Antimalaria Immunosupresan dan antiinflamasi

lambung lebih tinggi dibanding dengan H 2 -Receptor AntagonistsVanderhoff and Tahboub, 2002.

c. Antimalaria

Antimalaria yang merupakan basa lemah secara mekanisme kerja belumsepenuhnya diketahui namun antimalaria dikenal sebagai imunomodulator, antiinflamsi, antipoliferatif, antitrombotik, memperbaiki kepadatan tulang dan fotoprotektif.Efek antitrombotik pada penderita SLE terbukti dapat menurunkan agregasi sel darah merah, menghambat agregasi platelet dan mengurangi kekentalan darah Carunchoand Marsol, 2012. Antimalaria seperti chloroquine dan hydroxychloroquine digunakan sebagai terapi lesi kulit, arthralgia, pleuritis, radang perikardial ringan, kelelahan, dan leukopenia pada pasien dengan SLE.Antimalaria juga dapat mengendalikan eksaserbasi penyakit dan steroidsparing agents.Dosis hydroxychloroquine yang digunakan yaitu 200-400 mghari, sedangkan chloroquine 250-500 mghari Dipiroet al, 2008. Antimalaria dapat menurunkan risiko kolesterol dengan cara meningkatkan HDL dan menurunkan LDL, untuk itu antimalaria efektif digunakan pada pasien dengan lipid abnormalitas. Efek samping penggunaan antimalaria diantaranya gangguan gastrointestinal, nyeri kepala, insomnia, perubahan warna kulit dan rambut, serta retinopatiCaruncho and Marsol, 2012. Profil penggunaan antimalaria pada pasien AIHA dengan Komplikasi SLE di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009 – 2014 hanya mencapai 16,67, dimana tidak semua pasien mendapatkan antimalaria. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XIII. Terapi antimalaria pada Pasien Autoimmune Hemolytic Anemia AIHA dengan KomplikasiSystemic Lupus Erythematosus SLE di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009 – 2014 Kelas Terapi Terapi Jumlah Kasus n=6 Persentase Antimalaria Chloroquine 1 16,7

d. Immunosupresan dan antiinflamasi

Penggunaan Immunosupresan dan antiinflamasi pada pasien AIHA dengan Komplikasi SLE di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009 – 2014 berupa kortikosteroid dan selective immunosuppressive agent disajikan pada Tabel XV. Tabel XIV. Terapi Immunosupresan dan Antiinflamasi padaPasien Autoimmune Hemolytic Anemia AIHA dengan KomplikasiSystemic Lupus Erythematosus SLE di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009 – 2014 Pasien AIHA dengan Komplikasi SLE menggunakan terapi kortikosteroid sebagai first line, hal ini bertujuan untuk menekan tingkat keparahan AIHALechnerand Jager, 2010.Mekanisme kortikosteroid dalam mengendalikan inflamasi dengan menghambat vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan menurunkan perpindahan leukosit ke jaringan yang luka Countinho Kelas Terapi Terapi Golongan Jumlah Kasus n=6 Persentase 100 Immunosupresan dan Antiinflamasi Metilprednisolon Kortikosteroid 6 100 Prednison 1 16,7 Metilprednisolon Sodium succinate 1 16,7 Dexamethasone 1 16,7 Mycophenolate mofetil Selective immuno- suppressive agent 2 33,3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI andChampman, 2011.Menurut American College of Rheumatology penggunaan kortikosteroid harus diiringi dengan terapi bisphosphonates, vitamin D, kalsium ataupun asam folat. Terapi kortikosteroid oral 1mgkghari atau metilprednisolon IV digunakan sampai Hb pasien mencapai 10gdL maupun hematokrit30. Selanjutnya, dilakukan tappering off jika tujuan terapi telah tercapai dan untuk mengurangi risiko efek samping kortikosteroidLechnerand Jager, 2010. Pengobatan jangka panjang kortikosteroid memberikan efek metabolik merugikan seperti osteoporosis, hipertensi, dislipidemia dan resistensi insulin DM tipe 2 sehingga diperlukan monitoring Countinhoand Champman, 2011. Penggunaan metilprednisolon pada semua pasien dalam kasus AIHA komplikasi SLE di Instalasi rawat inap Dr. Sardjito dimungkinkan karena pasien mengalami severe AIHA dengan melihat Hb pasien yang 7 gdL WHO, 2011, sehingga terapi pasien menggunakan injeksi metilprednisolon Zanella and Barcellini, 2014. Penggunaaan metilprednisolon juga dimungkinkan dengan mempertimbangkan efek mineralkortioid dalam mengatur keseimbangan elektrolit dan mineral dalam tubuh. Penggunaan setara dosis prednison dan metilprednisolon, efek glukokortikoid yang dihasilkan seimbang namun efek mineralkortikoid metilprednisolon lebih kecil dibandingkan prednisolon. Aldosteron merupakan hormon yang 90 bertanggung jawab terhadap aktivitas mineralkortikoid dalam mengatur konsentrasi mineral terutama natrium, kalium dicairan ekstraselular. Aldostreron meningkatkan reabsorpsi natrium, air dan meningkatkan ekskresi kalium diginjal. Peningkatan retensi natrium dan air menyebabkan terjadinya volume darah dan tekanan darah hipertensi meningkat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sedangkan ekskresi kalium berlebih dapat menyebabkan hipokalemia Abram, Lammon, and Pennington, 2008. Mycophenolat mofetil MMF sebagai prodrug dari asam mikofenolat MPA berfungsi menghambat inosin monofosfat dehidrogenase IMPDH yang membatasi kecepatan sintesis nukleotida purin dan poliferasi pada jalur de novo.Limfosit yang bergantung pada jalur tersebut menyebabkan terhambatnya poliferasi limfosit B dan T oleh Mycophenolat mofetil Karim et al, 2002.Mycopenolat mofetil yang merupakan antimetabolit relatif selektif secara invitro menghambat pembentukan antibodi dan generasi sel T sitotoksik dan mengurangi ekspresi molekul adhesi pada limfosit yang akan mempengaruhi kemampuan dalam mengikat sel endotel Dooleyet al, 1999. Mycopenolat mofetil berdasarkan penelitian menunjukan lebih aman dan efektif sebagai imunosupresan pada pasien SLE dengan gangguan ginjal maupun non ginjal yang resisten terhadap terapi imunosupresan konvensional Karimet al, 2002.Faktor risiko seperti limfoma, sepsis, neutropenia dan infeksi dapat meningkat akibat penggunaan Mycopenolat mofetil.Mycopenolat mofetil yang dikombinasi dengan terapi kortikosteroid dan cyclophospamide dapat mencegah terjadinya penolakan transplantasi ginjal allogenic, jantung dan hati NICE, 2014.

e. Antihipertensi

Dokumen yang terkait

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

2 39 174

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RS “Y” Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

4 37 21

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

0 7 13

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

3 18 145

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien lansia dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

1 17 110

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) anak rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2009-2014.

1 9 161

Autoimmune Hemolytic Anemia in Systemic Lupus Erythematosus Patient

0 0 9

Evaluasi drug related problems (DRPs) pada pasien anak dengue shock syndrome (DSS) di instalasi rawat inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 - USD Repository

1 1 98

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma pediatri rawat inap : studi kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013 - USD Repository

0 0 141