BAB 5 PEMBAHASAN
Bab ini akan menganalisis pelaksanaan program gizi yang terdiri dari program pemantauan pertumbuhan, program ASI Eskklusif, program tatalaksana gizi buruk
dan program pemberian kapsul vitamin A yang dilihat dari komponen input, proses dan dibandingkan dengan hasil capaian program output sehingga diketahui upaya
perbaikan terhadap dampak yang timbul dari program tersebut.
5.1. Analisis Masukan Input
Subbab ini akan menganalisis mengenai komponen input yang meliputi tenaga gizi, sarana seperti timbangan, alat ukur panjang dan tinggi badan, KMS, dan
prasarana seperti gudang penyimpanan MP-ASI, posyandu dan perlengkapannya.
5.1.1. Tenaga Gizi
Program gizi dalam pelaksanaannya membutuhkan sumber daya yang berkompeten dibidangnya untuk menanggulangi masalah gizi di masyarakat.
Ketidaktahuan kebutuhan tenaga gizi di suatu wilayah merupakan kendala besar terhadap pelaksanaan program tersebut karena kekurangan tenaga dapat
menyebabkan masyarakat tidak terlayani secara menyeluruh. Ini dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Kepala Bidang Bina Program
dimana beliau mengatakan dari segi kuantitas tenaga gizi di Kabupaten Karo sudah mencukupi jumlahnya karena semua puskesmas sudah memiliki 1 orang tenaga gizi
dan ada 6 puskesmas yang memiliki 2 orang tenaga gizi. Jika ditanya petugas gizi
85
Universitas Sumatera Utara
puskesmas, mereka mengatakan tidak cukup kalau cuma 1 orang tenaga gizi di puskesmas, melihat luasnya wilayah tidak akan terlayani semuanya tapi kalau 2 orang
cukup. Sebenarnya, jika kita melihat Kepmenkes No. 81MenkesSKI2004 tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi, KabupatenKota serta Rumah Sakit, dimana untuk tahun 2014 diharapkan
ketersediaan tenaga gizi 24 per 100.000 penduduk maka Kabupaten Karo kekurangan tenaga gizi sekitar 71 karena jumlah tenaga gizi sekarang ini sebanyak 39 orang
sementara yang dibutuhkan sebanyak 86 orang. Apabila diambil rata-rata kebutuhan tenaga gizi per puskesmas, paling tidak 1 puskesmas membutuhkan 5 orang tenaga
gizi. Dengan jumlah ini diharapkan dapat menjalankan tugas pokoknya di puskesmas dimana tugas tenaga gizi di puskesmas meliputi merencanakan kegiatan gizi
diwilayahnya, melaksanakan pemantauan pertumbuhan, melaksanakan
penanggulangan dan pemantauan masalah gizi GAKY, Vitamin A, Fe dan KEP, melaksanakan surveilans gizi, melaksanakan pemantauan konsumsi gizi dalam rumah
tangga, melaksanakan pemberdayaan masyarakat tentang Keluarga Sadar Gizi Kadarzi dan melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan program gizi setiap
bulan.
Berbagai studi menunjukkan bahwa tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan memberikan
kontribusi hingga 80 dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Dalam laporan WHO tahun 2006, Indonesia termasuk salah satu negara yang menghadapi krisis
Universitas Sumatera Utara
SDM kesehatan, baik jumlahnya yang kurang maupun distribusinya Depkes RI, 2011.
Kenyataan juga menunjukkan bahwa penggunaan sumber daya kesehatan dalam program perbaikan gizi selama ini masih belum efektif sasaran tercapai dan
efisien dalam arti penggunaan sumber daya input yang minimal dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Hal ini dikarenakan kebijakan penggunaan sumberdaya
kesehatan untuk kegiatan program perbaikan gizi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi masing-masing daerah yang
dapat mempengaruhi pencapaian efektivitas pelayanan gizi Alibas, 2006. Berdasarkan segi kualitas atau pendidikan, jumlah tenaga gizi berpendidikan
D1 hampir sama dengan tenaga gizi berpendidikan D3 dan hanya 1 orang yang berpendidikan S1 Kesehatan Masyarakat. Menurut informan, pendidikan tenaga gizi
di puskesmas minimal D3 tapi meskipun begitu tenaga gizi tersebut harus belajar dari hari ke hari untuk meningkatkan kemampuannya dan harus up to date karena ilmu
berkembang terus dan pendidikan yang didapat di sekolah tidak cukup dalam menunjang pekerjaan di puskesmas sehingga diperlukan adanya tambahan
pengetahuan yang bisa diperoleh melalui pelatihan-pelatihan seperti yang dikatakan oleh TPG Puskesmas Tigapanah. Hadi 2005 mengatakan, tenaga gizi yang bekerja
di Dinas Kesehatan maupun di Rumah Sakit di seluruh Indonesia sebagian besar lulusan D3 dan D1. Kompetensi yang dimiliki oleh sebagian besar tenaga gizi di
Indonesia belum memenuhi tantangan masalah gizi dan kesehatan saat ini, apalagi untuk menangani masalah gizi dan kesehatan 10-20 tahun mendatang.
Universitas Sumatera Utara
5.1.2. Sarana dan Prasarana