1. Kasus 1
Pasien merupakan pasien anak usia 3 Tahun 2 bulan 20 hari berjenis kelamin perempuan dengan berat badan 13 kg, datang ke rumah sakit dengan
keluhan lemas dan pucat. Pasien terdiagnosis AIHA komplikasi SLE dengan ditunjukan hasil coombs test pasien yaitu direct coombs test DCT +3 dan
indirect coombc test ICT +1, selain itu hasil tes darah pasien ketika datang menunjukan hemoglobin 4,6 gdL yang termasuk dalam kategori anemia berat
World Health Organization, 2011. Pasien mendapatkan terapi suportif berupa transfusi WRC pada hari pertama pasien rawat inap. Transfusi WRC bertujuan
untuk meningkatkan Hb pasien, terlihat setelah transfusi dan pemberian terapi farmakologi berupa metilprednisolon pasien mengalami peningkatan hb menjadi
9,6 gdL. Pasien mendapatkan terapi injeksi metilprednisolon dosis 120mghari sebagai imunosupresan dan antiinflamasi pada ke-1 sampai hari ke-7.Hari ke-8
terapi injeksi metilprednisolon diganti menggunakan prednison peroral, namun hasil tes darah pasien menunjukan terjadinya penurunan Hb menjadi 8,5gdL. Hari
ke-10 pasien kemudian diberikan injeksi metilprednisolon dosis 360mg bersamaan dengan prednison peroral untuk meningkatkan efektivitas terapi dengan
cara menekan antibodi antieritrosit Zanella and Barcellini, 2014. Kasus 1 ditemukan DRPs dibutuhkan tambahan obat yaitu suplemen
kalsium atau vitamin D untuk mengurangi resiko efek samping osteoporosis pada penggunaan
kortikosteroid jangka
panjang Lenchner
and Janger,
2010.Rekomendasi yang diberikan untuk pasien kasus 1 yaitu sebaiknya perlu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diberikan suplemen kalsium atau vitamin D serta memonitoring kemungkinan efek samping khususnya kortikosteroid yang digunakan dalam jangka waktu panjang.
2. Kasus 2
Pasien merupakan pasien dewasa usia 51 Tahun 8 bulan berjenis kelamin perempuan, datang ke rumah sakit dengan keluhan lemas dan terdiagnosis
mengalami AIHA komplikasi SLE. Hasil pemeriksaa Hb pasien 5,2 gdL yang termasuk dalam kategori anemia tingkat moderate World Health Organization,
2011, HCT 14,4 dan Retikulosit 7,7. Pasien menerima terapi farmakologi injeksi metilprednisolon 125mg6jam selama 2 hari, selanjutnya dilakukan
tappering off metilprednisolon menjadi 4x125mg, 3x125mg, 1x125mg, dan metilprednisolon 16mg 2-0-12. Tappering off dilakukan dengan melihat kondisi
pasien yang terus membaik berdasarkan tanda vital dan hasil laboratorium.Pasien mendapatkan terapi Dexametason IV sebagai imunosupresan selama dua hari
bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan terapi anemia berat meskipun belum teruji secara klinis Marc, 2014, selain itu pasien juga mendapatkan terapi
mycophenolat mofetil yang berfungsi menghambat pembentukan antibodi dan generasi sel T Doolet et all, 1999.Terapi ranitidin sebagai antiulkus yang didapat
pasien pada hari ke-1 bertujuan untuk mengatasi gejala mual dan muntah, pada hari ke-2 dimungkin mual muntah pada pasien memburuk sehingga diganti
menggunakan pantoprazol yang diketahui menunjukan penekanan asam lambung lebih tinggi dibandingkan H
2
-Receptor Antagonist seperti ranitidin Vanderhooff and Tahboub, 2002. Pada hari ke-3 kondisi mual dan muntah pasien
dimungkinkan membaik sehingga pasien kembali diberikan ranitidin 1A12jam. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hari ke-7 pasien mendapatkan terapi kombinasi parasetamol 500mg N-acetylcystein 200mg, dalam kasus tanda vital tidak terdokumentasi sehingga
dimungkinkan terapi tersebut berfungsi sebagai analgesik antipiretik untuk mengatasi nyeri dan demam hal ini diperkuat dengan pemberian Ceftriaxone
yang merupakan antibiotik cephalosporin generasi ketiga. Pemberian antibiotik dimungkinkan pasien mengalami infeksi.
Pasien juga mendapatkan terapi suportif berupa transfusi WRC yang bertujuan memperbaiki Hb pasien, terlihat setelah terapi suportif dan farmakologi yang
diterima pasien pulang dengan kondisi membaik. Kasus 2 ditemukan DRPs dibutuhkan tambahan obat yaitu suplemen
kalsium atau vitamin D untuk mengurangi resiko efek samping osteoporosis pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang Lenchner and Janger, 2010. Dosis
terlalu rendah terjadi pada dosis ranitidin, pasien seharusnya mendapatkan dosis 150mg-200mghari Olivia, Partemi, Arena, De Giorgio, Colecchi, Fucci et al,
2008 namun pasien hanya mendapatkan terapi 100mghari. DRP efek samping obat juga terjadi, dimungkinkan efek mual muntah yang dialami pasien diperburuk
dengan adanya terapi kortikosteroid dosis tinggi. Rekomendasi yang diberikan untuk pasien kasus 2 yaitu perlu
tambahan terapi suplemen kalsium atau vitamin D, pertimbangan penyesuaian dosis ranitidin.
3. Kasus 3