiliki perasaan yang sangat kuat terhadap putusan tertentu. Keputusan ini dapat terjadi ketika kelompok minoritas tersebut memiliki sikap yang kuat atau konsentrasi terhadap isu tertentu 8. Teknik Nominal kelompok Tujuan dari teknik ini adalah untuk meng-assess masalah, kebutuhan, minat dan tujuan yang ada Barker 1987. Diawali dengan setiap anggota menuliskan ide-idenya tentang permasalahan. Kemudian pimpinan mempersilakan satu demi satu diungkapkan dan ditulis di papan yang besar. Setiap anggota juga bebas untuk menambahkan idenya ketika ia mendengarkan ide orang lain, begitu selanjutnya. 9. Brainstorming 187 Seluruh peserta mengemukakan idenya dalam waktu singkat tanpa boleh ada sanggahan, dan pemimpin menuliskannya di papan yang besar KEGIATAN BELAJAR 3 Community Development Berbicara mengenai Profesi Pekerjaan Sosial, dari awal pertumbuhannya telah melewati perjalanan yang panjang. Para almoner yang berkerja di rumah sakit-rumah sakit di Inggris, telah memberikan aspirasi pada seorang wanita pamikir pada zaman itu Mary Richmond untuk membidani lahirnya sebuah profesi baru yang dikenal dengan sebutan “Case Work”. Kelahiran profesi ini didesak oleh kesadaran akan perlunya peningkatan mutu pelayanan-pelayanan sosial untuk menangani masalah-masalah anak dan keluarga, kemiskinan, kecacatan, dan jompo, yang semula ditangani secara “trial and error” melalui kegiatan-kegiatan amal saja. Pada perkembangan selanjutnya, kemudian disadari bahwa penggunaan metode perorangan Case Work saja dirasa terlalu berat, jika harus diarahkan pada penanganan masalah-masalah sosial yang kuantitas maupun kualitasnya terus meningkat. Metode Pekerjaan Sosial dengan Kelompok Group Work, Pengorganisasian Masyarakat Community Organization, Pengembangan Masyarakat Community Development , disusul dengan pendekatan-pendekatan lainnya, termasuk Administrasi Pekerjaan Sosial dan Penelitian Pekerjaan 188 Sosial, kemudian bermunculan dan memperkaya khasanah pendekatan profesi baru yang selanjutnya dikenal dengan Profesi Pekerjaan Sosial. Perkembangan profesi baru ini tidak hanya berhenti sampai di situ saja, seiring dengan perkembangan masyarakat dan berbagai penemuan teknologi baru dalam bidang-bidang lain, profesi Pekerjaan Sosial pun terus sibuk memoles dan memperbaiki diri. Pada tahap perkembangan selanjutnya, Perencanaan Sosial mulai diakui sebagian orang sebagai metode Pekerjaan Sosial tersendiri. Selain itu, aliran generalist, kemudian lahir dan mendeklarasikan bahwa “intervensi multi level” merupakan pendekatan yang perlu ditempuh agar penanganan masalah dapat lebih komprehensif dan tuntas. Aliran generalist kemudian merebak tanpa dapat dibendung, kemudian disusul dengan bermunculannya berbagai pendekatan baru, walau tidak selalu berasal dari penemuan teori baru. Pendekatan-pendekatan tersebut diantaranya, pendekatan ekologi, pendekatan sistem, pendekatan pengubahan perilaku, pendekatan ekitensialis dan banyak lagi. Dalam perkembangan terakhir, seperti dikemukakan David Cox 1993, pendekatan “Social Development” cenderung menjadi idola para Pekerja Sosial yang bekerja dengan masyarakat, yang banyak bergelut dengan pengentasan kemiskinan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan upaya pemerataan keadilan di dalam suatu masyarakat. Hal ini seiring dengan munculnya aliran terbaru dalam Pekerjaan Sosial yang dikenal dengan aliran radikal, yang memandang bahwa setiap permasalahan sosial yang timbul berkaitan erat dengan distribusi kekuasaan power. Pada era sekarang ini, teknik “empowerment” kemudian menjadi suatu teknik idaman para Pekerja Sosial. 