79
mencabut laporan pengaduan. Menurut pengakuan Ibu W dalam wawancara penelitian ini, pada saat itu Ibu W mendapat intervensi dari suaminya sebelum dan
selama masa tahanan serta masa persidangan agar AL mencabut laporan dan menarik kembali surat pernyataannya tersebut. Ibu W pun sempat mengeluhkan pada pihak
KPAID SUMUT bahwa pada saat itu dia merasa tidak mampu menanggung biaya sekolah AL saat suaminya ditahan. Pihak KPAID SUMUT yang memperjuangkan
hak pendidikan anak mengambil inisiatif dengan mencari donatur untuk membantu biaya pendidikan AL, lalu pada Sabtu tanggal 28 Maret 2015 berkoordinasi dengan
pihak sekolah AL untuk mengurus surat kepindahan AL ke sebuah Pesantren di daerah Tapanuli Tengah berdasarkan rekomendasi dari donatur tersebut.
Proses hukum yang melibatkan Ayah tirinya juga masih berlangsung sampai persidangan terakhir pada tanggal 25 Juni 2015 di Pengadilan Negeri Medan dengan
agenda Pembacaan Putusan Pengadilan dimana Y sebagai Ayah tiri AL yang menjadi pelaku tindak pencabulan incest tersebut di vonis 8 tahun penjara.
AL berhenti mendapatkan penanganan dari KPAID SUMUT di RUPA karena dikoordinasikan
untuk pindah sekolah dan di asramakan ke Pesantren pada tanggal 17 April 2015 hingga sekarang.
5.2.2 Informan Utama dan Tambahan 2
Nama : DWG
TempatTanggal Lahir : Medan, 04 November 2009 Jenis Kelamin
: Perempuan Alamat
: Blok F Graha Martubung Lingkungan V Kel. Martubung Kec. Medan Labuhan
Agama : Kristen
Universitas Sumatera Utara
80
Pendidikan : Pelajar aktif kelas I SD
Peneliti melakukan wawancara dengan DWG Pr, 6th beserta ayahnya Bapak PG pada pertengahan Maret 2016 di kediaman mereka, Blok F Graha
Martubung Kel. Martubung Kec. Medan Labuhan. Pada saat itu DWG yang masih duduk di kelas 1 SD terlihat masih takut dan belum begitu paham dengan pertanyaan
wawancara penelitian ini, maka peneliti lebih menekankan wawancara dengan Bapak PG sebagai Pelapor dalam laporan pengaduan kasus di KPAID SUMUT dan yang
menjadi informan tambahan dalam penelitian ini. Adapun sebelumnya di tahun 2015 ketika pertama kali kasus DWG dilaporkan ke KPAID SUMUT, peneliti telah
beberapa kali berinteraksi dengan DWG dan Bapak PG. Saat usianya 5 tahun DWG menjadi korban kejahatan seksual dalam bentuk
pencabulan yang dilakukan oleh BS Lk, 48th, dimana kasusnya tercatat dalam laporan pengaduan yang diadukan oleh ayahnya Bapak PG di KPAID SUMUT hari
Senin tanggal 1 Juni 2015 pukul 15.40 WIB dan sebelumnya Bapak PG telah membuat laporan Kepolisan pada hari Selasa tanggal 12 Mei 2015. Adapun pelaku
tindak pencabulan tersebut BS merupakan Pak Tua daripada DWG sendiri, perbuatan keji tersebut terjadi pada hari Senin tanggal 1 Mei 2015 sekitar pukul
11.00 WIB di rumah BS di Jalan Melati Komplek Graha Martubung. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan DWG mengenai kejadian tersebut, saat itu
DWG sedang menonton televisi di rumah BS, lalu tiba-tiba BS memaksa DWG untuk masuk kamar dan tidur. Berikut penuturan DWG:
“Aku lagi nonton, kak. Dipaksanya bobok, dibawa ke kamar…” Setelah kejadian itu DWG mengaku diberi uang Rp. 2.000,- dan di ancam
apabila memberitahukan kejadian tersebut kepada orang tuanya DWG tidak akan di
Universitas Sumatera Utara
81
ajak jalan-jalan lagi dengan BS. Menurut pendapat DWG yang masih dibawah umur, BS adalah orang jahat yang harus di penjara, namun selebihnya dalam wawancara
penelitian ini DWG tidak banyak berbicara, hanya mengangguk atau menggeleng dan mengiyakan saja saat peneliti bertanya. Bapak PG yang mendampingi DWG saat
wawancara mengatakan bahwa DWG enggan membicarakan kembali hal tersebut, bahkan mendengar nama atau marga BS pun dia terkadang menutup telinga dan raut
