Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi KeluargaDengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah Dasar SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan 2014

(1)

HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PERTUMBUHAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH

DI SD NEGERI NO.142442 KOTA PADANGSIDIMPUAN 2014

SKRIPSI

OLEH:

ADE IRMA HARAHAP NIM: 101000018

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PERTUMBUHAN ANAK BARU MASUK

SEKOLAH DI SD NEGERI NO.142442 KOTA PADANGSIDIMPUAN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

ADE IRMA HARAHAP NIM: 101000018

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN

STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PERTUMBUHAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH DI SD NEGERI NO.142442 KOTA PADANGSIDIMPUAN 2014

Nama Mahasiswa : ADE IRMA HARAHAP

No. Induk Mahasiswa : 101000018

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Pemintan : Gizi Kesehatan Masyarakat

Tanggal Lulus : 27 Januari 2015

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing Skripsi I Dosen Pembimbing Skripsi II

Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si Dra. Jumirah, Apt, M.Kes NIP.196806161993032003 NIP. 195803151988112001

Medan, November 2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Masa usia sekolah merupakan masa terpenting dalam pembentukan fisik anak selanjutnya. Kualitas fisik tercermin dari pertumbuhan fisik. Perubahan pertumbuhan fisik akan jelas tampak pada saat anak memasuki usia sekolah.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pola konsumsi pangan dan status sosial ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah di SD Negeri No.142442 Padangsidimpuan. Jenis penelitian adalah deskriptif menggunakan desain potong lintang. Populasi adalah seluruh murid kelas satu SD Negeri No.142442 Padangsidimpuan. Sampel sebanyak 54 murid diambil dengan teknik proporsional sampel. Data tentang konsumsi pangan diperoleh melalui wawancara langsung kepada murid yang dibantu oleh ibu murid. Data tinggi badan anak diukur dengan microtoise. Pertumbuhan anak baru masuk sekolah didasarkan dengan Z-Score tinggi badan menurut umur. Selanjutnya, untuk membuktikan hipotesis dilakukakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan 51,9% anak memiliki tinggi badan kategori pendek, 40,7% anak normal dan 7,4% anak tinggi. Hasil analisis uji Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendapatan keluarga (p=0,037), jenis makanan (p=0,038), tingkat kecukupan energi (p=0,027) dan tingkat kecukupan seng (p=0,044) dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah. Variabel tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan iodium, tingkat kecukupan kalsium dan tingkat kecukupan zat besi tidak ada hubungan dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah.

Diharapkan agar para ibu menyediakan makanan yang beraneka ragam untuk anak. Diharapkan agar para ibu memperhatikan tingkat kecukupan gizi dalam makanan yang dikonsumsi anak .

Kata kunci: Pola Konsumsi Pangan, Status Sosial Ekonomi Keluarga, Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah


(5)

ABSTRACT

The phase of school age is the most important in the next physical formation of kid. Physical qualities reflected from physical growth. Physical growth change will certainly seemed at the time of kid entered the age of school.

The purpose of the research is to know the corelation between the food consumption patterns and social economic of the family with the growth of new kid entered the age of school in elementary school padangsidimpuan no.142442. The type of research is descriptive using a cross sectional design. The population is all students in the first class of elementary school padang sidimpuan no.142442 . The sample as many as 54 of students taken with the technique of proportional sample. Data about the consumption of food obtained through interviews directly to students who assisted by their mothers. Data of the height of kid measured with microtoise. The growth of new kid entered school based with z-score height by age. Furthermore, to prove the hypothesis the chi-square test is used.

The research showed 51,9% had height with short category, 40,7% normal and 7,4% kids were tall category. The analysis bivariat with chi-square test showing that there are significan relationship between the level of family income(p = 0,037), kinds of food (p = 0,038), the level of energy suffiency (p = 0,027) and the level of zinc suffiency (p = 0,044) with the growth of the new kid enter the school. There was not correlation with the variable of the level of mother’s educational, the level of

mother’s occupation, the level of vitamin A sufficiency, the level of iodium sufficiency, the level of calcium sufficiency and the level of iron sufficiency with the growth of the new kid entered the school.

It is hoped the mothers provide multiform food being for kids. Additionally, mothers should be pay attention to the level of nutrient sufficiency that will be consumed for a kid.

Key words: Food consumption pattern, social economic of the family, the growth of new kid in school.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ade Irma Harahap

Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan/15 Juni 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 4 dari 7 bersaudara

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Serasi 9 No. 14 Padangsidimpuan Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1998-2004 : SD Negeri No.200117 Padangsidimpuan 2. Tahun 2004-2007 : SMP Negeri 4 Padangsidimpuan

3. Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 6 Padangsidimpuan

4. Tahun 2010-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih yang telah melimpahkan segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi KeluargaDengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah Dasar SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan 2014” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan dorongan moril dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, MSi, selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Dra. Jumirah, Apt, MKes, selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.


(8)

4. Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

5. Fitri Ardiani, SKM. MPH, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

6. dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku dosen Pembimbing akademik yang telah memberikan banyak bimbingan dan nasehat selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 7. Bapak Marihot dan seluruh Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal

ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Terkhusus penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang teramat sangat buat Orang tua tercinta Ayahanda (Bapak Nasaruddin Harahap), dan Ibunda (Khodijah Lubis, S.Pd), kakanda tersayang dan Adinda tersayang telah banyak memberikan dukungan semangat dan doanya ketika penulis melakukan penelitian.

9. Sahabat-sahabat tersayang, Irvani Syahrika SKM, Hardianti Meliala SKM, Ina Yulianti, Indah S.Pd, Erika, dan Silva syahyuni.

10. Teman-teman seperjuangan Gizidi FKM USU, khususnya buat Henrika, Fitri Maihana, Fadlan, Rosalin, Putri, Joana, Erika, kak Devi, kak Eli yang tak bisa penulis sebut satu persatu. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.


(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pertumbuhan Anak Sekolah Dasar ... 8

2.1.1 Tinggi Badan Menurut Umur ... 10

2.2. Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah (TBABS) ... 9

2.2.1. Alasan Pengukuran TBABS ... 12

2.2.2. Survey Nasional TBABS ... 13

2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi PertumbuhanAnak Baru Masuk Sekolah ... 16

2.3.1 Pola Konsumsi Pangan ... 17

2.3.1.1. Frekuensi Makan... 18

2.3.1.2. Jenis Makanan ... 18

2.3.1.3. Jumlah Zat Gizi... 20

2.3.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 21

2.3.2.1. Tingkat Pendidikan Ibu ... 21

2.3.2.2. Status Pekerjaan Orangtua... 23

2.3.2.3. Tingkat Pendapatan Keluarga ... 25

2.4. Kerangka Konsep ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32


(11)

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 32

3.2.2.Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1. Populasi ... 33

3.3.2. Sampel ... 33

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.1. Data Primer ... 34

3.4.2. Data Sekunder ... 34

3.5. Instrumen Penelitian ... 34

3.6. Defenisi Operasional ... 35

3.7. Aspek Pengukuran ... 36

3.8. Teknik Analisa Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.1.1. Kondisi geografis ... 41

4.2. Deskripsi Karakteristik Anak ... 41

4.3. Status Sosial Ekonomi Keluarga... 42

4.3.1.Tingkat Pendidikan Ibu... 42

4.3.2. Tingkat Pendapatan Keluarga ... 43

4.4. Pola Konsumsi Pangan ... 44

4.5.1.Jenis dan Frekuensi Makan ... 44

4.5.2.Jumlah Zat Gizi ... 48

4.6.Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah ... 50

4.7.Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Pertumbuhan ... 51

4.7.1.Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan TB/U Anak ... 51

4.7.2.Hubungan Status Pekerjaan Ibu Dengan Pertumbuhan Anak ... 52

4.7.3.Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Pertumbuhan Anak ... 52

4.8.Hubungan Pola Konsumsi Pangan Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah... 53

4.8.1.Hubungan Jenis Makanan Dengan Pertumbuhan Anak ... 53

4.8.2.Hubungan Jumlah Zat Gizi Dengan Pertumbuhan Anak ... 54

BAB V PEMBAHASAN ... 56

5.1. Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah ... 57

5.1.1.Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Anak ... 58

5.1.2.Hubungan Status Pekerjaan Ibu Dengan Pertumbuhan Anak ... 59

5.1.3.Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Pertumbuhan Anak ... 60

5.2. Hubungan Pola Konsumsi Pangan Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah ... 61


(12)

5.2.1.Hubungan Jenis Makanan Dengan Pertumbuhan Anak ... 62

5.2.2.Hubungan Jumlah Zat Gizi Dengan Pertumbuhan Anak ... 63

5.2.2.1.Tingkat Kecukupan Energi Dengan Pertumbuhan Anak ... 64

5.2.2.2.Tingkat Kecukupan Protein Dengan Pertumbuhan Anak ... 65

5.2.2.3.Tingkat Kecukupan Vitamin A Dengan Pertumbuhan Anak ... 66

5.2.2.4.Tingkat Kecukupan Iodium Dengan Pertumbuhan Anak ... 68

5.2.2.5.Tingkat Kecukupan Kalsium Dengan Pertumbuhan Anak ... 69

5.2.2.6.Tingkat Kecukupan Zat Besi Dengan Pertumbuhan Anak ... 70

5.2.2.1.Tingkat Kecukupan Seng Dengan Pertumbuhan Anak ... 71

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Anak Di SD Negeri No.142442 Padangsidimpuan 2014.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat pendidikan Ibu siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Pokok dan Frekuensi Makan Siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.5 Distribusi Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Lauk Pauk dan Frekuensi Makan Siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Sayuran dan Frekuensi Makan Siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Buah dan Frekuensi Makan Siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.8 Distribusi Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Lain –lain (Makanan dan minuman) dan Frekuensi Makan Siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.9 Distribusi Berdasarkan Jenis Bahan Makanan Siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.10 Distribusi Berdasarkan Jumlah Zat Gizi Siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.11 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.12 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Tabel 4.13 Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Pertumbuhan Anak Baru


