1 membuat catatan tentang komentar atau diskusi yang dilakukan peserta didik serta jangan lupa menuliskan nama atau posisi tempat duduk peserta
didik. 2 membuat catatan tentang situasi dimana peserta didik melakukan kerja
sama atau memilih untuk tidak melakukan kerja sama. 3 mencari
contoh-contoh bagaimana
terjadinya proses
konstruksi pemahaman melalui diskusi dan aktivitas belajar yang dilakukan peserta
didik. 4 melakukanpencatatan tentang variasi metode penyelesaian masalah dari
peserta didik secara individual atau kelompok peserta didik, termasuk strategi penyelesaian yang salah.
Selain membuat catatan tentang beberapa hal yang penting mengenai aktivitas belajar peserta didik, seorang observer selama melakukan pengamatan perlu
mempertimbangkan atau berpedoman pada sejumlah pertanyaan berikut:
155
1 Apakah tujuan pembelajaran sudah jelas? Apakah aktivitas yang dikembangkan berkontribusi secara efektif pada pencapaian tujuan
tersebut? 2 Apakah langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan berkaitan satu
dengan yang lain, dan apakah hal tersebut mendukung pemahaman peserta didik tentang konsep yang dipelajari?
3 Apakah hand-on atau teaching material yang digunakan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan?
155
Ibid.
4 Apakah diskusi kelas yang dilakukan membantu pemahaman peserta didik tentang konsep yang dipelajari?
5 Apakah materi yang dikembangkan guru sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik?
6 Apakah peserta didik menggunakan pengetahuan awalnya atau pengetahuan sebelumnya untuk memahami konsep baru yang dipelajari?
7 Apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dapat mendorong dan memfasilitasi cara berfikir peserta didik?
8 Apakah gagasan peserta didik dihargai dan dikaitkan dengan materi yang sedang dipelajari?
9 Apakah kesimpulan akhir yang diajukan didasarkan pada pendapat peserta didik?
10 Apakah kesimpulan yang diajukan sesuai dengan tujuan pembelajaran? 11 Bagaimana guru memberikan penguatan capaian hasil belajara peserta
didik selama pembelajaran berlangsung?
c.
See
Langkah ketiga dalam kegiatan lesson study adalah melakukan refleksi see. Setelah pembelajaran tahap do selesai, maka selanjutnya dilaksanakan diskusi langsung
antara guru model yang tampil dan pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
156
Guru model mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam
melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Selanjutnya
pengamat diminta
menyampaikan komentar dan lesson learnt atau hal baru yang diperolehdipelajari dari
156
Ibid.
kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, terutama berkenaan dengan aktifitas peserta didik selama kegiatan pembelajaran.
157
Tentunya kritik dan saran dari para pengamat disampaikan secara bijak dan konstruktif. Sebaliknya, guru model seyogyanya
dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dalam diskusi ini, guru dapat merancang pembelajaran berikutnya
lebih baik. Pada prinsipnya setiap orang yang terlibat dalam kegiatan lesson study ini harus memperoleh lesson learnt, yakni memperoleh sesuatu yang baru setelah mengamati
pembelajaran, sehingga komunitas belajar dapat terbentuk. Setelah tiga tahapan ini selesai, maka selanjutnya dapat dilaksanakan kegiatan
berikutnya yakni open house atau seminar hasil Lesson Study. Open house adalah kegiatan lanjutan yang bertujuan untuk mendesiminasikan hasil atau produk inovasi yang
telah dilaksanakan melalui lesson study. Peserta yang hadir dalam seminar hasil lesson study diharapkan lebih banyak sehingga memerlukan pengorganisasian yang cermat agar
hasilnya dapat dideseminasikan secara efektif
D. SPIRITUAL QUOTIENT SQ
1. Pengertian Spiritual Quotient
Sebelum menelaah tentang pengertian Spiritual Quotient atau kecerdasan spiritual menurut beberapa ahli, penulis terlebih dahulu memaparkan makna spirit secara
bahasa.
157
Ita Masitoh, Op.Cit., h. 45.
Dalam kamus bahasa yang berjudul Salims Ninth Collegiate English-Indonesian Dictionary,
158
kata spirit di ari arti eti ologis ya. Ada sepuluh arti ila spirit
diperlakukan sebagai kata benda noun. Lalu bila spirit diperlakukan sebagai kata kerja verb atau kata sifat adjective ada beberapa arti pula mengenainya.
Dari kesepuluh arti itu, dipersempit menjadi tiga macam arti saja, yaitu yang erkaita de ga
oral , se a gat , da suk a . Apa ya g aka terjadi setelah dipilih arti spirit seperti ini? Banyak sekali tindakan yang dapat diperbuat bila mendengar
kata spirit atau, kata bentukannya, spiritual. Kata spiritual se diri dapat di ak ai
se agai hal-hal yang bersifat spirit atau berkenaan dengan spirit . Dari si i, dapat diartikan spiritual sebagai suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan dalam
e a gkitka se a gat ,
isal ya. Atau agai a a seseora g e ar-benar e perhatika ji a atau suk a dala e yele ggaraka kehidupan di bumi.
Atau, ya g lai , apakah perilaku ya erujuk ke se uah tata a oral ya g e ar-
benar luhur dan agung?.
159
Dalam buku terbarunya, SC, Spiritual Capital, Zohar dan Marshall mengatakan ah a spiritual erasal dari ahasa lati yak i spiritus yang berarti prinsip yang
e fasilitasi suatu orga is e, isa juga dari ahasa lati sapientia sophia dalam bahasa yunani yang berarti kearifan
—kecerdasan kearifan wisdom intelligence
160
. Untuk lebih memfokuskan pembahasan tentang kecerdasan spiritual SQ,
penulis akan memaparkan beberapa definisi Spiritual Quotient SQ menurut para ahli.
