251
B. Pekerjaan Sosial sebagai Equal Partner
Sebagai Equal Partner Disciplines, Pekerjaan Sosial meliputi pelayanan terhadap orang-orang lanjut usia, yaitu :
1. Bantuan yang diberikan kepada para lanjut usia yang tinggal di
rumahnya. Pelayanan ini diberikan kepada para lanjut usia selama mereka menganggap bahwa tinggal di rumah sendiri
merupakan pengalaman yang memuaskan. Pekerja Sosial memberikan bantuan dengan menghubungkan klien pada
berbagai program masyarakat. 2.
Pemberian bantuan berupa pemberian fasilitas pemeliharaan dalam jangka waktu lama. Pekerja Sosial bisa melakukan
bantuan berupa memilih fasilitas yang dibutuhkan, atau memindahkan klien ke tempat lain yang dianggap lebih baik,
atau bisa juga Pekerja Sosial menjadi anggota dari fasilitas pelayanan itu sendiri.
C. Pekerja Sosial sebagai Disiplin Sekunder
Dalam kategori ini Pekerja Sosial tidak menduduki posisi utama. Peranan Pekerja Sosial dalam memecahkan masalah hanya bersifat
memberikan bantuan terhadap disiplin lain yang mempunyai posisi utama. Beberapa setting di mana Pekerja Sosial mempunyai peranan
sebagai disiplin sekunder adalah: 1.
Pekerjaan Sosial dalam pelayanan koreksional Dalam setting ini, Pekerjaan Sosial bersifat membantu terhadap
disiplin ilmu hukum dan usaha-usaha hukum 2.
Pekerjaan Sosial dalam industri
252
Pekerjaan Sosial memberikan sokongan terhadap usaha-usaha industrialisasi agar dapat mencapai keuntungan yang sebesar-
besarnya tanpa
melupakan kemanusiawian
relasi-relasi antarorang yang terlibat di dalam industri tersebut.
Usaha ini bisa diarahkan pada manajer perusahaan dengan memberikan berbagai bantuan dan dukungan yang diperlukan,
dan bisa juga diarahkan kepada penyediaan sumber-sumber sosial dan emosional yang dibutuhkan para pekerja
3. Pekerjaan Sosial dalam pemeliharaan medis dan kesehatan
4. Pekerjaan Sosial di sekolah
253
KEGIATAN BELAJAR 3 STRATEGI PELAYANAN SOSIAL DAN ORGANISASI
PELAYANAN SOSIAL
Terdapat beberapa strategi pelayanan sosial yang dapat dilakukan, antara lain:
1. ChildIndividual Based Services
Yaitu pelayanan yang menempatkan individu sebagai basis penerima pelayanan; misalnya konseling
2. Institutional Based Services
Dalam pelayanan ini, individu yang mengalami masalah ditempatkan dalam lembaga pelayanan sosial; misalnya dalam
hal pendidikan dan pelatihan 3.
Family Based Services Dalam pelayanan ini, keluarga dijadikan sebagai sasaran dan
media utama dalam pemberian pelayanan; dalam hal ini, kegiatan diarahkan pada pembinaan keluarga agar memiliki
kemampuan ekonomi,
psikologis, dan
sosial dalam
memecahkan masalahnya 4.
Community Based Services Pelayanan ini menggunakan masyarakat sebagai pusat
penanganan, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat agar ikut aktif dalam menangani
masalah. Dalam hal ini, peran Pekerja Sosial adalah bersama masyarakat merancang dan melaksanakan program Community
254
Development , bimbingan dan penyuluhan, ataupun melakukan
kampanye sosial 5.
Location Based Services Dalam strategi pelayanan ini, pelayanan diberikan di lokasi
individu yang mengalami masalah 6.
Half-Way House Services Yaitu berbentuk strategi semi panti
7. State Based Services
Pelayanan ini bersifat makro, tidak langsung macro-indirect services
, para Pekerja Sosial mengusahakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi terselenggaranya usaha kesejahteraan sosial
bagi anak atau individu. Perumusan kebijakan kesejahteraan merupakan bentuk program dalam strategi pelayanan ini.
