Jika 4 dari kriteria tersebut telah menunjukan gejala klinis pada seseorang maka, dapat dikatakan bahwa orang tersebut positif SLE American College of
Rheumatology, 1999. Pemeriksaan penunjang lain yang perlukan untuk dianosis dan monitoring yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah, urin
rutin, urin mikroskopik, kimia darah, PT dan aPTT pada sindrom antifosfolipid, serologi ANA, Anti-dsDNA, komplemen, serta foto thorax Akib, dkk 2008.
Tanda atau gejala Systemic Lupus Erythematosus SLE berdasarkan tingkat kejadiannya:
Tabel V. Tanda atau Gejala Systemic Lupus Erythematosus SLEAmerican College of Rheumatology, 1999
4. Terapi
Outcome SLE yang diharapkan adalah berkurangnya tanda dan gejala penyakit serta memelihara kondisi pasien agar tidak terjadi komplikasi penyakit
lanjutan.Terapi farmakologi SLE: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel VI. Terapi Farmakologi SLE Ioannouand Isenberg, 2002.
a. NSAIDs Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs NSAIDsmerupakan obat pilihan empiris pada pengobatan SLE,
meninjau lebih lanjut tentang tanda dan gejala umum pada pasien SLE seperti demam, arthritis, skin rash,myalgia, arthralgia dan serosis maka NSAID
merupakan pilihan tepat. Dosis NSAID yang diberikan harus memberikan efek antiinflamasi, antipiretik dan analgesik meskipun pada dosis rendah NSAID ini
dapat juga digunakan untuk pasien dengan sindrom antifosfolipid. NSAID nonselektif siklooksigenase secara signifikan meningkatkan
risiko iritasi lambung dan ulkus peptikum untuk itu pemberian NSAID pada pasien dengan SLE dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal karena efek obat dan
bukan penyakit yang mendasari sehingga penggunaan NSAID ini harus
berhati-hati Dipiro et al, 2008.
b. Antimalaria Agen antimalaria seperti chloroquine dan hydroxychloroquine ini
bekerja dengan menghambat T-limfosit, imunomudulator, menghambat sitokin, menurunkan sensitivitas terhadap ultraviolet,antiinflamasi, memberikan efek
antiplatelet, dan memiliki aktivitas antihiperlipidemic. Dosis hydroxychloroquine pada pasien SLE yaitu 200-400mghari sedangkan chloroquine 250-500mghari.
Pemberian hydroxychloroquine pada pasien SLE dapat menurunkan aktivitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup terbukti dengan
meningkatkan kepadatan mineral tulang, efek proktektif terhadap trombosis dan kerusakan organ irrversibel serta mengurangi flare. Hydroxychloroquine
mengurangi konsentrasi sitokin IL-1, IL-2, IL-6, TNF- α dan menghambat
pengolahan APCs serta signaling sel T. Efek samping penggunaan Hydroxychloroquine pada dosis rendah relatif aman, namun pemeriksaan mata
perlu dipertimbangkan terkait efek samping obat Dipiro et al, 2008.
c. Kortikosteroid Kortikosteroid sebagai monoterapi menekan dan mempertahankan
penekanan terhadap penyakit SLE.Kortikosteroid memiliki onset cepat jika dibandingkan obat SLE yang lainnya.
Dalam kasus pasien dengan penyakit SLE tahap ringan digunakan prednisolon dosis rendah yaitu 10-20mghari, sedangkan untuk pasien dengan
tingkat lebih berat digunakan kortikosteroid dengan dosis 1-2mgkg BBhari.Penggunaan kortikosteroid dapat meningkatkan beberapa faktor
risikodiantaranya infeksi, hipertensi, penyakit aterosklerosis, diabetes, obesitas, osteoporosis, dan penyakit kejiwaan sehingga penggunaan kortikosteroid pada
pasien SLE harus dengan dosis efektif terendah. Metilprednisolon intravena dengan dosis 500-1000mghari selama 3-6hari berturut-turut dapat diberikan
bersamaan dengan prednisolon 1-1,5mgkg BBhari sebagai standar terapi pulse
steroids jangka pendek dan dapat merangsang remisi pasien SLE Dipiro et al,
2008. d. Obat sitotoksik
Cyclophosphamide alkylating agent dan azathioprineantimetabolit termasuk dalam golongan obat sitotoksik yang berfungsi menekan dan
menstabilkan aktivitas penyakit ekstrarenal. Obat golongan ini sering dikombinasikan dengan kortikosteroid karena dapat menurunkan risiko gagal
ginjal stadium akhir yang memerlukan dialisis dan transplantasi ginjal serta digunakan untuk meminimalkan penggunaan kortikosteroid dosis tinggi. Dosis
cyclophosphamide jika dikombinasikan dengan kortikosteroid yaitu 0,5-1gm luas permukaan tubuh dalam pemberian intravena. Efek toksik dari cyclophosphamide
yaitu penekanan hematopoesis, infeksi oportunistik, komplikasi kandung kemih, kemandulan, dan teratogenesis. Jumlah sel darah putih harus dipantau selama
terapi cyclophosphamide, dan jika kurang dari 1.500 mm dosis harus disesuaikan untuk menjaga jumlah sel putih di atas 1.500 mm. Mual dan muntah
yang berhubungan dengan cyclophosphamide dapat dikontrol menggunakan ondansetron dan deksametason.
Azathioprine diberikan dengan dosis oral 1-3mgkg BBhari, efek toksik yang dihasilkan azathioprine lebih kecil jika dibandingkan dengan
cyclophosphamide.Azathioprinedapat digunakan sebagai steroid sparing agent untuk mereduksi dosis kortikosteroid. Penambahan Azathioprine lebih efektif
dibandingkan dengan dosis tunggal prednisolon. Mycophenolate mofetilMMF merupakan agen imunosupresif yang
mencegah proliferasi sel B dan sel T serta mengurangi molekul adhesi. MMF secara efektif mengurangi proteinuria dan memperbaiki serum kreatinin pada
penderita SLE serta nefritis yang resisten terhadap cyclophosphamide. Dosis MMF yaitu 500-100mg dua kali sehari, kemudian ditingkatkan menjadi 750mg dua kali
sehari setelah dua minggu dan ditingkatkan setiap minggu sampai mencapai dosis maksimal 1000mghari. Methotrexate dengan dosis 15-20mg perminggu terbukti
efektif mengatasi keluhan pada kulit dan sendi. Efek samping yang ditimbulkan yaitu peningkatan serum transaminase, gangguan gastrointestinal, infeksi oral
ulcer, fungsi hati dan ginjal sehingga perlu dilakukan monitoring ketat. Cyclosporine dosis 2,5-5mgkgBBhari berguna untuk memperbaiki kondisi
proteinuria, sitopenia, parameter imunologi, dan aktifitas penyakit Dipiro et al, 2008.
e. Terapi Adjuvan Terapi adjuvan yang perlu diperhatikan yaitu penggunaan tabir surya
untuk mencegah perkembangan lesi kulit akibat fotosensitifitas dari sinar UV. Pemberian kalsium dan vitamin D dapat melindungi kehilangan masa tulang akibat
penggunaan glukokortikoid jangka panjang. Pengendalian berat badan, latihan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
fisik, dan merokok dapat mencegah peningkatan risiko penyakit kardiovaskular pada pasien SLE.
C. Terapi Autoimmune Hemolytic Anemia AIHA dengan