Survei Nasional TBABS Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah TBABS

9. Alat ukur tinggi badan relatif cukup teliti, dapat diperoleh dengan mudah dalam jumlah banyak dengan harga relatif murah dibanding harga timbangan berat badan. 10. Pengukuran dapat dilakukan oleh guru dan dapat dilakukan dengan menggunakan buku petunjuk yang sudah diuji tanpa melakukan pelatihan secara khusus. 11. Penelitian menunjukkan adanya korelasi yang baik antara tinggi badan anak sekolah dengan keadaan sosial ekonomi penduduk daerah yang bersangkutan. 12. Jika pengukuran tinggi badan anak baru masuk SD dilakukan secara periodik, akan dapat diamati perubahan-perubahan dalam tinggi badan anak pada umur yang sama dan perbaikan pertumbuhan anak juga merupakan petunjuk peningkatan status kesehatan dan gizi serta sekaligus memberi gambaran perbaikan dalam bidang sosial ekonomi masyarakat setempat.

2.2.2. Survei Nasional TBABS

Di Indonesia pengukuran TBABS pertama kali dilakukan pada tahun19861987 oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor bekerja sama dengan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Jakarta di tiga Propinsi : Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat, meliputi 3450 sekolah dasar 652 kecamatan. Pengukuran tinggi badan dilakukan guru sekolah yang bersangkutan berdasarkan buku pedoman. Hasil penelitian menunjukkan pengukuran TBABS dengan cara tersebut memberi harapan untuk dilaksanakan secara luas, dapat digunakan untuk pemetaan gangguan pertumbuhan anak, status gizi, dan pencapaian tinggi pada umur tertentu. Dari penelitian ini berdasarkan Universitas Sumatera Utara analisis data potensi desa bahwa TBABS dapat digunakan sebagai indikator tingkat sosial ekonomi penduduk antar wilayah Abunain, 1988. Pada tahun 1994, untuk pertama kalinya dilaksanakan pemantauan TBABS di seluruh Indonesia, yang memberikan gambaran rata-rata tinggi badan dan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia sekolah. Secara nasional rata-rata TBABS adalah 114,9 cm 91,0 terhadap standar WHO – NCHS untuk laki-laki, sementara untuk anak perempuan 114,0 cm 90,6 terhadap standar WHO-NCHS. Adapun n prevalensi gangguan pertumbuhan adalah 32 untuk wilayah pedesaan, dan 18 untuk wilayah perkotaan. Prevalensi gizi kurang menurut tinggi badan anak usia 6 – 9 tahun anak pendek adalah 38,8 . Informasi ini dapat dijadikan sebagai data dasar evaluasi kecenderungan pertumbuhan berikutnya Depkes, 1999. Pada tahun 1999 pengukuran TBABS secara nasional kedua dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan tidak terlihat perubahan perbaikan gizi yang bermakna dari hasil pengukuran tersebut. Prevalensi hasil pengukuran TBABS menjadi 36,1 Rata-rata TBABS hasil survey tahun 1999 adalah : 1. umur 6 tahun, laki-laki 108,9 cm; perempuan 107,8cm 2. umur 7 tahun, laki-laki 111,0 cm; perempuan 110,0 cm 3. umur 8 tahun, laki-laki 113,2; perempuan 112,1 cm 4. umur 9 tahun, laki-laki 116,1 cm; perempuan 115,2 cm LIPI, 2004 Hasil penelitian TBABS tahun 1999 menyimpulkan bahwa anak Indonesia yang baru masuk sekolah keadaan gizinya masih jauh dibandingkan dengan rujukan. Masih sekitar 30 – 40 anak dikategorikan pendek, dan masih dijumpai sekitar 9 – Universitas Sumatera Utara 10 anak dikategorikan sangat pendek. Hanya sedikit sekali peningkatan status gizi yang terjadi Atmarita, 2004 Rata-rata tinggi badan anak baru masuk sekolah umur 7 – 9 tahun hasil perhitungan 2003 yang dilakukan Abbas Basuni Jahari dan Idrus Jus’at dari berbagai literatur dan hasil penelitian TBABS untuk penentuan AKG 2004 adalah perempuan 118,1 cm SD : 4,86; laki-laki 119,2 cm SD : 3,95 Jahari, 2004. Dalam menginterpretasikan hasil pengukuran TBABS,dipakai baku rujukan WHO-NCHS yang membedakan jenis kelamin. Cutt off point ambang batas untuk klasifikasi status gizi berdasarkan TBU adalah:Baku rujukan WHO-NCHS , dengan cara dari median. Klasifikasi : Normal jika Ӌ 90 median; Stuntedmalnutrisi kronis jika ӊ 90 median. Dengan cara Standar Deviasi SD : Klasifikasi : Normal jika Ӌ-2 SD TBU; Stuntedpendek jika -2 SD TBU.

2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Anak Baru Masuk

Dokumen yang terkait

Hubungan Status Keluarga Dengan Berat Badan Dan Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah di SD Negeri No. 060834 Kota Medan Tahun 2005

0 28 82

Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pola Konsumsi Jajanan Anak Sekolah Yang Mengandung Pemanis Buatan Di SD Negeri No. 2 Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

0 36 90

Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Berat Badan Dan Tlnggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah Di SD Negeri No. 060834 Kota Medan tahun 2005

0 30 81

Hubungan Status Gizi Anak Usia Masuk Sekolah Dasar dengan Status Gizi Anak Balita dan Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga

0 5 94

Konsumsi Pangan Hewani Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

0 23 198

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 21

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 2

Hubungan Pola Konsumsi dan Ketersediaan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2013

0 0 12

1. Karakteristik Status Sosial Ekonomi Keluarga - Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi KeluargaDengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah Dasar SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan 2014

0 0 22

Hubungan Pola Konsumsi Pangan dan Status Sosial Ekonomi KeluargaDengan Pertumbuhan Anak Baru Masuk Sekolah Dasar SD Negeri No.142442 Kota Padangsidimpuan 2014

0 0 15