(14)

Tabel 4.14 Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Tabel 4.15 Hubungan Jenis Makan dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk

Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

Tabel 4.16 Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Tabel 4.17 Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Pertumbuhan Anak Baru

Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Tabel 4.18 Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Pertumbuhan Anak

Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Tabel 4.19 Hubungan Tingkat Kecukupan Iodium dengan Pertumbuhan Anak Baru

Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Tabel 4.20 Hubungan Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Pertumbuhan Anak

Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Tabel 4.21 Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Pertumbuhan Anak

Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Tabel 4.22 Hubungan Tingkat Kecukupan Seng dengan Pertumbuhan Anak Baru


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

: Master Data

Lampiran II

: Gambar

Lampiran III

: Output


(16)

ABSTRAK

Masa usia sekolah merupakan masa terpenting dalam pembentukan fisik anak selanjutnya. Kualitas fisik tercermin dari pertumbuhan fisik. Perubahan pertumbuhan fisik akan jelas tampak pada saat anak memasuki usia sekolah.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pola konsumsi pangan dan status sosial ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah di SD Negeri No.142442 Padangsidimpuan. Jenis penelitian adalah deskriptif menggunakan desain potong lintang. Populasi adalah seluruh murid kelas satu SD Negeri No.142442 Padangsidimpuan. Sampel sebanyak 54 murid diambil dengan teknik proporsional sampel. Data tentang konsumsi pangan diperoleh melalui wawancara langsung kepada murid yang dibantu oleh ibu murid. Data tinggi badan anak diukur dengan microtoise. Pertumbuhan anak baru masuk sekolah didasarkan dengan Z-Score tinggi badan menurut umur. Selanjutnya, untuk membuktikan hipotesis dilakukakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan 51,9% anak memiliki tinggi badan kategori pendek, 40,7% anak normal dan 7,4% anak tinggi. Hasil analisis uji Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendapatan keluarga (p=0,037), jenis makanan (p=0,038), tingkat kecukupan energi (p=0,027) dan tingkat kecukupan seng (p=0,044) dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah. Variabel tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan iodium, tingkat kecukupan kalsium dan tingkat kecukupan zat besi tidak ada hubungan dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah.

Diharapkan agar para ibu menyediakan makanan yang beraneka ragam untuk anak. Diharapkan agar para ibu memperhatikan tingkat kecukupan gizi dalam makanan yang dikonsumsi anak .

Kata kunci: Pola Konsumsi Pangan, Status Sosial Ekonomi Keluarga, Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah


(17)

ABSTRACT

The phase of school age is the most important in the next physical formation of kid. Physical qualities reflected from physical growth. Physical growth change will certainly seemed at the time of kid entered the age of school.

The purpose of the research is to know the corelation between the food consumption patterns and social economic of the family with the growth of new kid entered the age of school in elementary school padangsidimpuan no.142442. The type of research is descriptive using a cross sectional design. The population is all students in the first class of elementary school padang sidimpuan no.142442 . The sample as many as 54 of students taken with the technique of proportional sample. Data about the consumption of food obtained through interviews directly to students who assisted by their mothers. Data of the height of kid measured with microtoise. The growth of new kid entered school based with z-score height by age. Furthermore, to prove the hypothesis the chi-square test is used.

The research showed 51,9% had height with short category, 40,7% normal and 7,4% kids were tall category. The analysis bivariat with chi-square test showing that there are significan relationship between the level of family income(p = 0,037), kinds of food (p = 0,038), the level of energy suffiency (p = 0,027) and the level of zinc suffiency (p = 0,044) with the growth of the new kid enter the school. There was not correlation with the variable of the level of mother’s educational, the level of

mother’s occupation, the level of vitamin A sufficiency, the level of iodium sufficiency, the level of calcium sufficiency and the level of iron sufficiency with the growth of the new kid entered the school.

It is hoped the mothers provide multiform food being for kids. Additionally, mothers should be pay attention to the level of nutrient sufficiency that will be consumed for a kid.

Key words: Food consumption pattern, social economic of the family, the growth of new kid in school.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa usia sekolah merupakan masa terpenting dalam pembentukan fisik anak selanjutnya. Oleh karena itu anak usia sekolah perlu mendapat perhatian secara seksama, pembinaan dan pengawasan yang sedini mungkin agar menghasilkan kualitas fisik, mental dan sosial yang baik. Kualitas fisik dapat tercermin dari pertumbuhan fisik, perubahan pertumbuhan fisik akan jelas tampak pada saat anak memasuki usia sekolah, dimana pertumbuhan fisik usia sekolah merupakan refleksi keadaan gizi pada masa bayi dan balita.

Salah satu indikator gizi untuk menilai peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah ukuran pertumbuhan fisik yang dapat dilakukan melalui pengukuran Tinggi Badan Anak Baru Sekolah (TBABS). TBABS dapat merupakan salah satu indikator status gizi dan kesehatan masyarakat suatu daerah, yang erat pula hubungannya dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat di daerah yang bersangkutan (Desmita, 2005).

Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek sehingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan. Pada keadaan stunting, tinggi badan anak tidak memenuhi tinggi badan normal menurut umurnya. Anak yang pendek berkaitan erat dengan kondisi yang terjadi dalam waktu yang lama seperti kemiskinan, perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, kesehatan lingkungan yang kurang baik, pola asuh yang kurang baik dan rendahnya tingkat


(19)

pendidikan. Oleh karena itu masalah balita pendek merupakan cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat. Karena masalah gizi pendek diakibatkan oleh keadaan yang berlangsung lama, maka ciri masalah gizi yang ditunjukkan oleh anak pendek adalah masalah gizi yang sifatnya kronis (Depkes 2009). Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang yang berimplikasi pada kondisi pertumbuhan adalah tingkat sosial ekonomi yang terdiri dari pendapatan keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua serta budaya dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007). Menurut Soejtiningsih (2004) pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah saudara, serta budaya mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu ukuran standar ekonomi keluarga adalah tingkat pendapatan total yang diterima keluarga atau jumlah pengeluaran totalnya, meliputi pengeluaran atas pangan dan non pangan (Suhardjo, 2003).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak adalah faktor genetis, faktor makanan dan keadaan status sosial ekonomi keluarga. Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan orangtuanya dalam hal bentuk tubuh,proporsi tubuh dan kecepatan perkembangan. Faktor makanan berhubungan dengan keseimbangan konsumsi gizi dengan kecukupan gizi dan pola konsumsi pangan anak tersebut. Beberapa faktor gizi yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi badan yaitu kalori, protein, Iodium dan zat gizi mikro seperti vitamin A, zink (zn). Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu dan faktor


(20)

sosial ekonomi keluarga meliputi pendidikan, pekerjaan serta pendapatan (Baliwati, 2004).

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Depkes RI, 2004). Oleh karena itu, tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi sikap dan tindakan ibu dalam memberi makanan anak. Begitu dominannya peranan ibu bagi kesehatan anak terutama dalam pemberian gizi yang cukup pada anak, menuntut ibu harus mengetahui dan memahami akan kebutuhan gizi pada anak.

Pekerjaan ibu dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Bila seorang ibu bekerja dari pagi hingga sore hari akan menyebabkan tersitanya waktu untuk anak dan keluarganya, kurangnya waktu yang dicurahkan untuk memperhatikan anak baik dalam merawat, mengasuh maupun dalam memberikan makanan anak. Ibu yang bekerja mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu memiliki tanggungjawab dalam mengurus rumah tangga. Hal ini dapat berdampak pada kondisi kesehatan keluarga khususnya keadaan gizi anak balita, anak usia sekolah dan anggota keluarga lainnya. Ibu kurang memiliki waktu yang cukup untuk memperhatikan makanan anak (Adisasmito, 2007).

Tingkat pendapatan keluarga menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dibeli. Masalah kesehatan dan keadaan gizi di negara berkembang sebagian besar


(21)

penduduknya berstatus sosio ekonomi rendah. Banyak keluarga terutama yang berstatus ekonomi rendah beranggapan bahwa menu makanan yang sehat dan bergizi itu harganya mahal, padahal tidak selamanya makanan yang sehat dan bergizi itu mahal. Perubahan pendapatan keluarga dapat mempengaruhi perubahan pola asuh gizi yang secara langsung berpengaruh terhadap konsumsi pangan anak. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan penurunan kuantitas pangan yang dibeli (Baliwati, 2004).

Di Kenya, malnutrisi kronis merupakan masalah nasional dengan rata – rata 33,3% (TB/U) yang menjelaskan satu orang anak mewakili tiga anak pendek khususnya pada anak dengan keadaan gizi yang buruk (WHO, 2008). Hasil survey TBABS yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar (2003) menemukan 22,1% anak baru masuk sekolah dasar mengalami gangguan pertumbuhan (Hadi, 2005). Pada tahun 2010 Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan pengukuran TBABS diketahui bahwa 12,16% anak baru masuk sekolah dalam kategori pendek dan 1,44% sangat pendek.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 untuk daerah Sumatera Utara, prevalensi anak yang pendek pada anak umur 6-12 tahun sebesar 43,2% yang terdiri dari 20,6% sangat pendek dan 22,6% pendek. Sedangkan hasil RISKESDAS tahun 2013, prevalensi anak yang pendek pada umur 5-12 tahun sebesar 40% yang terdiri dari 19,9% sangat pendek dan 20,1%pendek.


(22)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunida E, pada tahun 2005 di Medan menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu, dan status pekerjaan ibu dengan BB/U anak, dan status pekerjaan ibu dan tingkat pendapatan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan terhdap TB/U sedangkan, Tingkat pendapatan mempunyai hubungan yang signifikan terhdap BB/TB anak.