189 Asal konsep Pengembangan Masyarakat terjemahan dari Community Development sebenarnya adalah Pengorganisasian Masyarakat Community Organization; yang bermakna mengorganisasikan masyarakat sebagai sebuah sistem untuk melayani warganya dalam setting kondisi yang terus berubah. Dengan demikian inti pengertiannya adalah mendorong warga masyarakat untuk mengorganisasikan diri untuk melaksanakan kegiatan guna mencapai kesejahteraannya sendiri. Di tingkat nasional, aktor-aktor institusinya adalah pemerintah, kalangan cendekiawan, kalangan bisnis, LSM, dan masyarakat biasa. Semuanya harus terorganisasi dalam sebuah kesatuan sistem untuk membangun masyarakat secara sinergis. Pengertian Community Organization itu sendiri dapat dibagi ke dalam dua, yaitu: 1. Dalam arti sempit dan operasional, berarti pengorganisasian kegiatan masyarakat. Pertanyaannya adalah bagaimana warga masyarakat akan melakukan kegiatan bersama ? 2. Dalam arti luas, berarti penataan masyarakat itu sendiri sebagai sebuah sistem sosial. Pertanyaannya adalah masyarakat yang bagaimana yang ingin dicapai ? Pada level mikro dan langsung, setiap institusi dan kegiatan industri harus menjalankan fungsi sosialnya melalui program-program kerjasama dengan masyarakat setempat, sehingga terjalin keserasian sosial. Masalahnya terletak pada pemahaman dan penerapan konsep partisipasi itu sendiri. Setelah puluhan tahun partisipasi diartikan sekedar melibatkan masyarakat dalam program atau kegiatan yang telah ditetapkan dan dibawakan fihak luar, masyarakat kehilangan kemandiriannya, melainkan bersikap menunggu bantuan 190 charityphilanthrophy . Bahkan setelah era reformasi bergulir mengubah paradigma program top-down menjadi bottom-up, people centered development, pemberdayaan; prosesnya masih membutuhkan curahan waktu, tenaga, dan upaya yang panjang. Sebagai sebuah proses, pengembangan masyarakat berarti sebuah proses tindakan sosial yang mendorong warga suatu masyarakat, untuk: a. Mengorganisasikan diri mereka sendiri untuk menyusun rencana dan melaksanakan tindakan bersama. b. Merumuskan kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah bersama c. Menyusun rencana kelompok dan individu untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah mereka sendiri. d. Melaksanakan rencana tersebut dengan sebanyak mungkin mengandalkan sumber-sumber yang ada. e. Menjangkau akses ke sumber-sumber di luar masyarakat baik dari badan-badan pemerintah maupun swasta guna mendukung sumber- sumber yang ada. Untuk keperluan praktis, dapat dikemukakan bahwa dalam ilmu sosial banyak terdapat istilah-istilah yang berbeda dengan pengertian yang sama. Istilah pengembangan masyarakat sesungguhnya bersumber pada istilah community development, yang kemudian oleh Jack Rothman 1979, disamakan pula dengan locality development. Dengan demikian jika dalam tulisan ini disebutkan ke tiga istilah tersebut, sesungguhnya pengertiannya sama. Pengembangan masyarakat didefinisikan sebagai :”sebuah model pengembangan masyarakat yang menekankan pada partisipasi 191 penuh seluruh warga masyarakat”. PBB 1955 mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai berikut : ”Pengembangan masyarakat didefinisikan sebagai suatu proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi ekonomi dan sosial bagi seluruh warga masyarakat dengan partisipasi aktif dan sejauh mungkin menumbuhkan prakarsa masyarakat itu sendiri”. Tropman, dkk 1993 mengemukakan, bahwa : ” …locality development merupakan suatu cara untuk memperkuat warga masyarakat dan untuk mendidik mereka melalui pengalaman yang terarah agar mampu melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan sendiri untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka sendiri pula”. Dari ke dua definisi tersebut dapat difahami dua hal : a. Masalah utama dalam CDLD adalah sosial ekonomi. b. Mensyaratkan partisipasi penuh warga masyarakat di dalam seluruh proses kegiatanmulai dari gagasan sampai kepada pemanfaatan. Konsep ini diterapkan pada sebuah lingkungan masyarakat setempat localitycommunity, yang biasanya masih memiliki norma- norma sosial tentang konsensus, homogenitas, dan harmoni identik dengan masyarakat perdesaan. 1. Tujuan : a. Tujuan antara : membangkitkan partisipasi penuh warga masyarakat. b. Tujuan akhir : perwujudan kemampuan dan integrasi masyarakat untuk dapat membangun dirinya sendiri. 