158
Peter Salim, Salims Ninth Collegiate English-Indonesian Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 2000, h. 1423.
159
Mimi Doe dan Marsha Walch, 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak-anak Anda, Bandung: Kaifa, 2001, h. 5.
160
Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital : Memberdayakan SC di Dunia Bisnis, Penerjemah: Helmi Mustofa, Bandung: Mizan, 2005, h. 115.
Menurut Zohar dan Marshall, kecerdasan spiritual SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan yang lain.
161
Marsha Sinetar, yang terkenal luas sebagai pendidik, penasihat, pengusaha, dan penulis buku-buku bestseller, menafsirkan kecerdasan spiritual sebagai pemikiran yang
terilhami. Kecerdasan yang diilhami oleh dorongan dan efektivitas, keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya.
162
Kata Sinetar, kecerdasan spiritual adalah cahaya, ciuman kehidupan yang membangunkan keindahan
tidur kita. Kecerdasan spiritual membangunkan orang-orang dari segala usia, dalam segala situasi.
163
Kecerdasan spiritual melibatkan kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam.Itu berarti mewujudkan hal yang terbaik, utuh, dan paling manusiawi
dalam batin. Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan, dan arah panggilan hidup, mengalir dari dalam, dari suatu keadaan kesadaran yang hidup bersama cinta.
Sementara Agus Nggermanto mengutip pendapat Khalil Khavari:
Kecerdasan Spiritual adalah fakultas dari dimensi non-material kita —ruh
manusia.Inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan
tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi.
161
Danah Zohar dan Ian Marshall, Op.Cit., h. 4.
162
Marsha Sinetar, Spiritual Intelligence Kecerdasan Spiritual, Alih bahasa: Soesanto Boedidarmo, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2001, h. 12-13.
163
Ibid., h. 49.
Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya, Kecerdasan Spiritual dapat ditingkatkan dan diturunkan.Akan tetapi, kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak
terbatas.
164
Toto Tasmara, dalam bukunya Kecerdasan Ruhaniah Trancendental Intelligence mengatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang
untuk mendengarkan hati nuraninya, baik buruk dan rasa moral dalam caranya menempatkan diri dalam pergaulan.
165
Menurut Ary Ginanjar Agustian dalam buku best seller-nya ESQ, menyebutkan, bahwa SQ adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku
dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya hanif, dan memiliki pola pemikiran tauhidi integralistik,
serta berprinsip hanya karena Allah.
166
Dari berbagai definisi Spiritual Quotient diatas, dapat diambil benang merah bahwa Spiritual Quotient atau kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sudah ada
dalam setiap manusia sejak lahir yang membuat manusia menjalani hidup ini dengan penuh makna, selalu mendengarkan suara hati nuraninya, tak pernah merasa sia-sia,
semua yang dijalaninya selalu bernilai. Jadi, SQ dapat membantu seseorang untuk membangun dirinya secara utuh. Semua yang dijalaninya tidak hanya berdasarkan
proses berfikir rasio saja tapi juga menggunakan hati nurani. Karena hati nurani adalah pusat kecerdasan spiritual. Dalam konteks itulah, hati menjadi elemen penting dalam
164
Agus Nggermanto, Quantum Quotient Kecerdasan Quantum: Cara Cepat Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis, Bandung: Penerbit Nuansa, 2001, h. 143.
165
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah Transcendental Intelligence, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 23.
166
Ary Ginanjar Agustian, ESQ:Emosional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam,Jakarta: Penerbit Arga, 2001, h. 57.
kecerdasan spiritual. Bahkan, puncak kecerdasan spiritual justru terletak pada suara hati nurani. Inilah suara yang relatif jernih dalam hiruk-pikuk kehidupan kita, yang tak bisa
ditipu oleh siapapun, termasuk diri kita sendiri. Kebenaran sejati, sebenarnya lebih terletak pada pada suara hati nurani, yang menjadi pucak sejati kecerdasan spiritual
SQ. Karenanya, kecerdasan spiritual SQ menyingkap kebenaran sejati yang lebih sering tersembunyi di tengah adegan-adegan hidup yang serba palsu dan menipu.
2. Bukti Ilmiah Spiritual Quotient
Banyak bukti ilmiah mengenai SQ sebenarnya ada dalam telaah-telaah neurology diantaranya oleh neurolog Vilyanur Ramachadran, psikologi oleh neuropsikolog
Michael Persinger, dan antropologi oleh antropolog dari Harvard Terrance Deacon tentang kecerdasan manusia, pemikirannya, dan proses-proses linguistik. Para
ilmuan telah melakukan penelitian dasar yang mengungkapkan adanya pondasi- pondasi saraf bagi SQ di dalam otak. Para ahli otak menemukan bahwa kecerdasan
spiritual itu berakar kuat dalam otak manusia. Itu artinya, otak bukan saja berpotensi pada kekuatan rasional dan emosional sebagaimana dikonsepkan oleh William Stern,
seorang ahli yang mengungkapkan tentang IQ dan Daniel Goleman, yang mengungkapkan tentang EQ, melainkan juga termaktub potensi spiritual dalam
dirinya, tepatnya, di dalam otaknya. Setidaknya ada empat bukti penelitian yang memperkuat dugaan adanya potensi
spiritual dalam otak manusia yang dikemukakan oleh Zohar dan Marshal
167
: Pertama, penelitian oleh neuropsikolog Michael Persinger di awal tahun 1990-
an, dan adalah penelitian yang lebih baru pada 1997 oleh neurolog V.S. Ramachandran
167
Danah Zohar dan Ian Marshall, Op.Cit., h. 10-11.