ekonomi yaitu tingkat pendapatan keluarga dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi status gizi anak terutama pada komposisi tubuh anak.
2.5. Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak
Pada masa usia sekolah, anak membutuhkan lebih banyak zat gizi untuk pertumbuhan dan beraktivitas. Hal ini disebabkan karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan fisik, mental, intelektual, dan sosial secara cepat, sehingga golongan ini perlu mendapat perhatian khusus. Faktor kecukupangizi ditentukan oleh kecukupan
konsumsi pangan dan kondisi keluarga. Unicef dan Johnson 1992 membuat model interelasi tumbuh kembang anak dengan melihat penyebab langsung, sebab tidak
langsung dan penyebab dasar. Sebab langsung adalah kecukupan makanan dan keadaan kesehatan.Penyebab tidak langsung meliputi ketahanan makanan keluarga,
asuhan bagi ibu dan anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.Penyebab yang paling mendasar dari tumbuh kembang anak adalah
masalah struktur politik dan ideologi serta struktur ekonomi yang dilandasi oleh potensi sumber daya. Fakor-faktor tersebut berinteraksi satu dengan yang lainnya
sehingga dapat mempengaruhi masukan zat gizi dan infeksi pada anak. Pada akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah dan mengakibatkan pertumbuhan
terganggu Supariasa, 2001. Gizi kurang yang terjadi pada anak-anak, dapat menghambat pertumbuhan,
rentan terhadap penyakit infeksi dan rendahnya tingkat kecerdasan anak. Konsekuensi membiarkan anak-anak tersebut menderita kurang gizi berarti
Universitas Sumatera Utara
“mempersiapkan” sebagian mereka menjadi generasi yang hilang karena terbentuknya potensi intelektual dan produktivitas yang tidak mampu menghadapi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Notoadmojo, 2003. Status gizi kurang atau status gizi lebih, merupakan suatu gangguan gizi yang
disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah apabila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas maupun kuantitasnya, yang
merupakan akibat dari kurangnya penyediaan pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah dan sabagainya. Sedangkan faktor sekunder meliputi
semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai ke sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi. Begitu pentingnya faktor gizi sehingga pembentukan kebiasaan
makan yang baik harus ditanamkan sejak dini, karena hal ini sangat menentukan kebiasaan makannya pada saat remaja dan dewasa Utomo, 1998.
Berdasarkan penelitian Simanjuntak 2012 menyatakan bahwa ada hubungan yang sidnifikan antara pola konsumsi pangan dengan status gizi, hal ini juga
didukung oleh penelitian Maulina 2013 yang menyatakan bahwa pola konsumsi pangan sangat berpengaruh terhadap status gizi balita.
2.6. Kerangka Konsep