Program Pemberian ASI Eksklusif

karena masih dibawah capaian target yang telah ditetapkan. Selayaknya pemantauan pertumbuhan itu dilaksanakan oleh seorang profesi gizi yang telah dilatih dalam kegiatan tersebut. Kekurangan SDM bidang gizi bisa menyebabkan terjadinya pelimpahan tugas pemantauan ini kepada bidan di desa yang pada akhirnya menambah beban kerja petugas sehingga pelayanan menjadi tidak maksimal. Berdasarkan perhitungan jumlah tenaga gizi di puskesmas menurut jumlah penduduk, maka untuk Kabupaten Karo jumlah TPG paling tidak 5 orang per puskesmas. Diharapkan dengan jumlah ini dapat melayani semua kegiatan gizi di posyandu dengan cara membagi tugas masing-masing TPG menanggungjawapi beberapa posyandu. Berdasarkan hal tersebut, cakupan kegiatan pemantauan pertumbuhan yang rendah diasumsikan peneliti karena kurangnya tenaga gizi di puskesmas, pengetahuan kader masih rendah, kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling masih lemah, sarana dan prasarana penunjang kegiatan posyandu belum memadai dan kurangnya pembinaan dari dinas kesehatan dan puskesmas.

5.2.2. Program Pemberian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman lain, kecuali obat, vitamin dan mineral. Menurut Lancet 2010 yang dikutip oleh Depkes RI 2013, pemberian ASI Eksklusif dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 13 dan dapat menurunkan prevalensi balita pendek. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa program pemberian ASI Eksklusif belum berjalan dengan baik di Kabupaten Karo. Banyak ibu balita memberi makan anaknya sebelum 6 bulan dengan alasan anak menangis setiap malam. Rendahnya pengetahuan ibu menyebabkan ibu berpikir bahwa anak merasa lapar dan ada pemikiran ibu bahwa ASI saja tidak bisa membuat anak kenyang sehingga anak diberi makan. Selain itu, kurangnya dukungan keluarga terutama ibu mertua yang menganjurkan memberi makan anaknya sebelum waktunya dan ibu tidak berani untuk menolaknya. Kemungkinan ini terjadi karena penyuluhan tentang ASI Eksklusif sangat jarang atau tidak pernah dilakukan. Selain itu tenaga konselor ASI juga sangat minim hanya 3 orang di Kabupaten Karo sehingga petugas kesehatan sendiripun masih banyak yang tidak mengetahui manfaat ASI Eksklusif. Melihat permasalahan diatas, hal ini sejalan dengan rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif. Meskipun setiap tahun cakupannya meningkatnya tapi belum maksimal karena masih dibawah target capaian. Diasumsikan peneliti, rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif ini karena bidan tidak sabar membimbing ibu untuk melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini IMD, masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI dan kurangnya pelayanan antenatal care ANC kepada ibu hamil. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI sebenarnya telah membuat suatu program untuk mengatasi hal tersebut dengan menetapkan program Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui 10 LMKM dan melatih tenaga konselor untuk memberikan konseling dan penyuluhan kepada ibu menyusui. Dengan adanya Universitas Sumatera Utara tenaga konselor ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian ASI karena ASI merupakan makanan terbaik bayi.

5.2.3. Program Tatalaksana Gizi Buruk