Persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap peran komite audit dalam mewujudkan goor corporate governance

(1)

PERSEPSI AKUNTAN PENDIDIK DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP PERAN KOMITE AUDIT DALAM MEWUJUDKAN

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat dalam Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Syarif Mufdholi R. NIM : 105082002641

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

!" "#$

! " # ! $

! ! $ ! ! $

% % & ' ( ) ( %( *%(

% &'()*+&)&',(*-&**. % &')+*-&(.**(*&.**.

+ ,

- . / + /


(3)

/ ! 0 $$ # # % 1 ! 0 ! ! 2

!" "#$ $ 2

33

" ! ! $ $4

! $ $

5 6

1 % $ 2 7 5 3

5 4 &' 5 .*&*

' 4)5 6 6 ) '7 4 4)8

) ( %( *%( 8 ' 9 : ( %(

4: 4* 4: 8

% % ' ) (


(4)

Hari ini Rabu Tanggal 17 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Syarif Mufdholi R NIM: 105082002641 dengan judul Skripsi “Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Peran Komite Audit Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 Maret 2010

Tim Penguji Skripsi

Prof. Dr.Abdul Hamid, MS Rini, SE., Ak., M.Si.

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Azzam Jassin, MBA Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syarif Mufdholi R

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta / 26 Juni 1985 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Manunggal Jaya No.15 Rt.008 Rw.04 Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan 12440. Telepon : (021) 83233823 / 085714848674

Email : mufdholi_ridho@yahoo.co.id PENDIDIKAN FORMAL 1. MI Al-Hidayah Jakarta Selatan Tahun 1991-1997. 2. SLTP Negeri 37 Jakarta Selatan Tahun 1997-2000. 3. SMU Negeri 66 Jakarta Selatan Tahun 2000-2003.


(6)

PERCEPTION OF EDUCATIONAL ACCOUNTANTS AND ACCOUNTING STUDENTS TO THE ROLES OF AUDIT COMMITTEE IN RENDERS

GOOD CORPORATE GOVERNANCE By:

Syarif Mufdholi R. Abstact

This research intents to analyze the differences of perception between educational accountants and accounting students to the roles of audit committee in renders good corporate governance. Sampling method was used judgement

sampling. the sample used in this research consists of 23 of educational accountants and 75 accounting students.

The hypothesis of this research are: (1) there is no difference of perception between educational accountants and accounting students to the roles of audit committee in renders good corporate governance, (2) there is difference of

perception between educational accountants and accounting students to the roles of audit committee in renders good corporate governance.

The method of data analysis used in this research is independent sample T-test. The result of this research showed that there is no difference of perception between educational accountants and accounting students to the roles of audit committee in renders good corporate governance.


(7)

PERSEPSI AKUNTAN PENDIDIK DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP PERAN KOMITE AUDIT DALAM MEWUJUDKAN

GOOD CORPORATE GOVERNANCE Oleh:

Syarif Mufdholi R Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi mengenai peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah judgement sampling. responden dalam penelitian ini terdiri dari 23 responden akuntan pendidik dan 75 responden mahasiswa akuntansi.

Hipotesis dari penelitian ini adalah: (1) tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance, (2) terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakam uji Independent Sample T-test. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

Kata kunci: Persepsi, Komite Audit, Good Corporate Governance.


(8)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillahirobbil’alamin.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan segala kenikmatan, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah memberikan tauladan kepada seluruh umat manusia menuju jalan kebenaran.

Melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua Orang Tuaku tercinta, kakak-kakakku serta adikku yang selalu memberikan semangat serta do’a yang tak ternilai agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta keponakanku yang selalu mengganggu dan sekaligus penghibur disaat pengerjaan skripsi menemui titik jenuh.. “I Love U All”.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekalugus selaku dosen pembimbing I yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan kepada mahasiswa bimbingannya.

3. Ibu Rini, SE., Ak., M.Si, selaku dosen pembimbing II yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si, selaku Ketua Jurusan Akuntansi. 5. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi

6. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis beserta karyawan-karyawan. Terimakasih atas semua ilmu yang diberikan. Semoga ilmu yang diberikan akan selalu bermanfaat dimasa depan.


(9)

7. Ade Istianah, yang selalu banyak memberikan inspirasi, masukan dan motifasi, serta waktu yang tak terbatas demi terselesaikannya skripsi ini. “Terimakasih atas pembelajaran dan pengalaman hidup yang terukir abadi”. 8. Sahabat yang terus mendukung dan menyemangati (Eka Andra Pratiwi),

sahabat-sahabat tim Hura-Hura, teman seperjuangan sekaligus sebagai tim pembimbing skripsi yang kesekian (Dina, Rika, Sofie, Gina, Erawan, Riza, Ican), “next Journey mau kemana kita???”

9. Teman-teman belajar kompre, Dinda, Dea, Nissa, , Ryan (guru yang siap dihubungi setiap ada pertanyaan yang ga dimengerti), Erna, Samsul, Herri, dan teman-teman belajar lainnya.

10.Sahabat-sahabat akuntansi B (Fifi, Iam, Badru, Ade, Ita, Urfy, Upi, Dinda, dan teman-teman akun B lainnya) “kapan kita bersama kembali”.

11.Teman-teman DAKOSTA, Afik, Amung, Buchenk, Fandy, Irfan, dan dakosters lainnya. “Senang menjadi bagian dari kalian….”

12.Teman-teman angkatan 2005 kelas A, B, C, D dan E terima kasih. Dan semua pihak-pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung membantu dalam menyelesaikan penyelesaian skripsi ini saya ucapkan banyak terima kasih.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.

Jakarta, Januari 2010 Wassalam Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv

ABSTRACT... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Persepsi ... 10

B. Komite Audit ... 14

1. Pengertian Komite Audit ... 14

2. Tugas dan Wewenang Komite Audit ... 16

3. Peranan dan Tanggungjawab Komite Audit ... 17

4. Lingkup Kerja Komite Audit ... 21

5. Hubungan Kerja ... 23

C. Good Corporate Governance ... 26


(11)

2. Asas Good Corporate Governance ... 28

D. Peran Komite Audit dalam Mewujudkan GCG ... 32

F. Penelitian Terdahulu ... 35

G. Kerangka Teoritis ... 37

H. Hipitesis ... 38

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 39

B. Metode Penentuan Sampel ... 39

C. Metode Pengumpulan Data ... 40

D. Metode Analisis ... 41

E. Operasional Variabel Penelitian ... 45

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

2. Karakteristik Responden ... 48

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 52

1. Uji Validitas ... 52

2. Uji Reliabilitas ... 56

3. Uji Normalitas ... 57

C. Hasil Uji Hipotesis ... 60

D. Analisis Deskriptif ... 62

1. Risiko Usaha dan Keuangan ... 63

2. Sistem dan Pengendalian Internal ... 66

3. Hubungan dengan Auditor Eksternal ... 69


(12)

5. Laporan Keuangan dan Kebijakan Akuntansi ... 77

6.Penegakan Asas GCG ... 80

BAB V : PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Implikasi ... 87

C. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(13)

DAFTAR TABEL

No Keterangan

Halaman

3.1 Kategori Penilaian Tinggi Rendahnya Reliabilitas Instrumen. 43

3.2 Operasional Variabel. 46

4.1 Data Sampel Penelitian 49

4.2 Karakteristik Responden Akuntan Pendidik 50 4.3 Karakteristik Responden Mahasiswa Akuntansi 51

4.4 Hasil Try out Kuesioner 53

4.5 Hasil Kuesioner Instrumen Penelitian 55

4.6 Uji Reliabilitas 56

4.7 Uji Normalitas 57

4.8 Hasil SPSS (1) 60

4.9 Hasil SPSS (2) 61

4.10 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (1) 63 4.11 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (2) 64 4.12 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (3) 65 4.13 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (4) 66 4.14 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (5) 67 4.15 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (6) 68 4.16 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (7) 69 4.17 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (8) 69 4.18 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (9) 70 4.19 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (10) 71 4.20 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (11) 72 4.21 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (12) 73 4.22 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (13) 74


(14)

