Program Pemberian Kapsul Vitamin A

5.2.4. Program Pemberian Kapsul Vitamin A

Kapsul vitamin A yang digunakan dalam kegiatan suplementasi vitamin A adalah kapsul yang mengandung vitamin A dosis tinggi. Sasarannya adalah bayi 6- 11 bulan dan anak balita 12-59 bulan. Vitamin A diberikan 2 kali dalam setahun pada bulan Februari dan Agustus. Informan mengatakan kapsul vitamin A dibagikan pada waktu ibu datang ke posyandu. Petugas kesehatan bidan di desa yang langsung memberikan vitamin tersebut dengan memencetkan kemulut anak. Sebagian ibu mengatakan tidak mengetahui vitamin apa yang diberikan kepada anaknya karena bidan hanya mengatakan vitamin tanpa menyebutkan vitamin apa dan apa manfaatnya. Dengan mendengar kata vitamin, ibu sangat antusias sehingga menerima saja karena sudah ada image di masyarakat kalau vitamin itu pasti sesuatu yang baik. Bagi ibu yang tidak datang ke posyandu, sebagian petugas mengantarkan vitamin tersebut ke rumah-rumah, ada juga yang dititip sama ibu yang rumahnya berdekatan. TPG Puskesmas Laubaleng mengatakan bahwa masyarakat sudah mengetahui bulan vitamin A pada bulan Februari dan Agustus sehingga pada bulan tersebut kunjungan posyandu ramai. Ada ibu balita datang ke posyandu bukan untuk menimbang anaknya tapi hanya untuk mengambil vitamin A saja. Seharusnya petugas gizi yang membagikan vitamin A kepada ibu dengan menjelaskan terlebih dahulu apa manfaat vitamin A agar ibu mengetahui vitamin apa yang diberikan dan apa kegunaannya bagi anak sehingga untuk selanjutnya ibu ingat untuk mengambil vitamin setiap bulan vitamin A. Universitas Sumatera Utara Permasalahan yang sering terjadi adalah pada vitamin A biru dimana ketersediaan kapsul sering tidak mencukupi. Kepala Seksi Gizi dan Usila mengatakan tidak mengetahui apa penyebab dari kekurangan ini padahal data sasaran sudah disampaikan ke perbekalan untuk pengamprahan vitamin, malahan data sasaran tersebut sudah ditambah 10 dari jumlah yang sebenarnya untuk mengantisipasi kekurangan vitamin tersebut. Jika dilihat dari pencapaian program, terdapat perbedaan yang mencolok antara cakupan vitamin A merah dan biru dimana pencapaian cakupan dari vitamin A biru trendnya turun naik dan terlihat sangat ekstrim. Berarti dapat diasumsikan kurangnya ketersediaan vitamin A biru berpengaruh dalam pelaksanaan program sehingga perlu dilakukan evaluasi penyebab dari kekurangan vitamin tersebut. Berdasarkan hal tersebut, diasumsikan peneliti hambatan dalam pemberian vitamin A khususnya vitamin A biru pada ketersediaan kapsul sehingga diperlukan koordinasi antara seksi gizi dan perbekalan agar kekurangan vitamin dapat segera ditanggulangi, kurangnya penyuluhan tentang vitamin A dan tidak adanya kampanye vitamin A sebelum bulan vitamin A. Gambaran dari pernyataan diatas baik komponen input maupun proses sejalan dengan penelitian Tampubolon 2009 yang melakukan penelitian di Kecamatan Medan Labuhan yang menyatakan bahwa berapa jumlah ideal petugas pengelola program gizi di puskesmas perlu mendapat perhatian mengingat kenyataan bahwa sebagian besar petugas yang turun ke posyandu adalah petugas yang tidak berlatar belakang pendidikan gizi. Dalam hal penimbangan, hanya sedikit ibu yang rutin Universitas Sumatera Utara membawa anaknya setiap bulan untuk ditimbang dengan alasan ibu sibuk bekerja, begitu juga halnya dengan pemberian ASI eksklusif, hanya sedikit ibu yang memberikan ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan karena anak cepat diberi makan selain itu kurangya dukungan keluarga terutama orangtua dan mertua yang cenderung menyarankan kepada ibu untuk memberi makan bayi walaupun masih berusia satu atau dua bulan, untuk pemberian kapsul vitamin A, kurangnya sosialisasi atau kampanye yang diberikan petugas kesehatan kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak mengetahui manfaat dari vitamin A. Selain itu, penelitian lain seperti penelitian Dudut, dkk 2010 di Nusa Tenggara Barat NTB juga menyatakan hal yang serupa yaitu bahwa pelaksanaan kegiatan di posyandu belum berjalan dengan baik, penyuluhan atau konseling jarang dilakukan karena kesibukan dalam pelayanan posyandu. Ibu balita tidak sabar menunggu dan terburu-buru untuk pulang. Kondisi ini kemungkinan merupakan gambaran untuk daerah-daerah Indonesia lainnya yang mempunyai karakteristik dan keadaan wilayah yang hampir sama sehingga pelaksanaan program gizi kurang maksimal atau belum optimal dijalankan.

5.3. Analisis Keluaran Output