12
masalah. Meskipun peran dan kontribusinya cukup nyata, namun ilmu pekerjaan sosial masih belum sepenuhnya menjadi referensi dalam
penyelenggaraan program kesejahteraan sosial. Hal ini akan menjadi persoalan jangka panjang, karena apabila hal ini terus berlanjut maka
pada saatnya nanti program kesejahteraan sosial akan kehilangan jati diri dan fokus sasarannya.
KEGIATAN BELAJAR 2
1. KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Bagaimana agar kinerja wirausaha yang dijalankan semakin memiliki dampak sosial yang besar, karena baik Muhammad Yunus
maupun tokoh-tokoh wirausaha sosial lainnya tidak akan mengingkari, bahwa kesuksesan mereka lahir dari pergumulan yang demikian intens
dengan kemiskinan. Di sisi lain, dalam kehidupan masyarakat Indonesia terdapat
nilai-nilai sosial yang membentuk kearifan lokal local wisdom dan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Misalnya, gotong
royong, kekeluargaan, musyawarah untuk mufakat, dan tepa selira toleransi. Hadirnya kearifan lokal ini tak bisa dilepaskan dari nilai-
nilai religi yang dianut masyarakat Indonesia sehingga nilai-nilai kearifan lokal ini semakin melekat pada diri masyarakat. Tidak
mengherankan apabila nilai-nilai kearifan lokal ini dijalankan tidak semata-mata untuk menjaga keharmonisan hubungan antarmanusia
saja, melainkan juga menjadi bentuk pengabdian manusia kepada Sang Pencipta.
13
Modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi, dan
kerekatan hubungan dalam jaringan yang lebih luas tumbuh di antara sesama pelaku ekonomi. Dengan kata lain, modal sosial yang ada dapat
ditingkatkan menjadi kegiatan kewirausahaan sosial. Seseorang dapat termotivasi oleh permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat social
problem , hingga muncullah inisiatif untuk menciptakan kegiatan yang
mendatangkan manfaat sosial social benefit yang kemudian turut menumbuhkan manfaat ekonomi economic benefit sehingga
berdirilah Social Enterprise atau lembaga kewirausahaan sosial. Seorang wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang
untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan
keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang diajukan dapat memberikan dampak baik bagi
masyarakat. Dua setengah dekade lalu, Bill Drayton, pendiri dan CEO
Ashoka, memprakarsai konsep kewirausahaan sosial. Prinsipnya tidak berbeda dengan kewirausahaan bisnis, bedanya kewirausahaan sosial
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Bagi Drayton ada dua hal kunci dalam kewirausahaan sosial. Pertama, adanya inovasi sosial
yang mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat. Kedua, hadirnya individu bervisi, kreatif, berjiwa pengusaha entrepreneurial,
dan beretika di belakang gagasan inovatif tersebut. Jadi wirausaha sosial adalah individu yang bervisi, kreatif, berjiwa pengusaha, dan
beretika, yang mampu menciptakan inovasi sosial dan mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat. Inovasi sosial yang
14
dimaksud Bill adalah yang mampu menciptakan atau mengubah pola di masyarakat sehingga dapat mengakar dan karenanya, hal itu dapat
berkesinambungan. Gregory Dees, seorang professor di Stanford University dan
pakar di
bidang kewirausahaan
sosial menyatakan
bahwa kewirausahaan sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam
misi sosial dengan disiplin, inovasi, dan keteguhan seperti yang lazim berlaku di dunia bisnis. Kegiatan kewirausahaan sosial dapat meliputi
kegiatan: a Yang tidak bertujuan mencari laba, b Melakukan bisnis untuk tujuan sosial, dan c Campuran dari kedua tujuan sebelumnya,
yakni tidak untuk mencari laba, dan mencari laba, namun untuk tujuan sosial.
Menjalankan kewirausahaan sosial sangat bergantung kepada bagaimana isi dari gagasan yang ditawarkan, pada dasarnya agar
gagasan serta ide yang ditawarkan dapat diterima oleh masyarakat, maka gagasan tersebut harus memiliki misi sosial di dalamnya semata-
mata hanya untuk membuat masyarakat dapat terbebaskan dari permasalahan yang terjadi.
Arah dan jalur pengembangan kewirausahaan sosial yang semakin berkembang, kemudian coba dipetakan oleh Bornstein 2004,
dalam Nicholls, 2008:14 seperti tergambar sebagai berikut: a.
Pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan, sebagai contoh gerakan keuangan mikro
b. Penyediaan layanan kesehatan, mulai dari dukungan skala kecil
untuk mereka yang sakit mental sampai pada skala komunitas c.
Pendidikan dan pelatihan, seperti usaha melebarkan partisipasi dan demokratisasi transfer pengetahuan
15
d. Preservasi lingkungan dan kesinambungan pembangunan,
seperti projek energi hijau e.
Regenerasi komunitas, seperti asosiasi perumahan f.
Projek kesejahteraan, seperti pembukaan lapangan kerja bagi pengangguran
atau gelandangan
serta proyek-proyek
penanganan alkohol dan obat terlarang g.
Kampanye dan advokasi, seperti promosi perdagangan yang adil dan promosi hak asasi manusia
Contoh gemilang tentang kerja wirausahawan sosial adalah bagaimana Muhamad Yunus, pemenang Nobel Perdamaian 2006, yang
dengan sistem kredit mikro yang lebih dikenal sebagai “Grameen Bank”, telah membantu jutaan kaum miskin di Bangladesh, terutama
perempuan dan anak-anak, untuk memperoleh kesejahteraan yang lebih baik.
Selain buah kerja brilian Muhammad Yunus, David Bornstein juga menceritakan puluhan kisah wirausahawan sosial lain, seperti
Fabio Rosa Brasil yang menciptakan sistem listrik tenaga surya yang mampu menjangkau puluhan ribu orang miskin di pedesaan, Jeroo
Billimoria India yang bekerja keras membangun jaringan perlindungan anak-anak telantar, Veronika Khosa Afrika Selatan
yang membangun model perawatan yang berbasis rumah home-based care model
untuk para penderita AIDS yang telah mengubah kebijakan pemerintah tentang kesehatan di negara tersebut, dan banyak lagi tokoh
yang buah tangannya telah terasa langsung manfaatnya oleh masyarakat.
Contoh praktik kewirausahaan sosial di Indonesia adalah upaya yang dilakukan oleh Tri Mumpuni yang telah mendirikan PLTMH
16
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro yang bila memang diterapkan dan dijadikan suatu terobosan besar bagi bangsa ini untuk
menciptakan kemakmuran,
sangat mungkin
bahkan sangat
menjanjikan. Indonesia dengan keadaan geografis dan topografi yang memang sangat potensial untuk melakukan pembangunan PLTMH
secara masif. Dengan adanya PLTMH, masyarakat tidak disibukkan dengan rumitnya maintenance untuk turbin, saluran, dan sebagainya
yang lebih terkait teknis. Adapun manfaat yang luar biasa didapatkan oleh masyarakat adalah bahwa mereka tidak perlu bergantung lagi pada
pemenuhan kebutuhan tenaga listrik dari PLN, juga terutama pendapatan ekonomi masyarakat dapat terangkat.
2. KEWIRAUSAHAAN