4.23 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (14) 75

No Keterangan

Halaman

4.24 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (15) 76 4.25 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (16) 77 4.26 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (17) 78 4.27 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (18) 79 4.28 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (19) 80 4.29 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (20) 81 4.30 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (21) 82 4.31 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (22) 83 4.32 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (23) 84 4.33 Persentase Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi (24) 85


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan

Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran

38

4.1 Chart Data Sampel Penelitian

49

4.2 Chart Karakteristik Responden Akuntan Pendidik 50

4.3 Chart Karakteristik Responden Mahasiswa Akuntansi 51

4.4 Normal Probability Plot Group Akuntan Pendidik 58

4.5 Normal Probability Plot Group Mahasiswa Akuntansi 59


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Era globalisasi sekarang ini banyak sekali kasus-kasus hukum dalam bidang ekonomi yang melibatkan manipulasi akuntansi. Terlihat hampir setiap hari media surat kabar maupun media elektronik memberitakan kejadian tersebut. Skandal manipulasi akuntansi ini tidak hanya terjadi di Amerika saja yang melibatkan sejumlah perusahaan besar seperti Enron, Tyco, Global Crossing, dan Worldcom, tetapi manipulasi akuntansi juga terjadi di Indonesia yang juga melibatkan beberapa perusahaan besar seperti Kimia Farma, Bank Lippo, dan kasus yang sedang hangat-hangatnya yaitu kasus Bank Century.

Kasus enron mulai terungkap pada awal tahun 2002. Enron adalah sebuah perusahaan yang established dengan pertumbuhan finansial yang pesat sehingga Enron menjadi salah satu dari 10 perusahaan terbesar di AS. Skandal mulai terungkap ketika awal tahun 2002, perhitungan atas total revenue Enron di tahun 2000 yang dinyatakan berjumlah 100,8 miliar US dolar (USD), dihitung kembali oleh Petroleum Finance Company (PFC) menjadi hanya 9 miliar USD. Ketika kebangkrutan mulai terjadi, harga saham Enron dengan cepat turun dari sekitar 80 USD menjadi kurang dari satu dolar. Skandal finansial "megadolar" yang disebabkan adanya misleading financial statement membawa dampak yang luar biasa antara lain: Enron pailit, kurangnya kepercayaan atas informasi keuangan,


(17)

rusaknya citra profesi akuntan di Amerika, dan hilangnya ratusan juta dolar uang yang diinvestasikan di Enron serta hilangnya pekerjaan atas ribuan karyawan Enron (Arifin, 2005).

Contoh lainnya adalah terungkapnya kasus mark-up laporan keuangan PT. Kimia Farma yang overstated, yaitu adanya penggelembungan laba bersih tahunan senilai Rp 32,668 miliar (karena laporan keuangan yang seharusnya Rp 99,594 miliar ditulis Rp 132 miliar). Kasus ini melibatkan sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menjadi auditor perusahaan tersebut ke pengadilan, meskipun KAP tersebut yang berinisiatif memberikan laporan adanya overstated. Dalam kasus ini terjadi pelanggaran terhadap prinsip pengungkapan yang akurat (accurate disclosure) dan transparansi (transparency) yang akibatnya sangat merugikan para investor, karena laba yang overstated ini telah dijadikan dasar transaksi oleh para investor untuk berbisnis (Arifin, 2005).

Timbulnya kasus-kasus serupa menimbulkan banyak pertanyaan bagi banyak pihak. Terutama terhadap tata kelola perusahaan dan pola kepemilikan yang terdistribusi luas atau yang lebih dikenal dengan Corporate Governance yang sekali lagi mengakibatkan terungkapnya kenyataan bahwa mekanisme Good Corporate Governance yang baik belum diterapkan (Herawati dan Susiana, 2007).

Krisis yang melanda Indonesia juga tidak terlepas dari pengaruh lemahnya penerapan Good Corporate Governance. Hal ini ditandai dengan kurang transparannya pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat


(18)

lemah. Minimnya perlindungan kepada pemegang saham minoritas menyebabkan hilangnya kepercayaan investor, terutama investor asing untuk memegang saham-saham perusahaan publik di Indonesia.

Menurut Asian Development Bank (ADB) dalam UNDP (2007), ada beberapa penyebab krisis moneter di Asia, yakni (a) Dewan komisaris dan dewan direktur yang tidak efektif; (b) adanya kebocoran dalam pengendalian internal perusahaan; (c) tidak menyajikan pengungkapan memadai dalam laporan keuangan perusahaan; (d) laporan keuangan perusahaan disajikan secara tidak wajar (creative accounting); dan (e) kurang patuh terhadap kebijakan organisasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UNDP (2007) menegaskan kembali bahwa kondisi yang dialami oleh perekonomian Indonesia lebih kompleks lagi, yakni disamping lima hal yang telah disebutkan di atas, penyebab krisis di Indonesia juga ditambah lagi dengan munculnya dualisme dalam praktik usaha. Dualisme tersebut mencakup adanya kebijakan pemerintah yang positif, antara lain semangat deregulasi dalam arus pasar bebas, disisi lainnya adalah orientasi yang negatif berupa indikasi tingkat korupsi yang tinggi. Orientasi positif dan negatif ini mencerminkan kondisi pengelolaan perusahaan yang tidak baik

Hadirnya Good Corporate Governance dalam pemulihan krisis di Indonesia menjadi mutlak diperlukan, mengingat Good Corporate Governance mensyaratkan suatu pengelolaan yang baik dalam sebuah organisasi. GCG merupakan sistem yang mampu memberikan perlindungan dan jaminan hak


(19)

kepada stakeholders, termasuk di dalamnya adalah shareholders, lenders, employees, executives, government, customers dan stakeholders yang lain.

Pada negara maju, Good Corporate Governance sudah lama menjadi masalah yang populer dibicarakan orang. GCG meskipun bukanlah konsep baru tetapi pemahaman atas GCG masih banyak yang keliru. Hal ini dikarenakan mereka menafsirkan sesuai kepentingannya. Kalangan bisnis umumnya menafsirkan GCG sebatas bagaimana perusahaan menaikan laba, menempatkan manajer dan karyawannya, serta mencapai target yang telah ditetapkan bahkan yang lebih sempit lagi sebagai masalah pembagian kekuasaan. Sementara para pejabat dan wakil rakyat, umumnya menafsirkan GCG sebagai keharusan perusahaan agar bermanfaat bagi pemerintah dan lingkungan sosialnya.

Salah satu prasyarat implementasi Good Corporate Governance (GCG) di BUMN dan Perusahaan Publik Indonesia adalah keberadaan Komite Audit di dalam organisasi perusahaan. Bagi BUMN, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor: Kep-117/M-MBU/2002 (selanjutnya disingkat Kep.Men 117/2002) tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN/BUMD. Bagi perusahaan publik, Bapepam telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE-03/PM/2000 (Selanjutnya disingkat Bapepam SE-03) dan Direksi BEJ (sekarang menjadi BEI) telah mengeluarkan Surat Direksi no: Kep. 339/BEJ/07-2001 (selanjutnya disingkat BEJ Kep 339, yang kemudian dituangkan lebih rinci dalam Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa). Ketiga rujukan


(20)

tersebut, mengharuskan hal yang sama bagi BUMN dan Perusahaan Publik bahwa dalam rangka penyelenggaraan GCG, mereka wajib memiliki Komite Audit sebagai sub-komite dari fungsi Dewan Komisaris yang diharapkan berfungsi efektif dalam hal-hal yang terkait dengan proses dan peran audit bagi perusahaan terutama dalam pelaporan hasil audit keuangan perusahaan yang dipaparkan untuk publik.

Komite Audit diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengawasan internal perusahaan, serta mampu mengoptimalkan mekanisme checks and balances, yang pada akhirnya ditujukan untuk memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada nilai pemegang saham. Tugas dari Komite Audit pada prinsipnya adalah membantu Dewan Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan terutama berkaitan dengan review sistem pengendalian internal perusahan, memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan kualitas fungsi audit.

