Program Tatalaksana Gizi Buruk

tenaga konselor ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian ASI karena ASI merupakan makanan terbaik bayi.

5.2.3. Program Tatalaksana Gizi Buruk

Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan tatalaksana anak gizi buruk rawat inap di Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan Pusat Pemulihan Gizi Terapheutic Feeding Center sedangkan Gizi buruk tanpa komplikasi di lakukan perawatan rawat jalan di Puskesmas, Poskesdes dan Pos Pemulihan Gizi berbasis masyarakat Community Feeding CentreCFC. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, data gizi buruk awalnya diperoleh dari laporan bidan di desa. Setelah menerima laporan tersebut, petugas gizi puskesmas mengkonfirmasi kasus ke desa. Jika benar gizi buruk, selanjutnya anak akan dirujuk ke rumah sakit umum dan bagi ibu yang tidak mau anaknya dirawat di rumah sakit umum, akan dirawat di puskesmas atau di rumahnya sendiri. Sebenarnya banyak kasus gizi buruk yang tidak terdata dengan baik. Seperti dikemukakan oleh TPG Puskesmas Munte, ada beberapa kasus gizi buruk yang meninggal karena terlambat ditolong. Hal ini dapat disebabkan karena terlambatnya ditemui kasus gizi buruk tersebut. Bidan selaku pelaksana pemantauan pertumbuhan di posyandu tidak mengetahui bagaimana cara mendeteksi anak gizi buruk sehingga gizi buruk ditemukan setelah keadaan anak parah karena sudah terlihat secara klinis. Hal ini sejalan dengan Minarto 2011 yang menyatakan bahwa di lapangan kenyataannya kasus gizi buruk sering ditemukan terlambat dan atau ditangani tidak tepat. Universitas Sumatera Utara Penanganan yang tidak tepat juga dapat menyebabkan anak gizi buruk tidak tertolong lagi. Dari Dinas Kesehatan hanya ada program pemberian MP-ASI untuk anak gizi buruk dan diutamakan bagi keluarga miskin. Biasanya ini diberikan kepada anak dengan gizi buruk yang tidak begitu parah dan kepada anak yang tidak mau dirawat di rumah sakit. Hasil telaah dokumen terlihat bahwa ada penurunan kasus gizi buruk dari tahun 2010 sampai tahun 2013. Menurut asumsi peneliti, ada 2 kemungkinan penyebab menurunnya kasus ini yaitu penanganan kasus telah berjalan dengan baik atau kasus tidak ditemukan sehingga seolah-olah anak gizi buruk tidak ada lagi. Hal ini dapat dihubungkan dengan cakupan DS yang masih rendah sehingga diperkirakan banyak anak yang tidak terpantau status gizinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Gizi dan Usila, untuk penanganan gizi buruk telah dilakukan pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi seluruh TPG Puskesmas di Kabupaten Karo. Tapi hasil dari pelatihan ini tidak bisa dipraktekkan karena sarana dan prasarananya tidak memadai di puskesmas seperti dapur gizi dan peralatannya serta makanan formula sehingga anak yang gizi buruk tidak bisa dirawat inap di puskesmas dan hanya sebatas rawat jalan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI MP-ASI pabrikan. Untuk mengatasi permasalahan ini, sebaiknya TPG Puskesmas membimbing bidan-bidan di desa selaku pelaksana pemantauan pertumbuhan di desa dan mereka merupakan salah satu tenaga lapangan yang langsung menghadapi masyarakat agar dapat mendeteksi anak gizi buruk sedini mungkin. Universitas Sumatera Utara

5.2.4. Program Pemberian Kapsul Vitamin A