Hasil uji variabel keberadaan kawat kasa pada ventilasi rumah terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis diperoleh nilai p=0,007 p0,05, artinya
bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel keberadaan kawat kasa pada ventilasi rumah terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan dan Kabupaten Asahan. Nilai OR sebesar 3,154 95 CI = 1,430-6,956 menunjukkan bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis, terpapar tidak
adanya kawat kasa pada ventilasi rumah 3,154 kali lebih besar dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05.
Hasil uji variabel konstruksi plafon rumah terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis diperoleh nilai p=0,004 p0,05, artinya bahwa ada pengaruh
yang signifikan variabel konstruksi plafon rumah terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan. Nilai
OR sebesar 3,333 95 CI = 1,520-7,308 menunjukkan bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis, terpapar konstruksi plafon rumah tidak rapat 3,333
kali lebih besar dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05.
4.4.2 Faktor Lingkungan Biologis
Pengaruh faktor lingkungan biologis sebagai variabel independen meliputi keberadaan tanaman di sekitar rumah dan keberadaan hewan peliharaan di sekitar
rumah dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 Hasil Uji Bivariat Faktor Lingkungan Biologis terhadap Kejadian Mikrofilaria Positif dan Filariasis di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan dan Kabupaten Asahan Tahun 2013
Variabel Nilai
p OR
95 CI
Keberadaan tanaman di sekitar rumah 0,001
3,922 1,770-8,691
Keberadaan hewan peliharaan di sekitar rumah 0,564
1,334 0,632-2,860
Berdasarkan hasil uji chi-square variabel keberadaan tanaman di sekitar rumah terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis diperoleh nilai p=0,001
p0,05, artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel keberadaan tanaman di sekitar rumah terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten
Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan. Nilai OR sebesar 3,922 95 CI =
1,770-8,691
menunjukkan bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis, terpapar adanya tanaman di sekitar rumah 3,922 kali lebih besar dibanding dengan yang tidak
menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05. Hasil uji variabel keberadaan hewan peliharaan di sekitar rumah terhadap
kejadian mikrofilaria positif dan filariasis diperoleh nilai p=0,564 p0,05, artinya bahwa tidak ada pengaruh variabel keberadaan hewan peliharaan disekitar rumah
dengan kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan, dan keberadaan hewan peliharaan disekitar rumah bukan
sebagai faktor risiko kejadian mikrofilaria positif dan filariasis.
Universitas Sumatera Utara
4.4.3 Faktor Lingkungan Sosial
Pengaruh faktor lingkungan sosial sebagai variabel independen meliputi pekerjaan, kebiasaan keluar malam, kebiasaan memakai kelambu, dan kebiasaan
memakai obat anti nyamuk dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.12 Hasil Uji Bivariat Faktor Lingkungan Sosial terhadap Kejadian Mikrofilaria Positif dan Filariasis di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan dan Kabupaten Asahan Tahun 2013
Variabel Nilai
p OR
95 CI
Pekerjaan 0,038
2,391 1,119-5,108
Kebiasaan keluar pada malam hari 0,023
2,576 1,202-5,517
Kebiasaan memakai kelambu 0,008
3,029 1,398-6,563
Kebiasaan memakai obat anti nyamuk 1,000
0,926 0,429-1,998
Berdasarkan hasil uji chi-square variabel pekerjaan terhadap kejadian
mikrofilaria positif dan filariasis diperoleh nilai p=0,038 p0,05, artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel pekerjaan terhadap kejadian mikrofilaria positif
dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan. Nilai OR sebesar 2,391 95 CI =
1,119-5,108
menunjukkan bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis, terpapar jenis pekerjaannya yang berisiko, 2,391 kali lebih besar
dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05. Hasil uji variabel kebiasaan keluar pada malam hari terhadap kejadian
mikrofilaria positif dan filariasis diperoleh nilai p=0,023 p0,05, artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel kebiasaan keluar pada malam hari terhadap
kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan. Nilai OR sebesar 2,576 95 CI =
1,202-5,517
menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis, mempunyai kebiasaan keluar pada malam hari 2,576 kali lebih besar dibanding dengan yang tidak menderita
mikrofilaria positif dan filariasis p0,05. Hasil uji variabel kebiasaan memakai kelambu terhadap kejadian mikrofilaria
positif dan filariasis diperoleh nilai p=0,008 p0,05, artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel kebiasaan memakai kelambu sewaktu tidur dengan kejadian
mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan. Nilai OR sebesar 3,029 95 CI =
1,398-6,563
menunjukkan bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis, tidak mempunyai kebiasaan memakai
kelambu sewaktu tidur 3,029 kali lebih besar dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05.
Hasil uji variabel kebiasaan memakai obat anti nyamuk terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis diperoleh nilai p=1,000 p0,05, artinya bahwa
tidak ada pengaruh variabel kebiasaan memakai obat anti nyamuk sebelum tidur terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan dan Kabupaten Asahan, dan kebiasaan memakai obat anti nyamuk sebelum tidur bukan sebagai faktor risiko kejadian mikrofilaria positif dan filariasis.
4.5 Analisis Multivariat Analisis multivariat digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara bersamaan dan mencari faktor yang dominan berpengaruh terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda binary logistic regression dengan metode Enter.