Berdasarkan survei pendahuluan di SD Negeri No.142442 kota Padangsidimpuan. Survei yang dilakukan kepada 15 murid sebagai data awal menunjukkan 9 orang anak di kategorikan pendek, 2 orang anak tinggi dan 4 orang anak yang tinggi badannya normal, dan rata – rata pekerjaan orangtua murid adalah wiraswasta dan bertani serta rata – rata pendidikan terakhir orangtua siswa adalah SMA, sedangkan untuk penghasilan keluarga ± Rp.1.500.000 perbulan. Maka dengan ini penulis ingin mengetahui hubungan konsumsi pangan dan status sosial ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah di SD Negeri NO.142442 Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pola konsumsi pangan dan status sosial ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah dasar di SD Negeri NO.142442 Kota Padangsidimpuan.


(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan pola konsumsi pangan dan status sosial ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah dasar di SD Negeri NO.142442 Kota Padangsidimpuan Tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

Dapat memberikan informasi atau masukan bagi orang tua dan sekolah tentang gambaran pertumbuhan anak yaitu tinggi badan anak baru masuk sekolah SD Negeri NO.142442 Kota Padangsidimpuan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Anak Sekolah dasar

Usia sekolah dasar (6-12) merupakan puncak pertumbuhan tertinggi kedua setelah 0-3 tahun atau disebut dengan Adolescent Growth Spurt, hal ini merupakan masa terpenting dalam pembentukan kualitas fisik orang dewasa. Seiring dengan itu jika dilihat dari kebutuhan zat-zat gizi akan meningkat dengan pesat sehingga suatu kondisi difesiensi/kekurang gizi pada usia ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan anak tersebut (Soetjiningsih, 1995). Dapat dikatakan pada dasarnya pertumbuhan anak merupakan dasar kehidupan berlangsung secara berkesinambungan, dalam arti setiap tahap ditentukan oleh tahap sebelumnya dan akan menentukan tahp berikutnya. Begitu juga halnya pertumbuhan tinggi badan anak laki-laki dan anak perempuan berbeda.

Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan dan gizi yang cukup untuk menilai kesehatan anak. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu, yang bisa di ukur dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih, 1995).

Pertumbuhan dapat diukur dengan berbagai cara, salah satu yang paling umum adalah dengan metode antropometri. Pengukuran antropometri tampaknya sangat sederhana dan mudah karena seolah-olah dianggap menyangkut kegiatan


(25)

menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan dan sebagainya. Siapa sajapun dapat melakukan kegiatan ini hanya melakukan latihan-latihan sederhana. Namun dari segi ilmiah dan demi ketepatan perencanaan program gizi banyak masalah teknis yang perlu diperhatikan terutama tentang cara-cara pengukuran. Kesalahan teknis pengukuran menyebabkan akurasi data tidak dapat dipertanggung jawabkan dan masalah ini dapat menimbulkan keracunan. Di Indonesia jenis antropometri yang banyak digunakan dalam kegiatan penelitian dan program adalah berat badan dan tinggi badan. Diperlukan ketelitian pengukuran oleh karena kesalahan pengukuran akan mengakibatkan kesalahan data yang pada akhirnya akan mempengaruhi penilaian status gizi (Supariasa, 2001).

Indeks antropometri yang umum dikenal dan dapat digunakan untuk pertumbuhan usia anak sekolah yaitu, tinggi badan menurut umur (TB/U).

2.1.1. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan memberikan gambaran pertumbuhan tulang yang sejalan dengan pertumbuhan umur. Berbeda dengan berat badan, tinggi badan tidak banyak dipengaruhi oleh keadaan yang mendadak. Tinggi badan pada suatu waktu merupakan hasil pertumbuhan secara kumulatif semenjak lahir dan karena itu memberikan gambaran riwayat status gizi masa lalu. Tinggi badan merupakan indeks yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi dampak gizi berbagai program dan memantau perubahan status gizi jangka panjang. Sehingga dapat memberikan gambaran anak pendek, stabil dan tidak terpengaruh oleh perubahan status gizi yang sesaat (Supariasa, 2001).


(26)

Pertumbuhan tinggi badan menurut umur (TB/U) yang pendek salah satu penyebab yang dianggap normal adalah faktor keturunan dari salah satu orangtuanya. Berdasarkan faktor keturunan, seseorang bertubuh pendek karena dia mungkin memang mempunyai bakat pendek, atau dalam masa dan pola pertumbuhannya mengalami suatu penundaan yang cukup lama, yaitu karena kekurangan salah satu atau lebih dari hormon-hormon pertumbuhan. Anak laki-laki agaknya terpengaruh terhadap keadaan hormon dibanding anak perempuan (Aritonang, 1996).

Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lau. Keadaan TB anak pada usia sekolah (7 tahun) misalnya, menggambarkan status gizi pada masa balita mereka (Basumi, 1988).

Indek TB/U sebagai indikator status memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah:

1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Kekurangannya adalah:

1. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun. 2. Ketepatan umur sulit didapat.


(27)

2.2. Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah (TBABS)

Salah satu indikator gizi untuk menilai peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah ukuran pertumbuhan fisik yang dapat dilakukan melalui pengukuran Tinggi Badan Anak Baru Sekolah (TBABS). Dengan penilaian pencapaian tinggi badan secara periodik khususnya pada anak baru masuk sekolah, akanmemberikan informasi yang sangat penting bagi para penentu kebijakan setempat, dalam perencanaan dan intervensi upaya peningkatan status gizi, juga sebagai indikator pembangunan (Depkes, 1999).

Manfaat pengukuran TBABS menurut Abunain (1988) antara lain : 1) cukup teliti digunakan sebagai suatu alat untuk memperoleh gambaran status gizi pada tingkat kabupaten /kota dan tingkat kecamatan; 2) Data TBABS dapat digunakan sebagai dasar untuk pemetaan daerah menurut status gizi dan sekaligus juga member gambaran perbedaan sosial ekonomi antar wilayah; 3) Pengukuran TBABS dapat merupakan alternatif alat pemantau status gizi masyarakat dengan biaya relatif murah dan sederhana, sehingga dapat dikembangkan secara luas (nasional, atau regional). TBABS dapat memberi gambaran tentang pertumbuhan yang diderita anak bersangkutan pada umur-umur sebelumnya. Keadaan tinggi badan anak pada usia sekolah 7 tahun dapat menggambarkan status gizi pada masa balita mereka (Atmarita, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada penderita kurang kalori protein (KKP) terutama KKP berat yang bersifat menahun selalu terlihat gangguan pertumbuhan, yang dapat diamati pada tinggi badan. Anak-anak tersebut sulit untuk


(28)

mengejar ketinggalan pertumbuhannya dalam waktu singkat guna mencapai tinggi normal sesuai dengan umurnya (Desmita, 2005).

TBABS di suatu wilayah yang ada di bawah baku pada tingkat tertentu dapat memberi petunjuk adanya gangguan pertumbuhan pada anak sebagai gambaran taraf kesehatan dan gizi penduduk di wilayah bersangkutan. Ada korelasi yang baik antara tinggi badan anak sekolah dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat daerah yang bersangkutan. TBABS tersebut merupakan refleksi pertumbuhan anak pada umur di bawah lima tahun dan sekaligus menjadi petunjuk bagi perbaikan kesehatan dan gizi dalam masa tersebut (Abunain, 1988).

TBABS dapat merupakan salah satu indikator status gizi dan kesehatan masyarakat suatu daerah, yang erat pula hubungannya dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat di daerah yang bersangkutan. Hal ini disebabkan perubahan dalam status gizi dan kesehatan berkaitan erat dengan perubahan dalam tingkat sosial ekonomi penduduk. Oleh karena itu pengukuran TBABS sebaiknya dilakukan secara berkala, misalnya setiap 3 – 5 tahun sekali, sehingga perubahan-perubahan kualitas fisik dan keadaan sosial ekonomi masyarakat di berbagai daerah dapat dipantau secara berkesinambungan (Jahari, 1999).

2.2.1. Alasan Pengukuran TBABS

Abunain (1988) menyebutkan beberapa alasan digunakannya pengukuran tinggi badan anak baru sekolah (TBABS) adalah atas dasar :

1. Tinggi badan merupakan indikator yang paling baik untuk pertumbuhan tubuh dan juga tidak terbatas hanya pada golongan masa kanak-kanak saja.


(29)

2. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penderita KKP, terutama KKP berat dan yang bersifat menahun, selalu ditandai oleh gangguan pertumbuhan.

3. Tinggi badan pada umur tertentu merupakan hasil kumulatif pertumbuhan semenjak lahir, sehingga menggambarkan riwayat status gizi di masa lalu.

4. Tinggi badan tidak mudah dipengaruhi oleh perubahan keadaan-keadaan yang terjadi dalam waktu singkat seperti halnya ukuran-ukuran yang berhubungan dengan massa jaringan.

5. Tinggi badan pada umur masuk sekolah dasar dapat merupakan refleksi status gizi pada umur-umur sebelumnya atau pada masa balita. Anak-anak dengan riwayat KKP berat dan menahun sukar mengejar ketinggalan pertumbuhan guna mencapai tinggi normal sesuai dengan umur mereka. Karena itu TBABS di suatu daerah dapat memberi gambaran prevalensi gangguan pertumbuhan yang dialami anakanak di daerah tersebut.

6. Anak baru masuk Sekolah Dasar relatif mudah dicapai dibandingkan dengan anak balita atau golongan rawan gizi lain. Dengan demikian pengukuran dalam skala luas dapat dilakukan serentak di semua tempat.