Dalam melaksanakan tugas pelayanan sosial secara profesional, seorang Pekerja Sosial umumnya tergabung dalam wadah organisasi
pelayanan sosial, karenanya mereka harus memiliki dasar pengetahuan tentang organisasi. Ulberth Silalahi 1993 membagi pengertian
organisasi ke dalam dua sudut pandang, antara lain: 1.
Organisasi sebagai wadah, yakni tempat kegiatan-kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan dan sifatnya relatif
statis. 2.
Organisasi sebagai proses, yakni interaksi antara orang-orang yang menjadi anggota organisasi dan sifatnya dinamis.
Organisasi sosial atau sering diartikan sebagai organisasi pelayanan sosial merupakan organisasi formal yang fungsi utamanya
menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang ditujukan
255
untuk memecahkan masalah dan atau memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pengertian Organisasi Sosial
Organisasi Sosial dalam pengertian sosiologi atau sama dengan organisasi pelayanan sosial social services organization
1. Sosiologis :
a Jaringan hubungan antar manusia
b Wadah aktivitas manusia yang bergerak di bidang sosial,
dalam perbandingan dengan organisasi ekonomi, organisasi politik, organisasi militer, dan seterusnya.
2.
Organisasi Pelayanan Sosial :
a Melakukan pelayanan langsung kepada klien
b ”Bahan mentah” nya adalah klien itu sendiri
c Proses produksi intinya adalah hubungan antara pelaksana
dan penerima pelayanan d
Tujuannya bukan menghasilkan keuntungan kepada ’stakeholders
’, melainkan meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang dilayani.
e Hampir semua Organisasi Pelayanan Sosial merupakan
lembaga non-profit yang didanai baik oleh pemerintah maupun
oleh donatur
swasta; walaupun
dalam perkembangannya sudah mulai banyak praktik private
seperti praktik dokter dan pengacara. Catatan
: di USA, semua badan pelayanan merupakan organisasi formal.
The Encyclopedia of Social Work, 1995:1787
256
Karakteristik dari organisasi pelayanan sosial atau manusia yang dikemukakan oleh Hasenfeld 1983 yang patut diketahui oleh
para Pekerja Sosial adalah sebagai berikut: 1.
Fakta bahwa material dasarnya raw material adalah terdiri dari orang-orang dengan sejumlah nilai-nilai moral yang
mempengaruhi aktivitas organisasi sosial. 2.
Tujuan dari organisasi pelayanan sosial adalah samar-samar vague,
berarti dua
ambiguous, dan
bermasalah problematic.
3. Moral ambigu yang mengitari pelayanan sosial juga
menunjukkan organisasi pelayanan sosial bergerak dalam lingkungan bergolak, artinya lingkungan tersebut terdiri dari
banyak kepentingan kelompok yang berbeda-beda. 4.
Organisasi pelayanan manusia harus beroperasi dengan teknologi yang tidak menentukan dengan tidak menyediakan
pengetahuan yang lengkap mengenai bagaimana mancari hasil yang diharapkan.
5. Aktivitas utama dalam organisasi pelayanan sosial terdiri dari
hubungan antara staf dan klien. Tidak menutup kemungkinan para staf dalam organisasi sosial lebih banyak terdiri dari para
relawan yang harus berhubungan dengan kliennya. 6.
Karena keutamaan hubungan staf dan klien, maka posisi dan peran staf lini staf profesional secara khusus adalah penting
dalam organisasi pelayanan manusia. 7.
Organisasi pelayanan sosial miskin pengukuran mengenai efektivitas yang reliabel dan valid, dan mungkin, lebih mampu
bertahan terhadap perubahan dan inovasi.
