infeksi Gandahusada, 2000. Memelihara ternak dalam rumah juga akan memperbesar risiko mobilitas nyamuk di dalam rumah karena beberapa nyamuk
penular filariasis menyukai darah hewan dan manusia sehingga memungkinkan penghuni rumah tertular filariasis dari hewan tersebut Anshari, 2004
Keadaan ini sejalan dengan hasil penelitian Setiawan 2008 di Wilayah Keja Puskesmas Cempaka Kabupaten Kota Waringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah
menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan memelihara kucing dengan kejadian filariasis. Penelitian Ansari 2004 di Kecamatan Sungai
Raya Kabupaten Pontianak diperoleh p=0,091 yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara keberadaan kandang ternak 100 m dari rumah dengan kejadian
filariasis.
5.3 Pengaruh Faktor Lingkungan Sosial terhadap Kejadian Mikrofilaria Positif
dan Filariasis
Pengaruh variabel lingkungan sosial terhadap kejadian mikrofilaria positif dan filariasis dalam penelitian ini sebagai berikut :
5.3.1 Pengaruh Pekerjaan terhadap Kejadian Mikrofilaria Positif dan Filariasis
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis, terpapar jenis pekerjaannya yang berisiko, 3,391 kali lebih besar
dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pekerjaan berisiko yang dijalani
responden adalah sebagai petaniberkebun 39,65, buruh kebun 31, pencari
Universitas Sumatera Utara
kayu di hutan 17,24, pembuat tepasatap 8,60 dan nelayan 3,45, sedangkan pekerjaan tidak berisiko adalah sebagai wiraswasta 50, pedagang 33,33 dan
ibu rumah tangga 16,67. Pekerjaan berisiko memperbesar risiko kontak dengan nyamuk sehingga memperbesar risiko penularan mikrofilaria positif dan filariasis,
seperti pekerjaan sebagai pembuat tepasatap dan sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang biasanya dilakukan diluar rumah pada siang dan malam hari.
Penelitian Nasrin 2008 di Kabupaten Bangka Barat menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan kejadian filariasis dengan
nilai OR sebesar 3,695, bahwa orang yang memiliki jenis pekerjaan berisiko petani, nelayan, buruh tani, buruh pabrik akan berpeluang terkena penyakit filariasis sebesar
4,4 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki pekerjaan tidak berisiko tidak bekerja, wiraswasta, pedagang, PNSABRI. Hasil penelitian Riftiana 2010 di
Kabupaten Pekalongan menemukan bahwa orang yang mempunyai pekerjaan selain petani yang dilakukan pada malam hari di luar rumahruangan diperkirakan akan
mendapatkan risiko terjadinya filariasis sebesar 3,519 kali lebih besar dari pada orang yang bekerja siang hari.
5.3.2 Pengaruh Kebiasaan Keluar pada Malam Hari terhadap Kejadian
Mikrofilaria Positif dan Filariasis
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penderita mikrofilaria positif dan filariasis mempunyai kebiasaan keluar pada malam hari 2,576 kali lebih besar
dibanding dengan yang tidak menderita mikrofilaria positif dan filariasis p0,05. Hasil wawancara didapatkan informasi bahwa kebiasaan keluar malam ini dilakukan
Universitas Sumatera Utara
responden karena berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan di luar rumah pada siang dan malam hari membuat tepasatap, nelayan, kebiasaan tidur di ladang, dan
bergadang diluar rumah untuk ngobrol. Menurut hasil pengamatan Ambarita dan Hotnida 2004 pada studi
komunitas nyamuk di Desa Sebubus daerah endemis filariasis di Sumatera Selatan bahwa aktifitas menggigit Mansonia uniformis diluar rumah menggigit dimulai pada
pukul 18.00 sampai pukul 19.00. Puncak kepadatan menggigit pada pukul 20.00 sampai pukul 21.00 dan pukul 21.00 sampai pukul 22.00 dengan kepadatan yang
sama. Sedangkan puncak kepadatan menggigit didalam rumah terjadi pada pukul 20.00 sampai pukul 21.00. Keadaan dimana aktifitas nyamuk vektor yang mulai
menggigit dan puncak kepadatan vektor yang berada pada paruh pertama malam hari akan sangat mendukung terjadinya kontak antara nyamuk vektor dengan manusia
yang akhirnya dapat menyebabkan penularan filariasis, dikarenakan pada paruh waktu pertama malam hari penduduk biasanya masih melakukan aktifitas baik
didalam maupun diluar rumah. Hasil wawancara dengan responden diketahui juga bahwa ada responden yang mempunyai kebiasaaan tidur diladangsawah, bergadang
diluar rumah untuk ngobrol, dan melakukan pekerjaan membuat tepasatap di luar rumah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasrin 2008 di Kabupaten Bangka Barat yang menemukan ada hubungan bermakna antara kebiasaan responden keluar
malam hari dengan kejadian filariasis, dan nilai OR sebesar 2,231 artinya bahwa
Universitas Sumatera Utara
responden yang mempunyai kebiasaan keluar malam hari akan berisiko terkena filariasis sebesar 2,231 kali dibandingkan dengan responden yang tidak keluar malam
hari.
5.3.3 Pengaruh Kebiasaan Memakai Kelambu terhadap Kejadian Mikrofilaria