5. Subjek Kelima
Subjek keempat pada penelitian ini adalah seorang ibu berinisial R yang berusia 44 tahun. Ibu R merupakan seorang yang
penuh semangat. Ibu R memiliki perawakan yang gemuk, tinggi, dan berkulit putih. Ibu R sehari-hari bekerja membuat kue dan
menitipkannya di kantin salah salah satu bank swasta di Yogyakarta. Selain itu, Ibu R juga memiliki kegiatan menjaga toko komputer milik
kakaknya.
C. TEMUAN HASIL PENELITIAN
1. Subjek Pertama
a. Kanker Payudara dan Pengobatannya
Ibu S sudah mengalami sakit kanker payudara selama 1,5 tahun. Hal ini berawal ketika Ibu S mengetahui bahwa ada gejala
kanker yang dialaminya, yaitu ketika mulai merasakan adanya benjolan pada payudara sebelah kiri bagian bawah. Benjolan
tersebut dapat dirasakan ketika subjek berada pada posisi tidur. Pada benjolan tersebut tidak terdapat luka dan subjek tidak
merasakan sakit pada benjolan tersebut.
“Waktu itu kan kalau terasa itu tidur. Kalau miring itu kelihatan benjolannya.” 5-7 “Kiri Bawah” 11
“Enggak sakit. Enggak.” 24 “Gak ada luka apa-apa. Cuma benjolan.” 55-56
Setelah dilakukan pemeriksaan, Ibu S positif terkena kanker payudara stadium lanjut. Di dalam keluarga besar Ibu S tidak ada
anggota keluarga yang memiliki riwayat sakit kanker ataupun tumor. Ketika mendapatkan vonis kanker, Ibu S terkejut. Namun,
rasa kaget tersebut tidak berkepanjangan.
“Cuma kaget pas itu aja” 104-105 “Saat itu aja. Abis itu udah.” 111
Hal ini dikarenakan Ibu S memiliki semangat yang tinggi untuk bisa sembuh dari sakit kankernya. Semangat yang tinggi
untuk sembuh inilah yang menyebabkan Ibu S tidak mengalami keterpurukan dalam menjalani hidup dengan kanker payudara.
“Nomer 1 semangatnya itu. Kepengen sembuh.” 123- 124
Selain itu, Ibu S juga mampu menghadapi masalah yang ada dengan keikhlasan, santai, dan tidak berpikir secara berat. Hal ini
menyebabkan Ibu S mampu menjalani kehidupan dengan perasaan senang.
“Dihadapi dengan senang, ikhlas, gitu aja. Berpikiran sekarang gak harus ngoyo, santai, gitu aja. Jadi
enggak untuk beban- beban.” 129-133 “Saya buat
senang sekarang.” 138-139
Tindakan medis yang dilakukan pihak rumah sakit untuk mengangani kanker payudara ini adalah dilakukannya Radical
Mastectomy. Setelah
dilakukan pengangkatan
payudara, pengobatan
yang selanjutnya dijalani adalah kemoterapi. Kemoterapi dilakukan subjek sebanyak 4 kali. Setelah pengobatan
kemoterapi selesai dilaksanakan, Ibu S sudah tidak melakukan pengobatan medis ataupun mengkonsumsi obat-obatan medis.
Selain itu, Ibu S juga sudah tidak melakukan cek rutin ke rumah sakit. Hal tersebut dilakukan karena adanya kebosanan ketika harus
melakukan cek rutin ke rumah sakit.
“Terus udah rampung kemo terus kontrol berapa bulan terus harus obat lagi, terus saya berhenti, sekarang
minum sarang semut. Ya bosen.” 239-243
Walaupun menghentikan pengobatan medis, Ibu S tetap mengusahakan pengobatan melalui pengobatan non medis dengan
mengkonsumsi air rebusan sarang semut yang didapatkannya langsung dari Irian.
“… sekarang minum sarang semut.” 242-243
Pengobatan kanker yang dijalani oleh Ibu S memberikan dampak bagi kondisi fisik Ibu S. Kemoterapi yang dijalani Ibu S
menyebabkan Ibu S sering merasa mual dan kondisi tubuhnya
melemah. Hal ini menyebabkan Ibu S harus mengurangi beberapa aktivitasnya.
“… waktu habis kemo itu mual. Terus gak bisa apa-apa lagi.” 215-217
b. Kondisi Psychological Well Being
Ibu S memiliki nilai 10 pada tingkat kebahagiaannya saat ini. Pada dimensi penerimaan diri, Ibu S memiliki perubahan
dalam memandang diri sendiri. Ketika setelah menjalani operasi pengangkatan payudara, Ibu S sempat tidak memiliki penerimaan
diri yang baik, yaitu merasa tidak memiliki kepercayaan diri.