7. Anak sekolah merupakan sasaran penduduk, yang dapat memberi gambaran status kesehatan dan gizi penduduk, yang secara operasional dapat dicapai dengan mudah dalam jumlah besar dan dapat mencakup wilayah luas dalam waktu relatif singkat. 8. Pengukuran tinggi badan di sekolah-sekolah bukanlah merupakan hal baru di


(30)

9. Alat ukur tinggi badan relatif cukup teliti, dapat diperoleh dengan mudah dalam jumlah banyak dengan harga relatif murah dibanding harga timbangan berat badan. 10. Pengukuran dapat dilakukan oleh guru dan dapat dilakukan dengan menggunakan

buku petunjuk yang sudah diuji tanpa melakukan pelatihan secara khusus.

11. Penelitian menunjukkan adanya korelasi yang baik antara tinggi badan anak sekolah dengan keadaan sosial ekonomi penduduk daerah yang bersangkutan. 12. Jika pengukuran tinggi badan anak baru masuk SD dilakukan secara periodik,

akan dapat diamati perubahan-perubahan dalam tinggi badan anak pada umur yang sama dan perbaikan pertumbuhan anak juga merupakan petunjuk peningkatan status kesehatan dan gizi serta sekaligus memberi gambaran perbaikan dalam bidang sosial ekonomi masyarakat setempat.

2.2.2. Survei Nasional TBABS

Di Indonesia pengukuran TBABS pertama kali dilakukan pada tahun1986/1987 oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor bekerja sama dengan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Jakarta di tiga Propinsi : Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat, meliputi 3450 sekolah dasar (652 kecamatan). Pengukuran tinggi badan dilakukan guru sekolah yang bersangkutan berdasarkan buku pedoman. Hasil penelitian menunjukkan pengukuran TBABS dengan cara tersebut memberi harapan untuk dilaksanakan secara luas, dapat digunakan untuk pemetaan gangguan pertumbuhan anak, status gizi, dan pencapaian tinggi pada umur tertentu. Dari penelitian ini berdasarkan


(31)

analisis data potensi desa bahwa TBABS dapat digunakan sebagai indikator tingkat sosial ekonomi penduduk antar wilayah (Abunain, 1988).

Pada tahun 1994, untuk pertama kalinya dilaksanakan pemantauan TBABS di seluruh Indonesia, yang memberikan gambaran rata-rata tinggi badan dan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia sekolah. Secara nasional rata-rata TBABS adalah 114,9 cm (91,0% terhadap standar WHO – NCHS) untuk laki-laki, sementara untuk anak perempuan 114,0 cm (90,6 % terhadap standar WHO-NCHS). Adapun n prevalensi gangguan pertumbuhan adalah 32% untuk wilayah pedesaan, dan 18% untuk wilayah perkotaan. Prevalensi gizi kurang menurut tinggi badan anak usia 6 – 9 tahun anak pendek adalah 38,8 %. Informasi ini dapat dijadikan sebagai data dasar evaluasi kecenderungan pertumbuhan berikutnya (Depkes, 1999).

Pada tahun 1999 pengukuran TBABS secara nasional kedua dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan tidak terlihat perubahan perbaikan gizi yang bermakna dari hasil pengukuran tersebut. Prevalensi hasil pengukuran TBABS menjadi 36,1 % Rata-rata TBABS hasil survey tahun 1999 adalah :

1. umur 6 tahun, laki-laki 108,9 cm; perempuan 107,8cm 2. umur 7 tahun, laki-laki 111,0 cm; perempuan 110,0 cm 3. umur 8 tahun, laki-laki 113,2; perempuan 112,1 cm

4. umur 9 tahun, laki-laki 116,1 cm; perempuan 115,2 cm (LIPI, 2004)

Hasil penelitian TBABS tahun 1999 menyimpulkan bahwa anak Indonesia yang baru masuk sekolah keadaan gizinya masih jauh dibandingkan dengan rujukan. Masih sekitar 30 – 40 % anak dikategorikan pendek, dan masih dijumpai sekitar 9 –


(32)

10 % anak dikategorikan sangat pendek. Hanya sedikit sekali peningkatan status gizi yang terjadi (Atmarita, 2004)

Rata-rata tinggi badan anak baru masuk sekolah (umur 7 – 9 tahun) hasil perhitungan 2003 yang dilakukan Abbas Basuni Jahari dan Idrus Jus’at dari berbagai literatur dan hasil penelitian TBABS untuk penentuan AKG 2004 adalah perempuan 118,1 cm (SD : 4,86); laki-laki 119,2 cm (SD : 3,95) (Jahari, 2004). Dalam menginterpretasikan hasil pengukuran TBABS,dipakai baku rujukan WHO-NCHS yang membedakan jenis kelamin. Cutt off point (ambang batas) untuk klasifikasi status gizi berdasarkan TB/U adalah:Baku rujukan WHO-NCHS , dengan cara % dari median. Klasifikasi : Normal jika Ӌ 90 % median; Stunted/malnutrisi kronis jika ӊ 90 % median. Dengan cara Standar Deviasi (SD) : Klasifikasi : Normal jika Ӌ-2 SD TB/U; Stunted/pendek jika < -2 SD TB/U.

2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah

Di seluruh dunia, penyebab tersering dari postur tubuh pendek adalah kemiskinan dan efek – efeknya. Jadi nutrisi yang buruk, higine yang buruk dan kesehatan yang buruk berefek pada pertumbuhan baik sebelum ataupun sesudah dilahirkan. Sering terdapat perbedaan postur tubuh antara kelas – kelas social dari kelompok etnis yang sama di area geografi yang sama akibat pengaruh – pengaruh tersebut. Prinsip – prinsip ini telah dibuktikan pada tinggi badan orang – orang Jepang di Amerika yang bertinggi badan lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan orang – orang Jepang yang lahir di Jepang. Sebaliknya, jika status social


(33)

ekonomi sama, perbedaan tinggi rata – rata antara bermacam – macam kelompok etnik hanya disebabkan factor genetik saja (Styne, 2000).

Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain, pendapatan atau penghasilan, pendidikan dan pekerjaan orangtua. Ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi. Tingkat pendapatan menentukan pola konsumsi pangan dan apa yang dibeli baik kualitas maupun kuantitasnya. Pendapatan yang meningkat mendorong pengaruh yang menguntungkan bagi perbaikan gizi keluarga. Martorell et al.cit dalam Soekirman (2000), sosial ekonomi ini langsung berpengaruh terhadap kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan akan makanan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta mencegah penyakit infeksi.

2.3.1. Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan tiap hari oleh satu orang atau merupakan ciri khas untuk sesuatu kelompok masyarakat tertentu (Santoso, 2004).

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting dan tidak dapat tergantikan oleh kebutuhan yang lainnya. Terpenuhinya kebutuhan pangan merupakan hak asasi bagi setiap orang. Negara berkewajiban mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap warga negara yaitu menyediakan pangan yang cukup, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya secara berkelanjutan (UU No. 18 Tahun 2012).


(34)

Keadaan kesehatan tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kuantitas hidangan menunjukan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Konsumsi yang menghasilkan kesehatan gizi yang sebaik-baiknya disebut konsumsi adekuat. Bila konsumsi baik kuantitasnya dan dalam jumlahnya melebihi kebutuhan tubuh dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. (Sediaoetama, 2004).

Pola konsumsi pangan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh aspek-aspek tersebut di atas. Agar dapat dikonsumsi penduduk, suatu komoditas pangan harus tersedia cukup baik melalui produksi pangan maupun melalui impor. Namun, tersedianya pangan belum mencukupi tanpa diikuti oleh adanya akses yang memadai terhadap pangan. Aksesibiltas penduduk terhadap pangan ditentukan oleh tingkat daya beli yang dalam hal ini menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk. Selain kedua hal tersebut, pola konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh faktor sosial budaya masyarakat.


(35)

2.3.1.1. Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan sehari – hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat – alat pencernaan mulai dari mulut samapai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika dirata – rata, umumnya lambung kosong antara 3 – 4 jam.

2.3.1.2. Jenis makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan sehat dan seimbang. Jenis makan yang dikonsumsi seseorang dapat dibedakan menjadi dua yaitu makanan utama dan makanan selingan (Sediaotama, 2004).

1. Makanan Pokok

Makan pokok adalah yang dianggap memegang peran penting dalam susunan makanan. Pada umumnya makanan pokok berfungsi sebagai sumber energy (kalori) dalam tubuh dan member rasa kenyang. Makanan pokok yang bisa di konsumsi yaitu nasi, roti dan mie atau bihun.

2. Lauk pauk

Lauk pauk berfungsi sebagai teman makan dari makanan pokok. Lauk pauk terdiri dari lauk pauk hewani dan nabati. Keduan jenis produk ini mempunyai protein hewani dan nabati yang mempunyai fungsi antara lain membangun sel – sel yang rusak dan membentuk zat pengatur seperti enzim dan hormon.


(36)

Lauk pauk hewani mencakup semua bahan makanan yang berasal dari hewan terutama dari hewan ternak, unggas, ikan, susu, telur dan daging. Sedangkan lauk pauk nabati merupakan bahan makanan yang bersumber dari protein nabati. Bahan makanan ini tergolong dari kacang – kacangan dan hasil olahannya sperti tempe dan tahu.

3. Sayur – sayuran

Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan yang berasal dari tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau setelah di olah secara minimal, misalnya sawi, bayam dan brokoli.

4. Buah

Buah merupakan jenis hidangan yang dimakan sebagai cuci mulut yaitu dimakan setelah makan nasi. Berupa buah masak segar seperti semangka, melon, pisang, durian dapat juga berupa masakan berupa buah cocktail, sale, setup dan sebagainya. Buah-buahan berfungsi sebagai sumber vitamin dan mineral tetapi pada buah-buah tertentu yang menghasilkan banyak energi.

5. Makanan selingan

Makanan selingan juga perlu diperkenalkan dan dapat diberikan diantara makan pagi dan makan siang serta diantara makan siang dan makan malam. Makanan selingan dapat membantu jika anak tidak cukup menerima porsi makan karena anak susah makan. Salah satu contoh


(37)

makanan selingan sehat misalnya, buah – buahan, bubur kacang hijau dan biskuit.

2.3.1.3. Jumlah Zat Gizi

Jumlah zat gizi merupakan jumlah kandungan gizi yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan (Sediaoetama, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Nanik (2005) menyatakan bahwa rendahnya TB/U anak dikarenakan rendahnya masukan atau asupan konsumsi energy dan protein yang tentunya ditunjang oleh konsumsi yodium dan seng dimana ini dipengaruhi oleh pola konsumsi anak yang tidak seimbang. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Erni (2013) menyatakan bahwa ada hubungan pola konsumsi pangan anak dengan status gizi (BB/U, TB/U, BB/TB) anak dikarenakan rendahnya konsumsi anak.

2.3.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak adalah faktor genetis, beberapa hormon yang mempengaruhi hormon pertumbuhan dan penyakit akut atau kronis. Selain factor tersebut terdapat pula factor makanan dan status sosial ekonomi keluarga, factor sosial ekonomi keluarga antara lain yang berhubungan dengan pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga, dan lain – lain (Soetjiningsih, 1995).

Dan hasil penelitian Myrnawati (1993) yang mengajukan beberapa variabel yang dapat mempengaruhi status gizi anak usia sekolah dasar diantaranya yaitu


(38)

pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua dan lain- lain (Anwar 2000)

2.3.2.1. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan menuju pada suatu perubahan perubahan tingkah laku individu/masyarakat, meningkatkan pengetahuan/pengertian, menimbulkan sikap positif serta memberikan dan meningkatkan keterampilan tentang aspek-aspek yang bersangkutan sehingga tercapai suatu masyarakat yang berkembang (GBHN).

Angka melek huruf ibu merupakan salah satu indikator penting yang membawa pengaruh positif terhadap anak. Hal ini dapat memudahkan ibu untuk memperoleh dan menyerap informasi yang ada khususnya dalam hal kesehatan dan gizi anak. Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal terebut dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan gizi ibu tinggi (Kemenkes RI, 2013).

Ibu yang pendidikannya lebih rendah atau tidak berpendidikan biasanya mempunyai anak yang lebih banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih tinggi. Selain itu, ibu yang berpendidikan rendah lebih susah diajak untuk mendapatkan dan menyerap informasi yang ada. Ibu yang mempunyai pengetahuan baik tentang pangan dan gizi, maka dalam hal pemilihan makanan keluarga akan memperhatikan faktor gizi termasuk memperbaiki keadaan gizi balita. Pengetahuan


(39)

yang diperoleh akan memberikan sikap yang menguntungkan bagi dirirnya, keluarga dan masyarakat (Adisasmito, 2007).

Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang. Kesemuanya itu berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik,dan juga pekerjaan ibu (Adisasmito, 2007).

2.3.2.2. Status Pekerjaan Orangtua a. Status Pekerjaan Ibu

Menurut Masri Singarimbun, ada istilah dalam membagi wanita dalam dua kategori, yaitu “pekerja” dan “bukan pekerja”. Dari ketentuan tersebut, pekerjaan sering didefenisikan sebagai tugas – tugas yang dilakukan oleh laki – laki, sehingga pekerjaan diluar rumah tangga dianggap bukan suatu pekerjaan. Ibu yang mempunyai kegiatan diluar rumah tangga disebut dengan wanita pekerja.

Selain bekerja diluar rumah, wanita tidak terlepas dari kodratnya sebagai ibu rumah tangga. Dalam hal ini dituntut tanggungjawabnya kepada suami, anak dan anggota keluarga lainnya. Gambaran tersebut menunjukkan betapa pentingnya fungsi seorang ibu dalam membina keluarga khususnya memelihara anak, sehingga seoarang ibu berhasil berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. (Singarimbun, 1988)

Didaerah kota banyak ibu – ibu yang bekerja dari pagi hingga sore, sehingga waktunya untuk anak – anak dan keluarga tersita di luar rumah. Keadaan yang


(40)

demikian dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan anak usia sekolah. Ibu – ibu yang bekerja tidak cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupannya serta kurangnya perhatian dan pengasuhan kepada anak. Bahkan tak jarang tuntutan pekerjaan dapat mempengaruhi perilaku ibu – ibu, dimana perhatian dan pemenuhan makanan untuk keluarga khususnya anak lebih bersifat praktis. (Berg, 1986)

Selama bekerja ibu cenderung mempercayakan bayi mereka kepada pembantu atau kepada anak yang lebih besar, sehingga pola pengasuhan dapat menjadi kurang diutamakan. Tidak terdapatnya undang – undang yang mengatur waktu untuk menyusui bayinya pada jam kerja mendorong ibu pekerja tidak menyususkan bayinya bahkan beralih kepada pemberian susu botol ataupun mempercepat waktu penyapihan. Makanan sapihan yang tidak sesuai serta pemberian susu botol merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi pada bayi dan pada umur selanjutnya, hal ini akan mempengaruhi fisik anak nantinya (Abunain, 1978).

b. Status Pekerjaan Ayah

Penelitian Hartil (2001) menunjukkan bahwa pekerjaan ayah yang bekerja dalam kategori swasta mempunyai konsumsi makanan keluarga yang lebih baik dibandingkan ayah yang bekerja sebagai buruh dan hasil uji statistiknya menunjukkan hubungan yang bermakna antara keduanya. Begitu pula dengan penelitian Alibbirwin (2001) menemukan hubungan yang bermakna antara pekerjaan ayah dengan status gizi balita. Dikatakan bahwa ayah yang bekerja sebagai buruh memiliki resiko lebih


(41)

besar mempunyai anak kurang gizi dibandingkan dengan balita yang ayahnya bekerja wiraswasta.

Proporsi ayah yang bekerja sebagai PNS/Swasta cenderung memiliki anak dengan status gizi baik dibandingkan ayah dengan pekerjaan lainnya (Sukmadewi, 2003). Hal ini didukung dengan penelitian Sihadi (1999) yang menyatakan ayah yang bekerja sebagai buruh memiliki balita dengan proporsi status gizi buruk terbesar yaitu 53%.

2.3.2.3. Tingkat Pendapatan Keluarga

Salah satu penyebab tidak langsung dari gizi kurang adalah status sosial ekonomi keluarga. Masalah kesehatan dan keadaan gizi di negara berkembang sebagian besar penduduknya berstatus sosio ekonomi rendah. Banyak keluarga terutama yang berstatus ekonomi rendah beranggapan bahwa menu makanan yang sehat dan bergizi itu harganya mahal, padahal tidak selamanya makanan yang sehat dan bergizi itu mahal. Perubahan pendapatan keluarga dapat mempengaruhi perubahan pola asuh gizi yang secara langsung berpengaruh terhadap konsumsi pangan balita. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan penurunan kuantitas pangan yang dibeli (Farida B, 2004).

Standar hidup layak dihitung dari pendapatan per kapita (tingkat ekonomi). Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Tingkat pendapatan akan menunjukkan jenis pangan yang akan


(42)

dibeli. Status sosial ekonomi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan karena orang dengan pendidikan tinggi semakin besar peluangnya untuk mendapatkan penghasilan yang cukup supaya bisa berkesempatan untuk hidup dalam lingkungan yang baik dan sehat,sedangkan pekerjaan yang lebih baik orang tua selalu sibuk bekerja sehingga tidak tertarik untuk memperhatikan masalah yang dihadapi anak-anaknya, padahal sebenarnya anak-anak tersebut benar-benar menbutuhkan kasih sayang orangtua (Adriani, 2012).

Status sosial ekonomi juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga, apabila akses pangan ditingkat rumah tangga terganggu, terutama akibat kemiskinan, maka penyakit kurang gizi (malnutrisi) pasti akan muncul. Bagi negara-negara yang sedang mengalami trasnsisi gizi seperti Indonesia, masalah yang dihadapi juga mencakup kegemukan yang dialami anak-anak sekolah akibat kemakmuran orangtuanya (Khomsan,2002).

Pada kondisi ekonomi terbatas biasanya pemenuhan gizi pada anak jadi terabaikan. Namun, pada negara-negara maju masyarakatnya lebih mengonsumsi kalori dan lemak jenuh melebihi kebutuhan tubuh disebabkan tingkat pendapatan yang tinggi. Hal tersebut dapat menyebabkan kegemukan, kegemukan sangat terkait dengan pola makan dan gaya hidup. Penghasilan yang cukup ketika diimbangi dengan pengetahuan gizi yang memadai, dan pemanfaatan pangan yang baik,kebutuhan gizinya akan terpenuhi secara kualitas maupun kuantitas. Keluarga yang tingkat pendapatannya meningkat tidak selalu membelanjakan untuk kebutuhan gizi tapi sebaliknya dibelanjakan untuk barang yang dapat meningkatkan status


(43)

sosial.Banyak terdapat anak dengan status gizi kurang pada ayah dan ibu yang secara ekonomi seharusnya dapat mencukupi kebutuhan makanan yang bergizi (Sediaoetama, 2004).

Menurut Berg (1986), pola perbelanjaan keluarga yang ekonomi rendah dan yang tingkat ekonomi yang berstatus menengah ke atas memiliki perbedaan. Pada keluarga kurang mampu biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahannya untuk membeli makanan terutama beras, sedangkan keluarga kaya sudah tentu akan lebih kurang dari jumlah itu. Bagian untuk makan padi-padian akan menurun dan untuk makanan yang dibuat dari susu akan bertambah jika keluarga beranjak kependapatan menengah ke atas, pada keluarga yang mampu semakin tinggi pendapatan semakin bertambah pula persentase pertambahan perbelanjaan termasuk untuk buah-buahan, sayu-sayuran, dan jenis makanan lainnya (Nugraheni,2003). 2.4. Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Pola Konsumsi Pangan

Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain tingkat pendapatan keluarga, ukuran keluarga, pendidikan kepala keluarga dan status kerja wanita. Untuk mendukung pernyataan tersebut, telah banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi keluarga. Teori Engel’s yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan


(44)

semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan.