2. Pendekatan : 192 Dengan bertumpu pada inisiatif dan partisipasi penuh warga masyarakat, maka penerapan CDLD lebih ditekankan kepada upaya untuk mengembangkan kapasitas warga masyarakat client- centered daripada pemecahan masalah demi masalah problem- centered . Bagi para perancang program pengembangan masyarakat, locality development berarti program pendidikan bagi masyarakat untuk mampu mengaktualisasikan dirinya sendiri dalam program-program pembangunan. 3. Kandungan operasional dalam Community Development. a. Kepemimpinan lokal Dengan system kemasyarakatan local yang relative masih bersifat organis dengan pola interaksi harmonis, maka dalam perencanaan dan implementasi program pengembangan masyarakat perlu dipertimbangkan, bahwa pemimpin-pemimpin masyarakat masih menempati posisi kunci baik dalam pembuatan keputusan maupun sebagai representasi masyarakat lokal itu sendiri. b. Jaringan Hubungan antar Kelompok Intergroup relations Masyarakat merupakan suatu system sosial yang besar, yang di dalamnya berisikan unit-unit sosial yang lebih kecil yang disebut kelompok. Dalam praktik pengembangan masyarakat, sesungguhnya yang dihadapi dan dikembangkan adalah kelompok-kelompok warga masyarakat sehingga menjadi sebuah jaringan kerja yang sinergis. Demikianlah mengapa pengorganisasian dan pengembangan masyarakat community organization and community development , sering pula disebut sebagai ‘intergroup relations’. 193 Sesuai dengan prinsip dasar yang digunakan dan menjadi gagasan inti locality development yaitu partisipasi klien, maka setiap langkah dalam proses locality development haruslah dilakukan oleh warga masyarakat itu sendiri dengan bantuan keahlian dan teknis dari system pelaksana dan system kegiatan. 1. Assessment Assessment merupakan langkah terpenting dari seluruh proses locality development, karena hasil assessment ini akan menentukan ketepatan serta efektivitas program locality development itu sendiri. Assessment mencakup needs assessment, identifikasi masalah, analisis masalah, dan resources assessment. Asesmen mencakup tidak hanya masalah klien, melainkan juga sumber-sumber, kekuatan-kekuatan, motivasi, komponen- komponen fungsional, dan faktor-faktor yang positif lainnya yang dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan klien, dalam meningkatkan keberfungsian, dan dalam mendukung pertumbuhan. 2. Plan of Treatment Planning , menurut Meryl Ruoss 1970 adalah organized foresight. Plan of Treatment merupakan sebuah proses insight dalam mengidentifikasi, memilah, menghubungkan masalah atau kebutuhan dengan sumber-sumber yang dapat didayagunakan untuk memecahkan masalah dan atau memenuhi kebutuhan melalui serangkaian kegiatan program dan proyek. 3. Treatment Tahap ini merupakan implementasi dari strategi locality development , monitoring, dan evaluasi. 194 Dalam tahap implementasi, maka perlu diperhitungkan situasi actual yang akan menentukan tindakan yang perlu dilakukan. Monitoring memberikan dua manfaat utama, yaitu : a. Memberikan informasi untuk pegangan sementara program masih sedang berlangsung. b. Memberikan informasi bagi evaluasi berkala Evaluasi ditujukan baik kepada pelaksanaan program proses dan hasil, maupun kepada kerjasama di antara semua pelaku. 4. Terminasi Terminasi merupakan langkah penghentian sementara sekuensi kegiatan locality development; yang mungkin kelak ditindaklanjuti dengan rangkaian kegiatan berikutnya. Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, sasaran, bidang garapan dan intervensi profesi Pekerjaan Sosial juga semakin luas. Globalisasi dan industrialisasi membuka kesempatan bagi Pekerjaan Sosial untuk terlibat dalam bidang yang relatif baru, yakni dunia industri. Seperti halnya Pekerja Sosial medik medical social worker yang bekerja di rumah sakit, para Pekerja Sosial industri industrial social worker ini bekerja di perusahaan- perusahaan, baik negeri maupun swasta, untuk menangani kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja, relasi buruh dan majikan, atau perekrutan dan pengembangan pegawai lihat Friedlander dan Thackeray, 1982; Payne, 1991; Johnson, 1984; DuBois dan Miley, 1992; Suharto, 1997. Di Indonesia sendiri, dunia