Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas menunjukkan besaran masalah KEP di Indonesia, yaitu gizi kurang, pendek dan kurus. Ke-tiga bentuk masalah KEP
tersebut mempunyai riwayat dan pendekatan pemecahan yang berbeda. Prevalensi gizi kurang tahun 2007 secara nasional sebesar 18,4 sedangkan pada tahun 2013
sebesar 19,6. Prevalensi gizi kurang juga sangat bervariasi antar perkotaan - perdesaan, antar tingkat ekonomi, dan antar tingkat pendidikan. Selain masalah gizi
kurang riskesdas juga mengungkap tingginya prevalensi pendek pada anak balita 2007 sebesar 36,8 dan 37,2 pada tahun 2013, prevalensi kurus 2007 sebesar
13,6 dan 12,1 tahun 2013. Status gizi anak sangat terkait dengan status gizi ibu hamil. Prevalensi ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronik KEK 2007
diperkirakan sebesar 13,6. Ibu hamil KEK akan beresiko melahirkan bayi berat lahir rendah BBLR.
Upaya-upaya yang dilakukan berkaitan dengan penanggulangan masalah gizi kurang antara lain penyelenggaraan posyandu dengan pemantauan pertumbuhan,
pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI serta tatalaksana gizi buruk yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Program Pemantauan Pertumbuhan
Pemantauan pertumbuhan anak dapat dilakukan melalui penimbangan berat badan dan tinggi badan atau panjang badan yang dapat dilakukan baik di posyandu
maupun diluar posyandu. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap bulan. Tujuan dari pemantauan pertumbuhan adalah untuk menentukan apakah anak tumbuh secara
Universitas Sumatera Utara
normal atau mempunyai masalah pertumbuhan atau ada kecenderungan masalah gangguan pertumbuhan yang perlu ditangani.
Anak yang mempunyai masalah pertumbuhan atau kecenderungan mengalami masalah gangguan pertumbuhan dicari faktor penyebabnya agar dapat dilakukan
tindakan mengatasi atau memecahkan faktor-faktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan tersebut. Menilai pertumbuhan jika tidak didukung oleh tindak lanjut
yang sesuai tidak dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan anak. Hasil pemantauan dinilai melalui indikator DS, KS dan ND. Indikator DS
digunakan untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap kegiatan posyandu, indikator KS untuk mengetahui cakupan program penimbangan dan indikator ND
untuk mengetahui keberhasilan program. Berdasarkan hasil riskesdas menunjukan secara nasional cakupan
penimbangan balita anak pernah ditimbang di posyandu sekurang-kurangnnya satu kali selama sebulan terakhir di posyandu sebesar 74,5. Frekuensi kunjungan balita
ke posyandu semakin berkurang dengan semakin meningkatnya umur anak. Sebagai gambaran proporsi anak 6-11 bulan yang ditimbang di posyandu 91,3, pada anak
usia 12-23 bulan turun menjadi 83,6, dan pada usia 24-35 bulan turun menjadi 73,3.
Masalah yang berkaitan dengan kunjungan posyandu antara lain tersedianya dana operasional untuk menggerakkan kegiatan posyandu, tersedianya
sarana dan prasarana serta bahan penyuluhan belum memadai, pengetahuan kader masih rendah dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
serta konseling masih lemah, masih kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat posyandu serta masih terbatasnya pembinaan kader Minarto, 2011.
2. Program ASI Eksklusif