Jumlah anggota keluarga atau ukuran keluarga juga mempengaruhi pola konsumsi. Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan (Sumarwan, 1993). Selebihnya, keluarga akan mengalokasikan sisa pendapatannya untuk konsumsi bukan makanan. Dengan demikian, keluarga dengan jumlah anggota sedikit relatif lebih sejahtera dari keluarga dengan jumlah anggota besar.

Selain jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan formal kepala keluarga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi keluarga. Pendidikan dapat merubah sikap dan prilaku seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah ia dapat menerima informasi dan inovasi baru yang dapat merubah pola konsumsinya. Disamping itu makin tinggi tingkat pendidikan formal maka kemungkinannya akan mempunyai tingkat pendapatan yang relatif lebih tinggi (Sumarwan, 1993).

Penelitian yang dilakukan oleh Yunida (2005) menyatakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah akan berdampak kepada status gizi anak terutama tingkat pendapatan keluarga yang rendah. Penelitian ini juga dilakukan oleh Wulansari (2005) yang dilakukan kepada anak berumur 5 tahun menyatakan bahwa status sosial


(45)

ekonomi yaitu tingkat pendapatan keluarga dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi status gizi anak terutama pada komposisi tubuh anak.

2.5. Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak

Pada masa usia sekolah, anak membutuhkan lebih banyak zat gizi untuk pertumbuhan dan beraktivitas. Hal ini disebabkan karena pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik, mental, intelektual, dan sosial secara cepat, sehingga golongan ini perlu mendapat perhatian khusus. Faktor kecukupangizi ditentukan oleh kecukupan konsumsi pangan dan kondisi keluarga. Unicef dan Johnson (1992) membuat model interelasi tumbuh kembang anak dengan melihat penyebab langsung, sebab tidak langsung dan penyebab dasar. Sebab langsung adalah kecukupan makanan dan keadaan kesehatan.Penyebab tidak langsung meliputi ketahanan makanan keluarga, asuhan bagi ibu dan anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.Penyebab yang paling mendasar dari tumbuh kembang anak adalah masalah struktur politik dan ideologi serta struktur ekonomi yang dilandasi oleh potensi sumber daya. Fakor-faktor tersebut berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga dapat mempengaruhi masukan zat gizi dan infeksi pada anak. Pada akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah dan mengakibatkan pertumbuhan terganggu (Supariasa, 2001).

Gizi kurang yang terjadi pada anak-anak, dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan rendahnya tingkat kecerdasan anak. Konsekuensi membiarkan anak-anak tersebut menderita kurang gizi berarti


(46)

“mempersiapkan” sebagian mereka menjadi generasi yang hilang karena terbentuknya potensi intelektual dan produktivitas yang tidak mampu menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Notoadmojo, 2003).

Status gizi kurang atau status gizi lebih, merupakan suatu gangguan gizi yang disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah apabila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas maupun kuantitasnya, yang merupakan akibat dari kurangnya penyediaan pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah dan sabagainya. Sedangkan faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai ke sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi. Begitu pentingnya faktor gizi sehingga pembentukan kebiasaan makan yang baik harus ditanamkan sejak dini, karena hal ini sangat menentukan kebiasaan makannya pada saat remaja dan dewasa (Utomo, 1998).

Berdasarkan penelitian Simanjuntak (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang sidnifikan antara pola konsumsi pangan dengan status gizi, hal ini juga didukung oleh penelitian Maulina (2013) yang menyatakan bahwa pola konsumsi pangan sangat berpengaruh terhadap status gizi balita.

2.6. Kerangka Konsep

Pola konsumsi dan status sosial ekonomi keluarga dihubungkan dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah dilihat dari indikator TB/U. Dengan demikian kerangka konsep digambarkan sebagai berikut:


(47)

Gambar 1: Kerangka Konsep Keterangan:

Tidak dianalisa Dianalisa Hipotesis Penelitian

1. Ho :Tidak ada hubungan status sosial ekonomi keluarga dengan TB/U Ha :Ada hubungan status sosial ekonomi keluarga dengan TB/U 2. Ho :Tidak ada hubungan pola konsumsi pangan dengan TB/U.

Ha :Ada hubungan pola konsumsi pangan dengan TB/U. Status sosial ekonomi

keluarga

- Tingkat pendidikan orangtua

- Status pekerjaan orangtua

- Tingkat pendapatan

keluarga Pertumbuhan:

TB/U

Pola Konsumsi pangan - Jenis makanan - Frekuensi makan - Jumlah zat gizi


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu menggambarkan hubungan pola konsumsi pangan dan status ekonomi keluarga dengan pertumbuhan anak baru masuk sekolah dasar sekaligus menganalisa hubungan variabel-variabel yang diteliti. Desain/rancangan penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross sectional).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah dasar yang berada di Kota Padangsidimpuan dan berdasarkan survei pendahuluan di sekolah ini terdapat murid yang tergolong pendek dimana dari 15 orang anak terdapat 9 orang anak bertubuh pendek.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2014. Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengumpulan data sampai kepada penulisan hasil penelitian.


(49)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas satu SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan. Kelas satu terdiri dari tiga kelas yaitu kelas IA dengan jumlah 39 orang, kelas IB dengan jumlah 38 orang dan kelas IC dengan jumlah 38 orang, maka populasi seluruhnya berjumlah 115 orang.

3.2.1 Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian murid kelas I SD Negeri No.142442. Dimana penghitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Tara Yamane dan besar sampel dapat diketahui:

n = � 1+�(�2) n = 115

1+115 0,1(0,1) n = 54

Keterangan : N : besar populasi n : besar sampel

d : tingkat penyimpangan yang bisa ditolerir yaitu 10% (0,1). N kelas IA: 39

115�54 = 18,31 = 18 N kelas IB: 38

115�54 = 17,84 = 18 N kelas IC: 38


(50)

Dari hasil perhitungan diperoleh besar sampel sebanyak 54 murid. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara teknik proporsional sampling.Teknik ini menghendaki cara pengambilan sampel dari setiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub populasi tersebut. Cara ini dapat memberi landasan generalisasi yang lebih dapat dipertanggung jawabkan dari pada tanpa memperhitungkan besar kecilnya sub populasi dan setiap sub populasi, sedangkan yang menjadi responden penelitian adalah ibu murid.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada ibu murid dan hasil pengukuran antropometri yaitu tinggi badan anak baru masuk sekolah.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder mencakup data gambaran umum SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan.

3.5. Instrumen Penelitian 1. Formulir Food Recall 2. Formulir Food Frequency

3. Alat Ukur tinggi badan (Microtoise) 4. Nutri Survey 2007


(51)

3.6. Defenisi Operasional

1. Tinggi badan adalah ukuran panjang tubuh siswa yang ditentukan dengan cara pengukuran menggunakan alat ukur microtois dalam satuan centimeter (cm). 2. Pola konsumsi pangan adalah susunan frekuensi, jenis dan jumlah zat gizi

yang dikonsumsi siswa pada waktu tertentu.

3. Frekuensi makan adalah seberapa sering siswa mengkonsumsi jenis makanan tertentu dalam satu hari atau satu minggu: 1 x sehari, 2-3 x sehari, 1-3 x seminggu, 1-2 x sebulan atau tidak pernah sama sekali.

4. Jenis makan adalah macam makanan yang dikonsumsi dalam satu hari mencakup makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah dan susu

.

5. Jumlah zat gizi adalah banyaknya asupan energi, protein, vitamin A, iodium, kalsium dan seng yang diperoleh siswa/i dari makanan dalam sehari.

6. Status sosial ekonomi keluarga adalah gambaran tentang tingkat pendidikan orangtua, status pekerjaan orangtua dan tingkat pendapatan keluarga.

7. Tingkat pendidikan orangtua adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh selama orangtua siswa menduduki bangku sekolah atau kuliah dan mendapat ijazah atau surat tanda tamat belajar.

8. Status pekerjaan orangtua adalah keadaan yang dapat memberikan gambaran bekerja atau tidak bekerjanya orangtua siswa.


(52)

9. Tingkat pendapatan keluarga adalah jumlah seluruh penghasilan (suami, istri atau anggota keluarga lainnya) yang meliputi penghasilan pokok dan penghasilan tambahan selama sebulan dalam satuan rupiah.

3.7. Aspek Pengukuran 1. TB/U

Hasil pengukuran antropometri TB menurut umur (TB/U) dihitung berdasarkan Z-score dan dibandingkan dengan standar WHO-Antro Plus. Indeks TB/U

- Sangat pendek, bila nilai Z-score < -3 SD - Pendek, bila nilai Z-score -3 s/d -2 SD - Normal, bila nilai Z-score -2 s/d +2 SD - Tinggi, bila nilai Z-score > +2

2. Pola konsumsi pangan

Kebiasaan makan responden yang mencakup frekuensi, jenis dan jumlah bahan makanan yang di konsumsi, data diperoleh menggunakan kuisioner. Pola konsumsi pangan dapat dikelompokkan menjadi:

a. Jenis makanan diperoleh melalui wawancara kepada orangtua siswa/i menggunakan food recall 2x24 jam. Selanjutnya jenis makanan dikategorikan menjadi: (Manurung, 2008)

- Beragam : ≥ 3 jenis (makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah-buahan dan susu)


(53)

- Tidak Beragam : < 3 jenis (makanan pokok dan lauk pauk / sayuran / buah-buahan / susu)

b. Frekuensi makanan diperoleh melalui wawancara kepada orangtua siswa/i menggunakan food frequency selanjutnya dikategorikan menjadi :

- 1 kali sehari - 2- 3 kali sehari - 1-3 kali seminggu - 1-2 kali sebulan - Tidak pernah. c. Jumlah zat gizi

Jumlah zat gizi diukur menggunakan Metode Food Recall 24 jam selama dua hari. Jumlah makanan dinyatakan dalam satuan Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti : piring, sendok, mangkok selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan gram menggunakan bantuan food model kemudian kandungan zat gizi makro dan mikronya dihitung berdasarkan Daftar Bahan Makanan Penukar atau daftar Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan. Hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan berdasarkan golongan umur, selanjutnya tingkat kecukupan gizi dihitung menggunakan rumus : (Supariasa, 2001) .

