serta konseling masih lemah, masih kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat posyandu serta masih terbatasnya pembinaan kader Minarto, 2011.
2. Program ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman lain, kecuali obat, vitamin dan
mineral. Menurut Lancet 2010 yang dikutip oleh Depkes RI 2013, pemberian ASI Eksklusif dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 13 dan dapat
menurunkan prevalensi balita pendek. Upaya perbaikan gizi melalui penerapan pemberian ASI Eksklusif telah
diamanatkan melalui Undang-undang No. 36 tahun 2009 bahwa bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif dan Peraturan Pemerintah RI No. 332012 menyebutkan
bahwa Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah KabupatenKota bertanggungjawab dalam pemberian ASI Eksklusif. Selain itu, untuk meningkatkan
pemberian ASI Eksklusif pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan program Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui 10 LMKM
dan melatih tenaga konselor untuk memberikan konseling dan penyuluhan kepada ibu menyusui. Dengan adanya tenaga konselor ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan ibu dalam pemberian ASI karena ASI merupakan makanan terbaik bayi. Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi
dan menunjukkan kecenderungan menurun selama 3 tahun terakhir. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2 tahun 2007 menjadi
56,2 pada tahun 2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi
Universitas Sumatera Utara
sampai 6 bulan turun dari 28,6 pada tahun 2007 menjadi 24,3 pada tahun 2008. Cakupan pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih
sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, belum adanya Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan
kampanye terkait pemberian ASI, masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI dan belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI.
3. Program Tatalaksana Gizi Buruk
Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian.
Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan tatalaksana anak gizi buruk rawat inap di Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan Pusat Pemulihan Gizi
Terapheutic Feeding Center sedangkan Gizi buruk tanpa komplikasi di lakukan perawatan rawat jalan di Puskesmas, Poskesdes dan Pos Pemulihan Gizi berbasis
masyarakat Community Feeding CentreCFC. Kenyataan di lapangan, kasus gizi buruk sering ditemukan terlambat dan atau
ditangani tidak tepat. Hal ini terjadi karena belum semua Puskesmas terlatih untuk melaksanakan tatalaksana gizi buruk. Selain itu kurangnya ketersediaan sarana dan
prasana untuk menyiapkan formula khusus untuk balita gizi buruk, serta kurangnya tindak lanjut pemantauan setelah balita pulang ke rumah Minarto, 2011.
2.3.2. Penanggulangan Kurang Vitamin A KVA
Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Ada 3 fungsi vitamin A dalam tubuh yaitu fungsi dalam proses melihat, fungsi dalam metabolisme umum,
Universitas Sumatera Utara
dan fungsi dalam proses reproduksi. Hubungan vitamin A dengan pertumbuhan dalam fungsinya sebagai metabolisme umum yang berkaitan dengan metabolisme
protein. Pada defesiensi vitamin A terjadi hambatan pertumbuhan. Dasar hambatan pertumbuhan ini karena hambatan sintesa protein. Gejala ini tampak terutama pada
anak-anak balita, yang sedang ada dalam periode pertumbuhan yang sangat pesat. Sintesa protein memerlukan vitamin A sehingga pada defisiensi vitamin ini terjadi
hambatan sintesa protein yang pada gilirannya menghambat pertumbuhan Sediaoetama, 2000. Salah satu program pemerintah untuk menanggulangi masalah
kurang vitamin A adalah dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
1. Program Pemberian Kapsul Vitamin A