Berdasarkan uji chi-square diketahui bahwa variabel independen yang menjadi kandidat dalam analisis multivariat dengan nilai signifikansi variabel p0,05
adalah keberadaan rawa-rawa, keberadaan kasa pada ventilasi rumah, konstruksi plafon rumah, keberadaan tanaman di sekitar rumah, pekerjaan, kebiasaan keluar
pada malam hari dan kebiasaan memakai kelambu. Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan bahwa variabel konstruksi
plafon dengan nilai p=0,032 p0,005, variabel keberadaan tanaman di sekitar rumah dengan nilai p=0,001 p0,05, variabel kebiasaan keluar pada malam hari dengan
nilai p=0,033 p0,05, dan variabel kebiasaan memakai kelambu dengan nilai p=0,016 p0,05 adalah variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian
mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan. Jika dilihat nilai OR hasil analisis uji regresi logistik berganda diketahui
variabel keberadaan tanaman di sekitar rumah memiliki nilai OR tertinggi yaitu sebesar 4,432 95 CI= 1,787 – 10,993, hal ini menunjukkan bahwa variabel
keberadaan tanaman di sekitar rumah merupakan variabel paling kuat pengaruhnya terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu
Selatan dan Kabupaten Asahan. Hal ini dapat diartikan bahwa pada penderita mikrofilaria positif dan filariasis, terpapar adanya tanaman di sekitar rumah 4,432
kali lebih besar dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan
Universitas Sumatera Utara
filariasis, dan dapat diinterpretasikan bahwa kejadian mikrofilaria positif dan filariasis akan lebih banyak terjadi pada mereka yang terdapat tanaman di sekitar
rumahnya. Hasil analisis regresi logistik berganda selengkapnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 4.13 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh Variabel Konstruksi Plafon, Keberadaan Tanaman di Sekitar Rumah, Kebiasaan Keluar
pada Malam Hari dan Kebiasaan Memakai Kelambu terhadap Kejadian Mikrofilaria Positif dan Filariasis di Kabupaten
Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan Tahun 2013
Variabel Independen Nilai B
Nilai p
Exp B 95 C.I.for Exp B
Lower Upper
Konstruksi plafon 0,969
0,032 2,635
1,086 6,395
Keberadaan tanaman di sekitar rumah
1,489 0,001
4,432 1,787
10,993 Kebiasaan keluar pada
malam hari 0,949
0,033 2,583
1,077 6,191
Kebiasaan memakai
kelambu 1,101
0,016 3,008
1,223 7,398
Constant -2,121
0,000 Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda tersebut dapat ditentukan
model persamaan regresi logistik berganda yang dapat menafsirkan variabel konstruksi plafon, keberadaan tanaman di sekitar rumah, kebiasaan keluar pada
malam hari dan kebiasaan memakai kelambu sewaktu tidur terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten
Asahan adalah sebagai berikut :
1 P
= 1 + e
–
α + β 1
X 1
+ β 2
X 2
+ β 3
X 3+ β4
X 4
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: P
= Probabilitas kejadian mikrofilaria positif dan filariasis α
= Konstanta = -2,121 e
= Bilangan natural 2,71828 β
1
– β
4
X = Koefisien regresi
1
X = Konstruksi plafon, koefisien regresi 0,969
2
X = Keberadaan tanaman di sekitar rumah, koefisien regresi 1,489
3
X = Kebiasaan keluar pada malam hari, koefisien regresi 0,949
4
X = Kebiasaan memakai kelambu, koefisien regresi 1,101
1
=X
2
=X
3
=X
4
1 = 1, karena variabel tersebut berisiko untuk terjadinya mikrofilaria
positif dan filariasis
P =
1 + e
–[-2,121 + 0,969 X 1
+1,489 X 2
+ 0,949 X 3
+ 1,101 X 4
]
1 P =
1 + 2,71
–[-2,121 + 0,969 1 + 1,489 1 +0,949 1 + 1,101 1]
1 P =
1 + 2,71
–2,387
1 P =
1,093
P = 0,915 = 91,5
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, faktor risiko konstruksi plafon tidak rapat, adanya tanaman di sekitar rumah, mempunyai kebiasaan keluar pada malam hari dan mempunyai
kebiasaan tidak memakai kelambu sewaktu tidur mempunyai probabilitas terjadinya mikrofilaria positif dan filariasis sebesar 91,5, dan sebesar 8,5 terjadinya
mikrofilaria positif dan filariasis dimungkinkan karena adanya pengaruh faktor risiko lain diluar dari faktor risiko yang sudah diteliti.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Mikrofilaria Positif
dan Filariasis
Pengaruh variabel lingkungan fisik terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis dalam penelitian ini sebagai berikut :
5.1.1 Pengaruh Keberadaan Rawa-Rawa terhadap Kejadian Mikrofilaria Positif dan Filariasis
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis, terpapar adanya rawa-rawa dengan jarak 200 m dari rumah 2,667 kali
lebih besar dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05. Secara keseluruhan proporsi terbesar pada kelompok kasus dan kontrol
adalah tidak ada rawa-rawa, walaupun secara terpisah pada kelompok kasus proporsi terbesar ada rawa-rawa dengan jarak 200 m dari rumah 44,6 dan pada
kelompok kontrol proporsi terbesar tidak ada rawa-rawa 76,8. Hal ini terjadi karena memang keberadaan rawa-rawa yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Selatan
dan Kabupaten Asahan adalah rawa-rawa liar yang sebagian ditumbuhi tanaman air bukan kolam atau galian tanah, sehingga keberadaannya lebih sedikit dibandingkan
keberadaan persawahan, perkebunan dan lainnya. Masing-masing spesies nyamuk mempunyai tempat perindukan berbeda-beda
misalnya di rawa-rawa, air kotor comberan, air sawah dan air laguna Soeyoko, 2002. Rawa-rawa merupakan ekosistem dengan habitat yang sering digenangi air
Universitas Sumatera Utara