257
Dokter identik dengan tempat praktik penyembuhan medis, dengan klinik, dengan rumah sakit, praktik pribadi. Para pengacara
identik dengan kantor-kantor pengacara, dengan badan-badan peradilan. Di badan-badan itulah mereka mempraktikkan keahlian
mereka dan meniti karier profesional mereka. Mereka menjadi representasi badan tempat mereka bekerja, dan karenanya badan
tersebut menjadi bagian dari identitas mereka. Pekerja Sosial identik dengan badan-badan pelayanan sosial tempat seharusnya mereka
bekerja dan meniti karier profesional mereka. Badan-badan pelayanan sosial secara garis besar dapat dibagi ke dalam badan pelayanan sosial
yang diselenggarakan oleh pemerintah public social agency dan badan pelayanan yang diselenggarakan oleh masyarakatswasta
voluntary social agency. Badan pelayanan swasta ini terbagi lagi ke
dalam dua bagian menurut afiliasi organisasi induknya, yaitu badan pelayanan swasta yang berafilisasi kepada organisasi agama dalam
literatur Barat disebut dengan ‘sectarian’, dan yang tidak berafiliasi kepada organisasi keagamaan nonsectarian.
Badan-badan pelayanan sosial dibentuk berdasarkan nilai-nilai budaya, sistem kepercayaan masyarakat, dan pengetahuan keilmuan.
Badan pelayanan sosial dapat dipandang sebagai birokrasi administratif maupun sebagai sistem sosial. Badan pelayanan sosial disebut birokrasi
administratif, karena memiliki tujuan-tujuan khusus yang telah ditetapkan; struktur internal, teknologi, dan prosedur di dalam badan
tersebut dirancang untuk upaya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Sifat khusus dari tujuan-tujuan sebuah badan pelayanan sosial diarahkan
untuk mendefinisikan antar hubungan di antara badan tersebut dengan lingkungan sosialnya; sifat tersebut akan mempengaruhi pemilihan
258
teknologi yang digunakan, personil yang dipekerjakan, serta menjadi pedoman bagi koordinasi di antara para anggota organisasi. Dengan
demikian, badan-badan pelayanan sosial merupakan kolektivitas yang direncanakan secara rasional, dengan struktur formal dan kebijakan-
kebijakan yang eksplisit serta perangkat aturan yang mengatur aktivitas badan tersebut.
Namun demikian, badan pelayanan sosial juga merupakan sistem sosial yang merespon terhadap tekanan-tekanan eksternal
maupun internal dan memiliki pola-pola informal untuk mempermudah dan mewadahi upaya pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Terdapat beberapa ciri khas badan pelayanan sosial dibandingkan dengan organisasi-organisasi birokrasi yang lain, yang harus dipandang
sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, sebagai berikut : a.
Tujuan-tujuan khusus yang mendasar dari organisasi adalah untuk memproses dan mengubah orang sebagai sarana untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial. Lebih jauh, klien yang diberi pelayanan merupakan input maupun output utama dari
organisasi. Masalah-masalah dalam pencapaian tujuan-tujuan muncul karena tujuan-tujuan tersebut mungkin tidak selaras
dengan tujuan-tujuan masyarakat yang lebih besar. b.
Ketergantungan yang besar kepada teknologi-teknologi hubungan manusia dan pemanfaatan tenaga-tenaga profesional
yang memiliki kemandirian dalam pengelolaan teknologi tersebut.
c. Ketidakterpakuan pada rutinitas pekerjaan yang tinggi, karena
klien merupakan objek-objek sosial yang perilakunya sering mengganggu dan tidak dapat diramalkan.
259
Sebagai penutup uraian ringkas mengenai badan pelayanan sosial ini, berikut akan dikemukakan gambaran umum mengenai
komponen-komponen utama struktur badan pelayanan sosial, sebagai berikut :
a. Tingkat Institusional atau Administratif.
Tingkat ini mempunyai fungsi untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan administratif dalam menerjemahkan dan
menerapkan tujuan-tujuan sosial ke dalam tindakan sosial. Perhatian harus pula dicurahkan kepada aspek-aspek politis
karena nilai-nilai sosial selalu terlibat pada tingkat ini. Para administrator diharapkan untuk mempersonifikasikan tujuan-
tujuan organisasional dan memberikan arahan kepada dewan, staf, dan klien dalam perumusan kebijakan. Penentuan masalah-
masalah sosial khusus yang akan ditangani oleh organisasi serta penetapan lingkup kegiatan organisasi juga merupakan fungsi
administrasi pada tingkat institusional ini. b.
Tingkat Manajerial. Aktivitas-aktivitas manajerial menempati posisi ke dua dan
meliputi kegiatan perantaraan di antara konsumen klien dengan sb-organisasi teknis. Tercakup dalam kegiatan tersebut
adalah tugas-tugas untuk mengarahkan kegiatan perantaraan dan alokasi sumber-sumber, rancangan struktural, koordinasi,
dan pengarahan kepada staf untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas. Rekruitmen pegawai, pemilihan, pelatihan, dan
supervisi kepada staf juga tercakup dalam aktivitas manajerial. Dilandasi --dan dalam kerangka-- tujuan-tujuan dan lingkup
kegiatan organisasi --, maka aktivitas-aktivitas pada tingkat
260
manajenrial mencakup pembuatan keputusan tentang berbagai alternatif cara yang dapat digunakan untuk upaya pencapaian
tujuan. c. Tingkat Teknis.
Tingkat ini meliputi suborganisasi yang berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas-aktivitas teknis --konseling bagi klien,
perujukan, pengajaran,
atau pengadaan
sumber-sumber material.
Pemilihan, penerapan,
pengintegrasian, dan
pemeliharaan perangkat teknologi yang digunakan; juga termasuk di dalamnya. Selain itu kegiatan-kegiatan penyusunan
program jangka panjang dan jangka pendek dalam kaitan dengan masalah-masalah standardisasi, rutinisasi, pengkajian
secara berkala terhadap pencapaian tujuan sebuah program serta efektivitas kinerja personil; juga merupakan bagian dari fungsi
tingkat teknis ini. Walaupun setiap tingkat memiliki fungsi-fungsi yang berlainan
dalam administrasi, namun terdapat pula suatu timpang tindih dan interpenetrasi di antara tingkat-tingkat tersebut. Selain itu, hierarkhi
struktural yang telah dikemukakan tersebut merupakan tingkat-tingkat posisi yang mendasar, yang dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan organisasi pelayanan sosial dalam upaya mencapai tujuan- tujuannya.
Keberadaan karakteristik organisasi pelayanan sosial saling bersinggungan dengan permasalahan yang sering muncul, antara lain:
1. Sangat besarnya kesenjangan antara kebutuhan pelayanan sosial
dengan ketersediaan kelembagaan pelayanan sosial itu sendiri
261
2. Masih cukup kuatnya pandangan masyarakat umum, aparat
pemerintah, bahkan para penyelenggara pelayanan sosial itu sendiri terhadap pelayanan sosial sebagai kegiatan pemberian
bantuan sosial dermacharityphilanthropy, atau kegiatan yang bersifat residual
3. Belum profesionalnya penyelenggaraan pelayanan sosial
4. Kekurangan dana, dan sangat bergantung dukungan dana dari
luar 5.
Kurang mampu memenuhi kebutuhan anggotanya dan masyarakat. Manfaat produknya kurang dapat dirasakan
masyarakat. 6.
Rendahnya motivasi dan minat kerja pengurus dalam melaksanakan tugas.
7. Sulit mengukur pengaruh atau dampak pelayanan, sehingga
masyarakat dan lembaga donor kurang percaya dalam memberikan dukungan finansial.
Jika melihat pengertian Organisasi Sosial ORSOS berdasarkan Kepmensos RI No. 40HUKKEPIX1980, yaitu suatu perkumpulan
sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat
dalam melaksanakan
kegiatan usaha
kesejahteraan sosial UKS. Organisasi pelayanan sosial merupakan wadah memberikan pelayanan
kepada klien. Dalam melaksanakan pemberian pelayanan terdapat tujuan yang harus dicapai. Maka diperlukan langkah penting yang akan
262
dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut. Perencanaan menjadi kunci penting untuk membuka gerbang untuk menacpai tujuan tersebut.
