sosial.Banyak terdapat anak dengan status gizi kurang pada ayah dan ibu yang secara ekonomi seharusnya dapat mencukupi kebutuhan makanan yang bergizi
Sediaoetama, 2004. Menurut Berg 1986, pola perbelanjaan keluarga yang ekonomi rendah dan
yang tingkat ekonomi yang berstatus menengah ke atas memiliki perbedaan. Pada keluarga kurang mampu biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan
tambahannya untuk membeli makanan terutama beras, sedangkan keluarga kaya sudah tentu akan lebih kurang dari jumlah itu. Bagian untuk makan padi-padian akan
menurun dan untuk makanan yang dibuat dari susu akan bertambah jika keluarga beranjak kependapatan menengah ke atas, pada keluarga yang mampu semakin tinggi
pendapatan semakin bertambah pula persentase pertambahan perbelanjaan termasuk untuk buah-buahan, sayu-sayuran, dan jenis makanan lainnya Nugraheni,2003.
2.4. Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Pola Konsumsi Pangan
Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain tingkat pendapatan keluarga, ukuran keluarga, pendidikan kepala keluarga dan status kerja
wanita. Untuk mendukung pernyataan tersebut, telah banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi keluarga.
Teori Engel’s yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi makanan Sumarwan, 1993.
Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentasi pengeluaran
untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan
Universitas Sumatera Utara
semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan.
Jumlah anggota keluarga atau ukuran keluarga juga mempengaruhi pola konsumsi. Hasil Survei Biaya Hidup SBH tahun 1989 membuktikan bahwa semakin
besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota
keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan Sumarwan, 1993. Selebihnya, keluarga akan mengalokasikan sisa pendapatannya
untuk konsumsi bukan makanan. Dengan demikian, keluarga dengan jumlah anggota sedikit relatif lebih sejahtera dari keluarga dengan jumlah anggota besar.
Selain jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan formal kepala keluarga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi keluarga. Pendidikan dapat merubah sikap dan
prilaku seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah ia dapat menerima informasi dan inovasi baru yang
dapat merubah pola konsumsinya. Disamping itu makin tinggi tingkat pendidikan formal maka kemungkinannya akan mempunyai tingkat pendapatan yang relatif lebih
tinggi Sumarwan, 1993. Penelitian yang dilakukan oleh Yunida 2005 menyatakan bahwa status sosial
ekonomi yang rendah akan berdampak kepada status gizi anak terutama tingkat pendapatan keluarga yang rendah. Penelitian ini juga dilakukan oleh Wulansari
2005 yang dilakukan kepada anak berumur 5 tahun menyatakan bahwa status sosial
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yaitu tingkat pendapatan keluarga dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi status gizi anak terutama pada komposisi tubuh anak.
2.5. Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak