Selama ini, penelitian mengenai dukungan sosial bagi penderita kanker payudara hanya meneliti mengenai bentuk dukungan secara
umum. Pada penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni dan Ekowati 2010 ditemukan 3 bentuk dukungan keluarga yang diberikan kepada
penderita kanker payudara, yaitu dukungan instrumental, psikologis, dan finansial. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Sari 2011
juga tidak menunjukkan bentuk dukungan sosial secara konkret. Hasil penelitian tersebut berupa bentuk dukungan sosial secara umum yang
diberikan, yaitu dukungan penghargaan, instrumental, dan informasi. Hasil dari penelitian tersebut tidak menunjukkan bentuk
dukungan sosial secara konkret, melainkan hanya secara umum. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga tidak dijelaskan mengenai strategi
yang digunakan dalam memberikan dukungan. Sedangkan tidak semua dukungan sosial yang diberikan mampu dimaknai sebagai dukungan.
Jadi, perlu diadakan penelitian mengenai bentuk dukungan sosial dan strategi yang digunakan berdasarkan pemaknaan penderita kanker
payudara.
B. PSYCHOLOGICAL WELL BEING
1. Pengertian Psychological Well Being
Psychological well
being merupakan
penggambaran kesejahteraan
psikologis seseorang.
Kesejahteraan psikologis
seseorang dapat dilihat melalui kemampuan seseorang dalam
memenuhi kriteria fungsi psikologi positif Ryff, 1989. Selain itu, Ryan dan Deci 2001 mengungkapkan konsep well being mengacu
pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Terdapat dua prinsip yang digunakan untuk mendefinisikan kesejahteraan, yaitu
hedonic dan eudaimonic. Prinsip hedonic merupakan prinsip yang memiliki tujuan utama
adalah mendapatkan kenikmatan atau kebahagiaan secara optimal. Berdasarkan prinsip ini, kebahagiaan seseorang terletak di dalam
keberhasilan mengejar keinginan manusia dan mempercayai bahwa mengejar sensasi dan kesenangan adalah tujuan akhir dari sebuah
kehidupan. Aktivitas hedonic yang dilakukan dengan mengejar kenikmatan dan menghindari rasa sakit akan menimbulkan well being
yang bersifat sementara dan berkembang menjadi sebuah kebiasaan, sehingga lama-kelamaan akan kehilangan esensi sebagai sesuatu yang
bermakna. Waterman, dalam Rahayu 2008 mengungkapkan bahwa
konsep well being dalam pandangan eudaimonic menekankan bagaimana cara manusia untuk hidup dengan dirinya yang sejati. Diri
sejati ini terjadi ketika manusia melakukan aktivitas sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya dan dilakukan secara menyeluruh, serta
benar-benar terlibat di dalamnya Ryan Deci, 2001. Pendekatan eudaimonic berfokus pada realisasi diri, ekspresi pribadi, dan sejauh
mana seseorang mampu mengaktualisasikan potensi dirinya Ryan
Deci, dalam Rahayu, 2008. Aktivitas-aktivitas eudaimonic lebih dapat mempertahankan kondisi well being dalam waktu yang relatif lama dan
konsisten. Ryff dan Singer 1998 mengungkapkan bahwa kebahagiaan
dan kepuasan hidup dirasakan lebih besar ketika individu mengalami pengalaman membina hubungan dengan orang lain dan merasa
menjadi bagian dalam kelompok tertentu, dapat menerima diri sendiri, dan memiliki makna dan tujuan hidup. Konsep psychological well
being merujuk kepada perasaan seseorang mengenai aktivitasnya sehari-hari. Hal tersebut ditandai dengan adanya kebahagiaan,
kepuasan hidup, dan tidak adanya gejala depresi Ryff 1995. Kebahagiaan yang dialami seseorang merupakan hasil dari
kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia Bradburn dalam Ryff, 1989.
Orang yang sehat secara psikologis memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Mereka membuat keputusan
mereka sendiri dan mengatur perilaku mereka sendiri, dan mereka memilih atau membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
mereka. Mereka memilih tujuan yang membuat hidup mereka bermakna, dan mereka berjuang dan mengembangkan diri mereka
sepenuh mungkin. Ryff dalam Papalia, 2009.
2. Dimensi-dimensi Psychological Well Being