8
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
1. Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative Learning
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative Learning
Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Isjoni mengutip pendapat Jhonson mengemukakan bahwa cooperative learning atau
pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Anita Lie yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama
dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
1
Pembelajaran kooperatif menurut Tonih Feronika yang mengutip pendapat Slavin adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling
membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai
prestasi belajar tertinggi. Sedangkan menurut Davidson dan Worsham yang dikutip oleh Tonih Feronika, pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
yang efektif yang mengintergrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis.
2
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu yang memiliki prinsip dasar siswa membentuk
kelompok kecil dan saling mengajari sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam proses pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajari siswa yang kurang
1
Isjoni, Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, Bandung: Alfabeta, 2007, hal. 15-16
2
Tonih Feronika, Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, hal. 56
9
pandai tanpa merasa dirugikan. Selain itu, siswa yang kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, karena bantuan dan motivasi teman sebaya.
Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa
diterima oleh anggota kelompoknya. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran,
namun bisa juga sebagai tutor bagi teman sebayanya. Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih
asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa, karena pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada
siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator. Selain silih asah,
pembelajaran kooperatif juga secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asih dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di
dalam masyarakat nyata.
3
Kegiatan dalam kooperatif akan membantu siswa-siswa yang lemah dalam akademik untuk dapat memahami materi, karena dalam pembelajaran kooperatif
siswa yang pintar menjelaskan dan menguraikan materi ke siswa yang kurang paham. Hal ini dapat memberikan penguatan kepada siswa yang pintar untuk
dapat memahami materi. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompaknya belum menguasai bahan pembelajaran.
4
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan. Diantaranya yaitu
memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa ketika belajar secara bekerjasama
dalam merumuskan kearah satu pandangan kelompok. Isjoni mengutip pendapat Sharan mengemukakan bahwa siswa yang
belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi
3
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta; Bumi Aksara, 2009, hal. 189-190
4
Tonih Feronika, Op, cit, hal. 57
10
yang tinggi karena didorong oleh rekan sebayanya. Pembelajaran kooperatif juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik dan berpikir kritis, membentuk
hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar
untuk mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta menghargai pokok pikiran orang lain.
Selanjutnya Isjoni mengutip pendapat Stahl mengemukakan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan,
kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial. Pendapat Zaltman yang dikutip oleh Isjoni mengemukakan
bahwa siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, ternyata sangat
berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual. Kerjasama antar siswa dalam kegiatan belajar dapat memberikan berbagai
pengalaman. Mereka akan lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang
baik.
5
Tabel 2.1. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok konvensional
6
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling
membantu dan
saling memberikan motivasi sehingga ada
interaksi promotif Guru sering membiarkan adanya siswa
yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri ada kelmpok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur
penguasaan materi
pelajaran tiap anggoata kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang
hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual
sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering
diborong oleh salah seorang anggota kelompok
lainnya hanya
“mendompleng” keberhasilan
“pemborong”.
5
Isjoni, Op. cit,hal. 22-24
6
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal. 43-44
11
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis
atau bergilir
untuk memberikan pengalaman pemimpin
bagi para anggota kelompok. Pemimpin kelompok sering ditentukan
oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan
cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak
secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan melakuakan intervensi jik terjadi
masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melaui intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat
belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses kelompok
yang terjadi
dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak
hanya pada
penyelasaian tugas
tetapi juga
hubungan interpersonal hubungan antar pribadi yang saling menghargai.
Penekanan sering
hanya pada
penyelesaian tugas.
b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative Learning