bisnis dan industri merupakan sektor yang masih jarang melibatkan Pekerjaan Sosial. Namun demikian, di negara-negara maju seperti AS, Inggris, Australia dan New Zealand, 195 pemberian pelayanan sosial dalam perusahaan telah meningkat secara dramatis selama tiga dekade belakangan ini. Pekerjaan Sosial industri atau Pekerjaan Sosial di perusahaan occupational social work merupakan profesi yang sangat penting dalam pemberian pelayanan sosial, baik yang bersifat pencegahan, penyembuhan maupun pengembangan. Pekerjaan Sosial industri muncul di Amerika Serikat satu abad lalu. Di Eropa, bidang ini muncul pada tahun 1920an. Pekerjaan Sosial memang terlahir dalam konteks pertumbuhan masyarakat industri. Pekerjaan Sosial Industri dapat didefinisikan sebagai lapangan praktik Pekerjaan Sosial yang secara khusus menangani kebutuhan- kebutuhan kemanusiaan dan sosial di dunia kerja melalui berbagai intervensi dan penerapan metode pertolongan yang bertujuan untuk memelihara adaptasi optimal antara individu dengan lingkungannya, terutama lingkungan kerja. Istilah Pekerjaan Sosial Industri sesungguhnya memiliki beberapa nama lain, seperti Pekerjaan Sosial Kepegawaian Occupational Social Worker, Pekrjaan Sosial di tempat kerja Social Work in the Workplace, atau bantuanpelayanan bagi pegawai Employee Assisstance. Straussner, Shulamith Lala Ashenberg, Occupational Social Work Today: An Overview, dalam Shulamith Lala Ashenberg Straussner editor, Occupational Social Work , New York: The Hepworth Press, 1989 Mekanisasi dan otomatisasi melahirkan rutinitas pekerjaan dan membuat tenaga manusia tampak semakin tidak penting. Para pekerja kerah biru maupun kerah putih merasa tidak bermakna dan terancam karena kapan saja dapat digantikan oleh saingannya, yakni mesin. Perubahan teknologi, pergantian tenaga kerja shift, dan pemutusan 196 hubungan kerja yang semakin menjadi fenomena sehari-hari, sering menimbulkan kecemasan bagi para pekerja. Proses otomatisasi di AS menggantikan sekitar 2 juta pekerjaan setiap tahunnya. Para pekerja yang yang merasa tidak berguna dan tidak berdaya dalam pekerjaannya seringkali membawanya ke rumah dan masyarakat. Johnson, The Social Services: An introduction, New York: FE Peacock, 1984 mengklasifikasikan akibat-akibat industrialisasi yang bersifat negatif terhadap kesejahteraan manusia kedalam 5A, yaitu: 1. Alienation: perasaan keterasingan dari diri, keluarga dan kelompok sosial yang dapat menimbulkan apatis, marah, dan kecemasan. 2. Alcoholism atau Addiction: ketergantungan terhadap alkohol, obat-obat terlarang atau rokok yang dapat menurunkan produktifitas, merusak kesehatan pisik dan psikis, dan kehidupan sosial seseorang. 3. Absenteeism: kemangkiran kerja atau perilaku membolos kerja dikarenakan rendahnya motivasi pekerja, perasaan-perasaan malas, tidak berguna, tidak merasa memiliki perusahaan, atau sakit pisik dan psikis lainnya. 4. Accidents: kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh menurunnya konsentrasi pekerja atau oleh lemahnya sistem keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja. 5. Abuse: bentuk-bentuk perlakuan salah terhadap anak-anak atau pasangan dalam keluarga istrisuami, seperti memukul dan menghardik secara berlebihan yang ditimbulkan oleh frustrasi, kebosanan dan kelelahan di tempat pekerjaannya. 197 Beberapa permasalahan sosial lainnya yang terkait dengan industrialisasi adalah: diskriminasi di tempat kerja atau tindakan- tindakan tidak adil terhadap wanita, kaum minoritas, imigran, remaja, pensiunan, dan para penyandang cacat. Beberapa industri dan perusahaan juga kerap menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat di sekitarnya, seperti polusi udara, air, suara dan kerusakan-keusakan pisik dan psikis bagi para pekerjanya. Para Pekerja Sosial industri dapat membantu dunia industri untuk mengidentifikasi dan mengatasi berbagai biaya sosial social costs yang ditimbulkan oleh perusahaan. Dalam situasi dan kondisi yang demikian, Pekerja Sosial memiliki tugas dan peranan yang cukup penting, khususnya bagi para