Beberapa penelitian telah melaporkan hasil penelitian tentang hubungan komite audit dan kualitas pelaporan keuangan. Klien (2001) dalam Suryana (2005) menyebutkan bahwa beberapa penelitian cenderung untuk mendukung keberadaan Komite Audit, karena meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Suryana (2005) tentang pengaruh Komite Audit terhadap kualitas laba. Hasil pengujian menunjukan adanya perbedaan koefisien respon laba perusahaan yang membentuk Komite Audit dan perusahaan yang tidak membentuk Komite Audit. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasar


(21)

menilai laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang membentuk Komite Audit memiliki kualitas yang lebih baik daripada laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang tidak membentuk komite audit. Koefisien respon laba yang lebih tinggi untuk perusahaan yang membentuk komite audit menunjukan bahwa pasar menilai komite telah melaksanakan perannya dengan baik, terutama dalam memonitor proses pelaporan keuangan.

Disisi lain, mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan dimasa depan yang sedang disiapkan melalui proses belajar dalam perkuliahan dinilai harus dapat menghadapi tantangan dan peluang dalam dunia kerja. mahasiswa dituntut dapat mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menghadapi isu dan masalah yang berkembang dalam profesinya. Karena itu mahasiswa akuntansi seharusnya memiliki persepsi yang positif terhadap profesi dan lingkungan kerja mereka di masa yang akan datang.

Persepsi mahasiswa akuntansi sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungannya, yaitu dunia perkuliahan. Untuk itu peranan akuntan pendidik dalam mendidik mahasiswa akuntansi memegang andil yang sangat penting dalam memberikan pemahamannya, agar persepsi mahasiswa tidak menyimpang dari koridor pengertian yang sesungguhnya. Karena itu para akuntan pendidik seharusnya memberikan persepsi yang positif tentang lingkungan kerja selama proses kuliah.


(22)

Seperti yang dikutip dari Syukri Abdullah dan Syukur Selamat (2002) dalam penelitian tentang persepsi mahasiswa akuntansi tehadap profesi akuntan publik yang menuliskan:

“Pendidikan akuntansi selayaknya diarahkan untuk memberi pemahaman konseptual yang didasarkan pada konsep penalaran sehingga akhirnya ketika masuk ke dalam dunia praktik dapat beradaptasi dengan keadaan sebenarnya dan memiliki resistance to change yang rendah terhadap gagasan perubahan atau pembaruan yang menyangkut profesinya (Suwardjono, 1992:167)”.

Martadi dan Sri (2006) meneliti tentang persepsi akuntan, mahasiswa akutansi, dan karyawan bagian akutansi dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dan etika profesi (studi di wilayah Surakarta). Berdasarkan hasil uji Independent-Samples t-test dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis.

Dengan melihat gambaran tersebut, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian bagaimana pandangan akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi tentang peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance. Untuk itu peneliti mencoba melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul ”Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Peran Komite Audit Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance”.


(23)

Dalam penelitian ini masalah yang ingin diteliti adalah:

1. Apakah tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

2. Apakah terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap Peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

2. Manfaat Penelitian 1) Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya, serta dapat memberikan wacana bagi perkembangan studi akuntansi.

2) Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan serta memunculkan kesadaran akan pentingnya tatakelola perusahaan yang baik.


(24)

3) Peneliti

Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat sebagai wahana mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh diperguruan tinggi serta menanamkan wawasan dan pengalaman.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi

Pengertian persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek, orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang, dan simbol tertentu. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Hal ini terjadi karena persepsi melibatkan penafsiran individu pada objek tertentu, maka masing-masing objek akan memiliki persepsi yang berbeda walaupun melihat objek yang sama (Gibson, 1996: 134, dalam Martadi dan Sri, 2006).

Menurut Ikhsan (2008:57) pengertian persepsi bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek serta manusia. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), persepsi didefinisikan sebagai tanggapan (penerimaaan) langsung dari sesuatu; serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya”.

Sedangkan dalam Wikipedia (2009) persepsi diartikan sebagai proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Dan


(26)

menurut Zamroni (2006), persepsi adalah proses kognitif yang alami bagi setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan baik melalui penglihatan, pendengaran, penerimaan dan penghayatan perasaan.

Menurut Walgito (1997: 53) dalam Martadi dan Sri (2006) agar individu dapat menyadari dan dapat membuat persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1) Adanya objek yang dipersepsikan (fisik).

2) Adanya alat indera atau reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis). 3) Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan

persepsi (Psikologis).

Persepsi (perception) merupakan konsep yang sangat penting dalam psikologi. Melalui persepsilah manusia memandang dunianya. Apakah dunia terlihat “berwarna” cerah, pucat, atau hitam, semuanya adalah persepsi manusia yang bersangkutan. Persepsi merupakan sebuah proses yang aktif dari manusia dalam memilah, mengelompokkan, serta memberikan makna pada informasi yang diterimanya. Misalnya, benda berwarna merah akan memberikan sensasi warna merah, tapi orang tertentu akan merasa bersemangat ketika melihat warna merah itu.

Dalam Wikipedia (2009) proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain:


(27)

1) Persepsi visual

Persepsi visual didapatkan dari indera penglihatan. Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum.

2) Persepsi auditori

Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. 3) Persepsi perabaan

Persepsi perabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. 4) Persepsi penciuman

Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.

5) Persepsi pengecapan

Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.

Persepsi bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Menurut Rakhmat (57:2008), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:

1) Faktor fungsional, berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, motivasi, harapan dan keinginan, perhatian, emosi dan suasana hati dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor personal.


(28)

2) Faktor struktural, berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu.

3) Faktor kebudayaan, kultur atau kebudayaan dimana individu tumbuh dan berkembang, akan turut pula menentukan proses persepsi seseorang. Persepsi dapat dipengaruhi pula oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan seseorang. Faktor pengalaman dan proses belajar atau sosialisasi memberikan struktur terhadap apa yang dilihat, sedangkan pengetahuan dan cakrawala memberikan arti terhadap objek yang diamati.

Persepsi dapat dikatakan rumit karena walaupun persepsi merupakan pertemuan antara proses kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa, maka dengan demikian persepsi bukanlah cerminan yang tepat dari realitas.

Dari definisi di atas maka pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dalam perkataan lain, persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Karena persepsi merupakan pandangan seseorang dan dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka persepsi bersifat subjektif.


(29)

1. Pengertian Komite Audit

Pengertian Komite Audit menurut Arens (2008), komite audit adalah:

“An audit committee is a selected number of members of company’s board of directors whose responsibilities include helping auditors remain independent of management. Most of audit committees are made up of three to five or sometimes are many as seven directors who are not a part of company management”.

Menurut Amin Widjaya Tunggal (2009), mendefinisikan komite audit sebagai berikut:

“Komite Audit adalah sub panitia dari board of directors yang terdiri dari direksi independen dari luar perusahaan; panitia audit mempunyai tanggung jawab pengawasan untuk pelaporan luar perusahaan, pemonitoran risiko dan proses pengendalian serta internal audit dan eksternal audit”.

Dalam peraturan Nomor IX.1.5 Keputusan ketua Bapepam Nomor : Kep-29/PM/2004, komite audit didefinisikan sebagai berikut:

“Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya”.

Sedangkan menurut keputusan direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep/315/BEJ/06/2000 tanggal 30 juni 2000 yang dikutip dari Amin Widjaya Tunggal (2003), pengertian Komite Audit adalah sebagai berikut:

“Komite Audit adalah Komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris perusahaan yang tercatat, yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris perusahaan tercatat untuk membantu Dewan Komisaris tercatat melakukan pemeriksaan suatu penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan dalam pengelolahan perusahaan tercatat”.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2002) mengemukakan Komite Auditsebagai berikut:


(30)

“Komite Audit sebagai Komite yang beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal dan sistem pelaporan keuangan”.

Dari definisi-definisi tentang Komite Audit diatas dapat disimpulkan peneliti sebagai berikut:

1) Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris.

2) Komite Audit diangkat dan diberhantikan oleh Dewan Komisaris.

3) Komite Audit menerima pendelegasian wewenang dari Dewan Komisaris untuk mengawasi pelaksanaan tugas direksi dalam mengoperasionalkan perusahaan.

4) Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), BEI mewajibkan perusahaaan tercatat wajib memiliki komisaris independen dan Komite Audit. Keanggotaan Komite Audit sekurang-kurangnya 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan pihak lain adalah pihak ekstern yang independen dan sekurang-kurangnya salah seorang memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan keuangan (Sanjaya, 2005).