“Waktu habis operasi kan kayaknya minder, kurang PD.” 252-253
Namun, saat ini, Ibu S memiliki penerimaan diri yang baik. Ibu S sudah memiliki kepercayaan diri kembali. Hal ini
dikarenakan dukungan yang diberikan suami kepada Ibu S. Selain faktor dari luar, adanya faktor dari dalam diri sendiri juga
mempengaruhi cara penerimaan diri dari Ibu S.
“Sekarang ya itu, jalani aja kayak kehidupan yang kemaren, waktu ini masih ada.” 254-256 “… nomer 1
itu ya semangat, Mbak. Sama dorongan dari suami …” 264-265
Adanya semangat dan kemauan untuk berusaha menerima keadaan juga merupakan faktor yang berperan dalam penerimaan
diri Ibu S. Sehingga saat ini, Ibu S mampu memiliki perasaan senang dalam menjalani hidupnya.
Ibu S merupakan pribadi yang tidak memiliki banyak kegiatan. Hal ini dikarenakan Ibu S tidak mendapatkan izin dari
suami untuk memiliki kegiatan lain.
“Gak boleh. Nanti ndakane capek.” 436
Saat ini, kegiatan yang dilakukan Ibu S hanyalah mengerjakan kegiatan rumah tangga. Dalam mengatur aktivitasnya
tersebut, Ibu S mampu mengaturnya dengan cukup baik. Ibu S mampu
mengerjakan pekerjaannya
secara mandiri
tanpa melibatkan orang lain. Ibu S mengerjakan pekerjaan yang menjadi
prioritasnya. Selain itu, Ibu S juga melihat kondisi fisiknya. Apabila Ibu S sudah merasa lelah, atau tidak mampu, maka segera
beristirahat, supaya bisa segera melanjutkan pekerjaan yang tertunda tersebut.
“Mandiri.” 421 “…yang mana yang kita kerjakan dulu, mana yang nanti dulu, terus kira-kira kita
badannya gak enak, gak bisa bekerja, berhenti dulu” 444-448
Ibu S memiliki tujuan hidup yang mengalir saja seperti air. Tujuan hidup yang dimiliki Ibu S ini sudah ada sejak dulu, sebelum
terkena kanker. Namun setelah mendapatkan kanker payudara, Ibu S lebih memiliki keinginan untuk memiliki umur panjang supaya
mampu menjalani kehidupannya dengan lebih baik lagi. Walapun terdapat perubahan tujuan hidup menjadi lebih baik, Ibu S merasa
kehidupannya sebelum dan setelah mendapatkan vonis kanker tidak ada yang berbeda, semua sama saja.
“…kepengen punya umur panjang. Ya ngalir aja. Jalani dengan baik aja.” 342-344“Sebelum kanker
seperti in i juga. Sama aja.” 347-348 “Ya kan tujuan
dari hidup kan gini aja mengalir kayak air. Gak ada yang berubah juga.” 352-354
Ibu S memiliki pendapat bahwa seseorang yang terkena kanker payudara masih mampu mengembangkan diri dalam hal
apapun.
“Saya kira bisa mbak.” 364 “Banyak. Semua bisa” 375
Hal ini dikarenakan, menurut Ibu S, walaupun terkena kanker, kehidupan harus tetap berjalan, harus memiliki semangat,
dan tidak boleh minder. Namun, pendapat tersebut tidak sesuai dengan kondisi Ibu S. Ibu S merasa tidak mampu untuk mengalami
perkembangan pribadi. Hal ini dikarenakan penurunan kondisi
tubuh yang dialami Ibu S sejak mendapatkan kanker payudara, sehingga Ibu S tidak ingin memaksakan diri.
“… tenaganya kan sekarang berkurang, kan, jadi gak harus ngoyo-
ngoyo …” 385-387 “Gak usah dipaksa.” 390-391 “Kayaknya enggak.” 396-397
Selain itu, Ibu S juga tidak mendapatkan izin dari suami untuk memiliki kegiatan lain, sehingga tidak ada kesempatan bagi
Ibu S untuk berkegiatan lain yang bisa mengembangkan dirinya. Ibu S kurang memiliki otonomi dalam hal keputusan yang
harus diambil. Segala keputusan dan rumah tangganya, termasuk keputusan pengobatan, atas pertimbangan suami. Selain itu,
aktivitas yang dilakukan oleh Ibu S pun atas keputusan dari suami, yaitu tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas lain.
Walaupun demikian, Ibu S tetap memiliki kemandirian dalam hal pelaksanaan aktivitas. Ibu S berusaha untuk mandiri dalam
menjalani kegiatannya.
