Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Laki-Laki dan Perempuan dalam Kegiatan Ekonomi di Provinsi Aceh Abubakar Hamzah, Susanti, dan Sofyan Syahnur
133
2. STUDI TERKAITSEBELUMNYA
Upah merupakan balas jasa yang diterima rumah tangga atas penyerahan dan pemanfaatan faktor produksi untuk proses produksi. Upah yang diberikan dapat berbentuk uang, barang, atau fasilitas umum. Pemberian upah
ini dimaksudkan agar tenaga kerja tersebut memperoleh penghidupan yang layak. Beberapa teori upah yang dikenal antara lain teori upah subsisten, teori dana upah, teori produktivitas marjinal, teori perundingan, teori daya
beli, teori upah nilai lebih dan pemerasan, teori upah etika, dan teori upah sosial Ruhiyat, 2000; Glendoh, 2000.
Pissarides 2000 dalam Hertweck 2007 dalam upah The Bargaining Set, mengemukakan bahwa upah per pekerja ditentukan secara bersama-sama respectively oleh rumahtangga dan perusahaan. Secara lebih
spesiik Martin 2005 membuat model persamaan upah pekerja menggunakan variabel sumberdaya manusia dan variabel pasar kerja, atau W merupakan fungsi dari Human, market. W juga merupakan fungsi dari
Education, Age, Duration of current employment, Birthplace, Family responsibilities, Health, Gender; Type of shift worked, Casual
or permanent contract, Location of facility, Size of facility, Facility ownership. Lebih lanjut, Teori Neo Klasik menjelaskan tentang pembagian kerja seksual, menekankan perbedaan
seksual di dalam berbagai variabel yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja. Perbedaan-perbedaan itu antara lain meliputi tanggung jawab rumah tangga, kekuatan isik, pendidikan,
keterampilan, lamanya jam kerja, jenis pekerjaan, dan sektor pekerjaan Gupta, 2002; Balakrishnan, 2002; Anker, 1997.
Akinbobola 2009 menggunakan model MCA untuk menganalisis efektivitas sistem belajar dengan variabel kontrol jenis kelamin. Selanjutnya, Lolle 2007 menggunakan MCA sebagai model yang digunakan untuk
menganalisis eikasi politik Y di Denmark. MCA digunakannya karena lebih efektif menjelaskan variabel dependen daripada model OLS Ordinary Least Squares yang agak bias dengan harus memenuhi berbagai asumsi regresi.
Sedangkan MCA lebih stabil karena dapat menjelaskan variabel dependen dari berbagai jenis data ordinal, nominal, interval, maupun rasio.
Pencari kerja yang berpendidikan tinggi berpeluang lebih besar mendapatkan gaji tinggi. Oleh sebab itu perempuan yang mempunyai pendidikan lebih tinggi berkeinginan lebih besar memperoleh pekerjaan atau
berpartisipasi dalam dunia kerja. Di sisi lain pendidikan dan perilakunya sebagai akibat dari pendidikan akan memperkuat peluang perempuan dalam bekerja Hore, 2005; Jaumotte, 2003. Jika perempuan meneruskan
pendidikan berarti ia meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan mengharapkan pekerjaan yang dapat memperoleh upah lebih tinggi. Akibatnya ia mempunyai kapasitas lebih tinggi dan memperbesar peluangnya dalam
pasar kerja Leppel, 2005.
Pada usia 50-an kemungkinan partisipasi pekerja secara individu menurun Fallick Pingle, 2006. Pekerja muda 20-24 tahun menerima gaji lebih rendah daripada pekerja yang lebih tua karena pengalaman dan
keahlian masih sedikit. Namun antara pekerja laki-laki dan perempuan muda, perbedaan gaji yang diperoleh lebih kecil daripada pekerja usia lebih tua Hayghe, 2007. Partisipasi kerja perempuan cenderung rendah pada usia
muda. Kemudian seiring bertambahnya usia dan tingkat pendidikan, tenaga serta pengalaman, partisipasi kerja perempuan meningkat seperti huruf U terbalik. Disisi lain, pendapatan yang diperoleh bukan dari hasil kerjanya
misalkan dari pendapatan suami dan adanya anak kecil atau bayi yang harus diasuh, kecenderungan perempuan untuk bekerja menurun Arango Posada, 2007.
Jumlah anak yang bersekolah merupakan respon atas meningkatnya jumlah perempuan yang masuk dalam dunia kerja. Peningkatan perempuan sebagai orangtua tunggal juga menyebabkan mereka harus bekerja untuk
memperoleh penghasilan Kipkorir and Njenga 1993; Myers 1992. Kemampuan perempuan untuk ambil bagian dalam kegiatan ekono mi tergantung pada akses pemeliharaan dan fasilitas anak. Perempuan yang menjadi
orangtua tunggal khususnya, memerlukan fasilitas pemeliharaan anak yang baik. Hal itu mungkin menjadi faktor yang menurunkan perempuan bekerja paruh waktu dan pekerjaan kasar. Perempuan yang berkeluarga merasa
lebih tenang jika suaminya bekerja untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Namun jika mereka bercerai dan anak ikut ibunya, maka perempuan tersebut berusaha mencari pendapatan dengan bekerja Hore, 2005. Sebagai akibat
yang tidak diinginkan dalam keluarga misalnya kehilangan pencari pendapatan, sementara meneruskan kehidupan
134
Volume 15, No.2 September 2011
merupakan suatu kewajiban. Akhirnya, hal itu membuat perempuan terjun dalam dunia kerja. Demikian juga halnya jika terjadi penambahan anggota rumahtangga yang membuat beban hidup bertambah berat Ruwanpura, 2004.