�� = K


(54)

Keterangan : TK : Tingkat Kecukupan K : Konsumsi

KC : Kecukupan yang dianjurkan

Hasil analisis bahan makanan akan dihitung rata-rata konsumsi konsumsi energi dan protein kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan zat gizi makro dan mikronya. Tingkat kecukupan zat gizi dapat digolongkan atas (Supariasa, 2001) : Energi dan Protein

- Baik : Bila ≥ 100% AKG - Sedang : Bila 80,01-99,99% AKG - Kurang : Bila 70-80% AKG - Defisit : Bila < 70% AKG Vitamin dan Mineral

- Kurang : bila <77% AKG - Baik : bila ≥77% AKG

3. Status Sosial Ekonomi Keluarga a. Pendidikan ibu

Pengukuran variabel tingkat pendidikan ibu dibagi menjadi 2 kategori yaitu:

- Rendah : bila jenjang pendidikan tertinggi SMA/sederajat kebawah.

- Tinggi : bila jenjang pendidikan tertinggi Akademi/PT b. Status pekerjaan ibu


(55)

Pengukuran variabel status pekerjaan ibudibagi menjadi dua kategori yaitu:

- Bekerja : apabila waktu ibu yang tersita untuk mencari nafkah/menambah penghasilan keluarga minimal 5 jam dalam sehari yang dilakukan secara rutin, baik didalam rumah ataupun diluar rumah.

- Tidak bekerja: apabila ibu setiap hari berada di rumah dan hanya melakukan pekerjaan rumah tangga.

c. Tingkat pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan keluarga dalam satu bulan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Penghasilan dibagi menjadi dua kategori berdasarkan perhitungan rata – rata dari pendapata keluarga, dimana pendapatan terbesar - pendapatan terkecil dibagi jumlah kelas (2), dan hasilnya ditambah pendapatan terkecil : (Sudjana, 2005)

- Rendah : < Rp 2.500.000 - Tinggi : ≥ Rp 2.500.000 3.7. Teknik Analisa Data

Penelitian ini dibedakan atas dua varian yaitu:

1. Univariat yaitu analisis untuk mendeskripsikan hasil penelitian dari variabel bebas dan terikat dalam bentuk distribusi frekuensi tanpa memberikan interpretasi sebab akibat. Analisis ini diperoleh dari data yang sudah terkumpul diolah kemudian di analisa secara deskriptif.


(56)

2. Bivariat yaitu analisis untuk melihat hubungan lebih mendalam dari masing – masing variabel bebas dan terikat yaitu factor pola konsumsi pangan dan status sosial ekonomi keluarga terhadap pertumbuhan anak baru masuk sekolah. Untuk membuktikan adanya hubungan yang signifikan digunakan uji chi – square pada taraf nyata 95% (α= 0,05) dengan bantuan program SPSS. Apabila probabilitas (p) lebih kecil dari α (p<0,05) maka hipotesis Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel-variabel penelitian dengan, TB/U. Jika sebaliknya maka hipotesis Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan.


(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Dasar Negeri No. 142442 Kota Padangsidimpuan terletak dikelurahan tanobato kecamatan padangsidimpuan utara. Sarana gedung yang dimiliki oleh Sekolah Dasar Negeri No. 142442 Kota Padangsidimpuan sebagai berikut:

- Kantor Kepala Sekolah : 1 buah - Kantor Guru : 1 buah - Ruang belajar : 12 buah - Perpustakaan : 1 buah - Ruang Serba guna : 1 buah

Jumlah siswa seluruhnya sebanyak 650 siswa yang terdiri dari kelas I 115 siswa, kelas II 110 siswa, kelas III 105 siswa, kelas IV 110 siswa, kelas V 105 siswa dan kelas VI 105 siswa. Dari 650 siswa sebanyak 310 siswa laki – laki dan 340 siswa perempuan.

4.2. Karakteristik Anak

Responden dalam penelitian ini adalah anak yang terdaftar di SD Negeri No.142442 Padangsidimpuan dan orangtua siswa yaitu ibu. Berdasarkan data di lapangan, diperoleh gambaran karakteristik anak secara umum menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, kategori tingkat pendapatan keluarga. Karakteristik anak dapat dilihat pada tabel 4.1.


(58)

Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Anak Di SD Negeri No.142442 Padangsidimpuan 2014

No Karakteristik Jumlah

1. Umur n %

1. 6 tahun 2. 7 tahun

35 19

64,8 35,2

2. Jenis kelamin n %

1. Laki-laki 2. Perempuan

25 29

46,3 54,7

Jumlah 54 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa umur anak terbanyak adalah berumur 6 tahun yaitu 35 anak (64,8%). Jenis kelamin terbanyak adalah 29 anak (54,7%).

4.3.Status sosial ekonomi keluarga 4.3.1. Tingkat Pendidikan Ibu

Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, sebagian besar ibu siswa pendidikan terakhir yang ditempuh yaitu SMP 17 ibu (31,5) dan SMA 17 ibu (31,5) dan paling sedikit ibu siswa pendidikan terakhir yang ditempuh yaitu sarjana/PT yaitu 8 ibu (14,8%).

Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan Tingkat pendidikan Ibu siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan

Tingkat pendidikan ibu Jumlah

n %

1. SD 12 22,2

2. SMP 17 31,5

3. SMA 17 31,5

4. Sarjana/PT 8 14,8


(59)

4.2.3. Tingkat Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga terbesar adalah Rp.4.000.000/ bulan, terkecil adalah sebesar Rp.1.000.000/ bulan, dan rata – ratanya adalah Rp.2.500.000. Berdasarkan tingkat pendapatan keluarga, lebih banyak keluarga siswa berpendapatan tinggi yaitu sebanyak 36 keluarga (66,7%)

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga siswa SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan

Tingkat Pendapatan

Keluarga n

Jumlah %

1. Rendah 18 33,3

2. Tinggi 36 66,7

Jumlah 54 100

4.4. Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan responden meliputi jenis dan frekuensi makanan yang diperoleh melalui alat ukur formulir food frequency dan jumlah makan yang diperoleh dengan menggunakan alat ukur formulir food recall 2 x24 jam.

4.5.1. Jenis dan Frekuensi Makan

Jenis bahan makanan yang dikonsumsi terdiri dari bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah dan jenis-jenis lain. Jenis dan frekuensi makanan yang dikonsumsi oleh Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No.142442 dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(1)

MASTER DATA

HUBUNGAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI

KELUARGA DENGAN PERTUMBUHAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH DI

SD NEGERI NO.142442 KOTA PADANGSIDIMPUAN

No Umr (thn) Umrk Sex SexK TB (cm) t.pnddk ibu s.pkerjaan s.pkerjaanK

pendapatan

(Rp) jenismakan jmk

1 6 1 lk 1 135 PT bekerja 1 4000000 5 1 2 6 1 pr 2 117 SMA bekerja 1 2800000 3 2 3 7 2 pr 2 125 SMP tdk bekerja 2 2500000 3 2 4 6 1 pr 2 110 SMP tdk bekerja 2 2500000 3 2 5 7 2 lk 1 113 SMA bekerja 1 2500000 3 2 6 6 1 lk 1 115 SD tdk bekerja 2 2500000 3 2 7 6 1 lk 1 123 PT bekerja 1 3500000 3 2 8 6 1 pr 2 105 SD tdk bekerja 2 2500000 3 2 9 6 1 lk 1 118 SMA bekerja 1 3500000 3 2 10 7 2 lk 1 124 SMA bekerja 1 3000000 3 2 11 6 1 pr 2 112 SMP tdk bekerja 2 2500000 2 2 12 6 1 pr 2 125 SMP bekerja 1 1000000 4 1 13 7 2 lk 1 104 SMA bekerja 1 2600000 2 2 14 6 1 pr 2 105 SMA bekerja 1 3000000 3 2 15 6 1 pr 2 122 PT bekerja 1 4000000 2 2 16 7 2 lk 1 114 PT bekerja 1 3000000 3 2 17 6 1 lk 1 125 SMP tdk bekerja 2 2500000 3 2 18 6 1 pr 2 137 SD tdk bekerja 2 2000000 3 2 19 6 1 lk 1 103 SMP tdk bekerja 2 2500000 3 2 20 6 1 lk 1 122 SMA bekerja 1 2500000 3 2 21 6 1 pr 2 108 SMA bekerja 1 2600000 3 2 22 6 1 pr 2 105 SMP tdk bekerja 2 1000000 3 2 23 7 2 lk 1 110 SD tdk bekerja 2 1500000 3 2 24 6 1 lk 1 106 SMP bekerja 1 4000000 2 2 25 7 2 lk 1 109 PT bekerja 1 4000000 3 2 26 6 1 pr 2 125 SMA bekerja 1 2500000 3 2 27 6 1 pr 2 110 SMA bekerja 1 2500000 3 2 28 6 1 pr 2 105 SD tdk bekerja 2 2600000 2 2 29 6 1 pr 2 105 SD tdk bekerja 2 1000000 3 2 30 7 2 pr 2 108 SD tdk bekerja 2 1000000 2 2 31 6 1 lk 1 124 SMP tdk bekerja 2 2500000 3 2


(2)