Pekerja Sosial Industri. Berikut akan dipaparkan Tugas dari para Pekerja Sosial Industri tersebut, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Johnson 1984, di mana ada tiga bidang tugas Pekerja Sosial yang bekerja di perusahaan, yaitu: 1. Kebijakan, perencanaan dan administrasi. Bidang ini umumnya tidak melibatkan pelayanan sosial secara langsung. Sebagai contoh, perumusan kebijakan untuk peningkatan karir, pengadministrasian program-program tindakan afirmatif. pengkoordinasian program-program jaminan sosial dan bantuan sosial bagi para pekerja, atau perencanaan kegiatan-kegiatan sosial dalam departemen-departemen perusahaan. 2. Praktik langsung dengan individu, keluarga dan populasi khusus. Tugas Pekerja Sosial dalam bidang ini meliputi intervensi krisis crisis intervention, asesmen penggalian masalah-masalah personal dan pelayanan rujukan, pemberian 198 konseling bagi pecandu alkohol dan obat-obatan terlarang, pelayanan dan perawatan sosial bagi anak-anak pekerja dalam perusahaan atau organisasi serikat kerja, dan pemberian konseling bagi para pensiunan atau pekerja yang menjelang pensiun. 3. Praktik yang mengkombinasikan pelayanan sosial langsung dan perumusan kebijakan sosial bagi perusahaan. Para Pekerja Sosial telah memberikan kontribusi penting dalam memanusiawikan dunia kerja. Mereka umumnya terlibat dalam pemberian konseling di dalam maupun di luar perusahaan, pengorganisasian program-program personal, konsultasi dengan manajemen dan serikat-serikat kerja mengenai konsekuensi kebijakan- kebijakan perusahaan terhadap pekerja, serta bekerja dengan bagian kesehatan dan kepegawaian untuk meningkatkan kondisi lingkungan kerja dan kualitas tenaga kerja Johnson, 1994; Suharto, 1997. Merujuk pada Saidi dan Abidin 2004, sedikitnya terdapat empat model atau pola sebuah perusahaan melakukan kegiatan CSR- nya, yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu : 1. Keterlibatan langsung Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan pada masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation . 199 2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca Cola Company, Yayasan Rio Tinto perusahaan pertambangan, Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund. 3. Bermitra dengan pihak lain Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosialorganisasi non-pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia PMI, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia YKAI, Dompet Dhuafa; instansi pemerintah Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaLIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos; universitas UI, ITB, IPB; media massa DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar 4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah 200 pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama. Dalam pelaksanaannya, konsep CSR seringkali diidentikkan dengan metode Pengembangan Masyarakat Community Development yang akhir-akhir ini banyak diterapkan oleh perusahaan dengan istilah ComDev . Bila ditelaah secara sederhana, maka tujuan utama pendekatan ComDev adalah bukan sekedar membantu atau memberi barang kepada si penerima, melainkan lebih berusaha agar si penerima memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mampu menolong dirinya sendiri. Dengan kata lain, semangat ComDev adalah pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan ComDev biasanya diarahkan pada proses pemberikuasaan, peningkatan kekuasaan, atau penguatan kemampuan para penerima pelayanan. Pemberdayaan masyarakat ini pada dasarnya merupakan kegiatan terencana dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang dilakukan melalui program peningkatan kapasitas orang, terutama kelompok lemah atau kurang beruntung disadvantaged groups agar mereka memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, mengemukakan gagasan; melakukan pilihan-pilihan hidup; melaksanakan kegiatan ekonomi; menjangkau dan memobilisasi sumber; berpartisipasi dalam kegiatan sosial. 201 KEGIATAN BELAJAR 4

1. Administrasi Pekerjaan Sosial