Dalam mengelola sebuah organisasi pelayanan sosial, seorang pekerja sosial harus memperhatikan proses perencanaan. dalam
organisasi pelayanan sosial khususnya perencanaan strategis menjadi suatu komponen yang melibatkan stakeholder dan mengoptimalkan
sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Fenomena yang berkembang, organisasi pelayanan sosial selalu
mengalami kekurangan dalam berbagai hal hingga pelayanan yang diberikan kurang optimal. Mulai dari kurangnya dana, kurangnya staf
yang kompeten, atau kurangnya motivasi, volunter tidak punya, bahkan kegiatanprogram hanya berjalan apa adanya. Melihat kondisi
organisasi yang serba kekurangan sumber daya ditambah keadaan lingkungan yang terus berubah atau dinamis, maka organisasi
pelayanan sosial dituntut untuk dapat mengantisipasinya dengan menyusun perencanaan yang dapat melihat perubahan-perubahan yang
terjadi atau tidak pada masa depan. Organisasi yang baik adalah organisasi yang memiliki tujuan
goals jelas berdasarkan visi dan misi yang disepakati oleh para pendirinya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan cara untuk
mencapainya, yang lazim disebut strategi. Sekanjutnya disusun rencana plan, seperangkat kebijakan policies, tahap-tahap pencapaian,
organisasi dan personalia yang mengisinya, anggaran, dan progam aksi Basri, 2005:xv.
Perencanaan merupakan suatu alat yang penting di dalam organisasi pelayanan sosial, sebab dalam pemberian suatu pelayanan
263
dibutuhkan perencanaan yang baik, hal itu dapat dilihat dari beberapa alasan yaitu:
1. Efesiensi
Efesiensi merupakan hal yang sangat diperlukan dalam setiap pelaksanaan administrasi, baik itu dalam bisnis maupun
pekerjaan sosial. Tujuannya adalah untuk mencapai hasil yang baik dengan biaya dan usaha yang seminimum mungkin. Dalam
pekerjaan sosial, staf dan sumberdaya sangat tebatas, maka menjadi hal utama untuk memberikan pelayanan yang dinilai
lebih efisiensi. 2.
Efektifitas Efektifitas juga merupakan hal yang sangat penting, jika segala
aktivitas tidak direncanakan, maka hasil yang diinginkan akan sulit dicapai. Tujuan utama dalam pekerjaan sosial adalah untuk
menolong orang yang membutuhkan. Jika usaha staf dan sumber-sumber organisasi sudah tersebar dan perencanan
bertujuan untuk kesatuan dan integrasi yang usahanya tidak terjadi. Maka menyebabkan penghargaan tetap rendah.
3. Tanggung jawab
Perencanaan diperlukan evaluasi dan pertanggungjawaban. Administrasi
pekerjaan sosial
seharusnya mempunyai
perencanaan yang baik dalam hubungan yang obyektif yang spesifik dan evaluasi prosedur yang jelas dalam suatu lembaga
untuk ukuran program dan pelayanan kepada klien. Perencanaan
pelayanan yang
tepat memungkinkan
menyelesaikan riset yang objektif dan evaluasi tentang
264
demonstrasi yang eksperimental terdapat dalam pelayanan reguler.
4. Moril
Perencanaan yang hati-hati merupakan hal yang sangat penting untuk moral suatu lembaga. Anggota staf memerlukan perasaan
tentang prestasi dan kepuasan untuk melakukan hal yang terbaik, perasaan dapat timbul ketika eksekutif dan anggota staff
bersama merencanakan total operasi perusahaan.
Proses Perencanaan
Perencanan adalah proses antisipasi terhadap hasil target dan juga dalam membuat sebuah rencana. Schaffer Skidmore, 1995:51
membuat daftar tentang empat langkah mengenai perencaan, yaitu: 1.