(31)

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-05/MBU/2006, Komite Audit harus bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan bertanggung jawab langsung kepada Dewan Komisaris. Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas Dewan Komisaris.

Sesuai dengan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: KEP-29/PM/2004, tugas dari Komite Audit antara lain meliputi:

1) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi, dan informasi keuangan lainnya;

2) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan undangan di bidang Pasar Modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan; 3) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor

internal;

4) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi;

5) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada Komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan Emiten atau Perusahaan Publik; dan


(32)

6) Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi perusahaan.

Sedangkan wewenang yang dimiliki oleh Komite Audit adalah sebagai berikut:

1) Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya; 2) Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan;

3) Mengusahaakan saran hukum dan saran professional lainnya yang independen apabila dipandang perlu;

4) Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap perlu.

3. Peran dan Tanggung Jawab Komite Audit

Peran dan tanggung jawab Komite Audit harus dengan jelas tercantum dalam ketentuan-ketentuan Audit Committee Charter. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan berlainan tergantung kondisi suatu perusahaan tertentu, namun, pada dasarnya akan mengarah pada pemberian bantuan kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya tentang pengendalian intern dan pelaporan keuangan dan manajemen.

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2002), Komite Audit mempunyai peran dan tanggung jawab atas tiga bidang berikut:


(33)

Tanggung jawab Komite Audit dibidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang: a. Kondisi keuangan;

b. Hasil usahanya;

c. Rencana dan komitmen jangka panjang.

Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah: a. Merekomendasikan auditor eksternal;

b. Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu: 1. Surat penunjukan auditor.

2. Perkiraan biaya audit. 3. Jadwal kunjungan auditor. 4. Koordinasi dengan internal audit. 5. Pengawasan terhadap hasil audit. 6. Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.

c. Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan.

d. Meneliti laporan keuangan (financial statement) yang meliputi: 1. Laporan paruh tahun (interim financial statement).

2. Laporan tahunan (financial statement). 3. Opini auditor dan management letters.


(34)

Khusus tentang penilaian atas kebijakan akuntansi dan keputussan suatu kebijaksanaan, dapat dilakukan secara efektif dengan memperoleh suatu rangkuman yang singkat tentang semua kebijakan akuntansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam bidang akuntansi.

2) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Tanggung jawab Komite Audit dalam Corporate Governance adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakuan oleh karyawan perusahaan.

Ruang lingkup dalam pelaksanaan bidang ini adalah:

a. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan.

b. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait didalamnya.


(35)

c. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan.

d. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan Corporate Governance dan temuan-temuan penting lainnya.

3) Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)

Tanggung jawab Komite Audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup auditor internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan intern.

Pengawasan perusahaan dalam hal ini menyangkut manajemen risiko dan kontrol. Dalam hal ini peran dan tanggung jawab Komite Audit adalah:

a. Mengawasi proses manajemen risiko dan kontrol, termasuk identifikasi risiko dan evaluasi dan kontrol untuk mengecilkan risiko tersebut.

b. Mengawasi laporan auditor internal dan auditor eksternal untuk memastikan bahwa setiap bidang kunci risiko dan kontrol diperhatikan.


(36)

c. Menjamin bahwa pihak manajemen melaksanakan semua rekomendasi yang terkait dengan risiko dan kontrol, yang dibuat oleh auditor internal dan auditor eksternal.

4. Lingkup Kerja Komite Audit

Komite Nasional Good Corporate Governance (2002) menjelaskan bahwa kerangka fungsional Komite Audit harus terdiri dari:

1) Piagam Komite Audit (Audit Committee Charter)

Komite Audit harus mempunyai suatu Audit Committee Charter (atau ketentuan tertulis) yang menetapkan secara jelas peran dan tanggung jawab Komite Audit dan lingkup kerjanya.

Audit Committee Charter tersebut termasuk di dalamnya: a. Sasaran dan kekuatan menyeluruh;

b. Peran dan tanggung jawab; c. Struktur;

d. Syarat-syarat keanggotaan; e. Rapat dan pertemuan; f. Pelaporan; dan

g. Kinerja.

Audit Committee Charter disiapkan oleh Komite Audit dan disetujui oleh Dewan Komisaris. Serta Audit Committee Charter harus dikaji ulang setiap tahun oleh Komite Audit dan Dewan Komisaris.


(37)

2) Struktur

Komite Audit harus terdiri dari individu-individu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dalam manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif.

Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris. Anggota Komite Audit diangkat oleh Dewan Komisaris atau setidaknya oleh Komite Nominasi. Anggota Komite Audit terdiri dari orang-orang yang independen, seperti Komisaris yang tidak terlibat dalam pengurusan perusahaan dan pihak-pihak yang terafiliasi. Komite audit paling sedikit terdiri atas 3 orang anggota. Perlu dicatat, berdasarkan praktek dan pengalaman dalam lingkup internasional, kebanyakan dari komite audit yang efektif terdiri dari 3 sampai 5 anggota.

3) Rapat dan Pertemuan

Penting artinya, bahwa rapat dan pertemuan Komite Audit direncanakan dan dipersiapkan dengan cukup baik. Ketua Komite harus bertanggung jawab atas agenda dengan bahan-bahan pendukung yang diperlukan.

a. Komite Audit harus mengadakan rapat paling sedikit setiap tiga bulan.


(38)

b. Anggota Komite Audit harus menghadiri rapat-rapat ini, termasuk rapat dengan pihak luar yang diundang sesuai keperluan. Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan audit eksternal.

c. Rapat harus diadakan sesuai agenda yang telah disepakati.

d. Hasil rapat-rapat harus direkam dalam notulen, dan dibagi-bagikan kepada para peserta rapat semuanya.

5. Hubungan Kerja

Hubungan kerja Komite Audit termasuk antara lain dengan: 1) Auditor eksternal

Auditor eksternal biasanya akan melapor kepada direktur yang bertanggung jawab atas aktivitas keuangan perusahaan. Namun sehubungan dengan perannya untuk mengadakan pengawasan eksternal audit, maka Komite Audit harus:

a. Memberikan rekomendasi tentang pengangkatan dan/atau penggantian auditor eksternal,

b. Meninjau surat pengangkatan auditor eksternal, c. Meninjau biaya untuk eksternal audit,

d. Meninjau lingkup dan perencanaan audit eksternal, e. Meninjau laporan audit eksternal,


(39)

g. Memonitor kinerja auditor eksternal,

h. Memastikan, bahwa auditor eksternal bekerja sesuai dengan standar profesional yang bersangkutan, khususnya dalam hubungan dengan independensi.

2) Auditor internal

Institute Internal Auditors (IIA) menganggap bahwa Komite Audit dan auditor internal mempunyai tujuan yang sama. Suatu hubungan kerja yang baik dengan auditor internal dapat membantu Komite Audit dalam pelaksanaan tanggung jawabnya kepada Dewan Komisaris, para pemegang saham dan pihak luar lainnya. Walau kepala auditor internal adalah bagian dari manajemen dan harus melapor kepada Direktur Utama, namun kepala auditor internal harus juga dapat melapor (“garis putus-putus”) kepada Komite Audit. Oleh karena itu, sehubungan dengan perannya untuk mengawasi fungsi auditor internal, Komite Audit dapat:

a. Memberikan rekomendasi terhadap pengangkatan dan/atau penggantian kepala auditor internal yang ditunjuk oleh Direktur Utama;

b. Meninjau Internal Audit Charter; c. Meninjau struktur fungsi audit internal, d. Meninjau rencana tahunan audit internal,


(40)

e. Memastikan bahwa fungsi audit internal mempunyai metodologi, alat dan sumber yang memadai untuk memenuhi internal audit charter dan mengerjakan rencana tahunan audit intern,

f. Meninjau semua laporan audit internal, g. Memonitor kinerja fungsi audit internal, dan

h. Memastikan bahwa fungsi audit internal memenuhi standar profesional yang bersangkutan.

3) Manajemen.