“Gak minta bantuan orang lain.” 461-462 “Apa yang sa
ya bisa kerjakan sendiri ya saya kerjakan.” 472- 474
Selain itu, Ibu S juga mampu untuk mengevaluasi kondisi diri sendiri. Kemampuan mengevaluasi diri ini, menyebabkan Ibu
S mampu untuk melihat kondisi dan kemampuan yang dimilikinya saat ini.
Dalam hal hubungan dengan orang lain, Ibu S memiliki relasi yang positif dengan orang lain, baik itu suami, keluarga
besar, maupun masyarakat tempat tinggalnya. Selain itu, Ibu S juga merasakan tidak adanya perubahan dalam relasi yang dia miliki.
“Gak ada perubahan. Dari dulu sama sekarang sama aja.” 481-483 “Ya baik. Sama aja. Gak ada yang
beda.” 487-488
Relasi positif ini tampak dalam dukungan sosial yang sering Ibu S terima dari suami, keluarga besar, maupun masyarakat
sekitar. c.
Dukungan Sosial Ibu S mendapatkan dukungan sosial dari banyak pihak,
yaitu suami, saudara atau keluarga besar, teman di lingkungan tempat tinggal dan teman di lingkungan rumah sakit. Jenis
dukungan yang diterimapun bermacam-macam. Dukungan terbanyak didapatnya dari suami. Selama sakit
kanker payudara ini, Ibu S mendapatkan dukungan semangat, mendapat penghiburan dari suami dan dukungan perhatian. Salah
satu bentuk perhatian yang diberikan adalah suami Ibu S meminta Ibu S untuk tidak terlalu lelah dalam beraktivitas.
“…semangat.” 496 “…kalau pas badannya gak enak, suami bilang gak usah dulu, pikiran e gak usah ngoyo,
santai aja, …” 545-548 “Ya kasih sayang itu. Ditunjukkan pada saya, ya lewat menghibur.” 560-
561
Selain mendapatkan dukungan dari suami, Ibu S juga mendapatkan dukungan dari keluarga besar. Dukungan yang
diterima adalah bantuan dalam beraktivitas dan dukungan secara emosional, yaitu pemberian kasih sayang dan semangat.
“… ternyata dari saudara-saudara yang memberikan sendiri.“ 426-427 “Kasih sayangnya itu kayaknya
bertambah.” 537-538
Dukungan juga diterima Ibu S dari teman-teman, baik teman di lingkungan tempat tinggal, maupun di lingkungan
berobat. Ibu S mendapatkan bantuan langsung dari salah satu temannya, yaitu mendapat bantuan memperoleh produk sarang
semut langsung dari Irian.
“Di sini kan ada yang kerja di sana, terus dibawain itu langsung dari Irian.” 176-178
Selain itu, Ibu S juga mendapatkan informasi mengenai pengobatan dari sarang semut.
“… kan ada yang bilang, dia itu kan punya itu kanker di perut to, terus minum itu, sarang semut.” 179-182
Dari berbagai pihak yang memberikan dukungan sosial tersebut, dukungan yang paling berpengaruh bagi Ibu S adalah
pemberian dukungan dari kakak ipar. Hal ini dikarenakan kakak ipar Ibu S adalah pihak pertama yang mengetahui kalau Ibu S
terkena kanker dan kakak ipar Ibu S juga memberikan dorongan untuk segera berobat.
“Sebelum suami saya tau, saya cerita dulu sama kakak. Ya itu kan, kasih dorongan-dorongan. Sebelum
daripada membesar, saya disuruh perik sa.” 591-595
Dukungan sosial yang diterima subjek dari berbagai pihak ini memberikan pangaruh yang positif bagi kehidupan subjek.
Dukungan-dukungan tersebut membantu subjek untuk bisa merasakan
senang, mengurangi
beban penderitaan,
tidak memikirkan penyakitnya, dan bisa merasa enjoy dalam beraktivitas.
“Senang.” 615 “Gak pikiran.” 618 “Enjoy aja …” 620
Berdasarkan pengalaman penerimaan dukungan sosial, subjek tidak pernah memiliki pengalaman tidak mendapatkan
dukungan. Hal ini dikarenakan semua yang dilakukan orang lain dianggap subjek sebagai bentuk dukungan. Subjek memiliki cara
pandang bahwa orang lain memberikan dukungan dengan cara yang berbeda-beda.
“Kan cara orang mendukung kan itu beda. Pokoknya s
aya gak anggap kalau gak mendukung.” 634-636
d. Kesimpulan
Gejala kanker payudara yang dialami subjek adalah adanya benjolan pada payudara sebelah kiri bawah dan dapat dirasakan
ketika dalam posisi tidur. Benjolan tersebut tidak terasa sakit dan tidak terdapat luka.