Riset, dimaksudkan untuk menganalisis kekuatan-kekuatan lembaga, kekurangan kelemahan serta menentukan resiko yang
ditimbulkan oleh faktor eksternal 2.
Formula objektif, untuk mendefinisikan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang
3. Perencanaan yang strategis, untuk membangun sebuah sistem
kerja yang mengarah pada tujuan 4.
Perencanaan oprasional, untuk menciptakan langkah setiap departemen dan fungsi.
Perencanan strategis adalah sebuah alat manajemen, dan sama dengan setiap alat manajemen, alat itu hanya digunakan untuk satu
maksud saja – menolong organisasi melakukan tugasnya dengan lebih baik. Perencanaan strategis dapat membantu organisasi memfokuskan
265
visi dan prioritasnya sebagai jawaban terhadap lingkungan yang berubah dan untuk memastikan agar anggota-anggota organisasi itu
bekerja ke arah tujuan yang sama Kaye Allison, 2005:1.
266
DAFTAR PUSTAKA
Hasenfeld, Y., 1983. Human Service Organizations.s Prentice-Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Kaye dan Allison. 2005. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba Pedoman Praktis dan Buku Kerja. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. Skidmore,Rex A., 1995. Social WorkerAdministration. Allyn And
Bacon: Boston-London, Sydney-Toronto.
Skidmore, Rex A., 1995. Social Work Administration, Dinamic Management
and Human Relationships . 3rd Ed. Allyn Bacon.
267
TOPIK 9
STRENGTH BASED PERSPECTIVE
KEGIATAN BELAJAR 1: STRENGTH BASED PERSPECTIVE KEGIATAN BELAJAR 2: STRENGTH BASED ASSESSMENT
268
KEGIATAN BELAJAR 1
STRENGTH BASED PERSPECTIVE
Selama beberapa dekade sebelumnya, pekerjaan sosial dan profesi pertolonganya lainnya telah memiliki sebuah fokus utama pada
diagnosa patologi, menyalahkan dan disfungsi kien. Salah satu alasan mungkin penggunaan teori utama psikologi Freudian yang digunakan
dalam menganalisa perilaku manusia. Psikologi Freudian berbasis pada model medis dan oleh karena itu memiliki konsep yang kuat untuk
mengidentifikasi penyakit atau patologi. Sedikit sekali konsep untuk mengidentifikasi kekuatan. Saat ini pekerjaan sosial begerak ke arah
model system. Model ini fokus pada pengidentifikasian baik kekuatan dan kelemahan.
Hal esensial bahwa pekerja sosial memasukan kekuatan klien dalam proses assessment. Dalam bekerja dengan klien, pekerja sosial
fokus pada kekuatan dan sumber-sumber klien untuk membantu kesulitannya. Untuk memanfaatkan kekuatan secara efektif, pertama-
tama pekerja sosial harus mengidentifikasi kekuatan-kekuatan tersebut. Bahaya yang akan muncul apabila fokus utamanya pada
kelemahan, yaitu akan merusak kapasitas seorang pekerja sosial untuk mengidentifikasi pertumbuhan klien potensial. Para pekerja sosial
memiliki keyakinan yang kuat bahwa klien mempunyai hak dan seharusnya dibangkitkan untuk membangun potensinya secara penuh.
Terlalu fokus pada patologi seringkali mengabaikan komitmen nilai tersebut.
269
Alasan lain untuk menghadirkan kekuatan klien adalah bahwa banyak klien butuh pertolongan dalam meningkatkan harga dirinya.
Banyaknya perasaan tidak dihormati dan tidak nyaman, perasaan disalahkan , dan kurang percaya diri serta harga diri. Glaser mencatat
bahwa rendahnya harga diri mengarah pada kesulitan emosional, menarik diri, atau kejahatan. Untuk membantu klien memandang
dirinya secara positif, pertama-tama para pekerja sosial harus memandang
mereka patut
dipertimbangkan kekuatan
dan kompetensinya.
