responden yang mempunyai kebiasaan keluar malam hari akan berisiko terkena filariasis sebesar 2,231 kali dibandingkan dengan responden yang tidak keluar malam
hari.
5.3.3 Pengaruh Kebiasaan Memakai Kelambu terhadap Kejadian Mikrofilaria
Positif dan Filariasis
Berdasarkan hasil diketahui bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis tidak mempunyai kebiasaan memakai kelambu sewaktu tidur 3,029 kali lebih besar
dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05. Memakai kelambu merupakan salah satu bentuk pencegahan untuk menghindari
gigitan nyamuk termasuk nyamuk vektor filariasis, tetapi beberapa masyarakat merasa tidak nyaman jika tidur menggunakan kelambu dengan alasan panas atau
merasa tidak nyaman jika harus tidur menggunakan kelambu. Penelitian Mulyono dkk 2007 di Kabupaten Pekalongan menemukan bahwa
kebiasaan tidak menggunakan kelambu pada waktu tidur merupakan faktor risiko terjadinya filariasis dengan nilai OR sebesar 3,99, artinya orang yang pada waktu
tidur tidak menggunakan kelambu mempunyai risiko 3,99 kali untuk terkena filariasis dibandingkan orang yang menggunakan kelambu. Penelitian Karwiti 2011 di
Wilayah Kerja Puskesmas Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan menemukan kebiasaan responden tidak memakai kelambu
pada waktu tidur malam hari mempunyai risiko 36,64 kali lebih besar terinfeksi filariasis Brugia malayi.
Universitas Sumatera Utara
5.3.4 Pengaruh Kebiasaan Memakai Obat Anti Nyamuk terhadap Kejadian
Mikrofilaria Positif dan Filariasis
Berdasarkan hasil diketahui bahwa kebiasaan memakai obat anti nyamuk sebelum tidur bukan sebagai faktor risiko kejadian mikrofilaria positif dan filariasis
di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan. Menggunakan Obat anti nyamukrepelen merupakan salah satu pencegahan untuk menghindari gigitan
nyamuk mengurangi kontak dengan vektor baik itu obat nyamuk bakar, obat nyamuk oles ataupun obat nyamuk semprot. Berdasarkan hasil wawancara mayoritas
responden mempunyai kebiasaaan menggunakan obat anti nyamuk bakar. Sejalan dengan penelitian Ulfana 2009 di Kabupaten Pekalongan yang
menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan memakai repelen dengan kejadian filariasis. Hal ini berbeda dengan penelitian Mulyono dkk 2007 di
Kabupaten Pekalongan yang menemukan bahwa kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk pada waktu tidur merupakan faktor risiko terjadinya filariasis dengan
nilai OR sebesar 5,38, artinya orang yang pada waktu tidur tidak menggunakan obat anti nyamuk mempunyai risiko 5,38 kali untuk terkena filariasis dibandingkan orang
yang menggunakan obat anti nyamuk. 5.4 Faktor Paling Dominan
Hasil analisis regresi logistik ganda diperoleh bahwa faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten
Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan adalah faktor konstruksi plafon dengan
Universitas Sumatera Utara
nilai OR sebesar 2,635, faktor keberadaan tanaman di sekitar rumah dengan nilai OR sebesar 4,432, faktor kebiasaan keluar pada malam hari dengan nilai OR sebesar
2,583 dan faktor kebiasaan memakai kelambu sewaktu tidur dengan nilai OR sebesar 3,008. Berdasarkan besar nilai OR tersebut faktor yang paling kuat pengaruhnya
terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan adalah keberadaan tanaman di sekitar rumah. Faktor
keberadaan tanaman di sekitar rumah bernilai positif menunjukkan bahwa faktor tersebut mempunyai hubungan yang searah positif terhadap kejadian mikrofilaria
positif dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan dengan OR sebesar 4,432.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan bahwa dari 64 rumah yang terdapat tanaman
disekitar rumahnya diketahui jenis tanaman yang terdapat disekitar rumah responden tersebut dalam jarak 200 m adalah semak-semakrumput-rumputan 46,88 30
rumah, perkebunan kelapa sawit 38,5 24 rumah, dan hutan 15,63 10 rumah. Kondisi lingkungan seperti ini merupakan tempat yang menjadi resting places bagi
vektor nyamuk, sehingga memperbesar risiko penularan mikrofilaria positif dan filariasis.