Disamping bidang khusus keuangan, risiko dan kontrol, dan Corporate Governance, Komite Audit dapat mempertimbangkan suatu rangkaian pokok persoalan yang lebih luas, dan ini dapat diserahkan secara khusus oleh Dewan Komisaris, yaitu:

a. Manajemen harus mempergunakan Komite Audit untuk membantu mereka dalam pelaksanaan peran dan tanggung jawab sebagaimana ketentuan yang berlaku.

b. Karenanya, sehubungan dengan perannya untuk mengawasi Corporate Governance, Komite Audit harus mengadakan pertemuan dengan manajemen secara berkala untuk membicarakan ‘secara terbuka’ semua pokok-pokok persoalan, yang dapat mempengaruhi kinerja finansial atau non-finansial organisasi.


(41)

C. Good Corporate Governance

1. Pengertian Good Corporate Governance

Sebagai sebuah konsep, Good Corporate Governance (GCG) tidak memiliki definisi tunggal. Menurut Organization For Economic Corporation And Development (OCED dalam Pratolo, 2007), mendefinisikan sebagai berikut:

Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporate, such as the board, the managers, shareholders and other stekeholders, and spells out the rules and procedure for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of ataining those objectives and monioring performance”.

Sedangkan menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) adalah:

Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berhubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”.

Adapun definisi Good Corporate Governance dari Cadbury Committee (Arifin, 2008) adalah:

“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities”.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006, mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai berikut:


(42)

Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness)”.

Pengertian lain GCG menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO),

“Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan”.

Definisi GCG di Indonesia secara harfiah, governance kerap diterjemahkan dengan “pengaturan”. Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut tata pamong. Namun tampaknya secara umum dikalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan. Kemudian, GCG didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan norma yang belaku.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, nampak dengan jelas bahwa GCG merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.


(43)

2. Asas Good Corporate Governance

Dalam pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006), ada 5 asas yang harus diterapkan pada setiap aspek bisnis dan disemua jajaran perusahaan, yaitu:

1) Transparansi (Transparency)

Informasi keuangan harus disajikan secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditor dan pemangku kepentingan lainnya.

2) Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu suatu entitas harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku


(44)

kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3) Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

4) Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5) Kesteraraan dan Kewajaran (Fairness)

Menjamin perlindungan hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

Menurut Amin Wijaya Tunggal (2003), pada dasarnya GCG tidak dapat berdiri begitu saja tanpa ada pihak yang terlibat didalamnya. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan GCG yaitu:


(45)

Pemegang Saham adalah orang atau individu-individu atau suatu institusi yang mempunyai hak dan kewajiban akan suatu perusahaan sesuai dengan saham yang disetornya.

2) Dewan Komisaris

Dewan Komisaris adalah suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Oleh karena itu maka peran Dewan Komisaris adalah menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci, memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan komisaris dan direksi, memonitor pelaksanaan governance, dan mengadakan perubahan jika perlu, dan memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi perusahaan.

3) Direksi

Direksi bertugas untuk mengelola perseroan agar dapat mencapai tujuan perusahaan, dan direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS.

4) Komite Audit

Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional yang independen kepada Dewan Komisaris serta mengidentifikasikan hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris mengenai pelaksanaan audit internal di perseroan.


(46)

Fungsi sekretaris perusahaan harus dilaksanakan oleh salah seorang direktur perusahaan tercatatat atau pejabat perusahaan tercatat yang khusus ditunjuk untuk menjalankan fungsi tersebut. Sekretaris perusahaan harus memiliki akses terhadap informasi material dan relevan berkaitan dengan perusahaan tersebut dan menguasai peraturan perundang-undangan pasar modal khususnya yang berkaitan dengan masalah keterbukaan.

6) Manajer dan Karyawan

Manajer menempati posisi yang strategik karena pengetahuan mereka dan pengambilan keputusan dari hari ke hari. Manajer profesional biasanya mengambil peran penting dalam organisasi besar, sumber kekuasaan manajer dari kombinasi manajerial dan tanggung jawab organisasional yang diberikan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan. Karyawan khususnya yang diwakili serikat pekerja atau mereka memiliki saham dalam perusahaan dapat mempengaruhi kebijakan tata kelola perusahaan tertentu.

7) Auditor Internal

Auditor Internal bertanggung jawab kepada direktur utama dan memiliki akses langsung ke Komite Audit. Hal ini memberikan ruang gerak yang lebih fleksibel kepada auditor internal dalam melaksanakan tugasnya. Auditor internal membantu manajemen senior dalam menilai


(47)

risiko-risiko utama yang dihadapi perusahaan dan mengevaluasi struktur pengendalian.

8) Auditor Eksternal

Auditor Eksternal bertanggung jawab memberikan opini atau pendapat terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan auditor independen adalah ekspresi dari opini profesional mereka mengenai laporan keuangan. Meskipun laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen, auditor eksternal bertanggung jawab untuk menilai kewajaran pernyataan manajemen dalam laporan keuangan perusahaan. 9) Stakeholders lainnya

Pemerintah terlibat dalam corporate governance melalui hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku terutama mengenai kewajiban perusahaan dalam hal perpajakan. Kreditor yang memberikan pinjaman memungkinkan juga mempengaruhi kebijakan perusahaan.

D. Peran Komite Audit dalam Mewujudkan Good Corporate Governance

Upaya mewujudkan Good Corporate Governance salah satunya antara lain dilakukan melalui pembentukan Komite Audit yang tugasnya adalah membantu Dewan Komisaris dalam mengawasi manajemen perusahaan (Utama, 2004). Dewan Komisaris harus menganggap dirinya sebagai Wakil Pemegang Saham di perusahaan sehingga kepentingan utama mereka adalah kepentingan Pemegang Saham secara keseluruhan bukan kepentingan individu. Tugas Dewan Komisaris


(48)

adalah mengawasi jalannya perusahaan secara keseluruhan, selanjutnya kendala daya serap Dewan Komisaris terhadap informasi teknis pengendalian manajemen, laporan keuangan, serta auditing, dapat diatasi dengan kehadiran Komite Audit.

Kompetensi yang dimiliki anggota Komite Audit dapat menjembatani kebutuhan Dewan Komisaris akan peran auditing dan pengendalian internal yang efektif dengan kendala daya serap terhadap masalah-masalah yang unik dan teknis dalam akuntansi, auditing dan pengendalian intern. Komite Audit secara khusus juga mengawasi mutu dan hasil audit, baik yang dilakukan oleh auditor eksternal maupun auditor internal. Disamping itu Komite Audit juga mencermati dan membahas isu-isu atau temuan yang signifikan oleh auditor.

Karena Komite Audit adalah satuan yang membantu Dewan Komisaris yang independen dari perusahaaan, maka selain kompetensi, prasyarat lain yang dimiliki adalah independensi. Independensi diperlukan agar Komite Audit tidak dapat diganggu gugat oleh manajemen dan tidak mengurangi kemandiriannya dalam menyatakan sikap dan pendapat.

Menurut Sanjaya (2005), untuk menjaga agar Komite Audit diakui sebagai pihak independen, maka anggota Komite Audit harus bebas dari setiap kewajiban kepada perusahaan tercatat dan tidak memiliki suatu kepentingan tertentu terhadap perusahaan tercatat atau direksi atau komisaris perusahaan tercatat dan bebas dari keadaan yang dapat menyebabkan pihak lain meragukan independensinya.


(49)

Maka dari itu, untuk mewujudkan sebuah perusahaan yang memiliki budaya Good Corporate Governance, unsur Komite Audit sangat diperlukan untuk menjalankan fungsinya agar pengawasan terhadap manajemen dapat lebih efektif. Komite Audit sebagai salah satu organ yang diharapkan menjadi pilar penegakan GCG di perusahaan yang mempunyai kecakupan tugas yang sangat strategis yaitu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi Direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan dan melaksanakan tugas penting pada sistem pelaporan keuangan melalui pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen dan auditor independen.

Dalam praktiknya, Komite Audit dapat melakukan hal-hal yang sesuai dengan wewenangnya, seperti:

1) Menyusun kerangka kerja untuk manajemen risiko (Risk Management Framework).

2) Mengembangkan Internal Audit Charter. 3) Memantapkan pengendalian intern.