The strengths perspective berkait erat dengan konsep
“empowerment”. Empowerment sebagaimana didefinisikan oleh Barker yaitu “proses pertolongan individual, keluarga, kelompok, dan
komunitas untuk meningkatkan personal, interpersonal, sosioekonomi, dan kekuatan politik mereka serta untuk membangun pengaruh ke arah
perbaikan lingkungan mereka”. Perspektif kekuatan berguna sepanjang lingkaran kehidupan melalui tahap assessment, intervention, dan
evaluasi dari proses pertolongan. Tekanannya pada kemampuan, nilai- nilai, kepentingan, keyakinan, sumber-sumber, kelengkapan, dan
aspirasi orang. Menurut Saleebey, lima pedoman prinsipil perspektif kekuatan:
1. Every individual, group, family, and community has strengths.
2. Trauma and abuse, illness and struggle may be injurious, but
they also be sources of challenge and opportunity
270
3. Assume ths you do not know the upper limits of the capacity to
grow and change and take individual, group, and community aspirations seriously.
4. We best serve clients by collaborating with them.
5. Every environment is full of resources
Perspektif kekuatan mengakui bahwa individu-individu, kelompok, keluarga, organisasi dan masyarakat mempunyai tantangan,
masalah, dan kesulitan-kesulitan. Salah satu manfaat besar dari perspektif kekuatan adalah fokus perhatiannya pada sumber-sumber
dan assets yang individu-individu, kelompok, keluarga, organisasi dan masyarakat miliki untuk menghadapi tantangan mereka.
Perspektif kekuatan
mengakui kekuatan
individu dan
kemampuan untuk mengatasi masalah, dan kesadaran dalam penggunaan kekuatan klien adalah bagian dari dasar teori dan praktek
pekerjaan sosial. Dimana menurut NASW 2005 strength perspective adalah:
“The strengths perspective recognizes an individual’s strengths and abilities to cope with problems; and awareness and use of
the client’s strengths is part of the foundation of social work theory and practice.”
Strength based perspective merupakan dasar yang baik untuk
praktek pekerjaan sosial, dimana menurut Saleebey 1992 dalam Cowger 1994: 263 berpendapat mengenai relevansi dari perspektif
kekuatan merupakan “good basic social work practice”.
271
Dikatakan sebagai dasar yang baik dalam praktek pekerjaan sosial dikarenakan strength based perspective membuat klien percaya
bahwa dirinya memiliki kekuatan. Seperti yang diungkapkan oleh Saleebey:
“The strengths approach obligates us to understand—to believe—that everybody no exceptions here has external and
internal assets, competencies, and resources.” Perspektif kekuatan mewajibkan kita untuk memahami atau
percaya bahwa semua orang tidak ada pengecualian disini memiliki aset eksternal dan internal, kompetensi, dan sumber daya.
Pedro Rankin 2006:10 melakukan identifikasi mengenai tiga kecenderungan praktisi untuk focus pada kekuatan :
1. To tap client strengths effectively, practitioners must be
sensitive to them and skillful in utilizing them in the service of accomplishing case goals.
2. Selectively attending to pathology impairs a social workers
ability to discern clients potential for growth. Although social workers fervently espouse the belief that human beings have the
right and opportunity to develop their potentialities, the tendency to focus on pathology undermines that very value
commitment.
3. A large proportion of clients need help in enhancing their self-
esteem as a result of excessive attendance to pathology. Troubled by self-doubts, feelings of inadequacy, and even
feelings of worthlessness, their lack of self-confidence and self respect underlies so many dysfunctional, cognitive, emotional
and behavioral patterns, including a fear of failure, depression, social withdrawal, alcoholism, and hypersensitivity to criticism,
to name just a few.”