Status perkawinan dapat mengurangi peluang perempuan dalam kesempatan kerjanya, karena suaminya bekerja penuh waktu. Dengan demikian akan mengurangi peluang perempuan bekerja dan hanya bekerja paruh
waktu. Disisi lain, jika mungkin suaminya mendukung istrinya bekerja penuh atau paruh waktu daripada isterinya menganggur Leppel, 2005. Seseorang yang telah berstatus kawincerai harus meluangkan waktu untuk urusan
rumahtangganya, seperti mengasuh anak, membersihkan rumah, dan sebagainya, sehingga waktu kerjanya dapat berkurang. Dengan demikian pendapatan yang diperoleh berkurang akibat waktu kerjanya terbagi untuk urusan
rumahtangga Bowles dan Park, 2004.
Model mobilitas tenaga kerja dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan atau dari sektor tradisional ke sektor modern di perkotaan Lewis, 1953 dalam Ananta, 1988, menganggap bahwa pembangunan perdesaan
mengalami kemacetan sehingga menimbulkan banyak pengangguran tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja sangat rendah bahkan mencapai minus. Di perkotaan seseorang berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan
sebagai pekerja penuh, terdapat kesempatan untuk bekerja sebagai pekerja tak tetap, dan bahkan seandainya tak memperoleh pekerjaan di kedua-duanya, masih ada kesempatan untuk berusaha sendiri sebagai pedagang
eceran, asongan, pengrajin, atau melakukan beberapa usaha yang lain.
Di negara-negara maju tingkat partisipasi perempuan lebih tinggi daripada negara-negara berkembang Jaumotte, 2003. Pada umumnya wilayah perdesaan dengan kegiatan ekonomi tradisionalnya mempunyai
peluang kerja yang lebih sempit daripada daerah perkotaan. Di perkotaan peluang kerja berbagai jenis pekerjaan lebih tersedia, sementara perempuan yang tinggal di perkotaan umumnya mempunyai bekal pendidikan yang lebih
baik. Kebanyakan anak perempuan hanya dapat memperoleh pekerjaan dengan upah rendah seperti pembantu rumahtangga. Mereka berasal dari desa-desa yang mempunyai fasilitas minim dan lapangan pekerjaan terbatas
Ondimu, 2003.
Di Afrika Selatan partisipasi kerja perempuan cenderung meningkat pada periode 1995-2004 Ntuli, 2007. Perempuan kulit putih partisipasinya lebih tinggi daripada ras lainnya. Faktor utama yang mempengaruhi partisipasi
kerja perempuan adalah pendidikan. Pendapatan selain upah, status perkawinan, fertilitas, dan kondisi geograis merupakan faktor penentu lainnya.
Penelitian Lolle 2007 mengenai eikasikemampuan politik di Denmark menggunakan MCA dengan variabel independen jenis kelamin, umur, pendidikan, dan jenis pekerjaan. Kaum laki-laki mempunyai pengaruh lebih besar
pada eikasi politik dibandingkan perempuan. Sementara semakin muda umur seseorang, pengaruhnya semakin kecil. Sedangkan pendidikan tinggi akan berpengaruh besar pada variabel dependen, serta jenis pekerjaan
pimpinan white collar berpengaruh terbesar dibanding jenis pekerjaan lain terhadap eikasi politik.
Perempuan muda dari perdesaan banyak ditemukan bekerja sebagai pembantu rumahtangga di Kota Nairobi karena dibayar rendah. Mereka mempunyai pendidikan yang terbatas karena kesenjangan gender masih
terjadi. Dengan demikian peluang kerjanya sangat terbatas pada sektor kerja tertentu. Disisi lain mereka juga kerap kali dieksploitasi secara ekonomi dan dilecehkan Ondimu, 2003.
Model partisipasi angkatan kerja berdasarkan kohor pada perempuan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada kelompok umur 16-24 tahun partisipasi perempuan meningkat perlahan pada tahun 1950-2000. Pada
kelompok umur 25-34 tahun dan 34-44 tahun, partisipasi perempuan meningkat cepat pada periode tersebut. Kemudian meningkat perlahan pada perempuan usia 45-54 dan usia 55-64 tahun selama periode bersangkutan,
serta pada usia 65 tahun keatas tidak berubah selama periode tersebut Fallick Pingle, 2006.
3. METODE PENELITIAN