4) Meningkatkan kesadaran akan tata kelola perusahaan yang baik dan penerapannya.

5) Meminta Dewan Komisaris untuk mengadopsi Audit Committee Charter. 6) Meminta Dewan Komisaris untuk mengadakan pertemuan rutin dengan

Komite Audit untuk memastikan pendekatan yang sama dalam menangani permasalahan yang ada dalam proses penelaahan.


(50)

E. Penelitian Terdahulu

Banyak penelitian sebelumnya yang meneliti tentang persepsi. Martadi dan Sri (2006) meneliti tentang persepsi akuntan, mahasiswa akutansi, dan karyawan bagian akutansi dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dan etika profesi (studi di wilayah surakarta). Berdasarkan hasil uji Independent-Samples t-test dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis.

Nurlita dan Radianto (2008) menguji tentang persepsi mahasiswa akuntansi terhadap etika penyusunan laporan keuangan. Dimana penelitianya merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Yulianti dan Fitriani (2005), namun obyek penelitiannya diambil dari mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Hasil penelitian hipotesis pertama menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang sudah mengambil pendidikan etika dengan mahasiswa yang belum mengambil pendidikan etika. Sedangkan hasil hipotesis kedua menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan mengenai tanggung jawab terhadap pengguna dalam laporan keuangan antara mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah pendidikan etika dengan mahasiswa yang belum mengambil mata kuliah pendidikan etika.


(51)

Selain penelitian tentang persepsi tidak sedikit pula penelitian yang dilakukan tentang Komite Audit dan GCG. Herawati dan Susana (2007) meneliti tentang analisis pengaruh independensi, mekanisme corporate governance, dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasilnya menujukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari independensi, mekanisme corporate governance, dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2005), yang meneliti hubungan antara Good Corporate Governance dan struktur kepemilikan dengan kinerja keuangan. Penelitiannya dilakukan pada perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2001 dan 2002. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kelengkapan disclosure dengan kinerja perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryana (2005) tentang pengaruh Komite Audit terhadap kualitas laba. Hasil pengujian menunjukan adanya perbedaan koefisien respon laba perusahaan yang membentuk komite audit dan perusahaan yang tidak membentuk komite audit. Pengujian dengan menggunakan metode FSCM dan CRSM menunjukan hasil yang sama bahwa koefisien respon laba perusahaan yang membentuk komite audit secara statistis lebih besar daripada perusahaan yang tidak membentuk komite audit. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasar menilai laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang membentuk komite audit memiliki kualitas yang lebih baik daripada laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang tidak membentuk komite audit. Koefisien respon laba yang lebih tinggi untuk perusahaan yang membentuk komite audit menunjukan bahwa


(52)

pasar menilai komite telah melaksanakan perannya dengan baik, terutama dalam memonitor proses pelaporan keuangan.

F. Kerangka Teoritis

Meskipun bukan hal yang baru, Komite Audit merupakan hal yang perlu diketahui mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan dimasa depan, dan dosen yang merupakan salah satu sumber informasi utama bagi mahasiswa tentang dunia kerjanya, maka peneliti ingin mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

Maka berdasarkan landasan teori di atas dapat dibuat suatu kerangka model penelitian sebagai berikut:

Persepsi

Mahasiswa Akuntansi

Akuntan Pendidik

Peran Komite Audit dalam mewujudkan

Good Corporate Governance


(53)

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran

G. Hipotesis

Dari kerangka pemikiran diatas, maka dapat dibuat hipotesis, yaitu: - Ho (Hipotesis Nol):

Tidak terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

- Ha (Hipotesis Alternatif)

Terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Indonesia, Universitas Trisakti dan Sekolah


(54)

Tinggi Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia (STEKPI). Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah akuntan pendidik dan mahasiswa jurusan akuntansi tingkat menengah maupun akhir. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana peneliti bertujuan menguji perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa jurusan akuntansi terhadap peran Komite Audit dalam mewujudkan GCG. Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara jelas dari penelitian ini.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah dosen dan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Indonesia, Universitas Trisakti dan Sekolah Tinggi Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia (STEKPI). Populasi ini dipilih karena diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan disamping itu untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitinya berdasarkan kondisi masa kini.

Sampel pada penelitian ini adalah dosen akuntansi dan mahasiswa jurusan akuntansi. Mahasiswa jurusan akuntansi dalam sampel hanyalah mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah auditing karena diasumsikan mahasiswa telah memiliki pemahaman, dasar konseptual auditing , dan isu yang berkembang tentang auditing lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang belum mengambil mata kuliah auditing. Pengambilan sampel pada penelitian ini


(55)

menggunakan judgement sampling, artinya pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata (Hamid, 2007:29).

C. Metode Pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan dengan mendatangi langsung responden mahasiswa akuntansi dan dosen-dosen untuk diberikan kuesioner. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan guna mendukung penelitian ini, maka teknik pengumpulan data adalah:

1) Riset Lapangan

Adalah metode pengumpulan data dengan metodologi langsung pada objek penelitian dengan menggunakan kuesioner.

2) Riset Kepustakaan

Riset ini dilakukan dengan mengutip dari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan dengan penelitian ini.

Untuk jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Data Primer

Menurut Indriantoro dan Supomo (2005 : 147) data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Adapun data tersebut diperoleh dengan cara mengumpulkan data melalui sejumlah pernyataan, yang diajukan kepada responden yaitu akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi dengan cara memberikan kuesioner.


(56)

2) Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro dan Supomo, 2005 : 147). Data sekunder yang digunakan merupakan telaah literatur yang menunjukan landasan teoritis yang diperoleh penulis dengan cara studi pustaka yaitu membaca buku referensi, majalah, skripsi yang tidak dipublikasikan, dan jurnal-jurnal penelitian.

D. Metode Analisis

Dalam penelitian ini terdapat dua pengujian, yaitu: 1) Uji instrumen penelitian

Sebelum data diolah untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian instrumen dengan uji validitas dan reliabilitas untuk melihat apakah data yang diperoleh dari responden dapat menggambarkan secara tepat konsep yang diuji.

a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner. Dengan kata lain validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak kita ukur (Ghozali, 2006).


(57)

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji Pearson Correlation. Pengujian validitas dapat diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor yang diperoleh pada setiap item pernyataan dengan skor total dari masing-masing pernyataan. Apabila Pearson Correlation yang diperoleh memiliki nilai signifikan dibawah level 0.05 berarti data yang diperoleh adalah valid.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan terhadap pernyataan-pernyataan yang sudah valid untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran ulang pada kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama (Martadi dan Sri, 2006). Uji reabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat pengumpul data pada dasarnya menunjukan tingkat ketetapan, keakuratan, kestabilan atau konsistensi instrumen tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individu.

Untuk menguji reliabilitas konstruk dalam penelitian ini akan digunakan teknik uji Cronbach’s alpha.

Suatu instrumen dapat dikatakan andal (reliable), jika memberikan nilai cronbach alpha diatas 0,6 (Ghozali, 2006). Sebagai pedoman didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:


(58)

Tabel 3.1:

Kategori Penilaian Tinggi Rendahnya Reliabilitas Instrumen. terval Koefisien ingkat Reabilitas

0.200 angat rendah

200 – 0.399 endah

400 – 0.599 ukup

600 – 0.799 inggi

800 – 1.00 angat tinggi

Sumber: Wahyono (2009) 2) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali:110, 2006). Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.

Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya (Ghozali:110, 2006). Dasar pengambilan keputusan: a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah

garis diagonal atau arah grafik histogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.


(59)

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau arah grafik histogram tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

3) Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini penulis menggunakan uji statistik parametriks dengan menggunakan Independent Sample T-test untuk mengetahui perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi. Apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka Ho ditolak, dan jika angka t hitung lebih kecil dari t tabel maka Ho tidak dapat ditolak dan menolak Ha. (Abdullah & Selamat, 2002:76)

Menurut Santoso (1999) dalam Abdullah dan Selamat (2002), untuk menentukan nilai t tabel ada beberapa langkah yang harus ditempuh:

a. Tentukan tingkat signifikansi ( ).

b. Tentukan degree of freedom (df), atau derajat kebebasan yaitu: n-2. c. Uji dilakukan dua sisi (two tailed test).