272
Strength based perspective ditekankan pada kekuatan yang
paling efektif yang dimiliki oleh klien, dimana praktisi pekerja sosial harus peka terhadap mereka dan terampil dalam memanfaatkanya untuk
pencapaian tujuan. Selektif dalam memperhatikan kelemahan dapat mengganggu pekerja sosial dalam membedakan potensi yang dapat
tumbuh pada klien. Walaupun pekerja sosial mendukung keyakinan bahwa setiap manusia memiliki hak dan kesempatan untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya, dimana fokus pada patologi dapat menggali komitmen yang sangat bernilai. Dimana sebagian besar
klien membutuhkan bantuan dalam meningkatkan harga diri yang mereka miliki akibat dari kehadiran banyaknya kelemahan. Gangguan
yang datang dari keraguan diri, perasaan tidak mampu, dan bahkan perasaan tidak berharga, kurang percaya diri dan harga diri sehingga
membentuk pola disfungsional, kognitif, emosi dan perilaku, termasuk rasa takut gagal.
Cowger 1994: 265 menyatakan: a strength perspective of assessment provides structure and
content for examination of realizable alternatives, for the mobilization of competencies that can make things different,
and for the building of self-confidence that stimulates hope
Assessmen berdasarkan perspektif kekuatan memberikan
struktur dan konten untuk memeriksa alternatif yang dapat direalisasikan, untuk pengerahan kompetensi yang dapat membuat hal
yang berbeda, dan untuk membangun kepercayaan diri yang mampu
merangsang harapan yang dimiliki oleh klien.
273
KEGIATAN BELAJAR 2 STRENGTH BASED ASSESSMENT
Hepworth 2002 dalam Pedro Rankin 2006:10:
“Point out that changes in practice have lagged far behind the change in terms from diagnosis to assessment, for social
workers persistence in formulating assessments that emphasize the pathology and dysfunction of clients - despite the time-
honored social work platitude that social workers work with strengths and not with weaknesses”.
Perubahan dalam praktek pekerja sosial telah tertinggal jauh di belakang dibandingkan dengan perubahan dalam istilah diagnosis untuk
penilaian, untuk ketekunan pekerja sosial dalam merumuskan penilaian yang menekankan patologi dan disfungsi klien, waktu yang sudah
digunakan dalam kerja sosial dimana pekerja sosial bekerja dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh klien dan tidak dengan
kelemahan. Di mana dalam sebuah assessment dibutuhkan sebuah pedoman
untuk melakukan assessment, Cowger Snively 2001 dalam Pedro Rankin 2006: 14 mengusulkan pedoman berikut untuk penilaian
kekuatan 1.
Preeminence should be given to the clients understanding of the facts
2. The client should be believed
3. It should be discovered what the client wants
4. The assessment should be moved towards client and
environmental strengths
274
5. An assessment of strengths should be multidimensional
6. The assessment should be used to discover uniqueness
7. The clients words should be used
8. Assessment should be made a joint activity between the worker
and client 9.
A mutual agreement on assessment should be reached 10.
Blame and blaming should be avoidedCause-and-effect thinking should be avoided
11. An assessment and not a diagnosis should be made.
Selain itu ada pendapat lain tentang assessment kekuatan klien yang disebutkan oleh Saleebey 2001 dalam Pedro Rankin 2006:11
membagi penilaian kekuatan menjadi dua bagian yaitu: “Stresses
the multidimensionality
of assessment
by distinguishing between the internal and external strengths of
the client. The internal strengths come from the clients interpersonal skills, motivation, emotional strengths, and ability
to think clearly. The clients external strengths come from family networks, significant others, voluntary organizations,
community groups, and public institutions all of which support and provide opportunities for clients to act on their own behalf
and institutional services that have the potential to provide resources.”
Saleebey menekankan multidimensionalitas penilaian dengan membedakan antara kekuatan internal dan eksternal klien. Kekuatan
internal yang datang dari kemampuan interpersonal klien, motivasi, kekuatan emosional, dan kemampuan untuk berpikir jernih. Kekuatan
eksternal klien berasal dari jaringan keluarga, orang dekat, organisasi sukarela, kelompok masyarakat, dan lembaga-lembaga publik yang
275
semuanya mendukung dan memberikan kesempatan bagi klien untuk bertindak atas nama mereka sendiri dan layanan kelembagaan yang
memiliki potensi untuk menyediakan sumber daya.
1. KEKUATAN INTERNAL