Ketika mendapati vonis kanker payudara, subjek merasa kaget, tapi tidak berlarut-larut. Tidak mengalami rasa takut ataupun
sedih. Sehingga tidak memiliki pengalaman kesedihan yang mendalam. Hal ini dikarenakan adanya keinginan dari dalam diri
subjek untuk sembuh dari kanker payudara. Selain itu, hal tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan penerimaan diri subjek yang
baik, yaitu mampu menerima dengan ikhlas dan tidak berfikir secara berat. Sehingga, subjek mampu menjalani kehidupan setelah
vonis kanker dengan perasaan senang. Setelah melakukan operasi pengangkatan payudara, subjek
sempat merasa tidak percaya diri. Akan tetapi, karena mendapatkan dukungan emosional berupa semangat dari suami, maka subjek
mampu menerima keadaan dan mampu menjalani kehidupan dengan senang.
Subjek mengalami perubahan tujuan hidup setelah subjek mendapatkan vonis kanker payudara. Perubahan yang dialami
subjek adalah, ketika mendapatkan vonis kanker payudara, subjek lebih memiliki keinginan untuk memiliki umur panjang supaya
dapat menjalani kehidupannya lebih baik. Dalam kehidupan sehari-hari, subjek hanya berkegiatan
sebagai ibu rumah tangga. Subjek mampu mengatur pekerjaan rumah
tangganya dengan
baik. Dalam
mengatur tugas
pekerjaannya, subjek menentukan prioritas pekerjaan yang harus didahulukan. Subjek mengerjakan tugas rumah tangganya secara
mandiri. Akan tetapi tidak jarang pula subjek mendapatkan bantuan-bantuan tenaga dari saudaranya untuk beraktivitas.
Subjek memiliki kemandirian dalam beraktivitas. Akan tetapi, dalam hal pengambilan keputusan, subjek tidak memiliki
kemandirian. Setiap pertimbangan yang ada selalu meminta persetujuan suami. Termasuk dalam berkegiatan. Suami subjek
membatasi kegiatan subjek. Hal ini dikarenakan kekhawatiran suami subjek terhadap kondisi fisik subjek.
Keterbatasan dalam
berkegiatan itu
pula yang
menyebabkan subjek tidak ada kesempatan untuk mengembangkan diri, selain karna faktor kondisi fisik yang tidak sekuat dahulu
sebelum terkena kanker. Padahal, subjek memiliki pendapat bahwa seorang yang terkena kanker masih bisa mengembangkan diri
dalam hal apapun. Walaupun subjek memiliki keterbatasan dalam beraktivitas,
subjek tetap memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. Selain itu, subjek juga memiliki hubungan yang baik
dengan suami dan keluarga besar. Hubungan baik itu terwujud dari dukungan sosial yang subjek terima.
Dukungan sosial diterima subjek dari suami subjek. Bentuk dukungan yang diberikan adalah dukungan sosial emosional, yaitu
berupa dukungan semangat, memberikan perhatian, meminta subjek untuk tidak terlalu lelah dalam beraktivitas, dan menghibur
subjek dikala subjek merasa sedih. Selain itu, saudara-saudara subjek juga memberikan
dukungan berupa dukungan sosial emosional dan instrumental. Yaitu berupa pemberian kasih sayang, dorongan untuk segera
berobat, dan bantuan dalam beraktivitas. Teman-teman subjek dari lingkungan tempat tinggal, dan
teman di rumah sakit pun juga memberikan dukungan sosial kepada subjek, yaitu dukungan sosial instrumental, emosional, dan
informasi. Bentuk
dukungannya adalah
bantuan dalam
memperoleh obat herbal, dukungan semangat, pemberian kasih sayang, dan informasi mengenai pengobatan herbal. Secara
keseluruhan, dukungan sosial yang diberikan itu, diberikan secara langsung kepada subjek tanpa perantara siapapun.
Dari sekian banyak pihak pemberi dukungan, subjek merasa pemberi dukungan yang paling berpengaruh adalah berasal
dari kakak ipar subjek. Hal ini dikarenakan kakak ipar subjek yang pertama kali mengetahui penyakit subjek dan yang pertama kali
memberi dorongan untuk berobat. Dukungan sosial yang diterima itu memberikan manfaat
bagi kondisi subjek. Dengan mendapatkan dukungan sosial, subjek merasa senang, tidak memikirkan penyakitnya, dan mengurangi
beban penderitaan. Berdasarkan pengalaman, subjek tidak pernah memiliki
pengalaman tidak didukung. Karena subjek memiliki pandangan bahwa cara orang lain dalam mendukung itu berbeda-beda
sehingga segala hal yang dilakukan orang lain dianggap sebagai bentuk dukungan.
2. Subjek Kedua