E. Operasional Variabel Penelitian

Variabel adalah construct yang diukur dengan berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai fenomena-fenomena (Indriantoro dan Supomo, 2005). Varibel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu


(60)

yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.

Berdasarkan rumusan masalah yang akan dikaji dan model yang disusun dalam tinjauan pustaka maka operasional variabel penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Variabel Dependen

Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa indonesia disebut sebagai variabel terikat (endogen). Variabel endogen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel independen (eksogen) (Indriantoro dan Supomo, 65:2005). Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen, yaitu peran Komite Audit dalam mewujudkan Good Corporate Governance.

2) Variabel independen

Menurut Indriantoro dan Supomo (2005), variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau memengaruhi variabel yang lain. Dalam penelitian ini variabel independennya adalah persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi.

Tabel 3.2:

Operasional Variabel Penelitian.

Variabel Sub Variabel Indikator Skala

pengukuran - Komite Audit Memahami aktivitas


(61)

isiko Usaha dan Keuangan (Muhammad,

2007)

bisnis perusahaan.

- Memahami konsep hukum dan ketentuan-ketentuan yang ada. - Melakukan penelaahan tehadap

investasi perusahaan. Skala Ordinal Sistem dan Pengendalian Internal (Muhammad, 2007)

- Memahami konsep akuntansi dan audit perusahaan.

- Memahami sistem informasi perusahaan.

- Memahami keuangan dan pembelanjaan perusahaan. - Memahami sistem pengendalian

perusahaan. Skala Ordinal ubungan dengan Auditor Eksternal

- Mengusulkan auditor eksternal. - Mereview audit plan.

- Berkonsultasi dan membahas hasil audit.

- Melakukan penelaahan auditor eksternal. Skala Ordinal Peran Komite Audit Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance ubungan dengan Auditor Internal

- Melakukan penelaahan program kerja dan fungsi internal audit. - Melakukan penelaahan pelaksanaan

audit.

- Berkonsultasi dan

meriviewrekomendasi dari auditor internal.

- Melakukan investigasi yang diperlukan. Skala Ordinal aporan Keuangan dan Kebijakan Akuntansi (Muhammad, 2007)

- Memahami analisis laporan keuangan.

- Melakukan penelaahan informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan.

- Melakukan penelaahan terhadap kebijakan akuntansi perusahaan dan keputusan yang menyangkut

kebijaksanaan.

Skala Ordinal

Penegakan asas GCG

- Transparansi (transparency) - Akuntabilitas (Accountability) - Responsibilitas (Responsibility) - Independensi (Independency) - Kesteraraan dan Kewajaran

Skala Ordinal


(62)

(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Indonesia, Universitas Trisakti dan Sekolah Tinggi Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia (STEKPI). Dan pada dasarnya penelitian ini menganalisis persepsi atau pendapat dari dua kelompok, yaitu akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi.

Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara langsung kepada responden, dan untuk akuntan pendidik beberapa kuesioner dikirim melalui e-mail atau mail survey. Waktu penyebaran kuesioner dilakukan pada awal bulan Januari sampai dengan pertengahan bulan Februari 2010. Penyebaran kuesioner penelitian ini dilakukan secara rutin.

2. Karakteristik Responden

Kuesioner yang disebarkan berjumlah 120 buah dengan tingkat proporsi pembagian sebagai berikut:

a. Akuntan Pendidik (Dosen Akuntansi): jumlah kuesioner yang disebarkan adalah sebanyak 35 buah kuesioner. Jumlah yang kembali adalah sebanyak


(64)

23 buah kuesioner atau 65.71%, dan jumlah kuesioner yang tidak kembali adalah sebanyak 12 kuesioner atau 34.29%, (lihat tabel 4.1).

b. Mahasiswa akuntansi: jumlah kuesioner yang disebarkan adalah sebanyak 85 buah kuesioner. Jumlah yang kembali adalah sebanyak 82 buah kuesioner atau 96.47%, dan jumlah kuesioner yang tidak kembali adalah sebanyak 3 buah kuesioner atau 3.53%. Dari data yang kembali, sebanyak 7 buah kuesioner tidak dapat diolah karena mengisi kurang lengkap, (lihat tabel 4.1).

Tabel 4.1: Data Sampel Penelitian

No Keterangan

Akuntan

Pendidik % Mahasiswa %

1 uesioner yang disebar 35 100 85 100

2 uesioner yang tidak kembali 12 34.29 3 3.53 3 uesioner yang tidak dapat diolah 0 0 7 8.24 4 uesioner yang dapat diolah 23 65.71 75 88.23 Sumber: data primer yang telah diolah.

Gambar 4.1:


(65)

Tabel 4.2 merangkum karakteristik responden yang merupakan akuntan pendidik, terlihat dari jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 23 buah, terdiri dari 9 responden laki-laki atau sebanyak 39.13% dan responden perempuan sebanyak 14 orang atau 60.87%. Terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan terhadap jumlah responden laki-laki dan responden perempuan.

Tabel 4.2:

Karakteristik Responden Akuntan Pendidik

No Keterangan Jumlah %

1 nis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan

9 14

39.13 60.87 Sumber: data primer yang telah diolah.

Gambar 4.2:


(66)

Selanjutnya pada tabel 4.3 menggambarkan karakteristik responden yang berasal dari mahasiswa akuntansi. Dari kuesioner yang dapat diolah didalamnya terdiri dari 27 responden Laki-laki atau sebanyak 36% dan 48 responden perempuan atau sebanyak 64%. Jika dilihat dari tingkat studi yang ditempuh maka terdiri dari 24 responden berasal dari mahasiswa akuntansi tingkat menengah atau sebanyak 32% dan 51 responden berasal dari mahasiswa akuntansi tingkat akhir atau sebanyak 68%.

Tabel 4.3:

Karakteristik Responden Mahasiswa Akuntansi

No Keterangan Jumlah %

nis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan

27 48

36 64 emester/ tingkat


(67)

b. Akhir 51 68 Sumber: data primer yang telah diolah.

Gambar 4.3:

Chart Karakteristik Responden Mahasiswa Akuntansi

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas

Sebelum kuesioner diberikan kepada responden, penulis melakukan uji coba (try out) atau pra-survey kepada 30 responden yang diberikan 23 butir pernyataan untuk menguji validitas dan reabilitas dari seluruh pernyataan tersebut. Setelah melihat hasil try out, penulis melakukan modifikasi terhadap beberapa pernyataan sehingga pernyataan tersebut menjadi berjumlah 24 butir pernyataan.

Kuesioner tentang peran Komite Audit terdiri dari enam sub variabel, yaitu risiko usaha dan keuangan, sistem dan pengendalian internal, hubungan dengan auditor eksternal, hubungan dengan auditor internal, laporan keuangan dan


(68)

kebijakan akuntansi, dan penegakan asas Good Corporate Governance. Kemudian dari enam sub variable terdiri dari 24 pernyataan.

Tabel 4.4:

Hasil Try out Kuesioner Instrumen Penelitian Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Peran Komite Audit

Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance

Pernyataan Sig-2 Tailed Pearson Corelation Keterangan

Soal 1 0.000 0.708 Valid

Soal 2 0.000 0.618 Valid

Soal 3 0.093 0.313 Tidak Valid

Soal 4 0.000 0.607 Valid


(69)

Soal 6 0.000 0.619 Valid

Soal 7 0.015 0.440 Valid

Soal 8 0.268 0.152 Tidak Valid

Soal 9 0.002 0.551 Valid

Soal 10 0.506 0.126 Tidak Valid

Soal 11 0.000 0.685 Valid

Soal 12 0.002 0.541 Valid

Soal 13 0.004 0.513 Valid

Soal 14 0.058 0.350 Tidak Valid

Soal 15 0.532 - 0.119 Tidak Valid

Soal 16 0.000 0.615 Valid

Soal 17 0.000 0.658 Valid

Soal 18 0.000 0.738 Valid

Soal 19 0.023 0.415 Valid

Soal 20 0.003 0.524 Valid

Soal 21 0.000 0.664 Valid

Soal 22 0.030 0.396 Valid

Soal 23 0.001 0.589 Valid


(70)

Dari hasil try out pada 30 sampel pada tabel 4.4 diperoleh hasil bahwa dari 23 pernyataan terdapat 5 pernyataan yang tidak valid, yaitu butir pernyataan 3, 8, 10, 14 dan 15. Pearson Correlation kelima pernyataan tersebut memiliki nilai signifikan (Sig) diatas level 0.05 berarti data yang diperoleh adalah tidak valid (Ghozali, 2006).