Di Sumatera Utara vektor utama kejadian mikrofilaria positif dan filariasis adalah nyamuk Mansonia uniformis. Tempat berkembangbiak nyamuk Mansonia
uniformis digolongkan dalam tiga tipe dasar yaitu : 1 daerah rawa-rawa terbuka
Universitas Sumatera Utara
yang mana tumbuhan yang dominan adalah Isachene globosa dan Panicum amplixicaule. Daerah tipe ini sangat disenangi dan tempat berkembangbiak nyamuk
Mansonia uniformis dan Mansonia crassipes, 2 daerah yang merupakan batas hutan dan merupakan tempatrawa dengan hutan terbuka. Daerah ini disenangi oleh nyamuk
Mansonia annulata, 3 daerah hutan yang berawa dengan segala macam keanekaragaman tumbuhan yang dapat memberi kemungkinan tempat
berkembangbiak jenis nyamuk seperti Mansonia dives, Mansonia bonneae, dan Mansonia nigrossignata. Kolam atau sawah terbuka yang banyak ditumbuhi tanaman
air karena kurang digarap, dapat menjadi tempat berkembangbiak nyamuk Mansonia, apalagi jika kolam tersebut mempunyai kedalaman 15-100 cm Wharton dalam
Boesri, 2012. Kondisi ini sangat sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh bahwa jenis tanaman di sekitar rumah yang terdapat disekitar rumah responden dalam
jarak 200 m adalah semak-semakrumput-rumputan, perkebunan kelapa sawit dan hutan.
Menurut Depkes RI 2009 seseorang dapat terinfeksi filariasis apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk ribuan kali. Menurut Rozendal 1997 peluang
untuk infeksi dari satu gigitan nyamuk vektor infected mosquito adalah sangat kecil Hasminawati dan Nurhayati, 2007. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terjadinya kasus
mikrofilaria positif dan filariasis memerlukan waktu yang cukup panjang karena berkaitan dengan lamanya terpapar dengan kondisi lingkungan yang potensial bagi
perkembangan vektor filariasis dan kebiasaan berisiko yang dapat menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
kerentanan. Artinya bahwa keberadaan tanaman di sekitar rumah yang potensial sebagai breeding places and resting places bagi vektor nyamuk, kondisi fisik rumah
dengan konstruksi plafon yang tidak rapat memperbesar peluang seseorang kontak dengan nyamuk di dalam rumah, dan kebiasaaan keluar rumah pada malam hari dan
kebiasaan menggunakan kelambu sewaktu tidur berkaitan juga dengan intensitas seseorang kontak dengan vektor nyamuk penular mikrofilaria positif dan filariasis.
Keadaan ini sejalan dengan hasil wawancara bahwa responden kasus sudah tinggal ditempat tinggalnya saat penelitian diatas 10 tahun bahkan dari sejak lahir.
5.5 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan antara lain sebagai berikut :
5.5.1 Data dan informasi mengenai faktor-faktor berisiko variabel dependen dalam penelitian ini diperoleh dengan mengandalkan daya ingat responden
terhadap kejadian yang telah lama terjadi. Sedangkan data yang diobservasi dan diukur adalah kondisi sekarang yang memungkinkan telah banyak terjadi
perubahan. Oleh karena itu, mungkin saja terjadi recall bias dan bias dalam interpretasi hasil penelitian
5.5.2 Saat penelitian dilakukan, kadang-kadang sulit untuk mendapatkan kasus dan kontrol yang benar-benar sebandingsetara dalam berbagai
karakteristiknya.
Universitas Sumatera Utara
5.5.3 Tidak selamanya terdapat sampel kontrol yang diperiksa darah jarinya merupakan tetangga terdekat kasus, sehingga sampel kontrol yang diambil
berasal dari daerah lain dengan karakteristik yang sama. 5.5.4 Tidak semua faktor yang dapat mempengaruhi kejadian mikrofilaria positif
dan filariasis diteliti, misalnya sosiodemografi dan sosioekonomi, keberadaan tempat perindukan dan peristirahatan nyamuk lainnya, serta kebiasaan-
kebiasaan berisiko lainnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian mikrofilaria positif
dan filariasis di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan adalah keberadaan rawa-rawa, keberadaan kawat kasa pada ventilasi rumah, konstruksi
plafon rumah, keberadaan tanaman di sekitar rumah, pekerjaan, kebiasaan keluar pada malam hari, dan kebiasaan memakai kelambu sewaktu tidur. Faktor dominan
yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis adalah konstruksi plafon, keberadaan tanaman di sekitar rumah, kebiasaaan keluar
pada malam hari dan kebiasaan memakai kelambu sewaktu tidur. Faktor keberadaan tanaman disekitar rumah merupakan faktor dengan pengaruh paling kuat dengan nilai
OR=4,432.
6.2 Saran
6.2.1 Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Asahan perlu melakukan penyuluhan tentang filariasis, upaya pencegahan dan
pengendalian yang dapat dilakukan masyarakat guna mengurangi risiko tertular mikrofilaria positif dan filariasis.
6.2.2 Masyarakat diharapkan dapat meminimalkan atau menghilangkan adanya semak-semakrumput-rumputan disekitar rumah, guna mengurangi
Universitas Sumatera Utara