wajahnya pun berubah. Maka peneliti memutuskan untuk menanyakan tentang kejadian tersebut dalam wawancara terpisah dengan Bapak PG, dan melanjutkan
wawancara dengan DWG terkait proses penyelesaian kasusnya. DWG dikoordinasikan untuk tinggal sementara di Rumah Perlindungan Anak
RUPA milik KPAID SUMUT dengan persetujuan Bapak PG pada tanggal 2 Juni 2015, sehari setelah laporan pengaduan kasusnya tercatat di KPAID SUMUT. Hal ini
dikarenakan pertimbangan pihak KPAID SUMUT yang sebelumnya mengassesmen DWG melihat tanda-tanda traumatik pada diri DWG. Bapak PG menyatakan bahwa
beliau juga khawatir pada kondisi psikologis anaknya tersebut, maka beliau mempercayakan pada pihak KPAID SUMUT untuk memberikan penanganan dan
perlindungan pada DWG saat itu. Awalnya DWG takut ketika akan dibawa ke RUPA, seperti yang dia katakan dalam wawancara penelitian ini DWG memberikan
alasan bahwa saat itu dia takut diculik. Namun akhirnya DWG mau setelah pendekatan dari pihak KPAID SUMUT dan Bapak PG yang meyakinkan bahwa
pihak tersebut adalah orang-orang baik yang akan menolong dan melindunginya. Memang pada dasarnya DWG merupakan anak yang tidak terlalu rewel dengan
orang lain, karena dia sering dititipkan di rumah BS dan istrinya untuk dijaga ketika orang tua DWG pergi bekerja. Lalu pada hari yang sama DWG dengan didampingi
Universitas Sumatera Utara
82
pihak KPAID SUMUT dari RUPA melakukan Visum Et Repertum VER di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan, dan hasil visum menyatakan bahwa kemaluan DWG
tergores. Menurut Bapak PG memang waktu itu DWG sempat mengeluh perih ketika buang air kecil.
Selama di RUPA, DWG mengaku senang dengan penanganan dari pihak KPAID SUMUT yang memberikan konseling dan kegiatan-kegiatan untuk
mengembalikan kepercayaan diri dan reintegrasi sosialnya. DWG juga menjalani dua kali proses konseling psikologis, pertama pada hari Kamis tanggal 11 Juni 2015 oleh
psikolog Bhayangkara, lalu konseling kedua pada Jumat, 12 Juni 2015 oleh konselor psikolog dari Biro Konsultasi Psikologi Alifa yang bermitra dengan KPAID SUMUT
di RUPA. Menurut Bapak PG yang setiap hari memantau perkembangan anaknya di RUPA, DWG pada awalnya sangat trauma pasca kejadian tersebut terlebih setelah
berulang kali ditanyakan kronologis versinya sebagai korban oleh berbagai pihak demi kelancaran proses penyelesaian kasusnya. DWG berada di RUPA sampai akhir
Juni 2015, dan diperbolehkan pulang ke rumahnya karena kondisi psikologisnya membaik dan dia sudah ceria kembali seperti anak-anak seusianya.
Sedangkan proses hukum dalam kasus DWG agak lama, terlihat dari sidang pertama yang baru berlangsung pada tanggal 23 September 2015 di Pengadilan
Negeri Belawan. Menurut Bapak PG, bahwa sebelumnya beliau sempat mendapat ancaman tuntutan balik dari pihak kuasa hukum BS yang mengajukan surat
permohonan praperadilan yang menyatakan bahwa BS tidak bersalah dan agar Bapak PG mencabut laporan pengaduannya. Namun setelah penyidikan dan dampingan dari
KPAID SUMUT dalam menegakkan hak-hak anak maka proses berlangsung dan BS pun ditahan. Pada tanggal 8 Desember 2015 dilangsungkan sidang kedua dengan
Universitas Sumatera Utara
83
agenda pembacaan tuntutan, dimana BS dituntut 8 tahun penjara dan denda sebesar 80 juta rupiah. Bapak PG mengatakan pada saat itu beliau mengajukan hak restitusi
korban atas saran dari pihak KPAID SUMUT, namun permohonan tersebut ditolak oleh Hakim di persidangan tersebut. Lalu akhirnya dalam pembacaan putusan
pengadilan, BS di vonis 5 tahun penjara pada agenda persidangan terakhir tanggal 13 Januari 2016. Bapak PG mengaku sebenarnya tidak terlalu puas dengan keputusan
tersebut, namun yang beliau utamakan adalah bahwa sekarang ini DWG sudah tidak terlihat trauma dengan kejadian tersebut setelah keluar dari RUPA.
5.2.3 Informan Utama dan Tambahan 3