Setelah memodifikasi kuesioner dan menyebarkan kembali kepada responden maka dihasilkan validitas seperti digambarkan pada tabel 4.5. Berdasarkan hasil uji validitas yang ditunjukan oleh tabel 4.5 diperoleh kesimpulan bahwa dari 24 item pernyataan seluruhnya dinyatakan valid. Dari tabel 4.5 Pearson Correlation yang ditunjukan memiliki nilai signifikan (Sig) dibawah level 0.05 yang berarti data yang diperoleh adalah valid (Ghozali, 2006).

Berdasarkan tabel r, dengan taraf signifikansi 95% dan N=98 maka diperoleh derajat kebebasan/dk (degree of freedom / df) sebesar 96 (98-2). Dengan kondisi tersebut maka r tabel diperoleh sebesar 0.197. karena semua pernyataan dalam penelitian ini memiliki r hitung diatas 0.197 maka dapat disimpulkan seluruh pernyataan dalam penelitian ini adalah valid (Wahyono : 248, 2009).


(71)

Hasil Kuesioner Instrumen Penelitian

Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Peran Komite Audit Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance

Pernyataan Sig-2 Tailed Pearson Corelation Keterangan

Soal 1 0.000 0.622 Valid

Soal 2 0.000 0.503 Valid

Soal 3 0.000 0.412 Valid

Soal 4 0.000 0.519 Valid

Soal 5 0.000 0.613 Valid

Soal 6 0.000 0.702 Valid

Soal 7 0.000 0.533 Valid

Soal 8 0.001 0.331 Valid

Soal 9 0.000 0.451 Valid

Soal 10 0.000 0.501 Valid

Soal 11 0.000 0.647 Valid

Soal 12 0.000 0.470 Valid

Soal 13 0.000 0.449 Valid

Soal 14 0.000 0.488 Valid

Soal 15 0.000 0.405 Valid

Soal 16 0.000 0.656 Valid


(72)

Soal 18 0.000 0.666 Valid

Soal 19 0.000 0.445 Valid

Soal 20 0.000 0.350 Valid

Soal 21 0.000 0.524 Valid

Soal 22 0.000 0.602 Valid

Soal 23 0.000 0.484 Valid

Soal 24 0.000 0.497 Valid

Sumber: data primer yang telah diolah.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan (kendalan) alat pengumpul data (instrumen) yang digunakan, dengan kata lain untuk mengetahui konsistensi alat ukur (kuesioner). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menghitung besarnya Cronbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliable jika nilai Cronbach Alpha > 0.60, sebaliknya jika nilai Cronbach Alpha < 0.60 maka data dikatakan tidak reliable (Nunnally, 1967 dalam Ghozali 2006).

Tabel 4.6: Uji Reliabilitas


(73)

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.882 .885 24

Berdasarkan hasil analisis uji reabilitas tabel 4.6 diperoleh nilai Cronbach Alpha sebesar 0.882, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran konsistensi jawaban dari setiap responden untuk setiap pernyataan yang digunakan terbukti reliable.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas ini brtujuan untuk menguji apakah dalam model penelitian terdistribusi secara normal serta sebagai salah satu syarat agar uji Independent Sample T-test dapat dilakukan. Dari tabel 4.7 terlihat bahwa group akuntan pendidik memiliki P-value=0.200 untuk uji normalitas Lilliefors (Kolmogorof-Smirnov) dan P-value 0.633 untuk uji normalitas Shapiro-Wilk. Kedua P-value lebih besar dari

α

=0.05 sehingga data yang berasal dari populasi yang terdistribusi normal tidak dapat ditolak (Uyanto, 2009).

Demikian pula untuk group mahasiswa akuntansi memiliki P-value = 0.200 untuk uji normalitas Lilliefors (Kolmogorof-Smirnov) dan P-value 0.082 untuk


(74)

uji normalitas Shapiro-Wilk. Kedua P-value lebih besar dari

α

=0.05 sehingga data yang berasal dari populasi yang terdistribusi normal tidak dapat ditolak (Uyanto, 2009).

Tabel 4.7: Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

GROUP Statistic df Sig. Statistic df Sig.

AKUNTAN PENDIDIK

.094 23 .200* .968 23 .633

PERANAN KOMITE AUDIT DALAM MEWUJUDKAN GCG

MAHASISWA AKUNTANSI

.080 75 .200* .971 75 .082

Sumber: data primer yang telah diolah.

Gambar 4.4:


(75)

Dari gambar 4.1 Normal Probability Plot atau Normal Q-Q Plot untuk group akuntan pendidik menunjukan bahwa titik-titik nilai data kurang lebih dalam suatu garis lurus, sehingga dapat disimpulkan bahwa group akuntan pendidik berasal dari populasi yang terdistribusi normal.


(76)

Normal Probability Plot Group Mahasiswa Akuntansi

Begitu pula pada gambar 4.2 Normal Probability Plot atau Normal Q-Q Plot untuk group mahasiswa akuntansi menunjukan bahwa titik-titik nilai data kurang lebih dalam suatu garis lurus, sehingga dapat disimpulkan bahwa group akuntan pendidik berasal dari populasi yang terdistribusi normal.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 6: Uji Reliabilitas

Case Processing Summary

N %

Valid 98 100.0

Excludeda 0 .0

Cases

Total 98 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.882 .885 24

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(4)

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Q1 4.19 .755 98

Q2 4.13 .713 98

Q3 3.93 .662 98

Q4 4.16 .569 98

Q5 3.96 .672 98

Q6 4.01 .819 98

Q7 4.20 .642 98

Q8 3.94 .810 98

Q9 3.78 .740 98

Q10 3.89 .798 98

Q11 4.07 .736 98

Q12 4.00 .703 98

Q13 3.79 .630 98

Q14 4.00 .658 98

Q15 3.99 .793 98

Q16 4.20 .591 98

Q17 4.14 .689 98

Q18 4.02 .642 98

Q19 4.08 .511 98

Q20 4.19 .653 98

Q21 4.07 .707 98


(5)

Q23 4.07 .613 98


(6)

Dokumen yang terkait

Persepsi akuntan publik, akuntan pendidik, mahasiswa akuntansi dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika profesi akuntan

0 15 123

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI

1 25 193

Persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap Independensi penampilan akuntan publik

0 6 127

PERSEPSI ETIKA MAHASISWA AKUNTANSI, AUDITOR DAN AKUNTAN PENDIDIK DALAM SITUASI DILEMA ETIS AKUNTANSI

0 2 91

Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan.

0 0 10

PERSEPSI AKUNTAN PENDIDIK, AKUNTAN PUBLIK, DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK IKATAN PERSEPSI AKUNTAN PENDIDIK, AKUNTAN PUBLIK, DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA (SURVEI DI SURAKARTA).

0 1 13

PERSEPSI PEMAKAI LAPORAN KEUANGAN, AKUNTAN PENDIDIK DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP PERSEPSI PEMAKAI LAPORAN KEUANGAN, AKUNTAN PENDIDIK DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP EXPECTATION GAP DALAM ISU PERAN AUDITOR DAN ATURAN SERTA LARANGAN PADA KANTOR AKUNTAN

0 1 15

PERSEPSI AKUNTAN PENDIDIK DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA PERSEPSI AKUNTAN PENDIDIK DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA (Survey PTS di Kota Surakarta).

0 0 12

PERSEPSI AKUNTAN PUBLIK, AKUNTAN PENDIDIK Persepsi Akuntan Publik, Akuntan Pendidik Dan Mahasiswa Akuntansi (Ums) Terhadap Etika Bisnis Dan Etika Profesi Akuntan.

0 0 14

. PERSEPSI AKUNTAN PENDIDIK, AKUNTAN PUBLIK, DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA

0 0 1