32 6 1 pr 2 107 SMA bekerja 1 2700000 3 2 33 6 1 pr 2 110 SMP bekerja 1 2700000 2 2 34 7 2 pr 2 107 SMP tdk bekerja 2 2000000 2 2 35 6 1 lk 1 104 SMA bekerja 1 3000000 3 2 36 7 2 lk 1 109 SD tdk bekerja 2 1500000 3 2 37 7 2 lk 1 110 SMA tdk bekerja 2 1500000 2 2 38 7 2 lk 1 105 SD bekerja 1 3000000 2 2 39 6 1 pr 2 137 PT bekerja 1 4000000 3 2 40 6 1 lk 2 116 SMP tdk bekerja 2 2000000 4 1 41 6 1 lk 1 129 SMA bekerja 1 2500000 4 1 42 7 2 lk 1 106 SD tdk bekerja 2 2500000 3 2 43 6 1 lk 1 110 SMA tdk bekerja 2 3000000 4 1 44 6 1 lk 1 105 SMA tdk bekerja 2 2000000 2 2 45 7 2 pr 2 112 SMP tdk bekerja 2 1500000 4 1 46 7 2 pr 2 110 SD tdk bekerja 2 2000000 4 1 47 6 1 lk 1 118 SMA bekerja 1 2500000 3 2 48 6 1 pr 2 105 PT bekerja 1 4000000 4 1 49 7 2 pr 2 113 SMP tdk bekerja 2 1500000 2 2 50 7 2 pr 2 104 SD tdk bekerja 2 1500000 2 2 51 6 1 pr 2 112 SMP bekerja 1 1700000 3 2 52 6 1 pr 2 120 SMP bekerja 1 1700000 3 2 53 7 2 lk 1 114 SMP tdk bekerja 2 2700000 4 1 54 7 2 pr 2 108 SMP tdk bekerja 2 1500000 3 2


(3)

energi (kkal)

tkE (%) tkEk

protein (gr) tkP (%) tk Pk Vit.A (mg) tkV.A (%) tk V.Ak Iodium (mg) tkI (%) tkIk

kal (mg) tkKal (%) tk Kalk Fe (mg) tkFe (%) tk Fek Zn (mg) tkZn (%) tk Znk

1272.5 79 3 53.6 153 1 254.7 56 1 562.5 47 1 475.6 47 1 3.6 40 1 6.5 130 2

1285.3 80 3 34.9 99 2 486.4 108 2 418.2 34 1 149.2 15 1 6.5 72 1 4.8 96 2

1044.3 65 4 43.7 124 1 425.4 94 2 126.6 11 1 137.4 14 1 5.5 61 1 5.5 110 2

1191.2 75 3 63.7 182 1 240.2 53 1 462.9 38 1 173.9 17 1 7.7 85 2 5.6 112 2

1670 104 1 25.6 73 3 474.3 105 2 184.9 15 1 156.6 15 1 3 33 1 2.7 54 1

1178.3 74 3 42.5 121 1 373.7 83 2 124.7 10 1 195.3 19 1 4.9 54 1 4.8 53 1

1068 67 4 26.4 75 3 511 113 2 106.5 9 1 163.5 16 1 5 55 1 3.2 64 1

935.4 59 4 34.9 99 2 248.9 55 1 71.5 6 1 126.2 13 1 5.2 57 1 2.9 58 1

1113.9 70 4 41 117 1 518 115 2 406.9 34 1 160.5 16 1 6.2 68 1 5.1 102 2

1223.6 76 3 38.2 109 1 0.4 22 1 325.2 27 1 88.3 9 1 4.9 54 1 5.4 108 2

993.2 62 4 51.3 146 1 802.8 178 2 466.8 39 1 440.1 44 1 23.3 258 2 5.4 108 2

1303.3 81 2 46.8 133 1 161.8 35 1 131.5 11 1 101.9 10 1 4.1 45 1 5.6 112 2

1306.8 82 2 61.1 174 1 163.4 36 1 178.8 15 1 815.5 81 2 5.1 55 1 6.8 136 2

112.8 8 4 40.6 116 1 0.5 22 1 102.1 8 1 616 61 1 5.4 60 1 4.3 86 2

1139.2 71 3 39.2 112 1 165 36 1 353.8 29 1 137 14 1 3.8 42 1 3.9 78 2

934.5 58 4 50.7 144 1 63.2 14 1 111.9 10 1 43.4 4 1 3.2 35 1 5.1 102 2

1085.4 68 4 51.5 147 1 319 70 1 428.7 35 1 204.6 20 1 5.1 55 1 5 100 2

879.2 55 4 50.4 144 1 369.3 82 2 320.5 26 1 126.4 12 1 6 66 1 5.9 118 2

1043.4 65 2 42.9 122 1 142.5 31 1 1200 100 2 1000 100 2 4.8 53 1 4.8 96 2

1406.9 88 3 50.1 143 1 913.4 202 2 648.1 54 1 224.8 22 1 9 100 2 5.2 104 2

1194.5 74 3 35.7 100 3 542.2 120 2 144.6 12 1 213.8 21 1 4.9 54 1 3.4 68 1

1181.4 74 3 30.6 87 2 293.1 65 1 178.8 15 1 105.3 10 1 3.2 35 1 3.1 62 1

850 53 4 27.3 78 3 121.5 27 1 347 29 1 47 5 1 2 22 1 3.3 66 1

958.2 60 4 22.2 63 3 55.3 12 1 36.1 3 1 37.8 4 1 2.8 31 1 3.9 78 2

767.4 48 4 26.9 77 3 641.2 142 2 72.5 6 1 53.5 5 1 2 22 1 2.2 44 1

1242.3 77 3 26.4 76 3 207.4 46 1 323.9 27 1 77.5 7 1 3.5 38 1 3.1 62 1

1011 63 4 40.6 116 1 137 30 1 404.1 33 1 132.1 13 1 5.3 88 2 4.1 82 2

898.1 56 4 25.6 73 3 110.8 24 1 185.9 15 1 71.6 7 1 2.3 25 1 2.7 54 1

1058.3 66 4 35 100 1 119.2 26 1 348.8 29 1 90.2 9 1 2.9 32 1 3.5 70 1

905.4 56 4 44.5 127 1 4.3 22 1 123.3 10 1 587.9 59 1 4.8 53 1 5.4 108 2

1231.4 77 3 44.5 127 1 256.4 57 1 95.8 8 1 85.8 8 1 3.7 41 1 3.9 78 2

1086.4 68 4 59.3 109 1 267.5 59 1 441.2 36 1 1147 11 2 4 44 1 6 120 2

1064.3 66 4 30.6 87 2 7.2 22 1 53.6 4 1 60.2 6 1 2.4 27 1 3.1 62 1

892.9 56 4 36.7 104 3 500.2 111 2 241.9 20 1 585.1 58 1 32.9 365 2 4 80 2


(4)

890 56 4 31.5 90 2 118.3 26 1 473.1 39 1 60.8 6 1 3.6 40 1 3.4 68 1

1067.5 67 4 37 105 1 10 22 1 70 6 1 53 5 1 2.8 31 1 4.5 90 2

823.1 51 4 41.5 118 1 386.2 85 2 131.7 11 1 86.7 8 1 3.5 39 1 4 80 2

1108.8 69 4 39.5 112 4 217.5 48 1 432.4 36 1 137.9 14 1 5.1 56 1 4.2 84 2

1105.4 69 4 45.9 131 1 379.6 84 2 189.3 15 1 129.6 13 1 4.7 52 1 5.4 108 2

1210.2 76 3 40.9 116 1 1379 200 2 202.8 17 1 470.2 47 1 28.2 313 2 5.1 102 2

1117.4 70 4 30.5 87 2 163.7 36 1 1200 100 2 263.4 26 1 2.4 27 1 3.1 62 1

890.5 56 4 24.2 69 4 108.8 24 1 157 13 1 141.6 14 1 4.3 47 1 3.1 62 1

1640 102 1 45.2 129 1 780.6 173 2 279.9 23 1 544.5 54 1 6.2 69 1 4.4 88 2

1227.4 76 3 52.5 150 1 416.2 92 2 224.9 18 1 111.2 11 1 4.3 47 1 4.8 96 2

1108.9 69 4 41.5 118 1 834 185 2 143.8 12 1 199.8 20 1 4.3 47 1 4.4 88 2

962.3 60 4 43.3 123 1 264.3 58 1 101 8 1 80.7 8 1 4.5 50 1 4.8 96 2

918.4 57 4 28.9 82 2 225.9 50 1 366.8 30 1 155.3 15 1 5.2 47 1 3.2 64 1

733.6 46 4 31.1 88 2 4 22 1 334.5 28 1 44.6 4 1 3.4 37 1 4.7 94 2

1103.6 69 4 50.4 144 1 101.3 23 1 183.4 15 1 620.7 62 1 5.7 63 1 6.1 122 2

749.4 47 4 33.9 96 2 242.2 53 1 419.5 35 1 299.1 30 1 4.8 53 1 3.7 74 1

572.8 36 4 18 51 4 415.4 92 2 54.1 4 1 97.4 10 1 3.2 35 1 2.3 46 1

698.8 44 4 24.7 70 3 324.2 72 1 148.1 12 1 99.6 10 1 3.1 34 1 2.9 58 1


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Status Keluarga Dengan Berat Badan Dan Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No. 060834 Kota Medan Tahun 2005

0 28 82

Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pola Konsumsi Jajanan Anak Sekolah Yang Mengandung Pemanis Buatan Di SD Negeri No. 2 Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

0 36 90

Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Berat Badan Dan Tlnggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah Di SD Negeri No. 060834 Kota Medan tahun 2005

0 30 81

Hubungan Status Gizi Anak Usia Masuk Sekolah Dasar dengan Status Gizi Anak Balita dan Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga

0 5 94

Konsumsi Pangan Hewani Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

0 23 198

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 21

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 2

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 12

1. Karakteristik Status Sosial Ekonomi Keluarga - Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi KeluargaDengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah Dasar SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan 2014

0 0 22

Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi KeluargaDengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah Dasar SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan 2014

0 0 15